Pendahuluan
Triger 1
Hipertensi
Perempuan 40 th datang kepuskesmas dengan keluhan nyeri kepala dan tengkuk. Nyeri timbul
terutama ketika pasien kecapean dan kurang tidur. Pemeriksaan antropometri ditemukan BB 80
kg, TB 150 cm. pemeriksaan tanda vital diperoleh: TD 170/90 mmHg, nadi, respirasi dan
temperatur dalam batas normal. Sebelum memberi obat dokter menanyakan tentang adakah
riwayat asam urat tinggi dan asma. Dokte rmemberikan 2 macam obat penurun tensi. Dokter
mengatakan jika setelah minum obat pasien menjadi batuk-batuk hentikan obat dan kembali
kepuskesmas. Dokter berpesan harus rutin minum obat dan kontrol tiap bulan. Jika tidak
meminum obat rutin tekanan darah bisa menjadi tinggi sekali dan berbahaya bagi pasien.
1.1 STEP 1
Terminology
1. hipertensi : Peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg
keywords
1. Perempuan 40 th
2. Nyeri kepala dan tengkuk
3. Timbul ketika kecapean dan kurang tidur
4. TB 180 cm dan BB 80 kg
5. TD : 170/90 mmHg
6. Riwayat asam urat tinggi dan asma
7. Dokter memberikan 2 macamobat penurun tensi
8. Saran : rutin minum obat dan kontrol tiap bulan
1.2 STEP 2
Identify problems
1. Mengapa pada pasien terjadi nyeri kepala dan tengkuk?
2. Mengapa nyeri timbul ketika kecapean dan kurang tidur?
3. Apakah ada hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus?
4. Apakah ada hubungan obesitas dengan kasus?
5. Apakah ada hubungan riwayat asam urat dan asma pada kasus?
6. Apa sajaobat yang digunakan?
7. Apakah dengan rutin minum obat , pasien dapat sembuh?
8. Mengapa bila tidak rutin minum obat TD dapat semakin tinggi dan berbahaya?
9. Mengapa pemberian obat dihentikan bila timbul gejala batuk?
10. Apakah faktor resiko lain pada kasus?
11. Apa saja klasifikasi pada kasus?
12. Apa saja tanda dan gejala lain pada kasus?
13. Apakah TD 170/90 mmHg normal? Bila tidak, berapa dikatakan normal?
14. Mengapa dokter memberikan 2 obat penurun tensi?
1.3 STEP 3
Brainstorming
1.4 STEP 4
Spiderweb
FISIOLOGI RAAS
DEFINISI
PROGNOSIS
HIPERTENSI KLASIFIKASI
KOMPLIKASI
FAKTOR RESIKO
TATALAKSANA
KRISIS ETIOPATOGENESIS
HIPERTENSI
PENEGAKAN
DIAGNOSIS
PATOFISIOLOGI &
MANIFESTASI KLINIS
1.5 STEP 5
Learning objective
BAB II
Pembahasan
2.1 Fisiologi RAAS
Sistem hormon terpenting dan paling terkenal yang terlibat dalam regulasi Na + adalah
sistem renin-angiotensinaldosteron (SRAA).
Mekanisme SRAA yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+.Sel
granular aparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik, renin, ke dalam
darah sebagai respons terhadap penurunan NaCl, volume CES, dan tekanan darah arteri.Setelah
disekresikan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah suatu protein plasma yang disintesis oleh hati dan
selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) yang
banyak terdapat di kapiler paru. ACE terletak di sumur kecil di permukaan luminal sel endotel
kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi hormon aldosteron dari korteks
adrenal.
Dua jenis sel tubular yang berbeda berlokasi di bagian tubulus distal dan koligentes: sel
prinsipal dan sel interkalasi. Semakin banyak sel prinsipal merupakan tempat kerja aldosteron
dan vasopresin dan karenanya terlibat dalam reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ (keduanya diatur oleh
aldosteron) serta dalam reabsorpsi H2O (diatur oleh vasopresin).Sebaliknya, sel interkalasi
berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Di antara berbagai efeknya, aldosteron
meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Hormon ini melakukannya
dengan mendorong penyisipan kanal bocor Na+ tambahan ke dalam membran luminal dan
penambahan pompa Na+-K+ ke dalam membran basolateral sel-sel ini. Hasil akhirnya adalah
peningkatan perpindahan pasif Na+ masuk ke dalam sel tubulus dan koligentes dari lumen dan
peningkatan pemompaan aktif Na+ keluar sel ke dalam plasma yaitu, peningkatan reabsorpsi Na +,
disertai CI- mengikuti secara pasif Karena itu, SRAA mendorong retensi garam yang
menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah arteri. Melalui mekanisme umpan-
balik negative sistem ini menghilangkan faktor-faktor yang memicu pelepasan awal renin yaitu,
deplesi garam, penurunan volume plasma, dan penurunan tekanan darah arteri.
Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II adalah konstriktor poten arteriol
sistemik, yang secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi
perifer total.Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan
merangsang vasopresin (suatu hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), keduanya
ikut berperan dalam menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan arteri. (Seperti yang
akan Anda pelajari, mekanisme lain yang berkaitan dengan regulasi jangka-panjang tekanan
darah dan osmolaritas CES juga penting dalam mengontrol rasa haus dan sekresi vasopresin.4
a. Klasifikasi berdasarkan derajat Menurut JNC 7 dan JNC 8 (Joint National Committee)
Tekanan darah TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Menurut WHO
Tekanandarah Tingkat 1 Kelas 2 Kelas 3
sistolik 140-159 160-179 ≥180
DiastoliK 90-99 100-109 ≥110
Table 4 klasifikasi hipertensi menurut WHO
Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang berbeda-
beda, sebab ada faktor- faktor genetik, ras, regional, sosial budaya yang juga menyangkut
gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin meningkat seiring bertambahnya
usia. Dengan bertambahnya usia, angaka kejadian hipertensi juga meningkat, sehingga di
atas umur 60 tahun prevalensinya mencapai 65,4%. Obesitas, sindrom metabolik,
kenaikan berat badan adalah faktor risiko independen untuk kejadian hipertensi.Faktor
asupan NaCL pada diet juga sangat erat hubungannya dengan kejadian hipertesi.
Mengkonsumsi alkohol, rokok, stress, aktivitas sehari-hari, kurang olah raga juga
berkontribusi dalam kejadian hipertensi.6
Volume intravascular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan darah dari
waktu ke waktu.Tergantung keadaan TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atau vasokontriksi.
Bila asupan NaCI meningkat, maka ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama
urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya mengeksresi NaCI ini melebihi ambang
kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume intravascular meningkat.
Pada gilirannya CO atau CJ juga akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi volume
intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring dengan perjalanan waktu TPR
juga akan meningkat, lalu secara berangsur CO atau CJ akan turun menjadi normal lagi akibat
autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menurun, sebaliknya bila TPR
vasokonstriksi tekanan darah akan meningkat.1
Faktor risiko yang tidak dikelola akan memicu sistem RAA. Tekanan darah makin
meningkat, hipertensi aterosklerosis makin progresif. Ternyata yang berperan utama untuk
memicu progresifitas ialah angiotensin II, bukti uji klinis nya sangat kuat. Setiap intervensi
klinik pada tahap-tahap aterosklerosis kardiovaskular kontinum ini terbukti selalu bisa
menghambat progresifitas dan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
Dengan memahami kaskade sistem RAA ini maka titik tangkap berbagai obat anti
hipertensi bisa dengan mudah dipahami (gambar 9 ).1
Kesimpulannya hipertensi adalah hanya salah satu gejala dari sebuah sindroma yang akan
lebih sesuai bila disebut sebagai sindroma hipertensi aterosklerotik (bukan merupakan penyakit
tersendiri).kemudian akan memicu pengerasan pembuluh darah sampai terjadi kerusakan target
organ terkait. Awalnya memang hanya berupa faktor risiko. Tetapi bila faktor-faktor risiko ini
tidak diobati maka akan memicu gangguan hemodinamik dan gangguan vascular.1
Terjadi akibat ineraksi antara factor genetic dan lingkungan yang mempengaruhi curah
jantung, resistensi perifer atau keduanya.
Factor genetic jelas berperan dalam menentukan tingkat tekanan darah. Selain itu,
beberapa penyakit gen tunggal menyebabkan bentuk-bentuk hipertensi (dan hipotensi) yang
relative jarang dengan merubah reabsorpsi natrium netto di ginjal.
