Anda di halaman 1dari 36

RESPONSI

ILMU BEDAH

Pembimbing :
dr. Tanjung Arfaksad S, Sp.OT
Penyusun :
Felicia Yuwono
2009.04.0.0161

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015

RESPONSI ILMU BEDAH


Pembimbing

: dr. Tanjung Arfaksad S, Sp.OT

Penyusun

: Felicia Yuwono

NIM

: 2009.04.0.0161

1. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. Ririn Kusmiati
Umur
: 39 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jln. Mulyodadi Wonoayu Sidoarjo
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Tanggal&Waktu MRS: 8 Agustus 2015, pukul 07.15 WIB
2. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Nyeri pada kedua pergelangan tangan
b. Keluhan Tambahan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL dr Ramelan Surabaya pada
tanggal 8 Agustus 2015 pukul 07.15, dengan keluhan nyeri pada ke
dua pergelangan tangannya. Nyeri tersebut dirasakan oleh pasien
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 8 agustus
2015, di jalan dekat rumahnya pada pukul 05.30 dini hari. Awalnya
pasien sedang mengendarai sepeda motor dan berboncengan
dengan anaknya, lalu didepan pasien ada sebuah truk yang berjalan
lambat, pasien ingin mendahului truk tersebut dari sebelah kanan,
waktu itu kecepatan sepeda motor pasien berkisar antara 50-60
km/jam, pasien dan anaknya menggunakan helm, belum selesai
menyalip truk, ada sepeda motor keluar dari gang dengan arah
berlawanan dan terjadilah tabrakan. Selang beberapa menit setelah
kecelakaan, pasien mengatakan nyeri pada kedua pergelangan
tangannya, pasien tidak bisa menggerakan kedua tangannya, dan
apabila tangannya disentuh atau digerakkan akan semakin terasa
nyeri. Pasien menyangkal adanya benturan di daerah kepala dan

pasien mengaku dalam keadaan sadar ketika dibawa sampai ke


rumah sakit. Pasien diantar dengan mobil ke IGD rsal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
: Disangkal
DM
: Disangkal
Riwayat trauma
: Disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga : f. Riwayat Alergi : g. Riwayat Penggunaan Obat : 3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
GCS
Status gizi
Vital Sign

: Tampak sakit sedang


: Compos Mentis
:456
: Baik
: BP
143/75 mmHg
Nadi
88 x/min, reguler
RR
24 x/min
Temp.36,7oC, axiller

Status Generalis
Kepala/Leher
Anemia
Icterus
Sianosis
Dyspnea
Pembesaran KGB
Pembesaran Thyiroid
Pelebaran V.Jugularis

Thorax
Normochest
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

:Vesikuler / Vesikuler
Wheezing
Rhonki
:S1 S2 Tunggal
Murmur
Gallop

(-)
(-)
(-)
(-)

: Flat, Simetris
: Bising usus (+) Normal
: Soepel, H/L tidak teraba

Perkusi
Ekstrimitas Atas
Akral hangat
Edema
CRT
Ekstrimitas Bawah
Akral hangat
Edema

: Timpani
(+ / +)
(- / -)
< 2dtk
(+ / +)
(- / -)

b. Status Lokalis
Regio Antebrachii 1/3 Distal Sinistra
Look : Jejas
(-)
Ekskoriasi
(-)
Perlukaan
(-)
Edema
(+)
Kemerahan
(+)
Fistel
(-)
Deformitas
(+) : Angulasi dorsal
Feel : Hangat
(+)
Nyeri tekan
(+)
Krepitasi
(sulit dievaluasi)
Sensitabilitas
normal
AVN distal
normal
CRT
<2dtk
Move : Nyeri gerak
(+)
False movement
(sulit dievaluasi)
Gerakan
(terbatas)
Kelumpuhan
(-)

Diagnosa: Fraktur Colles Sinistra

Diagnosa Banding:
-

Fraktur Intra-artikuler Radius Distal Sinistra


Fraktur antebrachii 1/3 distal Sinistra
Fraktur Galeazzi
Regio Antebrachii 1/3 Distal Dextra

Look :

Feel :

Move:

Jejas

(-)

Ekskoriasi
Perlukaan
Edema
Kemerahan
Fistel
Deformitas

(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)

Hangat

(+)

