FARMAKOTERAPI II
“HIPERTENSI”
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Jawab:
Sfigmomanometer
Jawab:
Seorang pasien dinyatakan menderita hipertensi adalah ketika tekanan
darah sistole besar dari 160 mmHg dan tekanan darah diastole sama atau
besar dari 90 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu.
8. Bagaimana penatalaksanaan non farmakologi untuk penderita
hipertensi?
Jawab:
Terapi non-farmakologi dilakukan pada penderita hipertensi dengan
mengendalikan faktor resiko dan memperbaiki pola hidup. Menurut JNC 7
dan beberapa panduan lain modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan
cara:
a. Menurunkan berat badan pada penderita obesitas.
Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10kg. Rekomendasi ukuran pinggang >94 cm untuk pria
dan <80 cm untuk wanita indeks massa tubuh <25 kg/m. Rekomendasi
penurunan berat badan meliputi pengurangan asupan kalori dan juga
meningkatkan aktivitas fisik.
b. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-4 mmHg. Memperbanyak
makan buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan
kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potassium dan
calcium.
c. Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8
mmHg. Konsumsi sodium chloride =6 g/hari (100mmol sodium/hari).
Rekomendasikan makan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.
d. Aktivitas fisik dapat menurunkan dapat menurunkan tekana darah sistolik
4-9 mmHg. Lakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang atau setiap
hari pada 1 minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi @
10menit)
e. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sitoli 2-
4mmHg.
f. Berhenti merokok untuk mengurangi resiko kardiovaskuler secara
keseluruhan.
Dengan memperbaiki gaya hidup biasanya cukup membantu untuk pasien
prehipertensi, namun hal ini tidak akan cukup untuk pasien dengan pasien
hipertensi yang disertai faktor resiko kardiovaskular atau adanya kerusakan
organ terkait hipertensi
1. Hipertensi tahap 1
Tambahan:
Diuretik Tiazid, β-Blocker
Inhibitor/ ARB
6. Pencegahan Stroke berulang
Untuk hipertensi ini bisa digunakan farmakoterapi standar
Jawab:
A. DIURETIK
Thiazid
Golongan untuk menangani hipertensi. Efektif pada pasien dengan
fungsi ginjal yang kurang baik (GFR > 30 ml/menit).
Diuretik Hemat Kalium
Memiliki efek antihipertensi yang lemah bila digunakan dalam dosis
tunggal, namun memberikan efek hipotensi aditif bila dikombinasi
dengan diuretik thiazid atau loop. Obat ini dapat mengatasi
kekurangan kalium dan natrium.
Antagonis Aldosteron
merupakan diuretik hemat kalium dengan onset aksi yang lama
(hingga 6 minggu)
Mekanisme kerja diuretik diuresis
B. ACE Inhibitor
Menghambat perubahan Angiotensin I → Angiotensin II
Angiotensin II → vasokonstriktor poten, merangsang sekresi
aldosteron, sekresi antidiuretik, konstriksi arteriol efferen dari
glomerulus.
Efek lain ACEi memblok degradasi bradikinin → bradikinin
meningkat → penurunan tekanan darah
ACEi juga merangsang sintesis zat-zat vasodilator, ex. PGE2,
prostasiklin.
Terapi dimulai dengan dosis rendah
ACE inhibitor diekskresikan melalui urin
Efek samping yang umum terjadi : batuk kering, hiperkalemia.
ACEi memiliki waktu paruh obat yang panjang kecuali kaptopril à
Digunakan sekali sehari kecuali kaptopril yaitu 2-3 kali.
ACE inhibitor KI untuk ibu hamil à masalah pada neonatal, termasuk
gagal ginjal dan kematian ganjil (Trimester 2 dan 3)
C. ANGIOTENSIN II RESEPTOR (ARB) BLOKER
Angiotensin II → RAAS, jalur alternatif ex.chymase
ARB bekerja pada AT1, dengan menahan langsung reseptor tersebut,
menyebabkan efek vasodilatasi dan perbaikan jaringan
Obat golongan ARB: Kandesartan, Losartan, irbesartan, valsartan,
telmisartan, eprosartan, olmesartan.
Kurva dosis-respon linar → Bila dikombinasi dengan diuretik,
menunjukkan peningkatan efikasi yang signifikan
Diekskresikan melalui urin
Efek samping ARB paling rendah dibanding AH yang lain.
ES yang terjadi →insufisiensi ginjal, hiperkalemia dam hipotensi
ortostatik
Seperti ACEi, dikontraindikasikan pada kehamilan, insufisiensi
ginjal, angioedema.
D. Β-BLOKER
Digolongkan menjadi 3 kategori:
1. Kardioselektif → afinitas pada reseptor β1 > β2.
Contoh obatnya: Atenolol, bisoprolol, metoprolol. Pada dosis
tinggi efek kardioselektif hilang
2. Nonkardioselektif, contoh obatnya : Propanolol, nadolol,
sotalol, timolol
3. ISA (Intrinsic Sympathommetic activity), contoh obatnya:
acebutolol, pindolol,carteolol,pentobutolol.
Golongan obat β-bloker memiliki perbedaan first pass metabolisme ,
waktu paruh, kelarutan dalam lemak dan rute eliminasi.
Propanolol dan metoprolol mengalami first pass metabolisme →
dosis bervariasi tiap individu
Atenolol dan nadolol : t1/2 panjang, ekskresi lewat ginjal
Penghentian tiba-tiba berisiko rebound hypertension, infark miokard,
angina tidak stabil, kematian
Terapi dihentikan dengan tapering dose selama 1-2 minggu
E. CALCIUM CHANEL BLOKER (CCB)
Bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membran sel
Berefek vasodilatasi koroner dan perifer
CCB terdiri dari 2 sub kelas :
1. Dihidropiridin (nifedipin, amlodipin, isradipin, felodipin, nicardipin)
2. Nondihidropiridin (verapamil, diltiazem)
Nondihidropiridin menurunkan denyut jantung memperlambat
konduksi nodus AV.
Bersifat inotropik dan kronotropik negatif →
memperparah pasien dengan gagal jantung
Kombinasi dengan β-bloker sebaiknya memilih
dihidropiridin → menurunkan risiko heart block.
Golongan Obat beserta Obat dan Dosis untuk Hipertensi.
REFERENSI:
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2011,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw Hill,
United State of America.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Purnomo, H. 2009. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Yang Paling Mematikan.
Yogyakarta: Buana Pustaka.
Nuraima, A. 2012. Faktor risiko hipertensi pada masyarakat di Desa Kabongan Kidul
kabupaten Rembang [Laporan Penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro.