Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

MULTIPLE FRAKTUR
FRAKTUR TERTUTUP COMMINUTED KOMPLET
OS RADIUS DAN OS ULNA DEXTRA 1/3 DISTAL, FRAKTUR
MANDIBULA, DAN FRAKTUR ZYGOMATIKUM

Pembimbing :
dr. Ahmad Fawzy Masud, Sp. BP

Disusun Oleh :
Halima Aissa Putri Adheweni G1A014044
Duhita Jihan Rahma Perdhani G1A014045
Fiahliha Nur Azizah G1A014046

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
SMF ILMU BEDAH
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2017
2

LEMBAR PENGESAHAN

MULTIPLE FRAKTUR
FRAKTUR TERTUTUP COMMINUTED KOMPLET
OS RADIUS DAN OS ULNA DEXTRA 1/3 DISTAL, FRAKTUR
MANDIBULA, DAN FRAKTUR ZYGOMATIKUM

Oleh :

Halima Aissa Putri Adheweni G1A014044


Duhita Jihan Rahma Perdhani G1A014045
Fiahliha Nur Azizah G1A014046

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Rotasi Klinik di Bagian Ilmu Bedah
RS Margono Soekardjo Purwokerto.

Purwokerto, November 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ahmad Fawzy Masud, Sp. BP


3

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang


berjudul Multiple Fraktur Fraktur Tertutup Comminuted Komplet Os
Radius Dan Os Ulna Dextra 1/3 Distal, Fraktur Mandibula, Dan Fraktur
Zygomatikum ini. Terimakasih pula yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada dr. Ahmad Fawzy Masud, Sp. BP selaku pembimbing penulis sehingga
presentasi kasus ini dapat tersusun. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan
kepada segenap konsulen dan staf di bagian Ilmu Bedah yang telah memberikan
dukungan moriil dan keilmuan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Demikian penulis mengharapkan agar referat ini dapat bermanfaat bagi para dokter,
dokter muda, ataupun para medis lainnnya, khususnya di bidang penatalaksanaan
fraktur.
Purwokerto, November 2017

Penulis
4

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang epiphtseal plate serta cartilage (tulang rawan sendi). Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan
dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang, yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah amat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan
otot-otot yang melekat pada radius. Perdarahan dan pembengkakan kompartemen
otot pada lengan bawah dapat menyebabkan gangguan peredaran darah.

II. GAMBARAN KASUS


5

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Umur : 59 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjarsari

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 8 Oktober 2017 pukul 1:00 WIB

Tanggal Pemeriksaan : 8 Oktober 2017

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada tangan kanan
Keluhan Tambahan : Nyeri pada daerah pipi kanan dan sulit membuka
kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS setelah dirujuk dari RSUD Ajibarang
dengan keluhan nyeri tangan kanan. Pasien mengeluh nyeri di tangan kanan
tepatnya di atas pergelangan tangan kanan. Pasien merasakan nyeri yang
hebat dan tajam, dan terus menerus sehingga pasien merasa kesakitan pada
saat tangan kanannya digerakkan Belum ada yang aktivitas atau sesuatu
yang dapat mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan nyeri yang
dirasakan. Kualitas nyeri yang dirasakan sama sejak awal keluhan tersebut
muncul sampai dibawa ke IGD RSMS, nyeri tidak bertambah ataupun
berkurang.
Awalnya, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 5 jam sebelum
masuk rumah sakit. Saat kejadian, pasien memakai helm. Pasien mengaku
tidak mengingat saat kejadian tersebut. Setelah kejadian, pasien dibawa ke
RSUD Ajibarang dan mendapatkan penanganan infus NaCl, hecting luka,
c-spine control, dan bidai.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal, pasien baru pertama kali
6

mengalami keluhan tersebut


Riwayat penyakit darah tinggi : pasien mengaku memiliki riwayat
darah tinggi tetapi tidak rutin cek
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat opname dan operasi : pasien belum pernah dirawat di RS
dan belum mengalami operasi

Riwayat penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : pasien mengaku ayahnya
mempunyai riwayat penyakit darah
tinggi
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Sosial dan Ekposure