Nyeri tekan
Krepitasi
Sensitabilitas
AVN distal
CRT

(+)
(tidak dilakukan)
normal
normal
<2dtk

Nyeri gerak

(+)

False movement
Gerakan
Kelumpuhan

(sulit dievaluasi)
(terbatas)
(-)

Diagnosa: Suspect Fraktur Radius Distal


Diagnosa Banding:
-

Sprain wrist joint


Fraktur Colles Dextra dengan minimal displaced
Fraktur Intra-artikuler Radius Distal Dextra
Fraktur antebrachii 1/3 distal dextra non displaced

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Antebrachii Sinistra AP / Lateral :

Kesan : Tampak fraktur di bagian distal dari Os Radius Sinistra +2-3 cm


dari pergelangan.

b. Foto Antebrachii Dextra AP / Lateral

Kesan : Tampak fraktur di bagian Processus Styloideus Radius Dextra


c. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium 8 Agustus 2015
- WBC
: 17200 uL
- HB
: 13,4 g/dL
- HCT
: 40.3 %
- Platelet
: 239000 uL
- Glukosa acak : 125 mg/dL
- SGPT
: 9 U/L
- SGOT
: 18 U/L
- PT
: 13.5
- APTT
: 32.1

5. DIAGNOSA
Diagnosa Pasti :
Fraktur Colles Sinistra + Closed Fraktur Processus Styloideus
Dextra
6. RESUME

Pasien wanita usia 39 tahun post kecelakaan lalu lintas dengan nyeri
pada kedua pergelangan tangan. Kedua Pergelangan tangan pasien
terasa sangat nyeri terutama apabila disentuh atau digerakan.
Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan umum : dalam batas normal
b. Status generalis
: dalam batas normal

c. Status Lokalis
Regio Antebrachii 1/3 Distal Sinistra
Look : Edema
(+)
Deformitas
(+)
: Angulasi dorsal
Feel : Hangat
(+)
Nyeri tekan
(+)
Krepitasi
(Sulit dievaluasi)
Move : Nyeri gerak
(+)
Range of Movement (terbatas)
False Movement
(Sulit dievaluasi)
1
Regio Antebrachii /3 Distal Dextra
Look : Edema
(+)
Deformitas
(-)
Feel : Hangat
(+)
Nyeri tekan
(+)
Krepitasi
(Sulit dievaluasi)
Move : Nyeri gerak
(+)
Range of Movement (terbatas)
False Movement
(Sulit dievaluasi)

Foto Antebrachii Sinistra AP/ Lateral :


Tampak fraktur di bagian distal dari Os Radius Sinistra

Foto Antebrachii Dextra AP/ Lateral


Tampak fraktur di Processus Styloideus Radius Dextra
7. PLANNING
a. Planning Monitoring
:
- Keluhan pasien
- Status lokalis pada regio antebrachii sinistra
- Menilai tanda-tanda komplikasi post-op (infeksi, perdarahan,
-

malunioin, non-union)
Foto ulang AP dan lateral regio antebrachii dextra dan sinistra
post-op.

b. Planning Terapi
KONSERVATIF
Tangan kiri:

Simtomatis diberikan injeksi ketorolac 30 mg 1 ampul untuk


menghilangkan nyeri serta dilakukan reposisi di bawah anestesi dan
imobilisasi dengan gips jika posisi sudah memuaskan, bila tindakan
konservatif gagal dilakukan tindakan operatif.
OPERATIF
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
Indikasi operasi : Tindakan reposisi tertutup terbukti tidak
acceptapble.
Tangan kanan:
Tidak perlu dilakukan reposisi karena fraktur undisplaced / tidak
mengalami pergeseran, hanya dilakukan imobilisasi dengan gips.
c. Planning Edukasi :
- Perlunya dilakukan reposisi
- Perlunya Immobilisasi dengan gips
- Perlunya fisioterapi yang intensif setelah operasi
- Perlunya kontrol poli orthopedi setelah op.

