MULTIPLE FRAKTUR
FRAKTUR TERTUTUP COMMINUTED KOMPLET
OS RADIUS DAN OS ULNA DEXTRA 1/3 DISTAL, FRAKTUR
MANDIBULA, DAN FRAKTUR ZYGOMATIKUM
Pembimbing :
dr. Ahmad Fawzy Masud, Sp. BP
Disusun Oleh :
Halima Aissa Putri Adheweni G1A014044
Duhita Jihan Rahma Perdhani G1A014045
Fiahliha Nur Azizah G1A014046
LEMBAR PENGESAHAN
MULTIPLE FRAKTUR
FRAKTUR TERTUTUP COMMINUTED KOMPLET
OS RADIUS DAN OS ULNA DEXTRA 1/3 DISTAL, FRAKTUR
MANDIBULA, DAN FRAKTUR ZYGOMATIKUM
Oleh :
Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Rotasi Klinik di Bagian Ilmu Bedah
RS Margono Soekardjo Purwokerto.
Mengetahui,
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Penulis
4
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang epiphtseal plate serta cartilage (tulang rawan sendi). Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan
dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang, yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah amat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan
otot-otot yang melekat pada radius. Perdarahan dan pembengkakan kompartemen
otot pada lengan bawah dapat menyebabkan gangguan peredaran darah.
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 59 tahun
Alamat : Banjarsari
Pekerjaan : Wiraswasta
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada tangan kanan
Keluhan Tambahan : Nyeri pada daerah pipi kanan dan sulit membuka
kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS setelah dirujuk dari RSUD Ajibarang
dengan keluhan nyeri tangan kanan. Pasien mengeluh nyeri di tangan kanan
tepatnya di atas pergelangan tangan kanan. Pasien merasakan nyeri yang
hebat dan tajam, dan terus menerus sehingga pasien merasa kesakitan pada
saat tangan kanannya digerakkan Belum ada yang aktivitas atau sesuatu
yang dapat mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan nyeri yang
dirasakan. Kualitas nyeri yang dirasakan sama sejak awal keluhan tersebut
muncul sampai dibawa ke IGD RSMS, nyeri tidak bertambah ataupun
berkurang.
Awalnya, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 5 jam sebelum
masuk rumah sakit. Saat kejadian, pasien memakai helm. Pasien mengaku
tidak mengingat saat kejadian tersebut. Setelah kejadian, pasien dibawa ke
RSUD Ajibarang dan mendapatkan penanganan infus NaCl, hecting luka,
c-spine control, dan bidai.
Status lokalis
1. Regio antebrachii dextra
Look :
Pemendekan (-), bengkak (-), terdapat bidai yang memfiksasi regio
antebrachii dextra, luka robek (-), jaringan parut (-)
Feel :
Terdapat nyeri tekan (+) di regio antebrachii dextra dari 1/3 proksimal, nyeri
menjalar (-), pulsasi arteri teraba, sensibilitas (+), krepitasi (+) di regio
antebrachi dextra 1/3 distal, deformitas (-), penonjolan tulang (-)
Movement :
Nyeri saat gerakan sendi aktif, nyeri saat gerakan sendi pasif
9
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Lab 7/11/2017 dari Laboratorium RSUD Ajibarang
Hb : 14.1
Leukosit : 9780
Hematokrit : 40.1 L
Eritrosit : 4.80
Trombosit : 268.000
PT : 1.30
APTT : 3.30 L
11
Pemeriksaan Rontgen
Regio Facialis
Kesan:
Fraktur Mandibula dan Fraktur zygomaticum
12
E. Diagnosis
Fraktur tertutup comminuted os radius dan os ulna dextra 1/3 distal, fraktur
mandibula, fraktur zygomaticum.
F. Diagnosis Differential
Fraktur Montegia, fraktur smith, fraktur colles, fraktur Le Fort.
G. Tatalaksana
Medikamentosa
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Injeksi ketorolac 3x30 mg
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
Injeksi ranitidine 2x50 mg
Non Farmakologi
Bed Rest
Pasang spalk sebelum dilakukan reposisi
Rawat bagian bedah ortopedik
H. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanastionam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
13
A. Definisi Fraktur
B. Anatomi
1. Os. Zygomatikum
Tulang zigomatikum merupakan tulang pipi, yang berartikulasi
dengan tulang frontal, temporal dan maksila. Os zygomatikum berbentuk
menyerupai piramid, dengan tiga menonjolan, yaitu processus temporalis,
processus maksilaris, dan processus frontalis.
Gambar 3. os zygomatikum
2. Os. Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka
yang paling besar dan kuat. Mandibula merupakan satu satunya tulang
pada tengkorak yang dapat bergerak. Os. Mandibula terdiri atas corpus dan
ramus. Corpus merupakan tempat menempelnya gigi geligi. Pada
14
Gambar 5. Os radius
4. Os. Ulna
Merupakan os longum dengan bagian epiphysis proximalis ke volar
terdapat incisura trochlearis untuk bersendi dengan trochlea humeri
membentuk articulatio humeroulnaris. Bagian proximal dorsal terdapat
tonjolan yang disebut olecranon. Dataran radial ke volar terdapat incisura
radialis bersendi dengan caput radii membentuk artic radioulnaris
proximalis. Diaphysis merupakan corpus ulnae. Sisi radial terdapat margo
interossea. Bagian proximal radial terdapat crita musculi supinator untuk
perlengketan m. supinator.