Penyakit gen tuggal menyebabkan bentu-bentuk hipertensi yang relative jarang dan berat
melalui beberapa mekanisme. Mekanisme tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Defek Gen pada enzim yang berperan dalam metabolisme aldosterone (missal
aldosterone sintase, 11 β-hidroksilase, 17 α-hidroksilase) hal ini menyebabkan
peningkatan adiktif sekresi aldosterone, peningkatan penyerapan natrium dan air,
ekspansi volume plasma dan akirnya hipertensi.
2. Mutasi protein yang mempengaruhi reabsorpsi natrium. Contohnya, bentuk hipertensi
peka garam yang agak parah, di kenal sebagai sindrom lidle, disebabkan oleh mutasi
di protein ENaC yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus distal
yang di induksi oleh aldosterin.
Penurunan eksresi natrium oleh ginjal pada tekanan arteri normal dapat merupakan
proses kunci awal dalam hipertensi esensial dan, juga merupakan suatu jalur akhir brsaa untuk
ptogenesis hipertensi. Penurunan eksresi natrium secara berurutan dapat menyebabkan
peningkatan volume cairan, peningkatan curah jantung, dan vasokontriksi perifer sehingga
tekanan darah meningkat. Pada tingkat tekanan darah yang lebih tinggi, ginjal dapat
megekresikan cukup natrium untuk menyeinbangi asupan sehingga retensi cairan lebih lanjut
dapat di cegah. Oleh karena itu, tinggat ekresi natrium yang berbeda, tetapi menetap (akan
tercapai, pengaturan ulang natriuresis akibat tekanan darah), tetapi dengan konsekuensi beruapa
peningkatan tekanan darah secara stabil.10
Factor lingkungan dapat memodifikasi ekspresi pengaru genetic dalam meningkatkan
tekanan darah. Stress, kegemukan, merokok, inaktivitas fisik, dan konsumsi garam dalam jumla
besar dilaporkan merupakan factor eksogen hipertensi. Selain itu, pda hipertensi esensial dan
sekunder, asupan natrium dalam jumlah besar memperparah penyakit.
Secara singkat hipertensi esensial adalah suatu penyakit multifaktor kompleks. Meskipun
pada penyakit gen tunggal dapat menyebabkan hipertensi pada kasus-kasus yang tidak lazim,
kecil kemungkinannya bahwa mutasi disatu lokus gen menjadi penyebab utama hipertensi
esensial dalam populasi yang lebih besar. Besar kemungkinan bahwa hipertensi esensial terjadi
karena kombinasi efek mutasi atu polimorfisme di beberapa lokus gen yang mempengaruhi
tekanan darah yag berinteraksi dengan berbagai factor lingkungan.10
Gejala "klasik" hipertensi yaitu nyeri kepala, epistaksis (hidung berdarah), dan
dizzines.Namun, gejala ini masih menjadi pertanyaan dan penelitian menunjukkan bahwa gejala
tersebut jarang di temukan pada pasien hipertensi. Gejala lain, sepertiflushing, berkeringat, dan
penglihatan kabur. Namun pada umumnya sebagian besar pasien tidak bergejala dan didiagnosis
dengan pengukuran tekanan darah selamapemeriksaan fisik rutin.2
Nyeri kepala umumnya di anggap sebagai gejala hipertensi meskipun ada pendapat
yang saling bertentangan. Sebagian penelitian telah menunjukkan bahwa hipertensi dan nyeri
kepala tidak berhubungan. Tetapi ada sedikit bukti tentang hal ini, yaitu “nyeri kepala dikaitkan
dengan gangguan homeostasis”Internal Classification of Headache Disorders edisi 2 yang
menganggap bahwa nyeri kepala di temukan pada hipertensi maligna, hipertensi preeklampsia
dan eklampsia dan respon akut terhadap agen eksogen.
Cooper et al., Dalam sampel 11.710 pasien hipertensi, melaporkan sakit kepala itu
adalah gejala umum yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi.3
Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada
umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat
antihipertensi.1
Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target organ
yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit
sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi.1
Hipertensi akselerasi : peningkatan tekanan darah signifikan baru-baru ini terhadap tekanan
darah awal yang terkait dengan kerusakan organ target. biasanya dilihat sebagai kerusakan
vascular pada funduskopi, seperti berbentuk flame atau eksudat lunak, tetapi tanpa papil edema.
Hipertensi Maligna: Hipertensi emergensi dengan tidk adanya retinopaty, akan tetapi didasarkan
kriteria peningkatan tekanan darah akut disertai kerusakan minimal tiga organ target yang
berbeda, harus ada papil edema.