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur radius distal ataupun fraktur Colles adalah satu dari macam fraktur
yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam
keadaan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila
seseorang terjatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi
kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anakanak dan lanjut usia akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Fraktur radius distal merupakan 15% dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur
radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles.
Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidennya yang
tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu
pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang.
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius
distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak
2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal
radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial, dan supinasi. Gerakan ke arah radial
sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan
dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan
subluksasi sendi radioulnar distal. Momok cedera tungkai atas adalah kekakuan,
terutama bahu tetapi kadang-kadang siku atau tangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI

2.1.1 Anatomi Radius


Ujung proksimal radius membentuk caput radii (capitulum radii), berbentuk
roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis
(fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh
facies articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan
insicura radialis ulnae. Capur radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di
sebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii. Corpus radii di
bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea, margo anterior, dan
margo posterior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk prosesus
styloideus radii, di bagian medial membentuk insicura ulnaris, dan pada fasies
dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal
radius membentuk facies articularis carpi.

Perlu diperhatikan 3 ukuran yang sama :


1. Radial height :
Yaitu jarak prosesus styloideus radii terhadap ulna. Diukur dari jarak
antara garis horizontal yang ditarik melalui ujung prosesus styloideus
radii dan melalui ujung distal ulna. Ukuran normalnya kira-kira 1 cm.

2. Derajat Ulna Deviation


Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar.
Derajat miringnya diukur dari besarnya sudut antara garis horizontal
yang tegak lurus pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan
permukaan sendi. Normal : 15-30 derajat.
3. Derajat Volar Deviation
Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan.
Besarnya diukur dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu
radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1-23
derajat.

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum
dan navikulare ke arah distal dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial.
Bagian distal sendi rediokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan
dorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna
selain terdapat ligamen dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat
pula diskus artikularis yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk
segitiga yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna
bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamen
radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna,
disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = Triangular Fibro Cartilage
Complex).
Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensinya pergelangan tangan
serta gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai
90 derajat oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum
dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi
radioulnar distal adalah gerak rotasi.
2.1.2 Anatomi Ulna
Ulna adalah tulang penstabil lengan bawah yang terletak di sebelah medial
dan tulang yang lebih panjang daripada radius. Bagian ulna yang lebih besar pada
proksimal berguna untuk artikulasi dengan humerus dan caput radius. Untuk
artikulasi dengan radius, ulna memiliki proyeksi prominen, yaitu (1) olecranon,
yang terproyeksi secara proksimal dari aspek posteriornya (membentuk ujung
siku) dan berfungsi sebagai tuas untuk ekstensi siku. (2) processus coronoideus,
yang terproyeksi ke anterior. Olecranon dan processus coronoideus membentuk

dinding incisura trochlearis yang berbentuk seperti bulan sabit dan berartikulasi
dengan trochlear humerus. Artikulasi ulna dan humerus hanya menyebabkan
fleksi dan ekstensi sendi siku, meskipun abduksi dan adduksi dapat terjadi ketika
pronasi dan supinasi lengan bawah. Di bagian inferior processus coronoideus
terdapat tuberositas ulna untuk perlekatan tendon musculus brachialis.
Pada bagian lateral processus coronoideus terdapat cekungan halus dan
bulat yaitu incisura radialis, yang berhubungan dengan caput radius. Pada bagian
inferior incisura radialis pada permukaan lateral ulna terdapat crista supinator.
Antaranya dengan bagian distal processus coronoideus terdapat cekungan yaitu
fossa supinator. Bagian profundus musculus supinator melekat pada crista dan
fossa supinator. Corpus ulna berbentuk silindris dan tebal pada proksimal,
kemudian berkurang secara diameter kea rah distalnya. Pada bagian ujung distal
ulna terdapat pembesaran yaitu caput ulna dengan processus styloideus ulna. Ulna
tidak mencapai sendi pergelangan tangan sehingga tidak membentuk sendi
pergelangan tangan (radiocarpal joint).
2.1.3 Anatomi Antebrachii
Bagian antebrachii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya
kira-kira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal
radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan
tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan
permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon eksentor.
Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi
lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius
dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini
merupakan tempat insersi otot brachialis.
Pada antebrachii distal ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi
radiokarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiokarpalia melekat pada batas
permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen
1.
2.
3.
4.

antara lain :
Ligamentum Carpeum volare
Ligamentum Carepum dorsale
Ligamentum Carpal dorsale dan volare
Ligamentum Collateral
2.2 FRAKTUR

