Anda di halaman 1dari 30

Presentasi Kasus

Fraktur Tertutup Os Radius Ulna

Disusun Oleh
dr. Halimatusakdiah

Pembimbing
dr. Yohana Ika Karolina
dr. Desi Andriani

Program Internsip Dokter Indonesia Angkatan II Tahun 2019


RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban
Provinsi Kepulauan Riau
2019
BAB I
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : An. D
Usia : 8 tahun
Alamat : Teluk Sasah
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Siswa SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal/Jam Masuk : 11 Agustus 2019/Jam 15.52
Tanggal Pemeriksaan : 11 Agustus 2019
A. Anamnesis
Anamnesa dilakukan: Alloanamnesa dengan Ayah Pasien
Keluhan Utama
Nyeri lengan bawah kiri post terjatuh 15 menit SMRS.
Keluhan Tambahan
Bengkak pada lengan kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien post terjatuh saat bermain di panjatan taman TK setinggi 1,5 meter. Posisi tangan kiri
menumpu badan saat terjatuh. Pasien terjatuh di atas tanah. Lengan bawah kiri tampak
bengkok, sulit digerakkan, bengkak dan nyeri. Tidak ada luka terbuka. Kepala tidak
terbentur. Pingsan tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat dipijat tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.
Riwayat Alergi
Tidak ada.
Riwayat Obat-obatan Sebelumnya
Tidak ada.

1
B. STATUS GENERALIS (11/08/2019)
1. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tekanan darah : 110/80mmHg
4. Nadi : 109x/menit
5. Suhu : 36,5 C
6. Pernapasan : 18x/menit
7. Berat badan : 23 kg

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit
Warna : sawo matang
Pucat : tidak
Jaringan parut : tidak ada
Turgor : baik
Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Posisi : simetris

Mata
1. Palpebra : dalam batas normal
2. Konjungtiva anemi : -/-
3. Sklera ikterik : -/-
4. Lain-lain : dalam batas normal

Telinga
1. Pendengaran : Baik
2. Darah & cairan : Tidak ditemukan

Hidung dan Sinus Paranasal


Napas cuping hidung : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Sekret : tidak ada

2
Mulut
1. Bau pernapasan : Tidak ada
2. Faring : Dalam batas normal
3. Tonsil : T1-T1
4. Lidah : Tidak deviasi
5. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
Leher
1. Trakea : Tidak deviasi
2. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Kelenjar lymphonodi : Tidak ada pembesaran
4. Lain-lain : Tidak ada

Paru-paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
kanan kiri, tidak tampak jejas dan luka terbuka.
2. Palpasi
- Fremitus taktil : simetris
- Fremitus vokal : simetris
- Nyeri tekan tidak ada.
3. Perkusi
- Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi
- Bunyi suara napas utama : vesikuler (+/+)
- Bunyi suara napas tambahan : rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung
1. Inspeksi
- Iktus cordis : tampak
2. Palpasi
- Iktus kordis : teraba
3. Perkusi
- Batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextra
- Batas jantung kiri di ICS 5 satu jari medial linea midclavikula sinistra
- Pinggang jantung di ICS 2 linea sternalis sinistra

3
4. Auskultasi
- Bunyi : jantung I-II regular
- Gallop : tidak ada
- Murmur : tidak ada
Abdomen
1. Inspeksi : Datar, Jejas tidak ada.
2. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada.
3. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
4. Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time <2 detik.
Status Lokalis
Regio Antebrachii Sinistra
Look : kemerahan (-) luka terbuka (-) bengkak (+) deformitas (+)
Feel : nyeri tekan (+) krepitasi (-)
Move : ROM terbatas

Gambar 1. Foto klinis pasien tampak tegak lurus

4
Gambar 2. Foto klinis pasien tampak
samping
C. DIAGNOSA AWAL
Susp. Fraktur antebrachii sinistra
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (11/08/2019 17:42)


HEMATOLOGI HASIL SATUAN NILAI NORMAL KETERANGAN
Leukosit 12.26 10^3 /uL 3.6-11 High
Eritrosit 4.61 10^3 /uL 3.8-5.2 Normal
Hemoglobin 12.7 gr/dL 11.7-15.5 Normal
Hematokrit 36.0 % 35-47 Normal
MCV 78.1 fL 80-100 Low
MCH 27.5 pg 26-34 Normal
MCHC 35.3 gr/dL 32-36 Normal
Trombosit 401 10^3/ uL 150-440 Normal
Basofil 0.2 % 0-1 Normal
Eosinofil 0.7 % 2-4 Low
Netrofil 70.2 % 50-75 Normal
Limfosit 23.6 % 25-40 Low
Monosit 5.3 % 2-8 Normal