Hipertensi Refrakter: sejumlah kondisi kelainan klinis dengan atau tanpa kelainan kardiovaskular
yang disebabkan oleh hipertensi arterial, walaupun sudah mendapatkan terapi tiga obat
antihipertensi.
Hipertensi resisten: adalah sebagai kegagalan untuk mencapai target tekanan darah ketika pasien
mematuhi dosis optimal suatu rejimen yang tepat dari tiga obat antihipertensi, termasuk
diuretic.
Hipertensi krisis umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, di antaranya nyeri
dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema papilla
mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal
akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikkan tekanan
darah pada umumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan
tanda keterlibatan organ target.
A. Anamnesis
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi adalah
the silent killer. Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi di
TOD (target organ damage).
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obatan
algesik dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma) episode
lemah otot dan tetani (aldosteronisme).
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok pola makan kegemukan, intensitas olah raga
e. kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, deficit sensoris atau motoris.
b. jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan bantal tinggi
(lebih dari 2 bantal)
c. ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri, hipertensi yang disertai kulit pucat
d. anemis arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.1
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari: tes darah rutin, glukosa
darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum,
trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin
dan hematokrit, urinalisis (uji carikcelup serta sedimen urin), elektrokardiogram.
Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan tes lain seperti : ekokardiogram,
USG karotis (dan femoral), C-reactiveprotein, mikroalbuminuria atau perbandingan
albumin/kreatininurin, proteinuria kuantitatif (jika uji cari k positif), funduskopi (pada
hipertensi berat). Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya
penyakit penyerta sistemik, yaitu: aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak),
diabetes (terutama pemeriksaan gula darah), fungsi ginjal (dengan pemeriksaan
proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus).1
Rekomendasi 3
Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk meurunkan tekanan darah
dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik
<140 mmHg (Expert Opinion-Grade E).
Rekomendasi 4
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, terapi farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg
dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinin-Grade E).
Rekomendasi 5
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140mmHg dan target
tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion-Grade E).
Rekomendasi 6
Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaik mencakup diuretic tipe thiazide, calcium channel
blocker(CCB), Angiotensin-Concerting Enzyme Inhibitor (ACEI), atau Angiotensin
ReceptorBlocker (ARB). (Moderate recommendation-Grade B).
Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapiantihipertensi
awal sebaiknya mencakup diuretic tipe thiazide atau CCB. (untuk populasi kulit hitam:
Moderate Recommendation-Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak
Recommendation-Grade C).9
Rekomendasi 8
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronis dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate
Recommendation-Grade B).
Rekomendasi 9
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target tekanan
darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan, tingkatkan
dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan
dalam rekomendasi 6 (Thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atauARB). Dokter harus
terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target
tekanan darah tercapai. Jika target tekanan darah tidak dapatdicapai dengan 2 obat,
tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan
ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai
menggunakan obat didalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu
menggunakan lebih dari 3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan
kespesialis hipertensi mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat
tercapai dengan strategi diatas atau untuk penanganan pasien komplikasi yang
membutuhkan konsultasi klinis tambahan.
(Expert Opinion-grade E).9
bagan2 Algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 8
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan
secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular.
Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka
strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan
darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Dalam guideline JNC 8 modikasi gaya hidup tidak dibahas secara detail mungkin tetap
mengacu pada modikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa panduan lain:
- Penurunan berat badan dapat menurunkam tekanan darah sistolik 5-20 mm/penurunan 10 kg.
Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria dan <80 cm untuk wanita, indeks massa
tubuh <25 kg/m2. Rekomendasi penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan
kalori dan juga meningkatkan aktivitas fisik.
- Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat menurunkan
tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah, sayur-sayuran, dan produk susu
rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potassium dan
calcium.
- Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg. Konsumsi sodium
chloride ≤6 g/hari (100 mmol sodium/hari). Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai
bagian pola makan sehat.
- Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. Lakukan aktivitas fisik
intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1 minggu (total harian dapat
diakumulasikan, misalnya 3 sesi @10 menit).
- Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4 mmHg. Maksimum
2 minuman standar/ hari: 1 oz atau 30 ml ethanol; misalnya bir 24 oz, wine 10 oz, atau 3 oz 80-
proof whiskey untuk pria dan 1 minuman standar/hari untuk wanita.
- Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan.5,9
2.9.3 Tatalaksana Farmakologi Hipertensi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama normal (first line drugs ) yang lazim digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yaitu:
a) Diuretic,
b) Penghambat angiotensin-converting endzyme(ACE-inhibitor),
c) Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin reseptorblocker,ARB),
d) antagonis kalsium.
Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu:
a) penghambat saraf adrenergic,
b) penyekat reseptor beta adrenergic (β-blocker),
c) Agonis α-2 sentral dan
d) Vasodilator.
A) Diuretik
Mekanisme : menghambat transfer bersama (symport) Na-cl ditubulus distal ginjal,
sehingga ekskresi Na+ dan cl- meningkat. Sehingga meningkatkan ekskresi natrium, air
dan clorida sehingga menurunkan volum darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa
diuretic juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
b.diuretik kuat
furosemide 20-80 2-3 x sehari Tab 40 mg,amp 20 mg
Torsemid 2,5-10 1-2 x sehari Tab 5,10,20,100 mg ampul
Bumetanid 0,5-4 2-3 x sehari 10 mg/ml(2 dan 5 ml)
Tab 0,5;1 dan 2 mg
C.diuretik hemat
kalium
Amilorid 5-10 1-2 x sehari
Spironolakton 25-100 1 x sehari Tab 25 dan 100 mg
Triamteren 25-300 1 x sehari Tab 50 dan 100 mg
Indikasi Diuretik
Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Berbagai penelitian
besar membuktikkan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan resiko
kardiovaskular. Tiazid terutama efektif untuk pasien hipertensi dengan kadar renin yang rendah,
misalnya pada orang tua. Tiazid dapat digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan
sampai sedang.
Indikasi β-blocker
β-blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang
terutama pada pasien dengan penyakit jantung coroner (khususnya sesudah infark miokard akut),
pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi, pada pasien muda
dengan sirkulasi hiperdinamik . β-blocker lebih efektif pada pasien usia muda dan kurang efektif
pada pasien usia lanjut. β-blocker merupakan obat yang baik untuk hipertensi dengan angina
stabil kronik.
Kontraindikasi β-blocker
Pada pasien yang asma bronkial. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik,
pemakaian β blocker dapat memperburuk fungsi ginjal karna penurunan aliran darah
ginjal. Obat golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan bradikardi, blockade AV
derajat 2 dan 3 dan gagal jantung yang belum stabil.
Efek samping β-blocker
C) ACE-inhibitor7
Mekanisme ACE-inhibitor
Kontraindikasi ACE-inhibitor
- Wanita hamil, karena bersifat teratogenik
- Ibu menyusui, karena ACE-Inhibitor diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk
pada fungsi ginjal bayi
- Hiperkalemia
- Pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada keadaan ginjal tunggal
- Pemberian bersama diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia
- Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi
- Pemberian bersama AINS akan mengurangi efek anti-hipertensinya dan menambah
risiko hiperkalemia.
-
D) Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)7
Mekanisme obat ARB
Reseptor angiotensin II terdiri dari dua kelompok yaitu reseptor AT 1 dan AT 2.
Reseptor AT 1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan otot jantung. Selain
itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT 1 memperantarai
semua efek fisiologis angiotensin II terutama yang berperan dalam homeostasis
kardiovaskular. Reseptor AT 2 terdapat di medula adrenal dan mungkin juga di SSP,
tertapi sampai sekarang fungsinya belum jelas.
Losartan merupakan prototipe obat golongan ARB yang bekerja selektif pada
reseptor AT 1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek Ang ll, seperti:
vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral Ang ll (sekresi
vasopresin, rangsangan haus), stimulasi jantung, efek renal serta efek jangka panjang
berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. Dengan kata lain, ARB
menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACE-inhibitor. Tapi karena tidak
mempengaruhi metabolisme bradkinin, maka obat ini dilaporkan tidak memiliki efek
samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan ACE-inhibitor.
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan
kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang
efektif pada hiper tensi dengan aktivitas renin yang rendah.
Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi
denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak rnempengarhi lipid dan glukosa darah.
Losartan menunjukkan efek urikosurik yang cukup nyata, sedangkan valsartan tidak
mempengaruhi asam urat darah.
E) Antagonis kalsium
Mekanisme kerja Antagonis kalsium
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan
miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi
arteriol,sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh
reflek takikardi dan vasokonstriksi,terutama bisa digunakan dihidropiridin kerja pendek
(nifedipin). Sedangkan ditiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardia karna efek
kronotropik negatif langsung pada jantung. Bila refleks takikardi kurang baik, seperti pada orang
tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang berlebihan.