2.2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total maupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot,
dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
2.2.2 Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
1. Peristiwa Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada
tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena
kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu.
2. Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang berjalan
dalam jarak jauh.
3. Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral, daya angulasi menyebabkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada
cedera tak langsung salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera
langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.
2.2.3 Diagnosis
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama
pada sitem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi. Film polos

merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan trauma
skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya
sangat rentan.
Tanda dan gambaran khas pada fraktur adalah :
Garis fraktur
Pembengkakan jaringan lunak
Irregularis kortikal
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain X-Ray adalah AP dan lateral.
Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan ulna tidak bersilangan serta
posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar. Sinar datang dari depan
sehingga disebut AP (antero-posterior).
2.2.4 Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dapat terjadi melalui 2 metode yang berbeda,
yaitu dengan kalus atau tanpa kalus. 2
Penyembuhan dengan kalus
Proses perbaikan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang
terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Pada tulang tubuler, bila
tidak difiksasi yang kaku, penyembuhan terjadi dalam 5 tahap.
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma
pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar dan di
dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak dapat suplai
darah, akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.
2. Radang dan proliferasi seluler
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai
proliferasi mesenchymal stem cells dibawah periosteum dan didalam
saluran medulla yang menembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh
jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus
berkembang ke dalam daerah itu.
3. Pembentukan kalus
Sel yang berproliferasi memiliki

potensi

kondrogenik

dan

osteogenik : bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago.

Populasi sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan


dari pembuluh darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang
mati.Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan
periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur(atau
woven bone) menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur
semakin berkurang dan fraktur menyatu. Proses tersebut dipengaruhi
oleh induksi protein, yang termasuk

fibroblast growth factor,

pembentukan faktor-faktor pertumbuhan dan protein morfogenik


tulang.Kalus merupakan respon terhadap pergerakan pada tempat
fraktur. Fungsinya untuk menstabilisasi fragmen secepat mungkin,
suatu prekondisi yang penting untuk proses penjembatanan tulang.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoblastik dan osteoklastik berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup
kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur.Dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celahcelah yang tersisa diantara fragmen tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodeling
Fraktur telah di jembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan
kasar ini di bentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus menerus. Lamella yang lebih tebal diletakan pada
tempat

yang

tekanannya

tinggi:

dinding-dinding

yang

tidak

dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk. Akhirnya, dan


terutama pada anak-anak, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip
bentuk normalnya.2
2.3 FRAKTUR COLLES
2.3.1 Definisi2

Cedera yang digambarakan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 yaitu
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan, dengan pergeseran
dorsal fragmen distal.
2.3.2 Epidemiologi2
Fraktur distal radius terutama fraktur colles lebih sering ditemukan pada
wanita, dan jarang ditemui senelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kirakira 8-15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu
survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74.5% dari
seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas
50 tahun pria dan wanita 1 banding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria
dan wanita kurang lebih sama dimana fraktur Colles kurang lebih 60% dari
seluruh fraktur radius.
2.3.3 Etiologi1,2,3
Usia lanjut
Postmenopause
Massa otot rendah
Osteoporosis
Kurang gizi
Kekerasan
2.3.4 Patogenesis2,3,4
Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur colles dapat timbul setelah
penderita terjatuh dengan tangan posisi menyangga badan. Pada saat terjatuh
sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan,
kemudian baru diteruskan ke distal radius hingga dapat menimbulkan patah tulang
pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen dapat bergeser ke dorsal,
tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya fraktur
prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrokartilago atau
ligamen ulnar collateral.
Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat
terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40-900 dengan
beban gaya tarikan seberat 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria.

Mekanisme terjadinya fraktur :

Biasanya disebabkan karena trauma langsung atau sebagai akibat

jatuh dimana sisi dorsal lengan bawah menyangga berat badan.


Secara ilmu gaya dapat diterangkan sebagai berikut : Trauma
langsung dimana lengan bawah dalam posisi supinasi penuh yang
terkunci dan berat badan waktu jatuh memutar pronasi pada bagian
proksimal dengan tangan relatif terfiksir pada tanah. Putaran tersebut
merupakan kombinasi tekanan yang kuat dan berat, akan

memberikan mekanisme yang ideal dari penyebab fraktur.


Trauma lain diduga disebabkan karena tekanan yang mendadak pada
dorsum manus, dimana posisi tangan sedang mengepal. Ini biasanya
didapatkan pada penderita yang mengendarai sepeda yanng
mengalami trauma langsung pada dorsum manus.