Community :
Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar lingkungan
rumahnya baik
Home :
Pasien tinggal bersama istri dan seorang anak laki-laki
Occupation :
Pasien merupakan seorang wiraswasta
C. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak lemah
7

Kesadaran : Compos Mentis


GCS : E4V5M6
TD : 137/90 mmHg
Nadi : 87x/menit, kuat angkat, reguler
Rr : 22x/ menit
Suhu : 36,5
Status Generalis
Kepala
Mata : pupil isokor bulat 2mm/2mm, RC (+/+), sklera non ikterik,
hematoma periorbital (+/+)
Telinga : Bloody Otorrhea (-/-)
Hidung : Bloody Rinorrhea (-/-), deformitas nasal (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), krepitasi maksila (-/-), floating
maksila (-/-), unstable mandibula (+/-), krepitasi mandibula (-/-)
Leher : c-spine control (+), pergerakan (+)
Paru
Inspeksi : Hemithorax dextra = sinistra
Palpasi : VF apeks : deks = sin
VF apeks : deks = sin
Perkusi : perkusi seluruh lapang paru sonor
batas paru hepar sic V LMCD
Auskultasi : SD vesikuler +/+
rbh -/-
rbk -/-
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : IC tak tampak
Palpasi : IC teraba di SIC V LMCS
Perkusi : kanan atas : sic 2 LPSD
kiri atas : sic 2 LPSS
kanan bawah : sic 4 LPSD
kiri bawah : sic 5 LMCS
8

Auskultasi : T1>T2, reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar
Ekstrimitas
Ekstrimitas superior inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak + terbatas/+ bebas + bebas/+bebas
Tonus N/N N/N

Status lokalis
1. Regio antebrachii dextra
Look :
Pemendekan (-), bengkak (-), terdapat bidai yang memfiksasi regio
antebrachii dextra, luka robek (-), jaringan parut (-)
Feel :
Terdapat nyeri tekan (+) di regio antebrachii dextra dari 1/3 proksimal, nyeri
menjalar (-), pulsasi arteri teraba, sensibilitas (+), krepitasi (+) di regio
antebrachi dextra 1/3 distal, deformitas (-), penonjolan tulang (-)
Movement :
Nyeri saat gerakan sendi aktif, nyeri saat gerakan sendi pasif
9

Gambar 1. Regio antebrachii dekstra


2. Regio zygomatica
Look :
bengkak (-), luka robek (-), jaringan parut (-), terdapat luka memar berwarna
merah kebiruan di kedua kelopak mata.
Feel :
Terdapat nyeri tekan (+), nyeri menjalar (-), pulsasi arteri teraba, sensibilitas
(+), krepitasi (+), deformitas (-), penonjolan tulang (-)
Movement :
Pergerakan sendi (-). Regio zygomatica secara normal merupakan
articulatio jenis sinostosis (sinantrosis) sehingga tidak bisa melakukan
pergerakan.
3. Regio buccalis
Look :
bengkak (-), luka robek (-), jaringan parut (-), terdapat sebuah luka robek
(vulnus laceratum) di pipi sebelah kiri yang sudah dijahit dan tertutup kassa.
Feel :
Terdapat nyeri tekan (+), nyeri menjalar (-), pulsasi arteri teraba, sensibilitas
(+), krepitasi (+), deformitas (-), penonjolan tulang (-)
Movement :
Nyeri saat gerakan sendi aktif, nyeri saat gerakan sendi pasif pada articulatio
temporomandibularis, unstable mandibula bagian kiri.
10

Gambar 2. Regio kepala

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Lab 7/11/2017 dari Laboratorium RSUD Ajibarang
Hb : 14.1
Leukosit : 9780
Hematokrit : 40.1 L
Eritrosit : 4.80
Trombosit : 268.000
PT : 1.30
APTT : 3.30 L
11

Pemeriksaan Rontgen

Regio antebrachii dextra


Kesan :
Fraktur tertutup comminuted komplet os radius dan os ulna dextra 1/3 distal

Regio Facialis
Kesan:
Fraktur Mandibula dan Fraktur zygomaticum
12

E. Diagnosis
Fraktur tertutup comminuted os radius dan os ulna dextra 1/3 distal, fraktur
mandibula, fraktur zygomaticum.