Penggunaan Antagonis kalsium
Sejak JNC-IV (1988) dan WHO/ISH (1989),antagonis kalsium telah menjadi salah satu
golongan AH tahap pertama. Sebagai moniterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas yang
sama dengan obat AH lain. Kombinasi dengan ACE-inhibitor, metildopa atau beta -bloker. Bila
dikombinasi dengan beta-bloker, digunakan antagonis yang bersifat vaskuloselektif
(dihidropiridin). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat. Dosis awal
10 mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit dan dengan efek maksimal setelah
30-40 menit. Untuk mempercepat absorpsi, obat sebaiknya dikunyah lalu ditelan. Pemberian
sublingual tidak mempercepat pencapaian efek maksimal.
Antagonis kalsium tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah
maupun asam urat.
Kontraindikasi Antagonis kalsium
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, pemakaian nifedipin kerja singkat dapat
menyebabkan iskemia miokard atau stroke iskemik dan dalam jangka panjang terbukti
mempertinggi mortalitas. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pasien penyakit jantung
koroner.
Efek samping Antagonis kalsium
Nifedipin kerja singkat paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat menyebabkan
iskemia miokard dan serebral. Refleks takikardia dan palpitasi mempermudah terjadinya
serangan angina pada pasien dengan PJK. Hipotensi sering terjadi pada pasien usia lanjut,
keadaan deplesi cairan dan yang mendapat antihipertensi lain. Amlodipin dan nifedipin lepas
lambat dengan mula kerja lambat menimbulkan efek samping yang lebih jarang. Sakit kepala,
muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal dan didaerah muka. Dihidropidin dapat
menyebabkan edema perifer. Edema terjadi akibat dilatasi arteriol yang melebihi dilatasi vena,
sehingga membuat tekanan hidrostatik meningkat yang mendorong cairan ke luar ke ruang
interstisial tanpa adanya retensi cairan dan garam.
Verapamil menyebabkan bradiaritmia dan gangguan konduksi.oleh karena itu verapamil
dan diltiazem tidak boleh diberikan pada pasien dengan bradikardia,blok AV derajad 2 dan 3
sansick sinus syndrome. Efek inltropik negatif, terutama oleh verapami dan diltiazem, dan
minimal oleh dihidropiridin. dapat berbahaya bila diberikan pada pasien dengan gagal jantung.
Pada gagal jantung kongesti akut pemberian nifedipin masih dapat dibenarkan bila tidak tersedia
vasodilator yang lain,dan amlodipin dianggap aman. Konstipasi dan retensi urin akibat relaksasi
otot polos saluran cerna dan kandung kemih terutama terjadi dengan verapamil.kadangkadang
terjadi refluks esofagus. Hiperplasia gusi dapat terjadi dengan semua antagonis kalsium.
Hipotensi orotostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan dosis
disebut juga fenomena dosis pertama, terutama dengan obat yang kerjanya singkat seperti
prazosin, pasien degan deplesi cairan atau dehidrasi, puasa dan usia lanjut lebih mudah
mengalami fenomena dosis pertama ini. Efek samping lainnya antara lain sakit kepala, edema
perifer, hidung tersumbat, mual, dll.
Mekanisme kerja
Hidralazin berkerja langsung sebagai perelaksasi otot polos arteriol dengan mekaniseme
yang belum dapat dipastikan, sedangkan otot polos vena hampir tidak dipengaruhi. vasodilatasi
yang terjadi menimbulkan reflex kompensasi yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan
frekuensi denyut jantung, peningkatan renin,dan norepinefrin plasma. Hidralazin menurunkan
tekanan darah berbaring dan berdiri. Karena lebih selektif bekerja pada arteriol maka hidralazin
jarang meimbulkan hipotensi ortostatik.
Penggunaan
Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal karena takifilaksis akibat retensi cairan
dan reflex simpatis akan mengurangi efek anti hipertensinya. Obat ini biasanya digunakan
sebagai obat lini kedua atau ketiga setelah diuretic atau beta bloker. Retensi cairan dapat diatasi
oleh diuretic dan reflek takikardi akan dihambat oleh beta bloker.
Dosis pemberian oral 25-100 mg 2x sehari. Untuk hipertensi darurat seperti
glomerulonephritis akut dan eklampsia, dapat juga diberikan secara IV atau IM dengan dosis 20-
40 mg dosis maksimal 200 mg perhari.