Epiphysis distalis ukurannya lebih kecil yang berakhir membulat yang
disebut caput ulnae dengan dataran sendi circumferential articularis (ulna)
bertemu dengan incisura ulnaris (radius) membentuk articradioulnaris
distalis. Ujung epiphysis bagian dorsal menonjol disebut processus
styloideus. Antara artic humeroradialis, artic humeroulnaris dan artic
radioulnaris proximalis besama-sama membentuk articulatio cubiti atau
elbow joint.
16
Gambar 6. Os Ulna
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, edema dan
perubahan warna.
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Nyeri tekan saat dipalpasi akan terlihat pada daerah fraktur
(tenderness). Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang
2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (dapat terlihat maupun teraba) yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal.
18
E. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
1. Look : Tampak adanya edema, deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan), dan kelainan bentuk pada yang dicurigai
patah tulang.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera (Klippel JH, 2008).
2. Feel: Terdapat nyeri tekan, teraba adanya penonjolan tulang, dan atau dapat
teraba panas dan bengkak.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
3. Movement: Krepitasi dan gerakan abnormal dapat ditemukan. Perlu dilihat
apakah pasien dapat menggerakan sendi di bagian yang cedera atau tidak
dengan pemeriksaan gerakan pasif dan aktif (Becker & Jolly, 2008;
Rusdijas, 2007).
19
F. Patofisiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma, baik langsung maupun tidak langsung.
Tekanan akibat trauma yang tidak dapat diredam oleh tulang, tendon, dan otot
dapat menyebabkan diskontinuitas tulang. Akibat diskontinuitas ini dapat
memicu kerusakan pembuluh darah yang akan mengakibatkan pendarahan.
Perdarahan akan meningkatkan tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang
yang fraktur tersebut, menyebabkan edema sehingga akan menekan pembuluh
darah dan saraf disekitar tulang dan akan terjadi sindrom kompartemen (warna
jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, mati ras dan nyeri hebat) dan akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan neuro muskuler (4-6 jam kerusakan yang
irreversible, 24-48 jam akan mengakibatkan organ tubuh tidak berfungsi lagi).
Trauma yang menyebabkan fraktur ( terbuka atau tertutup ) yang
mengakibatkan perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam
jaringan lunak disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila
tidak segera ditangani akan menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada
fraktur terbuka ( shock hypopolemik ).
20
G. Tata Laksana
anak epifisis tulang pertumbuhan dan osteoblast masih sangat aktif sehingga
memungkinkan terbentuknya kalus.
Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :
1. REPOSISI
Dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Pada
fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gibs diatas
siku selama 3-4 minggu. Pada fraktur yang posisinya berubah harus
dilakukan reposisi tertutup untuk kemudian dipasang gibs di atas siku.
Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit
untuk dilakukan reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan
operasi reposisi terbuka dan fiksasi internal. Tindakan fiksasi internal
dilakukan dengan pemasangan kirschner wire, plate dan screw serta
nail.
Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien
yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,
mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis. Reposisi terbuka
juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasi
sendi (Sylvia A, 2006; Elizabeth J, 2009).
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan
jaringan sekitar.
25
Jenis Fiksasi :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Indikasi OREF :
i. Fraktur terbuka derajat III
ii. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
iii. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
iv. Fraktur Kominutif
v. Fraktur Pelvis
vi. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
vii. Non Union
viii. Trauma multipel
Contoh OREF:
i. Gips (plester cast)
ii. Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur
sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban
maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas.
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia
(trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau
kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang
dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan
sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus
(kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat
masuknya pin.
H. Proses Penyembuhan
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu pada
gambar berikut.
27
I. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri dan gangguan fungsi
pernafasan. Kedua macam komplikasi tersebut dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum
lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren.
Komplikasi Lokal
Komplikasi dini
29
yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai
non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis
dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan
pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.
J. Pencegahan
Pencegahan tulang bisa diberikannya sumber-sumber kalsium pada tulang
yang pernah hilang seperti mengkonsumsi (Freddy & Gan, 2007):
1. Kalsium, dapat membantu dalam memperkuat pembentukan tulang,
membuat tulang jadi padat dan tulang tetap sehat seiring kita bertambah
usia.
2. Vitamin K, berperan banyak dalam berbagai fungsi tubuh, tetapi
penelitian ilmiah telah menghubungkan nutrisi penting ini dengan
32
K. Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung pada tingkat keparahan
serta tata laksana terhadap pasien korban fraktur. Penderita dengan usia yang
lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita dengan usia
lanjut. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Jika
fraktur yang dialami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung
dengan cepat dengan prognosis yang baik, namun pada kasus yang berat
prognosisnya juga akan buruk (Porth, 2011).
33
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Becker M.A., dan M., Jolly. 2008. Clinical gout and pathogenesis of
hypeuricemia. In : Arthritis and allied condition. A Textbook of
Rheumatology 15th Edition. Baltimore: Lippincott Williams and
Wilkins.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Freddy, P.W., dan Gan Sulistia. 2007. Farmakologi : Analgesik Antipiretik
Analgesik Anti-Inflamasi Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya Edisi ke-
5. Jakarta: FKUI.
Klippel, J.H. 2008. Gout, epidemiology, pathology and pathogenesis. Primer
on The Rheumatic Disease Edisi 12. Atlanta: Arthritis foundation. p.
307-24.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta :
EGC. h. 1365-71.
Porth, Carol. 2011. Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health
States. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC.