Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

Management Perioperative
Pada Pasien General Anestesia Dengan Hipertensi

Disusun oleh:
Yoshua Ulido Simangunsong – 1161050062
Agrevonna Gracia R. N. Simanjuntak – 1261050002

Dosen Pembimbing:
dr. Ratna E. Hutapea, Sp. An

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANESTESI


PERIODE 30 SEPTEMBER – 4 NOVEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Yohua Ulido Simangunsong, Agrevonna Gracia R. N.
Simanjuntak

Bagian : Kepanitraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Indonesia

Periode : Periode 30 September – 4 November 2017

Pembimbing : dr. Ratna E. Hutapea, Sp. An.

Telah diperiksa pada tanggal: Oktober 2017


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepanitraan klinik
Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Jakarta, September 2017

dr. Ratna Emelia Hutapea, Sp. An.


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Management Perioperative
Pada Pasien General Anestesia Dengan Hipertensi. Referat ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Anestesi.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ratna Emelia
Hutapea Sp.An, khususnya sebagai pembimbing dan semua staff pengajar di SMF Ilmu
Anestesi RS UKI, RS Pelabuhan, dan RS PGI Cikini, serta teman-teman di kepaniteraan
klinik atas bantuan dan dukungannya sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini.

Kami menyadari bahwa referat ini masih banyak terdapat kekurangan baik mengenai
isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami di dalam menyusun case report ini. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membaca referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis
BAB I

STATUS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Rahmawati

NRM : 54-50-42

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kp. Semper RT 01/RW 03, Clincing

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Berat badan : 74 kg

Tinggi badan : 160 cm

2.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Benjolan di punggung belakang kanan

Keluhan Tambahan :-

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan benjolan di punggung belakang sebalah kanan yang
sudah dirasakan sekitar 1 tahun SMRS. Benjolan diakui berukuran sebesar telur
puyuh yang kemudian perlahan membesar seukuran telur bebek. Benjolan berbentuk
bulat, timbul di permukaan kulit, berwarna kecoklatan, dengan ukuran 3x3x2cm,
konsistensi keras, nyeri tekan (-). Daerah sekitar benjolan tidak bengkak dan sewarna
kulit. Pasien belum pernah berobat untuk mengobati keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi dengan obat Captopril 3x25 mg. Pasien
memiliki alergi terhadap obat Paramex dan Bodrex.
Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit serupa pada keluarga atau riwayat keganasan disangkal. Ibu pasien
mengidap daibetes mellitus dan hipertensi.

2.3. Pemeriksaan Fisik

 Status generalis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Tingkat kesadaran : compos mentis

- Tanda – tanda vital :

o Nadi : 80 kali / menit

o Tekanan darah: 130/90 mmHg

o Pernapasan : 22 kali / menit

o Suhu : 36 0C

- Data antropometri :

o Berat badan : 74 kg

- Kepala :

Normosefal, rambut berwarna hitam, wajah berbentuk oval dan tidak terdapat
kelainan bentuk, tidak terdapat luka / lesi

- Mata :

Mata simetris, tidak ada edema palpebra, konjutiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor dengan diameter 2 mm / 2 mm, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung (+/+)

- Telinga :
Bentuk telinga normal dan simetris, tidak terdapat deformitas, liang telinga
tidak terdapat sekret, nyeri tekan tidak ada, pendengaran normal

- Hidung :

Bentuk hidung normal dan simetris, tidak terdapat deviasi, tidak terdapat
sekret atau darah yang keluar dari hidung

- Mulut dan tengggorok

Bentuk bibir simetris, bibir berwarna merah dan tidak ada tanda – tanda
sianosis. Lidah berbentuk normal, lembab dan tidak ada tremor. Uvula, faring
dan tonsil tidak terlihat

- Leher

Trakea berada di tengah dan tidak terdapat deviasi. Tidak terdapat pembesaran
KGB.

- Thoraks

o Inspeksi

Bentuk dan pergerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding


dada, iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi

Ichtus cordis teraba 2 jari dibawah dan lateral dari garis midklavikula
sinistra. Vocal fremitus kanan = kiri

o Perkusi

Perkusi pada lapang paru terdengar sonor

o Auskultasi
Jantung: suara dasar SI dan SII normal, tunggal murni, irama reguler,
murmur (-), gallop (-)

Paru : suara napas vesikuler, ronchi (-/-),wheezing (-/-)

- Abdomen

o Inspeksi

Dinding perut terlihat simetris, bentuk dinding perut datar, tidak


terdapat kelainan pada kulit, pergerakan dinding perut sesuai dengan
irama pernapasan

o Auskultasi

Bising usus (+) normal, tidak menurun atau meningkat dengan


frekuensi : 8 kali / menit

o Palpasi

Dinding perut supel, tidak terdapat distensi abdomen, nyeri tekan (-),
massa (-), hepatomegali (-), nyeri ketok CVA (-)

o Perkusi

Timpani pada seluruh regio abdomen

- Ekstremitas

Akral hangat

Motorik 5555/5555

- Kulit

Warna kulit sawo matang, tidak terdapat kelainan dan turgor kulit baik

Status Lokalis

Regio Punggung Dextra


Inspeksi : Benjolan punggung kanan atas, lebih gelap dari kulit sekitar

Palpasi : Benjolan padat ukuran 3 x 3 x 3 cm, batas tegas, bentuk bulat,


nyeri tekan (-), fluktuasi (-), suhu seperti sekitar, mobile

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 7 Oktober 2017

No Pemeriksaan Hasil Nilai normal


1 Hemoglobin 12,7 12 – 14 gr/dL
2 Hematokrit 38.8 37 – 43%
3 Leukosit 8,42 5 – 10 Ribu/ul
4 Trombosit 420 150 – 400 Ribu /ul
5 Glukosa sewaktu 116 70-140 mg/dl
6 Masa Perdarahan 4 1-6 menit
7 Masa Pembekuan 13 9-15 menit

Foto Thorax

Kesan :
Os costae normal
Pulmo/Cor dalam batas
normal
2.5. Diagnosis

Soft Tissue Tumor Regio Punggung Dextra

ASA Grade 3 (Hipertensi, riwayat alergi)

2.6. Penatalaksanaan

Eksisi

2.7. Persiapan Operasi

a. Pre-operative

 Lengkapi Informed Consent Anestesi

 Stop makan dan minum / puasa 6 jam pra bedah

 Obat hipertensi : Captopril 3x25 mg (lanjut)

b. Intra-operative

 Midazolam 2,5 mg (iv), Fentanyl 100 mcg (iv)

 Jenis anestesi : General Anestesia

 Respirasi : Kontrol Respirasi

 Posisi : Supine

 Teknik : Intubasi dengan ETT KK No. 7 kk, Cuff (+) 5 ml, OPA (+) No.4

Anestesi dengan

 Induksi : Propofol 100 mg pada General Anestesia.

 Maintenance : O2 (2 lpm), N2O

(2 lpm), Isoflurane (1,5%)

 Relaksasi : Atracurium Besylate 20mg

 Obat - obat selama operasi

 Medikasi

Midazolam 2,5 mg iv

Fentanyl 100 mcg iv

Propofol 100 mg iv

Atracurium (Farelax) 20 mg
Ondansteron 4 mg iv

Tramadol 100 mg iv

 Jenis cairan : Ringer Lactate 500cc

 Jumlah cairan yang masuk selama operasi

 Kristaloid = 500 cc (RL 500 cc)

 Perdarahan selama operasi : ± 50 cc

 Keadaan akhir pembedahan :

TD : 131/86 mmHg; N : 67x/menit; SpO2 : 100%

c. Post-operative

TD : S : 90 – 110 mmHg

D : 60 – 80 mmHg

N : 60x/menit

RR : 12x/menit

d. Instruksi Pasca Bedah

Bila kesakitan : inj. Tramadol 100mg (drip)

Bila mual/muntah : inj. Ondancetron 4mg/8 jam

Antibiotika : sesuai operator

Minum : Bila bising usus (+)

Infus : RL II/24 jam

Monitor tensi, nadi, nafas setiap 30 menit selama 8 jam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg. Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali pengukuran
tekanan darah pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi menjadi 2
grade dan terdapat kategori prehipertensi. Adanya kategori prehipertensi ke dalam
klasifikasi bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan, karena orang pada kategori
tersebut beresiko dua kali lipat lebih besar untuk menjadi hipertensi. Klasifikasi ini
hanya untuk orang dewasa diatas 18 tahun. Berikut ini adalah klasifikasi hipertensi
dari JNC 7. 1

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80


Prehipertensi 120-139 atau 80-89
HIPERTENSI: TD Sistolik ≥ 140 atau TD diastolik ≥ 90
Hipertensi grade 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi grade 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7

2.2. Patogenesis dan Patofisiologi


Ada empat faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi:2
1. Peran volume intravaskular
2. Peran kendali saraf otonom
3. Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)
4. Peran dinding vaskular pembuluh darah

Tekanan darah merupakan hasil perkalian dari curah jantung (cardiac


output) dengan resistensi perifer total. Sehingga, hipertensi merupakan akibat
dari peningkatan curah jantung dan atau resistensi perifer total.2

Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik disebabkan oleh


peningkatan frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel yang
menyebabkan peningkatan aliran balik vena sehingga meningkatkan volume
sekuncup (stroke volume). Begitu pula peningkatan aktivitas simpatis dari
sistem saraf pusat dan atau peningkatan respons terhadap katekolamin,
misalnya karena hormon kortisol dan tiroid, dapat menyebabkan peningkatan
curah jantung. 2

Hipertensi resistensi terutama disebabkan karena vasokonstriksi perifer


atau penyempitan pembuluh darah perifer lain, tetapi dapat juga akibat dari
peningkatan viskositas darah. Vasokonstriksi terutama berasal dari
peningkatan aktivitas saraf simpatis, peningkatan respons terhadap
katekolamin atau peningkatan konsentrasi angiotensin II. Mekanisme
autoregulasi juga dapat menyebabkan vasokonstriksi. Misalnya jika terjadi
peningkatan curah jantung, organ-organ misalnya ginjal, akan melindungi
dirinya dengan cara vasokonstriksi pembuluh darah. Selain itu, mungkin dapat
terjadi pula hipertrofi otot vasokonstriktor, dan akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan vaskular yang akan meningkatkan resistensi perifer total. 2
Gambar 2.1. Prinsip terjadinya hipertensi 6

Sebagian besar hipertensi adalah hipertensi primer, di mana tidak


ditemukan penyebabnya. Komponen genetik, jenis kelamin perempuan, dan
penduduk di perkotaan lebih beresiko terkena hipertensi. Stress psikologis
kronis karena pekerjaan atau dasar kepribadian dapat memicu hipertensi.
Intake garam yang tinggi juga berperan penting dalam terjadinya hipertensi.

Pada hipertensi sekunder, penyebab dari hipertensi dapat diketahui.


Hipertensi renalis merupakan salah satu bentuk yang sering terjadi. Setiap
iskemia ginjal, misalnya karena koarktasio aorta atau stenosis arteri renalis
dan penyempitan arteriol dan kapiler ginjal, akan menyebabkan pelepasan
renin dari ginjal. Renin akan mengubah angiotensinogen di dalam plasma
menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah oleh ACE (angiotensin
converting

enzyme) menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini bersifat


vasokonstriktor kuat dan juga merangsang pelepasan aldosterone dari korteks
adrenal, yang nantinya akan menyebabkan retensi natrium dan peningkatan
curah jantung. Kedua aksi inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal seperti
glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor
pensekresi renin. 2
Gambar 2.2. Penyebab hipertensi3

Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari


aterosklerosis pada pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler akhirnya
menyebabkan iskemia di berbagai organ dan jaringan. Di otak, hipertensi
dapat menyebabkan perdarahan otak, di arteri besar dapat menyebabkan
aneurisma yang akhirnya dapat menjadi ruptur. Iskemia ginjal akan
menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal akan menyebabkan
pelepasan renin yang nantinya akan memperparah hipertensi. 2
Gambar 2.3. Akibat hipertensi 2

2.5. Diagnosis

Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu.


Tujuan dari evaluasi pasien adalah:

• Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan


dengan hipertensi yang bisa mempengaruhi pilihan terapi
• Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko cvs
lainnya/kelainan-kelainan yang menyertai
• Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa
diidentifikasi 2
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita,
meskipun banyak penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan
yang dapat muncul antara lain hypertensive headache (nyeri kepala biasanya
di pagi hari dan terlokalisir di regio occipital), keluhan sistem kardiovaskuler
seperti berdebar dan rasa sesak saat melakukan aktivitas dan keluhan tidak
spesifik seperti mudah lelah dan impotensi. 2

Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan: 2

• Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya


• Terapi antihipertensi sebelumnya
• Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder
• Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik,
kenaikan berat badan
• Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK
• Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah: kontrasepsi
oral, steroid, NSAID, dekongestan nasal
• Keberadaan faktor resiko CVS
Yang dimaksud dengan faktor resiko sistem kardiovaskular adalah sebagai
berikut:2

• Hipertensi
• Merokok
• Obesitas (IMT ≥ 30)
• Inaktivitas fisik
• Dislipidemia
• Diabetes mellitus
• Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit
• Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
• Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang prematur
(< 55 tahun untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)

Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium, masih terdapat silang


pendapat diantara para ahli mengenai seberapa jauh pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan. Tidak disarankan melakukan berbagai macam
pemeriksaan lain kecuali jika tekanan darah tidak dapat dikontrol. Secara
umum, sebelum memulai terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar meliputi: 2

• UL
• DL
• Serum elektrolit
• Profil lipid
• Gula darah
• EKG
• BUN & kreatinin
• Foto thorax

2.6. Penatalaksanaan

Manajemen dari hipertensi meliputi intervensi gaya hidup dan terapi


farmakologi. Intervensi gaya hidup sangat direkomendasikan baik pada pasien
prehipertensi hingga hipertensi grade II. Berikut ini adalah intervensi gaya
hidup dari pasien hipertensi:
Tabel 2.4. Intervensi gaya hidup 2

Sedangkan untuk terapi farmakologis, terdapat banyak kelas dari


pilihan obat pada hipertensi. Berikut ini adalah site of action dari berbagai
kelas obat anti hipertensi.
Gambar 2.5. Site of action dari berbagai obat anti hipertensi 2

Untuk pedoman tatalaksana dari hipertensi, terdapat beberapa


pedoman. Berikut ini adalah pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC
7:
Tabel 2.5. Pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC1

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tatalaksana dari hipertensi


didasarkan pada grade-nya. Pada tahun 2014, tim panelis yang bertugas menyusun
JNC 8, merilis pedoman tatalaksana 2014 berdasarkan evidence base. Berikut ini
adalah pedoman tatalaksana hipertensi tahun 2014 menurut tim panelis JNC 8:
Gambar 2.6. Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8

Sedangkan untuk dosis awal dan dosis terapi dari hipertensi, dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Tabel 2.6. Dosis dari obat-obatan anti hipertensi

2.7. Penatalaksanaan Hipertensi Perioperative

Peningkatan tekanan darah merupakan masalah perioperative paling banyak


pada operasi non-cardiac dengan prevalensi sekitar 20-25%.4 Peningkatan tekanan
darah dapat diakibatkan oleh peningkatan resistensi vaskular, aktivasi saraf simpatis,
peningkatan preload serta aktivasi sistem renin angiotensin. Penurunan symphatetic
tone pada saat anestesia akan menyebabkan penuruanan relativ preload dan afterload. 4
Pada saat induksi anestesia, aktivasi simpatis dapat meningkatan tekanan darah
sebanyak 20-30 mmHg dan frekuensi nadi 15-20 bpm pada pasien normotensi. 4 Pada
pasien dengan hipertensi memiliki kecenderungan untuk mengalami intraoperative
lability, yang berpotensi menjadi myocardial ischemia.4 pada post-opertaive, seiring
dengan pulih dari pengaruh obat anestesia, tekanan darah dan frekuensi nadi akan
meningkat perlahan.4

Penanganan perioperative hipertensi berbeda dengan penanganan hipertensi


kronik. Penanganan inisial yang terutama adalah pencegahan. Hipertensi emergency
postoperative jarang terjadi setelah operasi noncardiac. Hipertensi yang terjadi
berkaitan dengan intubasi, insisi operasi, dan anestesia emergensi dapat ditatalaksana
dengan short-acting beta blocker, ACE Inhibitor, Calcium Channel Blockers.
Daftar obat yang dapat diberikan sebagai tatalaksana perioperative hipertensi
dapat dilihat di tabel berikutncbi

Agent Conditions Dosing

Enalaprilat Congestive heart failure IV injection of


1.25 mg over 5
min every 6 h,
titrated by
increments of 1.25
mg at 12 to 24 h
intervals to a
maximum of 5 mg
every 6 h.

Esmolol Acute myocardial Loading dose of


ischemiaa 500–1000 μg/kg
over 1 min,
followed by an
infusion at 25 to
50 μg/kg/min,
which may be
increased by 25
μg/kg/min every
10 to 20 min until
the desired
response to a
maximum of 300
μg/kg/min

Fenoldopam Acute myocardial An initial dose of


c
ischemia 0.1 μg/kg/min,
Acute pulmonary titrated by
edema/diastolic increments of 0.05
dysfunctiona,b to 0.1 μg/kg/min
Acute ischemic to a maximum of
stroke/intracerebral 1.6 μg/kg/min.
bleed Acute renal
failure/microangiopathic
anemia
Hypertensive
encephalopathy
Sympathetic crisis

Labetalol Acute aortic dissection Initial bolus 20


Acute myocardial mg, followed by
a
ischemia boluses of 20–80
Acute ischemic mg or an infusion
stroke/intracerebral starting at 1–2
bleed mg/min and
Eclampsia/Preeclampsia titrated up to until
Hypertensive the desired
encephalopathy hypotensive effect
is achieved is
particularly
effective. Bolus
injections of 1 to 2
mg/kg have been
reported to
produce
precipitous falls in
BP and should
therefore be
avoided;
maximum
cumulative dose
of 300 mg over 24
h

Nicardipine Acute myocardial 5 mg/h; titrate to


ischemiac effect by
Acute renal increasing 2.5
failure/microangiopathic mg/h every 5 min
anemia to a maximum of
15 mg/h.

Acute ischemic
stroke/intracerebral
bleed
Eclampsia/preeclampsia
Hypertensive
encephalopathy
Sympathetic
crisis/cocaine overdosed

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

1. Pre – operatif

Pada pemeriksaan pre-operasi didapatkan TD : 120/80 mmHg; N : 84x/menit; RR :

20x/menit, S : 36,5oC. Pada pemeriksaan airway Clear; snoring (-), gurgling (-),

crowing(-), BND vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-, gigi caries (-), gigi palsu (-),

gigi bolong (+), riwayat asma (-), riwayat alergi (-), mallampati 4. Pada pemeriksaan
sirkulasi Akral hangat, CRT < 2”, sianosis (-), BJ I & II reguler, murmur (-),gallop (-),

riwayat penyakit jantung (-), riwayat hipertensi (+). Pada pemeriksaan

neurologis didapatkan Kesadaran komposmentis, GCS E4M6V5, riwayat kejang (-),

riwayat stroke (-), riwayat penyakit saraf (-). Defisit neurologis (-). Pada pemeriksaan

gastrointestinal ntah (-), riwayat maag (-). Pasien tidak terpasang kateter. Riwayat

Diabetes Mellitus disangkal (GDS terakhir : 116 mg/dL). Pasien memiliki riwayat

alergi obat Paramex dan Bodrex. Pasien tidak mempunyai riwayat operasi

sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik tersebut didapatkan ASA II (hipertensi dan

riwayat alergi). Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mengkonsumsi captopril 3x25

mg. Captopril termasuk dalam Angiotensin-Converting Enzym Inhibitor. Aktivitas

hipotensif kaptopril dihasilkan oleh efek inhibisi terhadap sistem renin-angiotensin

dan efek stimulatorik terhadap sistem kalikrein-kinin.5

2. Intra-operative

Sebelum dilakukan tindakan pembedahan pada pasien ini, diputuskan untuk dilakukan

general anestesi dengan intubasi menggunakan endotracheal tube meskipun perkiraan

waktu operasi hanya sekitar 1 jam. Hal ini bertujuan untuk menjaga patensi jalan

napas pasien karena posisi pasien ketika operasi left lateral decubitus. Sebelum

dilakukan tindakan anestesi terlebih dahulu diberikan premedikasi. Premedikasi

ditujukan untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obatan yang

digunakan dan terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesia. 6

Premedikasi yang digunakan adalah midazolam 2,5 mg dan fentanyl 100mg.