Efek samping
Hidralazin dapat menimbulkan sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardi,
palpitasi, angina pectoris. Iskemi miokard dapat terjadi pada pasien yang dapat dicegah dengan
pemberian bersama beta bloker.
2. Minoksidil
Mekanisme kerja
Obat ini bekerja dengan membuka kanal kalium sensitive ATP dengan akibat terjadinya
efflux kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos pembuluh darah
dan vasodilatasi. Obat ini menurunkan tekana sistol dan diastole yang sebanding dengan tekanan
darah awal. Minoksidil lebih kuat dan kerjanya lebih lama disbanding hidralazin.
Penggunaan
Obat ini efektif pada hampir semua pasien dan berguna untuk terapi jangka panjang
hipertensi berat yang refrakter terhadap kombinasi tiga obat yang terdiri dari diuretic
penghambat adrenergic, vasodilator lain. Minoksidil harus diberikan bersama diuretic dan
penghambat adrenergic biasanya beta bloker untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol
reflex simpatis. Sediaan minoksidil berbentuk kt=rim dengan dosis 1,25 mg satu atau dua
x/sehari dan dapat ditingkatkan sampai 4 mg perhari.
Efek samping
3. Diazoksid
Mekanisme kerjanya farmakodinamik dan efek samping diazoksid mirip dengan minoksidil.
Penggunan
Walaupun diabsorpsi dengan baik melalui oral diazoksid hanya diberikan dengan cara
intravena untuk mengatasi hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati,
hipertensi berat pada gloemurulonefritis akut dan kronik. Obat ini juga digunakan untuk
mengndalikan hipertensi pada preklampsia yang refrakter terhadap hidralazin.
Pemberian bolus intravena akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 3-5 menit dan
berlangsung 30 menit. Dosis dapat dimulai dengan 50-100 mg dengan interval 5-10 menit dapat
juga diberikan secara invusiv dengan dosis 15-30 mg/menit.
Efek samping
Retensi cairan dan hiperglikemia merupakan efek samping yang paling sering terjadi pada
pemberian diazoksid. Hal ini terjadi karena hambatan sekresi insulin dari sel-sel beta pancreas
akibat stimulasi kanal kalium sensitive ATP. Diazoksid menyebabkan relaksasi uterus sehingga
dapat mengganggu proses kelahiran bila digunakan pada eklampsia. Pada penggunaan jangka
panjang dapat juga terjadi hipertrikosis.
Kontraindikasi
Diazoksid tidak boleh diberikan pada pasien PJK karena dapat mencetuskan iskemi amiokard
dan serebral. Juga tidak boleh diberikan pada pasien pada edem paru. Obat ini juga
dikontraindikasikan untuk hipertensi dengan koarkatio aorta, shunt arteriovenosa, atau aneurisma
aorta disekan.
Kombinasi obat yang dapat diterapkan pada pasien dengan penyakit tertentu berdasarkan
JNC 8, antara lain:
Jantung
Hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi diastolik
Tekanan arteri yang tinggi menyebabkan peningkatan tegangan dinding ventrikel kiri
yang dikompensasi melalui hipertrofi.Hipertrofi konsentrik (tanpa dilatasi) adalah
kompensasi yang normal,ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah untuk
meningkatan volume sirkulasi yang menyebabkan hipertrofi eksentrik (dengan dilatasi)
pada ruang jantung.hipertrofi ventrikel menyebabkan peningkatan kekakuan ventrikel
kiri dan menyebabkan disfungsi diastol.
Disfungsi sistolik
Hipertrofi ventrikel kiri awalnya berfungsi sebagai kompensasi normal,namun akan
menjadi hipertrofi sistemik. Peningkatan massa ventrikel kiri mungkin tidak cukup
efisien untuk menyeimbangi tingginya tegangan dinding yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan.Kapasitas kontraktil ventrikel kiri dapat menyebabkan disfungsi
sistolik yang disertai dengan penirunan cardiac output dan kongesti pulmonal.Disfungsi
sistolik juga bisa dipicu oleh perkembangan penyakit arteri coroner yang dapat
menyebabkan iskemik miokard.