2.3.5 Manifestasi Klinis2,3,4,6


Kita dapat mengenali fraktur ini dengan sebutan deformitas garpu makan
malam, dengan penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan.
Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal
dan nyeri bila pergelangan tangan digerakan. Selain itu juga didapatkan kekakuan,
gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan didaerah yang terkena.

Gambar 2.3 Dinner Fork Deformity


Pada saat terjadi fraktur, terjadi kerusakan korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang, dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut yaitu terjadi
perdarahan, kerusakan tulang, dan jaringan sekitar. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum dengan
jaringan tulang yang mengalami fraktur. Lalu terjadilah respon inflamasi akibat

sirkulasi jaringan nekrotik dengan ditandai vasodilatasi dari plasma dan leukosit.
Tentunya hal tersebut merupakan salah satu upaya tubuh untuk melakukan proses
penyembuhan dalam perbaikan cidera. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di
otot sehingga meningkatkan tekanan kapiler lalu menstimulasi histamin pada otot
yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstisial.
Hal tersebut menyebabkan edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf nyeri sehingga terjadilah nyeri tekan.
2.3.6 Klasifikasi4
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
berikut :
Tipe IA
Tipe IB
Tipe IIA
Tipe IIB

: Fraktus Radius ekstra artikuler


: Fraktus radius dan ulna ekstra artikuler
: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal
: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi

Tipe IIIA
Tipe IIIB

radiokarpal
: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar
: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi

Tipe IVA

radioulnar
: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan

Tipe IVB

sendi radioulnar
: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radiokarpal dan radioulnar.

Gambar 2.4 Sistem klasifikasi Frykman

2.3.7 Diagnosis1,2,3,5
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan.
Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila
fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat
berdasarkan tanda klinis patah tulang.
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya
fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran
radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil.
Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan
Instabil bila patahnya kominutif
Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap
utuh. Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa dan
prosesus stilodeus ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke
belakang, (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang
fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat.

Gambar 2.5 a. Deformitas Garpu makan malam, b.Fraktur tidak masuk sendi, c.
Pergeseran ke belakang dan ke radial
Dalam evaluasi fraktur, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :
1. Apakah fraktur ini juga menyebabkan fraktur pada prosesus styloideus
ulna atau pada collum ulna?
2. Apakah melibatkan sendi radioulnar?
3. Apakah melibatkan sendi radiokarpal?

Proyeksi lateral perlu dievaluasi untuk konfirmasi adanya subluksasi


radioulnar distal. Selain itu, evaluasi sudut radiokarpal dan sudut radioulnar juga
diperlukan untuk memastikan perbaikan fungsi telah lengkap. Fraktur yang telah
mencapai persenian disebut fraktur intra-artikuler sedangkan fraktur yang tidak
mencapai persendian disebut fraktur ekstra-artikuler.

Gambar 2.6 Gambaran radiologi fraktur dan deformitas distal lengan bawah
Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik radiologi pada
fraktur colles. Dislokasi dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius
mengakibatkan suatu bentuk garis pada proyeksi lateral yang menyerupai kurva
garpu makan malam.

Gambar 2.7 Perbandingan Radiologi


2.3.8 Pemeriksaan Penunjang3
a. Pemeriksaan foto Radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya.
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
2.3.9 Penatalaksanaan2,3,6,7

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat
dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan

pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.


Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang
dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu, kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen, fragmen
distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada
dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi
ulnar, dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi
memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tempat di bawah
siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu.
Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi
deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari, cukup 20 derajat saja pada tiap
arah.

Gambar 2.8 Tahapan reduksi


Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. Latihan bahu dan
jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami
sianosis atau nyeri, harus tidak ada keraguan untuk membuka pembalut. Setelah
7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru, pergeseran ulang sering
terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang, sayangnya sekalipun
manipulasi berhasil pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6
minggu dan sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat
dilepaskan dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.
Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan
gips, untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar dengan pen proksimal

yang mentransfiksi radius dan pen distal, senaiknya mentransfiksi dasar-dasar


metakarpal kedua dan sepertiga. Fraktur colles, meskipun telah dirawat dengan
baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah
hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter
IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli
ortopedi. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai
berikut :

Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan


tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran

fragmen.
Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23

derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak.


Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut
ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk
waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali

disfikasi.
Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli ortopedik, maka
beberapa hal berikut dapat dilakukan :
1. Lakukan tindakan dibawah anestesi regional
2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada chineese
finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi.
Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau
sampai fragmen disimpaksi.
3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan
menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal
menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan,
maka beban dapat diturunkan.
4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau
midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan
20 derajat deviasi ulna.
5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan
pemasangan anterioposterior long arms splint.
6. Lakukan pemeriksaan radiologi pasca reduksi untuk memastikan bahwa
telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf
medianusnya.

7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72


jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu
sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada
hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Imobilisasi fraktur yang tak
bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser
membutuhkan waktu 6-12 minggu.

Gambar 2.9 Reduksi pada fraktur Colles


Prinsip terapi pada fraktur terdiri dari manipulasi untuk memperbaiki
posisi dari fragmen- fragmen, diikuti dengan membebat (imobilisasi) untuk
mempertahankan posisi tulang sampai mereka menyatu, sementara itu pergerakan
dan fungsi sendi harus dipertahankan. Penyembuhan fraktur itu juga dipengaruhi
oleh aktifitas otot dan beban pada tulang, jadi latihan dan olahraga ringan
dianjurkan. Terapi pada fraktur disederhanakan menjadi 3 prinsip, yaitu : Reduksi
(manipulasi), Retensi (imobilisasi), Rehabilitasi (latihan).2

Closed fracture

Reduksi
Walaupun terapi resusitasi dan keadaan umum harus diutamakan, tetapi
sebaiknya jangan menunda penangan terhadap fraktur. Karena pembengkakan
jaringan selama 12 jam membuat reduksi semakin sulit. Adapun keadaan
keadaan yang tidak membutuhkan reduksi, yaitu pada keadaan dimana hanya ada

sedikit atau tidak ada pergeseran tulang, pergeseran tidak terlalu bermakna(seperti
pada beberapa fraktur clavicula), dan ketika reduksi diramalkan tidak akan
berhasil (seperti pada fraktur kompresi pada vertebra).2
Reduksi harus bertujuan untuk aposisi yang adekuat dan garis(alignment)
normal dari fragmen tulang. Semakin besar area permukaan kontak antara
fragmen fragmen semakin baik proses penyembuhannnya. Jarak antara fragmen
merupakan penyebab umum dari union yang tertunda atau non-union. Reduksi
dapat tertutup atau terbuka.2

1. Reduksi tertutup
Manipulasi tertutup cocok untuk semua fraktur bergeser minimal, untuk
semua fraktur pada anak dan untuk fraktur yang terlihat akan stabil setelah
dilakukan reduksi. Pada fraktur yang tidak stabil terkadang dilakukan reduksi
tertutup terlebih dahulu sebelum dilakukan fiksasi mekanik. Dengan anastesi dan
relaksan otot, fraktur direduksi dengan threefold manouver : (1) Bagian distal dari
ekstremitas ditarik pada garis tulang; (2) Sebagai fragmen-fragmen yang terlepas,
mereka direposisi (dengan membalikkan arah kekuatan asal); dan (3) Penjajaran
disesuaikan ke setiap bidang. Cara ini efektif bila periosteum dan otot pada satu
sisi fraktur tetap utuh. Pengikatan jaringan lunak mencegah over reduksi dan
menstabilkan fraktur setelah direduksi.2

(Gambar 2.10. Reduksi tertutup (a) Traksi sejajar pada garis tulang (b)
Manipulasi untuk disimpaksi fragmen tulang (c) Manipulasi lanjutan untuk
menekan bagian distal fragmen ke posisi reduksi)
2. Reduksi terbuka
Reduksi bedah dengan penglihatan langsung diindikasikan untuk : (1) Bila
reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan dalam menahan fragmen atau karena
adanya jaringan lunak diantara fragmen-fragmen itu ; (2) Ketika ada fragmen
artikular yang besar yang perlu ditempatkan secara tepat (3) Pada fraktur avulsi
dimana fragmen terpisah oleh tarikan otot; (4) Ketika operasi dibutuhkan untuk
injuri yang berhubungan (misalnya jejas pada arteri), reduksi terbuka adalah
langkah pertama untuk fiksasi internal. 2