Midazolam memiliki efek penuruan tekanan darah sistemik yang disebabkan oleh

vasodilatasi perifer karena curah jantung tidak berubah.5 Selain midazolam, pada
pasien ini diberikan fentanyl sebagai obat premedikasi karena efek sedatif, ansiolitik,

dan analgesik. Pemberian fentanyl tidak memiliki efek langsung yang signifikan pada

jantung. Tekanan darah biasanya dipertahankan baik pada pasien yang sedang

mendapat opioid kecuali jika sistem kardiovaskular mengalami stres, mungkin timbul

hipotensi.5 Efek hipotensi mungkin disebabkan oleh dilatasi arteri dan vena perifer,

yang diperkirakan berkaitan dengan sejumlah mekanisme termasuk depresi sentral

mekanisme stabilisasi dan pelepasan histamin. 5 Pada pasien ini diberikan propofol

untuk induksi anestesia. Jika dibandingkan dengan obat induksi lain, propofol

menyebabkan penurunan tekanan darah paling nyata; ini disebabkan oleh vasodilatasi

sirkulasi arteri dan vena sehingga terjadi penurunan preload dan afterload. 5 Untuk

muscle relaxan, diberikan atracurium besylate 20mg. Atracurium dapat menyebabkan

hipotensi akibat pelepasan histamin sistemik. Untuk pemeliharaan anestesi diberikan

dengan cara inhalasi dengan menggunakan N2O, O2, dan isofluran 1,5%. Isofluran

menyebabkan vasodilatasi dengan efek minimal pada curah jantung. Selain itu,

anestetik inhalan ini menyebabkan penurunan tekanan arah arteri dependen-dosis

maka pengaktifan refleks-refleks sistem saraf otonom dapat memicu kecepatan

jantung.5 Pasien diberikan ondancetron 4 mg untuk mencegah mual dan muntah pasca

operasi. Untuk anti nyeri pasca operasi, pasien diberikan tramadol 100mg. Hal ini

dikarenakan, tramadol tidak memiliki efek peningkatan tekanan darah, berbeda jika

dibandingkan dengan analgetik dari golongan NSAID. Kenaikan tekanan darah

setelah pemberian NSAID diduga karena adanya inhibisi prostaglandin, retensi garam

dan vasokontriksi.7

3. Post-operative
A : Clear

B : Rr : 60 x / mnt, SN vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/- , ventilator (−)

C : TD : 110/80 mmHg, N: 60 x /mnt, S: 36,7 0C

D : GCS : 15 (E4M6V5)

Bila kesakitan: inj. Tramadol 100mg (drip)

Bila mual/muntah : inj. Ondancetron 4mg/8 jam

Antibiotika : sesuai operator

Minum : Bila bising usus (+)

Infus : RL II/24 jam

Monitor tensi, nadi, nafas setiap 30 menit selama 8 jam

Daftar Pustaka

1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. National Heart, Lung, and Blood Institute
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure; National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report.
JAMA. 2003; 289(19):2560-2572.
2. Djojoningrat, D. Dispepsia Fungsional. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 529-533.

3. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag;


2000. p. 208-213

4. [Internet]. Perioperative Screening And Management of Hypertensive Patient. 2017


[cited 24 October 2017]. Available from: http://www.eshonline.org/esh-
content/uploads/2014/12/47_Newsletter-Perioperative-Screening-and-Management-of-
Hypertensive-Patients.pdf

5. Katzung B. Basic And Clinical Pharmacology. Norwalk: Mcgraw-Hill Educ Medical;


2017.

6. Anestesiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. R S. The effects of nonsteroidal anti-inflammatory drugs on blood pressure in


hypertensive patients. - PubMed - NCBI [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2017 [cited 24
October 2017]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21646872

Anda mungkin juga menyukai