F. Diagnosis Differential
Fraktur Montegia, fraktur smith, fraktur colles, fraktur Le Fort.

G. Tatalaksana
Medikamentosa
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Injeksi ketorolac 3x30 mg
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
Injeksi ranitidine 2x50 mg
Non Farmakologi
Bed Rest
Pasang spalk sebelum dilakukan reposisi
Rawat bagian bedah ortopedik

H. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanastionam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
13

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur

Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, terutama pada tulang atau


terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis (Sjamsuhidajat, 2010).

B. Anatomi
1. Os. Zygomatikum
Tulang zigomatikum merupakan tulang pipi, yang berartikulasi
dengan tulang frontal, temporal dan maksila. Os zygomatikum berbentuk
menyerupai piramid, dengan tiga menonjolan, yaitu processus temporalis,
processus maksilaris, dan processus frontalis.

Gambar 3. os zygomatikum
2. Os. Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka
yang paling besar dan kuat. Mandibula merupakan satu satunya tulang
pada tengkorak yang dapat bergerak. Os. Mandibula terdiri atas corpus dan
ramus. Corpus merupakan tempat menempelnya gigi geligi. Pada
14

permukaan internus corpus, terletak sebuah linea milohyodea, yang meluas


oblik dari di bawah gigi molar ke tiga menuju ke bawah dan ke muka
mencapai garis tengah, linea milohyodea ini menjadi origo dari muskulus
milohyodeus. Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari fossa
submandibularis. Corpus mandibula dihubungkan oleh angulus mandibula
menuju ramus. Pada bagian superior ramus terdapat dua tonjolan
(processus), yaitu processus coronoid dan processus condylaris yang akan
bersendi dengan os temporalis. Bagian yang paling sering mengalami
fraktur yaitu pada bagian angulus mandibula dan ramus mandibula.

Gambar 4. os. Mandibula


3. Os. Radius
Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus
dan membentuk sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas
epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis
proximalis terdapat caput radii berbentuk concave dan bagian superiornya
terdapat fovea articularis bertemu dengan capitulum humeri membentuk
articulatio humeroradialis. Pada caput radii terdapat circumferentia
articularis (radii) bertemu dengan incisura radialis (ulna) membentuk artic
radioulnaris proximalis.
Caput radii ke distal membentuk collum radii dan corpus radii.
Bagian proximal corpus bagian anterior terdapat tuberositas radii untuk
insertio m. biceps brachii. Bagian distal sisi ulnar terdapat margo nterossea.
Epiphysis distalis lebar dan tebal. Bagian sisi ulna terdapat lekukan yang
disebut incisura ulnaris bertemu circumferential articularis (ulna)
membentuk articulatio radioulnaris distalis. Bagian distal terdapat dataran
sendi segi tiga disebut facies articularis carpalis bersendi dengan carpalia
15

proximal yaitu articulation radiocarpalis. Ujung epiphysis distalis bagian


lateral menonjol disebut processus styloideus (radii).

Gambar 5. Os radius

4. Os. Ulna
Merupakan os longum dengan bagian epiphysis proximalis ke volar
terdapat incisura trochlearis untuk bersendi dengan trochlea humeri
membentuk articulatio humeroulnaris. Bagian proximal dorsal terdapat
tonjolan yang disebut olecranon. Dataran radial ke volar terdapat incisura
radialis bersendi dengan caput radii membentuk artic radioulnaris
proximalis. Diaphysis merupakan corpus ulnae. Sisi radial terdapat margo
interossea. Bagian proximal radial terdapat crita musculi supinator untuk
perlengketan m. supinator.
Epiphysis distalis ukurannya lebih kecil yang berakhir membulat yang
disebut caput ulnae dengan dataran sendi circumferential articularis (ulna)
bertemu dengan incisura ulnaris (radius) membentuk articradioulnaris
distalis. Ujung epiphysis bagian dorsal menonjol disebut processus
styloideus. Antara artic humeroradialis, artic humeroulnaris dan artic
radioulnaris proximalis besama-sama membentuk articulatio cubiti atau
elbow joint.
16

Gambar 6. Os Ulna

C. Klasifikasi Fraktur Antebrachii


1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi,
tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka
terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).

