Anda di halaman 1dari 9

laporan pendahuluan hipertensi

Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh karena tidak ada
batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan normotensi. Namun bukti menunjukkan
bahwa peningkatan tekanan darah akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas. Secara teoritis,
hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata.
Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi hipertensi,
diantarannya :
a. Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection, evaluation and treatment of high
blood pressure (JNC)” sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Keadaan ini dikatagorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi
sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat diperbaiki.
b. Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diasatolik ≥90 mmHg,
atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c. Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama 160/95 mmHg.
d. Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan atas perbedaan usia dan jenis kelamin :
1. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas
atau sama dengan 130/90 mmHg.
2. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi.

Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik terdapat
sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta
polisetemia.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari
penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini
misalnya :
a. Kelainan Hormon
1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiostensinogen dan
kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh
pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada
2 hal yaitu : aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
reasorbsi Na dan air.
2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor
ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat
sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan ACSH yang kemudian
merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan perubahan
dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati diabetic sehingga mengakibatkan
nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1. Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air dan garam sehingga
menyebabkan hipertensi.
2. penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi
aliran darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2. Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat hipertensi. Pada
hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru timbul gejala terjadi komplikasi pada
organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1. Sakit kepala
2. Vertigo
3. Perdarahan retina
4. Gangguan penglihatan
5. Proteinuria
6. Hematuria
7. Tachhicardi
8. Palpitasi
9. Pucat dan mudah lelah
Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Dan ada
juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.

Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat
ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat
kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam
keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus
lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap alat
pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat
dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit
serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan
factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien.
Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif,
pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau kelenjar tiroid. Dicari tanda-
tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi
jantung ke tiga atau keempat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan
abdomen dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal.
Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan pula
pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena sederhana
dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki
sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur unsure sistolik yang juga penting dalam dalam
penentuan.

Klasifikasi sesuai WHO/ISH


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg.
Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint National Commite On
Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure, 1997.

Katagori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg) Rekomendasi


Normal <130 <85 Periksa ulang dalam 2 tahun
Perbatsan 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 1 atau 2
tingkat 1 bulan
Anjuarkan modifikasi gaya
hidup
Hipertensi 160-179 100-109 Evaluasi atau rujuk dalam 1
tingkat 2 bulan
Hipertensi ≥ 180 ≥ 110 Evaluasi atau rujuk segera
tingkat 3 dalam 1 mingguberdasrkan
kondisi klinis
Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan diastolic
berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.
Pemerikasaan Diagnostik
1. Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat menginsikasikan factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.
2. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3. Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan peningkatan ketoalamin
(meningkatkan hipertensi).
4. Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan hipertensi
5. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi
efek samping terapi diuretic.
6. Kolesterol dan trigleserida serum : peningkatan kadat dapat mengidikasikan adanya pembentukan plak
ateromatosa.
7. Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
8. Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan / adanya diabetes.
9. VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan adanya adanya feokromositoma
(penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadimya hipertensi.
11. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma, atau difungsi pituitary,
sindrom cushing, kadar urin dapat meningkat.
12. Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada dan/ takik aorta, batu
ginjal/ureter.
13. CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati, atau feokromositoma.
14. ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko penyakit kardiovaskuler
dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan
tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor
resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1. Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa gejala penyakit kardiovaskuler,
kerusakan organ, factor resiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat
diturunkan maka harus diberikan obat antihipertensi.
2. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih factor
resiko yang tertera diatas, namun bukan diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus
langsung diberikan obat antihipertensi.
3. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ jelas.
Factor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis kelamin (pria atau
wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark
miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit
arteri perifer, dan retinopati.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:
Tekanan Kelompok Resiko A Kelompok Resiko B Kelompok Resiko C
Darah
130-139/85-89 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
140-159/90-99 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
≥160/≥100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler dengan biaya
sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi
karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh ≥ 27).
2. Membatasi alcohol.
3. Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis
rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang
optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik,
lebih murah, dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap
berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke akibat peningkatan tekanan
darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah
obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan
mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih
golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh,
dilanjutkan sesuai algoritma. Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat
lain. Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun, dapat dicoba
menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif.
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih dari satu obat secara
langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika
terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit.

B. Askep Teori
Pengkajian
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1. Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM dll.
4. Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat anggota keluarga yang mengidap juga
(bersifat menurun).
Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk
merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
2. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan,
kelemahan otot dan kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah.
4. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5. Pola tidur dan istirahat.
6. Pola kognitif dan perceptual
7. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress psikologi.
8. Pola seksual reproduktif
9. Pola hubungan dan peran
10. Pola nilai dan keyakinan.
Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Mata : Retina, pupil
Leher : JVP, bising
Paru : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung :
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi bebaring atau
duduk, dan berdiri sekurangnya setelah 2 menit.
c. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan jika nilainya berbeda makan nilai yang
tertingi yang diambil.
d. Suara jantung.
e. Bising jantung.
Abdomen : Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas : Refleks dan edema.
Pemeriksaan penunjang
EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya peenyakit jantung atau
aritmia.
Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan asam urat, serta darah lengkap lainnya.
Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang lebar.
Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi diastolic
dan sistolik.

Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem
b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)
d. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan

Intervensi
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem.
Rencanan tindakan :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
R: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang
dapat diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri
berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatan darah pada
arteri.
3. Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R: Indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol),
golongan vasodilator (hidralazin)
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan
perifer, menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin.
Golongan vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.

Hasil yang diharapkan/evaluasi


Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik ditunjukkan:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4. Tanda-tanda vital stabil

b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
Rencana tindakan :
1. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi
pinjat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (distraksi) dan aktivitas waktu
senggang
R: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon
simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2. Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalkan:
mengejang saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
R: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kapala karena adanya peningkatan
tekanan vaskuler serebral.
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4. Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R: Meningkatkan pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistim saraf simpatis.

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit kepala terkontrol.
2. Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.

c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)


Rencana tindakan :
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R: Memberikan peningkatan kenyamanan menurunkan kecemasan dan mengurangi resiko injury.
2. Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kiri atau posisi temporal dari mata
kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kanan atau posisi temporal dari mata
kiri).
R: Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
3. Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu lelah.
R: Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu darah retina. Yang akan menyebabkan semakin
menurunya ketajaman penglihatan.
4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
Pencahayaan yang cukup
Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan cidera
Berikan permukaan lantai yang tidak licin
Dekatkan tombol pemanggil
R: Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap cidera
2. Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri
dari cidera
3. Pasien tidak mengalami injury
4. Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan kenyamanan.

d. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1. Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan
sesua kebutuhan.
R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseibangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
3. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi
istirahat meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah diaforesis, pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada
merupakan indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
4. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu,
berikan waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5. Kolaborasi pemberian obat digoxin.
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung

Hasil yang diharapkan


1. Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2. Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas

Anda mungkin juga menyukai