Retensi (Imobilisasi)
Metode metode yang digunakan untuk mempertahankan reduksi adalah
- Traksi menetap
- Pembebatan dengan gyps
- Functional bracing
- Fiksasi internal
- Fiksasi eksternal.2
1. Traksi Menetap
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal dari fraktur, agar terdapat
penarikan yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat
berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah tergeser
oleh kontraksi otot. Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam, tetapi traksi
dapat menarik tulang panjang secara lurus . Dan sementara itu pasien dapat
menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya.
menetap ,yaitu :

Macam- macam traksi

Traksi dengan gaya gravitasi, cara ini hanya berlaku pada cedera
tungkai atas. Karena itu, bila memakai kain penggendong lengan,
berat lengan akan memberikan traksi terus-menerus pada humerus .
Untuk kenyamanan dan stabilitas, suatu U-slab atau gips bentuk U
dapat dibalutkan pada lengan yang fleksi.

Traksi Kulit, dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg.
Ikatan Holland atau elastoplast ditempelkan pada kulit dan
dipertahankan dengan perban elastis. Dan untuk traksi digunakan tali
atau plester.

Traksi skeletal , dengan menggunakan K-wire, pen Steinmann atau


pen Denham dimasukkan, biasanya di belakang tuberkel tibia untuk
cedera pinggul, paha dan lutut, dan di sebelah bawah tibia atau pada
kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan suatu pen,dipasang
kait yang dapat berputar dengan bebas, dan tali dipasang pada kait itu
untuk menerapkan traksi.

Komplikasi pada traksi menetap adalah dapat menghambat sirkulasi dan


sindroma kompartemen.2

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(Gambar 2.11 Metode traksi (a) traksi dengan gaya gravitasi (b-d) traksi kulit (e)
traksi skeletal)

2. Pembebatan dengan gips


Gips (plaster of Paris) masih banyak digunakan sebagai bebat, terutama
untuk fraktur tungkai di bagian distal dan untuk sebagian fraktur pada anak- anak.
Perlu diperhatikan komplikasi pada penggunaan gips, yaitu cetakan gips yang
ketat dapat menyebabkan nyeri dan dapat menyebabkan kompresi pembuluh
darah, dapat juga menimbulkan luka akibat penekanan gips yang terlalu ketat, dan
kekakuan sendi .2
3. Functional bracing
Untuk mencegah kekakuan sendi, dapat digunakan bracing fungsional, yaitu
menggunakan gips hanya dipasang pada tulang itu dan akan membiarkan sendisendi dapat bergerak. Penahan ini tidak terlalu kaku, oleh karena itu hanya dipakai
bila fraktur mulai menyatu, misalnya 3-6 minggu setelah penggunaan traksi lain
atau gips konvesional.2
4. Fiksasi internal
Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat
logam yang ditahan dengan sekrup, paku intramedular yang panjang(dengan atau
tanpa sekrup pengunci), circumferential bands, atau kombinasi dari metode di
atas.
Fiksasi internal unggul dalam hal penahanan,kecepatan, dan gerakan.
Karena pasien dapat segera menggerakkan ekstremitas yang fraktur dan lebih
cepat meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi harus diingat
bahwa fraktur belum menyatu,hanya dipertahankan oleh jembatan logam. Karena
itu penahanan beban tanpa bantuan tongkat sangat tidak aman.2
Indikasi fiksasi internal :
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi

2. Fraktur yang tidak stabil, fraktur yang cenderung terpisah karena tertarik
oleh otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan (contoh
fraktur pada colum femur)
4. Fraktur patologis
5. Fraktur multiple
6. Fraktur pada pasien yang sulit penangannya (pasien usia lanjut dan pasien
dengan para plegia)
Tipe - tipe dari fiksasi internal
Sekrup, sangat berguna untuk memfiksasi fragmen kecil terhadap tulang
utama.
K-Wire, dimasukkan perkutan tanpa membongkar fraktur. Digunakan jika
fraktur dapat diprediksi dapat menyembuh dengan cepat.
Plates and screw, plat logam dan sekrup, digunakan untuk fraktur metafiseal
dari tulang panjang dan fraktur diafiseal pada tulang radius dan ulna.
Intramedullary nails (paku intramedularis), cocok digunakan untuk untuk
tulang panjang. Nail atau paku dimasukkan kedalam canal medularis untuk
menahan fraktur.2

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

(Gambar 2.12 (a) Sekrup tunggal interfragmen ; (b) Plat dan sekrup ; (c) Flexibel
intramedullary nail ; (d) Interlocking nail and screw ; (e) Dynamic compression
plate and screw ; (f) Simple K-Wire; (g) Tension band wiring)
Komplikasi dari fiksasi internal
Komplikasi dari fiksasi internal akibat teknik yang buruk, perlengkapan yang
buruk, atau kondisi operasi yang buruk.
-Infeksi , infeksi iatrogenik sekarang merupakan penyebab umum
osteomyelitis kronis. Logam bukan merupakan predisposisi dari infeksi,
tetapi kualitas dari jaringan pasien dan proses operasilah yang merupakan
predisposisi. Jika infeksi tidak dengan cepat diatasi dengan antibiotik IV,
implan harus diganti dengan fiksasi eksternal.
Non-union, disebabkan karena terlalu banyaknya jaringan lunak yang
hilang, kerusakan yang tidak perlu terhadap suplai pembuluh darah di
dalam fiksasi operatif dan fiksasi yang rigid dengan adanya gap atau jarak
diantara fragmen fragmen tulang
Kegagalan implan, logam merupakan subjek yang lemah, dan tidak
semestiinya diberi tekanan sampai fraktur menyatu. Pasien dengan fraktur
tibia atau femoral harus memakai crutches atau tongkat sampai ada tandatanda penyembuhan fraktur (kurang lebih 6 minggu). Nyeri pada daerah
fraktur merupakan tanda yang bahaya.

Re-fraktur atau fraktur ulang, penting untuk tidak melepas logam terlali
dini, atau tulang akan mengalami fraktur ulang. Minimal 1 tahun atau
paling tidak 18 atau 24 bulan lebih aman. Untuk beberapa minggu setelah
implan dilepas, tulang masih lemah, jadi pemberian tekanan yang kuat
harus dihindari, dengan kata lain pasien harus tetap menggunakan tongkat.
2

5. Fiksasi eksternal
Fraktur dapat dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan
yang melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan diletakkan pada suatu
kerangka luar.
Indikasi fiksasi luar adalah :

Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana
luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan, atau
pencangkokan kulit.

Fraktur yang disertai dengan kerusakan saraf atau pembuluh darah.

Fraktur yang dangat komunutif dan tidak stabil

Fraktur yang tidak menyatu

Fraktur pada pelvis

Fraktur yang terinfeksi

Cedera multipel yang berat. 2

Latihan
Bertujuan untuk memulihkan fungsi, bukan saja pada bagian yang mengalami
cedera tetapi juga pada pasien secara keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi
edema, mempertahankan gerakan sendi , memulihkan tenaga otot dan memandu
pasien kembali ke aktivitas normal.
Cara yang dilakukan adalah melakukan peninggian pada tungkai yang fraktur.
Dan melatih otot-otot dengan melakukan gerakan - gerakan ringan
2.3.10 Komplikasi2,3

Umumnya akan selalu ada komplikasi, menurut Cooney hanya ada 2,9%
kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi. Adapun komplikasi
yang mungkin terjadi :
A. DINI
Komplikasi awal dari fraktur bisa muncul pada beberapa hari atau
beberapa minggu . Yang termasuk komplikasi awal dari fraktur adalah :
- Cidera pada organ visera, seperti paru pada fraktur iga dan ruptur
kandung kemih dan urethra pada fraktur pelvis.
- Cidera pada syaraf
- Cidera pada pembuluh darah
- Compartment Syndrome
- Haemarthrosis
- Gas gangrene
- Infeksi
- Fracture blisters
- Plaster sores dan Pressure sore
B. LANJUT
- Union yang tertunda
- Non-union
- Malunion
- Osteoarthritis
- Avascular necrosis
Pada jaringan lunak :
- Kaku sendi
- Kontraktur otot
- Ruptur tendon
- Osifikasi heterotopic

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, Alan Graham, Solomon. Louis. Apleys System of Orthopaedics
and Fracture, Butterworth-Heinemann
2. Dios, RR. Distal Radial Fracture

Imaging.

Access

from

www.emedicine.com
3. Nelson, David L. Distal Fractures of the Radius. Access from
www.emedicine,com
4. Hoynak. Bryan, C. Wrist Fracture in Emergency Medicine. Access from
www.emedicine.com
5. Moore, KL. Agur, AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
2002
6. Sjamsuhidayat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2. Jakarta. EGC : 2004

Anda mungkin juga menyukai