KIMIA DARAH HASIL SATUAN NILAI NORMAL KETERANGAN


Gula Darah Sewaktu 131 mg/dL 70-140 Normal

5
Rontgen Antebrachii Sinistra AP (11/08/2019)

Gambar 3. Foto rontgen


Tampak fraktur tertutup 1/3 proksimal os radius + 1/3 medial os ulnar sinistra. Soft tissue
swelling (+)
E. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD EHD dengan keluhan nyeri pada lengan bawah kiri sejak 15 menit
SMRS post terjatuh saat bermain di panjatan taman TK setinggi 1,5 meter. Posisi tangan kiri
menumpu badan saat terjatuh. Pasien terjatuh di atas tanah. Lengan bawah kiri tampak
bengkok, sulit digerakkan, bengkak dan nyeri. Pada pemeriksaan status lokalis regio
antebrachii sinistra ditemukan bengkak, deformitas, nyeri tekan dan ROM terbatas. Pada
pemeriksaan penunjang rongen antebrachii sinistra tampak fraktur tertutup 1/3 proksimal os
radius + 1/3 medial os ulnar sinistra dengan soft tissue swelling.
F. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup 1/3 proksimal os radius + 1/3 medial os ulnar sinistra

6
G. TATALAKSANA
Tatalaksana di IGD
Advice dr. Ika, SpB
 Injeksi ketorolac 30 mg IV
 Cefixime syrup 2x100mg
 Arm Sling
 Pro open reduction internal fixation (ORIF) oleh Sp. OT
 Saran rujuk spesialis bedah orthopedi
 Edukasi: patah kedua tulang tersebut sulit untuk tersambung lurus dengan terapi
konservatif gips saja, jadi paling baik dioperasi pemasangan plat, saran langsung
dirujuk dari IGD karena patah hebat resiko compromised pembuluh darah.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.2
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dislokasi.
2.2 Anatomi

Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai
daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,
sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang
tulang akan berhenti.3
Tulang panjang terdiri dari: epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari
ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis
merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.3
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan
transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi
dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.3

Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang.
a. Perbedaan Anatomi

8
Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang
merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat, serta
menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
b. Perbedaan Biomekanik
Perbedaan biomekanik terdiri atas :
 Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat
mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar
tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi
yang besar terhadap deformitas tulang dibandingkan orang dewasa.
 Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat
pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian
dalamnya oleh prosesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan
epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis
mempunyai konsistensi seperti karet yang keras.
 Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.
c. Perbedaan Fisiologis
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya
remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa.
 Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbunhan diafisis tulang panjang akan memberikan
stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng
epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan tulang.
 Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan
pemendekkan atau deformitas anguler pada epifisis.
 Fraktur total
Pada anak-anak, fraktur total jarang bersifat kominutif karena
tulangnya lebih fleksibel dibandingkan orang dewasa.

9
Atas dasar perbedaan anatomi, biomekanik dan fisiologis, maka fraktur pada
anak-anak mempunyai gambaran khusus, yaitu :
1. Lebih sering ditemukan
Fraktur pada anak-anak lebih sering ditemukan karena tulang relatif
ramping dan juga kurang pengawasan. Beberapa fraktur pada anak-anak
seperti retak, fraktur garis rambut, fraktur buckle, fraktur green-stick
merupakan fraktur yang tidak berat, tetapi ada fraktur seperti fraktur intra-
artikuler atau fraktur epifisial merupakan fraktur yang akan berakibat jelek
di kemudian hari.
2. Periosteum yang sangat aktif dan kuat
Periosteum yang kuat pada anak-anak membuatnya jarang mengalami
robekan pada saat fraktur, sehingga sering salah satu dari periosteum
merupakan bidai dari fraktur itu sendiri. Periosteum pada anak-anak
mempunyai sifat osteogenesis yang lebih besar.
3. Penyembuhan fraktur sangat cepat
Penyembuhan fraktur pada anak-anak sewaktu lahir sangat
menakjubkan dan berangsur-angsur berkurang setelah anak menjadi besar,
karena sifat osteogenesis yang aktif pada periosteum dan endosteum.
4. Terdapat problem khusus dalam diagnosa
Gambaran radiologik epifisis sebelum dan sesudah perkembangan
pusat ossifikasi sekunder sering membingungkan, walaupun demikian ada
beberapa pusat ossifikasi yang keberadaannya relatif konstan. Lempeng
epifisis pada foto röntgen dapat disalah-artikan dengan suatu fraktur. Untuk
itu biasanya perlu dibuat pemeriksaan röntgen pada anggota gerak yang
lain.
5. Koreksi spontan pada suatu deformitas residual
Fraktur pada orang dewasa tidak akan terjadi koreksi spontan dan
bersifat permanen. Pada anak-anak deformitas residual cenderung
mengalami koreksi spontan melalui remodeling yang eksrensif, melalui
pertumbuhan lempeng epifisis atau kombinasi keduanya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi koreksi fraktur adalah sisa waktu
pertumbuhan dan bentuk deformitas yang dapat berupa:
 Angulasi