Gambar 7. Fraktur Colles


2. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh
dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar
17

fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi membentuk penampakan


garden spade deformity.
3. Fraktur Galeazzi.
Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal. Saat
pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi
lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang
memberi gaya supinasi.

Gambar 8. Fraktur Galeazzi


4. Fraktur Montegia.
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna
proksimal.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, edema dan
perubahan warna.
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Nyeri tekan saat dipalpasi akan terlihat pada daerah fraktur
(tenderness). Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang

2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (dapat terlihat maupun teraba) yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal.
18

3. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya krepitasi yang


teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

E. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
1. Look : Tampak adanya edema, deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan), dan kelainan bentuk pada yang dicurigai
patah tulang.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera (Klippel JH, 2008).
2. Feel: Terdapat nyeri tekan, teraba adanya penonjolan tulang, dan atau dapat
teraba panas dan bengkak.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
3. Movement: Krepitasi dan gerakan abnormal dapat ditemukan. Perlu dilihat
apakah pasien dapat menggerakan sendi di bagian yang cedera atau tidak
dengan pemeriksaan gerakan pasif dan aktif (Becker & Jolly, 2008;
Rusdijas, 2007).
19

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,


teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar
fragmen satu dengan lainnya.
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi
yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang
dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah
untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh
bagian tulang (kedua ujung persendian). Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan laboratorium klinik untuk mengetahui penyakit yang
menyertai fraktur (Corwin, 2009).

F. Patofisiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma, baik langsung maupun tidak langsung.
Tekanan akibat trauma yang tidak dapat diredam oleh tulang, tendon, dan otot
dapat menyebabkan diskontinuitas tulang. Akibat diskontinuitas ini dapat
memicu kerusakan pembuluh darah yang akan mengakibatkan pendarahan.
Perdarahan akan meningkatkan tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang
yang fraktur tersebut, menyebabkan edema sehingga akan menekan pembuluh
darah dan saraf disekitar tulang dan akan terjadi sindrom kompartemen (warna
jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, mati ras dan nyeri hebat) dan akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan neuro muskuler (4-6 jam kerusakan yang
irreversible, 24-48 jam akan mengakibatkan organ tubuh tidak berfungsi lagi).
Trauma yang menyebabkan fraktur ( terbuka atau tertutup ) yang
mengakibatkan perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam
jaringan lunak disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila
tidak segera ditangani akan menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada
fraktur terbuka ( shock hypopolemik ).
20

Perdarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada


tulang yang fraktur yang akan berubah menjadi bekuan fibrin. Bekuan fibrin
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling dan
membentuk tulang sejati. Tulang sejati ini akan menggantikan kalus dan secara
perlahan mengalami kalsifikasi yang nantinya menjadi tulang yang matur
(Klippel, 2008).

G. Tata Laksana

Penatalaksanaan awal pada fraktur, sebelum dilakukan pengobatan definitif,


maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih,
dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan
dengan penekanan setempat.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/
saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya
serta obat-obat anti nyeri.
21

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur:


1. First, do no harm
Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa
dilakukan dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien
ke rumah sakit yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan
jaringan yang lebih parah.
2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut
membutuhkan reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik
apakah terbuka atau tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai
tipe imobilisasi, apakah eksternal atau internal.
3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik
Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :
a. Untuk mengurangi rasa nyeri
Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur
berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan
endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen
fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang
progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi
dan menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama
setelah terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi
nyeri.
b. Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur
Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni
diindikasikan hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah
terjadinya artritis degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur
biasanya membutuhkan beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa
metode, termasuk continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi
skeletal eksterna, dan fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari
kestabilan atau ketidakstabilan reduksi.
22

c. Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)


Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses
penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,
misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau
dengan nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses
penyatuan tulang harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap
penyembuhan awal atau lanjut.
d. Untuk mengembalikan fungsi secara optimal
Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy
pada otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik)
pada otot tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan
aktif dinamik (isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah
periode imobilisasi, latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan
hukum alami yang ada.
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang
realistik dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu
dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang
terjadi, dan perlu pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara
individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, empat
pertimbangan yang harus disesuaikan dengan pasien (4R), yaitu :
1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
23

2. Reduction; reduksi dan reposisi fraktur apabila perlu


Tindakan reposisi dilakukan untuk mengembalikan tulang yang
patah kearah/alignment yang benar, pengembalian fragment distal
terhadap proksimal dan mengembalikan kedudukannya kearah yang
benar serta untuk menjamin keadaan neuvaskular terjamin baik kembali.
Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari.Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari
humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5 pada tulang panjang
anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada
humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan
over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi
tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
3. Retention : imobilisasi fraktur
Imobilisasi bertujuan untuk memberi kesempatan jaringan tulang
untuk tumbuh sehingga dapat menyatu kembali. Hal ini dilakukan
dalam jangka waktu panjang sesuai dengan proses penyembuhan tulang.
Untuk fraktur radius ulnar proksimal, lengan bawah diimobilisasi dalam
gips pada posisi supinasi. Posisi ini dimaksudkan untuk mengatasi rotasi
radius dan mengendurkan otot supinator. Fraktur bagian distal
umumnya diimobilisasi dalam posisi pronasi dan patah tulang bagian
tengah dalam posisi netral.
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan
splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik
sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Patah tulang pada anak
termasuk dalam golongan Relative Stability yaitu hanya dilakukan penanganan
tindakan pemasangan gips 3-4 minggu atau imobilisasi dari luar karena pada
24

anak epifisis tulang pertumbuhan dan osteoblast masih sangat aktif sehingga
memungkinkan terbentuknya kalus.
Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :
1. REPOSISI
Dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Pada
fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gibs diatas
siku selama 3-4 minggu. Pada fraktur yang posisinya berubah harus
dilakukan reposisi tertutup untuk kemudian dipasang gibs di atas siku.
Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit
untuk dilakukan reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan
operasi reposisi terbuka dan fiksasi internal. Tindakan fiksasi internal
dilakukan dengan pemasangan kirschner wire, plate dan screw serta
nail.
Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien
yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,
mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis. Reposisi terbuka
juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasi
sendi (Sylvia A, 2006; Elizabeth J, 2009).
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan
jaringan sekitar.
25

Jenis Fiksasi :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Indikasi OREF :
i. Fraktur terbuka derajat III
ii. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
iii. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
iv. Fraktur Kominutif
v. Fraktur Pelvis
vi. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
vii. Non Union
viii. Trauma multipel
Contoh OREF:
i. Gips (plester cast)
ii. Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur
sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban
maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas.
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia
(trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau
kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang
dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan
sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus
(kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat
masuknya pin.

b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


26

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail.


Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi
dan fraktur dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya
fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur
pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

H. Proses Penyembuhan
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu pada
gambar berikut.
27

Gambar 9. Stadium penyembuhan tulang


1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Inflamasi dan proliferasi seluler
Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi
serta differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Pembentukan Kallus (tulang muda)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
28

osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat


dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 1993 dan
Apley, A.Graham,1993).
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung
sendiri setelah patah tulang. Proses penyambungan tulang pada setiap
individu berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyambungan
tulang adalah (1) usia pasien, (2) jenis fraktur, (3) lokasi fraktur, (4) suplai
darah, (5) kondisi medis yang menyertainya (Klippel JH, 2008).

I. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri dan gangguan fungsi
pernafasan. Kedua macam komplikasi tersebut dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum
lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren.
Komplikasi Lokal
Komplikasi dini
29

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca


trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union. Komplikasi sendi dan tulang dapat
berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau
pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa
steril kering dan melakukan pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada
daerah-daerah yang menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat
pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat
trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma
crush atau thrombus.
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan sehingga pada
jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Pada
kompresi arteri yang lama seperti trtimpa bangunan/tembok dapat terjadi
sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk
mencegah kongesti bagian distal lesi.
30

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen


otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Hal ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema
dalam otot. Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan
dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan
disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu
pain (nyeri), pallor (pucat), pulseness (denyut nadi hilang), parestesia dan
paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.
Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada
ujung-ujung fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan, bila gagal
dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting
(12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih
mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan
bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial
31

yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai
non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis
dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan
pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.