Sistem serebrovaskular
Hipertensi adalah faktor resiko utama yang dapat diubah contohnya adalah stroke,stroke
merupakan penyakit serebrovaskular.stroke paling sering terjadi melalui mekanisme hemoragik
atau aterotrombotik yang disebabkan oleh hipertensi. Hemoragik pada sistem serrebrovaskular
dapat disebabkan oleh rupturnya mikroaneurisme karna hipertensi jangka
panjang.aterotrombotik akan meningkatkan plak aterosklerosis pada arteri carotis atau arteri
serebral atau membentuk trombus yang terbentuk dari plak dan embolus.karena rupturnya plak
aterosklerosis lokal dan trombosis maka pembuluh darah intraserebral akan mengalami oklusi.
Aorta dan vaskularisasi perifer
Hipertensi kronis dapat menyebabkan aneurisma.Khususnya pada aorta
abdominal.Aneurisma aorta abdominal merupakan dilatasi pembuluh darah yang terletak
dibawah arteri renalis.Aneurisme terjadi karena tertekannya pada peningkatan tekanan pada
dinding arteri yang sudah mengalami kelemahan akibat kerusakan medial dan aterosklerosis.Jika
aneurisme yang berdiameter >6 cm dapat meningkatkan risiko ruptur dalam waktu 2 tahun jika
tidak dilakukan operasi.Konsekuensi vaskular lainnya yang mengancam jiwa adalah diseksi
aorta.Peningktan tekanan darah terutama pada rentan yang sangat tinggi,memicu perubahan
degenerative pada medial aorta. Pada saat dinding aorta yang lemah terpajan oleh tekanan yang
tinggi,tunika intima menjadi robek,yang memungkinkan darah untuk masuk ke tunika media
aorta dan menyebabkan obstruksi pembuluh darah besar.
Ginjal
Penyakit ginjal yang diinduksi oleh hipertensi adalah penyebab utama gagal ginjal yang
disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh organ.Secara histologis,dinding pembuluh darah
menjadi sempit dengan infiltrasi hialin (aterosklerosis hialin).Hipertrofi pada tingkat yang lebih
tinggi dapat menyebabkan hipertrofi otot polos bahkan nekrosis dinding vaskular yang disebut
dengan nekrosis fibrinoid. Perubahan ini akan menyebabkan menurunnya suplai vaskular dan
iskemik tubulus dan glomerulus. Hipertensi maligna dapat menyebabkan kerusakan permanen
yang akan memicu terjadinya penyakit gagal ginjal kronis. Penyakit gagal ginjal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Retina
Retinopati hipertensi dapat menginduksi terjadinya peninggian tekanan
darah.Hipertensi yang tidak terkontrol (hipertensi maligna) dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kecil retina yang menyebabkan perdarahan eksudasi lipid plasma dan infrak
lokal.Jika terjadi iskemik pada n.opticus,pasien mungkin dapat mengalami penglihatan yang
tidak jelas. Hemoragik menyebabkan iskemik retina yang akan memicu hilangnya penglihatan.2
3.1 Kesimpulan
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melampaui tekanan darah
normal. Seseorang dikatakan hipertensi bila memiiki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan berulang.Hipertensi diklasifikasikan
berdasarkan JNC 7&8, AHHA/ACC, WHO, etiologinya, bentuknya dan tempat
pemeriksaannya.Hipertensi merupakan faktor resiko yang penting penyebab terjadinya penyakit
jantung dan pembuluh darah dan sering disebut sebagai “the silent killer”. Hipertensi timbul
karena berbagai faktor risiko seperti usia, riwayat keluarga, berat badan berlebih, kebiasaan
merokok, minum alcohol, kurang aktifitas fisik, asupan natrium berlebih, diabetes mellitus, dan
stress. Ada banyak penyebab hipertensi, pada akhirnya kesemuanya itu akan menyangkut kendali
natrium (Na) di ginjal sehingga tekanan darah meningkat. Ada empat faktor yang mendominasi
terjadinya hipertensi : 1. Peran volume intravascular, 2. Peran kendali saraf autonom, 3. Peran
renin angiotensin aldosteron (RAA) dan 4. Peran dinding vaskular pembuluh darah.Untuk
menegakkan diagnosis hipertensi berdasarkan anamnesis, Pengukurantekanandarah (TD)
dilakukanpadapenderita yang dalamkeadaannyamandanrelaks,
dandengantidaktertutup/tertekanpakaian dan berulang dan pemeriksaan penunjang jika
dibutuhkan.Dan untuk tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 8.
Daftar Pustaka