10
Angulasi residual yang terletak di dekat lempeng epifisis akan
mengalami koreksi spontan seandainya deformitas itu berada pada
satu bidang dengan bidang gerakan sendi yang terdekat. Tetapi
pada angulasi residual yang berada pada bidang tegak lurus dari
gerakan dekat sendi (misalnya angulasi lateral pada deformitas
varus fraktur suprakondiler humeri) tidak dapat mengalami koreksi
spontan.
 Aposisi tidak total
Pada fraktur dimana fragmen mengalami aposisi tidak total
seperti samping ke samping (bayonet), maka permukaan fraktur
akan mengalami proses remodeling menurut Hukum Wolff.
 Pemendekan
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang anak-anak yang
sedang bertumbuh, terjadi pula kerusakan arteri dan akan terjadi
peningkatan aliran darah sebagai kompensasi pada daerah epifisis
yang akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan tulang secara
longitudinal. Adanya pemendekkan tulang pada anak-anak dapat
ditoleransi dalam ukuran tertentu.
 Rotasi
Deformitas rotasi tidak akan mengalami koreksi spontan pada
waktu penyembuhan fraktur tulang panjang tanpa melihat umur dan
lokasi.
6. Terdapat perbedaan dalam komplikasi
Beberapa komplikasi fraktur pada anak-anak mempunyai ciri yang
khusus seperti fraktur epifisis dan lempeng epifisis. Osteomielitis yang
terjadi secara sekunder pada fraktur terbuka atau reduksi terbuka pada
suatu fraktur tertutup biasanya lebih hebat dan dapat menyebabkan
kerusakan pada epifisis. Komplikasi iskemik dan juga miositis ossificans
sering ditemukan pada anak-anak. Komplikasi seperti kekakuan sendi
jarang ditemukan pada anak-anak.
7. Berbeda dalam metode pengobatan
Prinsip utama pengobatan pada anak-anak adalah secara konsevatif
baik dengan cara manipulasi tertutup atau traksi kontinu. Walaupun

11
demikian beberapa fraktur khusus pada anak-anak memerlukan tindakan
operasi terbuka dengan fiksasi interna seperti fraktur bergeser pada leher
femur atau fraktur pada epifisis tertentu.
8. Robekan ligamen dan dislokasi lebih jarang ditemukan
Ligamen pada anak-anak sangat kuat dan pegas. Ligamen ini lebih
kuat dari lempeng epifisis sehingga tarikan ligamen dapat
menyebabkan fraktur pada lempeng epifisis dan bukan robekan
ligamen, misalnya pada sendi bahu tidak terjadi dislokasi tetapi
akan terjadi fraktur epifisis.
9. Kurang toleransi terhadap kehilangan darah
Jumlah volume darah secara proporsional lebih kecil pada anak-anak
daripada orang dewasa. Pada anak-anak jumlah volume darah diperkirakan
75 ml per kg berat badan, sehingga pada anak
dengan berat badan 20 kg diperkirakan mempunyai jumlah darah
1500 ml. Perdarahan sebesar 500 ml pada anak-anak akan
kehilangan 1/3 jumlah volume darah, sedangkan pada orang
dewasa hanya sebesar 10%.

2.3 Fraktur khusus pada anak


a. Fraktur Epifisis
Fraktur epifisis merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi
dalam :
1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen
Terutama terjadi pada spina tibia, stiloid ulna, dan basis falangs.
Fragmen tulang masih mempunyai cukup vaskularisasi dan
biasanya tidak mengalami nekrosis avaskuler. Bila terjadi fraktur
bergeser, maka jarang terjadi union karena pembentukkan kalus
duhambat oleh jaringan sinovia. Fraktur bergeser juga
menghambat gerakan dan juga menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil. Pada keadaan ini diperlukan reduksi yang akurat dan
mungkin diperlukan tindak operasi.
2. Fraktur kompresi yang bersifat kominutif
Jarang terjadi karena lempeng epifisis berfungsi sebagai shock
absorber pada tulang.
12
3. Fraktur osteokondral
Sering ditemukan pada distal femur, patela atau kaput radius. Fraktur
bergeser akan menyebabkan gangguan menyerupai benda asing dalam sendi.
Fragmen yang besar sebaiknya dikembalikan dan yang kecil dapat dilakukan
eksisi.
b. Fraktur Lempeng Epifisis
Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang
terletak di antara epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis
merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak.
Pembuluh darah epifisis masuk ke dalam permukaan epifisis dan
apabila ada kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi
gangguan pertumbuhan.
Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang.
Daerah yang paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona
transformasi tulang rawan pada daerah hipertrofi dimana biasanya
terjadi garis fraktur. Anatomi, histologi dan fisiologi Secara klinis, kita harus
mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang anak dengan fraktur pada
tulang panjang di daerah ujung tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
röntgen dengan dua proyeksi dan membandingkannya dengan anggota gerak yang
sehat.
Diagnosis
Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter-Harris :
Klasifikasi
 Tipe I : Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada
tulang, sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis.
Fraktur ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada
bayi baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan
reduksi tertutup mudah oleh karena
masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak. Prognosis biasanya
baik bila direposisi dengan cepat.
 Tipe II :Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur
melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan

13
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga
masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi
karena trauma shearing force dan membengkok dan pada umumnya terjadi
pada anak-anak yang
lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks
tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi
secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi terlambat harus
dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik, tergantung kerusakan
pembuluh darah
 Tipe III : Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan frkatur intra-artikuler.
Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini
bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan pada epifisis tibia
distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler dan
diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan pin yang halus
 Tipe IV : Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui
permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis
dan berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur
kondilus lateralis humeri pada anak-anak.
Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna karena
fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila reduksi
tidak dilakukan dengan baik.
 Tipe V : Merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada
lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu
sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis sulit karena secara
rediologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan. Setelah reduksi dari fraktur
epifisis tipe I, II, dan III akan terjadi ossifikasi endokondral pada daerah
metafisis lempeng pertumbuhan dan dalam 2-3 minggu ossifikasi
endokondral ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV dan tipe

14
V mengalami penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang
kanselosa.

c. Fraktur Akibat Trauma Kelahiran


Fraktur akibat trauma kelahiran biasanya terjadi pada saat
persalinan yang sulit yaitu pada bayi besar, letak sungsang atau
ekstraksi bayi dengan alat forsep. Daerah yang biasanya
mengalami fraktur adalah humerus, femur dan klavikula. Fraktur
dapat berdiri sendiri tanpa adanya kelainan neurologis yaitu
kelumpuhan plexus brachialis. Biasanya anak menangis setiap digerakkan atau teraba
adanya fraktur pada daerah yang dimaksud. Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
memastikan diagnosis.
Gambaran Klinis :
Fraktur pada bayi sembuh dalam 1-3 minggu sehingga hanya
diperlukan pemasangan bidai sementara untuk mengurangi nyeri.
Pengobatan :
Fraktur pada bayi sembuh dalam 1-3 minggu sehingga hanya diperlukan
pemasangan bidai sementara untuk mengurangi nyeri

2.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Penyembuhan fraktur berkisaran antara tiga minggu sampai empat

15
bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu penyembuhan daripada
dewasa.
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1: inflamasi, (2)
Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), (4) Fase
4: remodeling menjadi tulang dewasa.
d. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons
apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang
cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan
membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,
pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
d. Proliferasi sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast
(berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang
berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.
e. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi
digerakkan.
16
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
f. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres
fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih
cepat dari pada tulang kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung.
Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi
negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar
X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada
gambaran sinar X.

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, beberapa dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

17
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan


antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu:
Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di
pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8
jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):

Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping
atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringan lunak.

18
Fraktur tertutup Fraktur terbuka

b. Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur.


1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.

19
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur.
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma.
 Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
 Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
 Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
 Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
 Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

20
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
- Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
- Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
- Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
b. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
- 1/3 proksimal
- 1/3 medial
- 1/3 distal

21
2.6 Pemeriksaan

Riwayat
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau
fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi,
merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi / Look
Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak
Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo
b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas
dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit,
pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi
c. Gerakan / Moving
Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan
dengan lokasi fraktur.
d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka
dilakukan secondary survey

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa

22
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

- Bayangan jaringan lunak.


- Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
- Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
- Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.

23
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan
penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu
mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan
stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi
dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur :
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu
dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien yang telah mengalami
gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan
fraktur patologis.

b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen


post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada
pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan
jaringan sekitar
Jenis Fiksasi :
- Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
 Gips ( plester cast)
 Traksi
Jenis traksi :
 Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
 Skin traksi

24
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga
fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg
karena bila kelebihan kulit akan lepas
 Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma
sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur
kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada
pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban
> 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma
kompartemen, infeksi tempat masuknya pin

Indikasi OREF :
 Fraktur terbuka derajat III
 Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
 fraktur dengan gangguan neurovaskuler
 Fraktur Kominutif
 Fraktur Pelvis
 Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
 Non Union
 Trauma multiple

25
- Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail.
Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
 Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

2.10 Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan

26
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


b. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
27
d. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta :

Widya Medika.1995

2. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan

Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.

3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.

2007

4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.2004.

5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :

EGC.2000.

6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

29

Anda mungkin juga menyukai