J. Pencegahan
Pencegahan tulang bisa diberikannya sumber-sumber kalsium pada tulang
yang pernah hilang seperti mengkonsumsi (Freddy & Gan, 2007):
1. Kalsium, dapat membantu dalam memperkuat pembentukan tulang,
membuat tulang jadi padat dan tulang tetap sehat seiring kita bertambah
usia.
2. Vitamin K, berperan banyak dalam berbagai fungsi tubuh, tetapi
penelitian ilmiah telah menghubungkan nutrisi penting ini dengan
32

kesehatan tulang. Studi yang berlangsung saat ini mengindikasi bahwa


vitamin K dapat mencegah penyerapan kembali dan masuknya makanan
secara cukup, dimana hal ini penting untuk mencegah kerapuhan tulang.
3. Vitamin D, selalu memainkan peranan penting dalam membangun dan
melindungi tulang. Vitamin D membantu daya serap kalsium, dan
memiliki kandungan vitamin D rendah memiliki tingkat kepadatan
tulang yang rendah. Mereka juga memiliki kecenderungan akan tulang
rapuh seiring bertambahnya umur. Vitamin D secara alami bisa diperoleh
di dalam makanan tertentu saja (misal minyak ikan cod), tetapi juga dapat
memperolehnya dari sinar matahari, dan banyak makanan yang sudah
diperkuat dengan nutrisi.
4. Magnesium, memiliki banyak fungsi bagi tubuh, dan salah satunya
adalah untuk membuat tulang tetap kuat (50% dari tubuh magnesium
ditemukan dalam tulang). Memakan berbagai makanan dapat membantu
untuk menjamin magnesium masuk ke tubuh secara cukup. Wanita diatas
30 tahun harus memenuhi sekitar 320mg magnesium setiap hari,
sedangkan pria sekitar 400-420mg. Jumlah tersebut mudah didapatkan
dengan mengkonsumsi, kacang-kacangan seperti almond, kacang
kedelai, gandum, dan sayuran yang berwarna gelap seperti bayam.
5. Berhati-hati dalam berdiri dan berjalan.

K. Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung pada tingkat keparahan
serta tata laksana terhadap pasien korban fraktur. Penderita dengan usia yang
lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita dengan usia
lanjut. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Jika
fraktur yang dialami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung
dengan cepat dengan prognosis yang baik, namun pada kasus yang berat
prognosisnya juga akan buruk (Porth, 2011).
33

IV. KESIMPULAN

Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, terutama pada tulang atau


terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis.

Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang
terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan
gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya syok, anemia
atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, dan faktor
predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal dilakukan
inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan neurologis , dan
dilakukan pemeriksaan radiologis.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana


dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana
dengan tujuan yang spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk memelihara
posisi yang baik dari fragmen fraktur, untuk mengusahakan terjadinya penyatuan
tulang (union), untuk mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat hukum-
hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam memilih
jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention, dan
Rehabilitation.
34

DAFTAR PUSTAKA

Becker M.A., dan M., Jolly. 2008. Clinical gout and pathogenesis of
hypeuricemia. In : Arthritis and allied condition. A Textbook of
Rheumatology 15th Edition. Baltimore: Lippincott Williams and
Wilkins.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Freddy, P.W., dan Gan Sulistia. 2007. Farmakologi : Analgesik Antipiretik
Analgesik Anti-Inflamasi Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya Edisi ke-
5. Jakarta: FKUI.
Klippel, J.H. 2008. Gout, epidemiology, pathology and pathogenesis. Primer
on The Rheumatic Disease Edisi 12. Atlanta: Arthritis foundation. p.
307-24.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta :
EGC. h. 1365-71.
Porth, Carol. 2011. Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health
States. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai