Anda di halaman 1dari 16

HIPERTENSI PRIMER dan

HIPERTENSI SEKUNDER
DESY PUSTIKA SARI
FAA 114 049
KARDIOVASKULAR
DEFINISI
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi.
Berdasarkan JNC VIII, seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan sistolik 140-159 mmHg dan
diastolnya 90-99 mmHg.
Menurut Lanny Sustrani, dkk dalam Nurhaedar Jafar
(2010), Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya
adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit
yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.
ETIOLOGI HIPERTENSI

Hipertensi primer/esensial di mana tidak ada


kelainan patologis yang jelas. Sekitar 90-95%
hipertensi adalah jenis ini. Disebabkan oleh
genetik dan lingkungan
Hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang
disebabkan oleh kelainan atau penyakit lain,
misalnya karena sakit ginjal (hipertensi renal),
hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-
obatan dll. Sekitar 5-10% hipertensi jenis ini.
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi Hipertensi menurut JNC (Joint National Comitee) VIII

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89

Hipertansi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II 160-179 100-109

Hipertensi derajat III 180 110


EPIDEMIOLOGI
Hipertensi diderita oleh sekitar 7 milyar
manusia di dunia. Di Indonesia sebanyak
31,7% (2007) dan 25,8% (2013) orang dewasa
mengalami hipertensi. Sayangnya hanya
9,5% penduduk yang sudah mengetahui
memiliki hipertensi itupun sudah meningkat
dari 7,2% di tahun 2007. Dari sekian banyak
yang mengetahui sudah memiliki penyakit
hipertensi sayangnya hanya 0,4% kasus yang
minum obat hipertensi.
Menagemen Hipertensi JNC 8
Rekomendasi 1
Corollary Recommendation
Rekomendasi 2
Rekomendasi 3
Rekomendasi 4
Rekomendasi 5
Rekomendasi 6
Rekomendasi 7
Rekomendasi 8
Rekomendasi 9
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Kira-kira penurunan
Rekomendasi
Modifikasi tekanan darah, range
Penurunan berat badan Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg
(BB) (BMI 18.5 24.9) penurunan BB

Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk susu


Adopsi pola makan DASH 8-14 mm Hg
rendah lemak

Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari


Diet rendah sodium 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium 2-8 mm Hg
klorida)

Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki


Aktifitas fisik 4-9 mm Hg18
30 menit/hari, beberapa hari/minggu

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30


Minum alkohol sedikit saja ml etanol [mis.720 ml beer], 300ml wine) untuk 2-4 mm Hg
laki-laki dan 1/hari untuk perempuan
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat
berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa
bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang
cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip
pemberian obat antihipertensi sebagai berikut :
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan
penyebab hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang
umur dan mengurang timbulnya komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan
menggunakan obat antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,
bahkan pengobatan seumur hidup.
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first
line drug) yang lazim digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik,
penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker),
penghambat angiotensin-converting enzyme
(ACE-inhibitor), penghambat reseptor
angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker,
ARB) dan antagonis kalsium.
Diuretik
Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume
ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Thiazide menghambat reabsorbsi natrium di segmen kortikal
ascending limb, loop henle dan pada bagian awal tubulus distal.
Jenis lain golongan thiazide adalah klortalidon yang mempunyai cara
kerja yang tidak berbeda tapi jangka waktu kerjanya lebih panjang.
Pada gangguan fungsi ginjal thiazid tidak dianjurkan karena tidak
menunjukkan efek antihipertensi. Pada keadaan ini dapat digunakan
golongan loop diuretik, seperti furosemid dan asam etakrinik.
Golongan ini termasuk diuretic kuat yang bekerja pada segmen tebal
medullary ascending lim, loop henle. Dosis furosemid umunya 40
mg tiap hari tetapi pada beberapa pasien dibutuhkan dosis sampai
160 mg. Asam etakrinik dapat diberikan dengan dosis awal 50 mg
tiap pagi yang dapat dinaikkan sesuai kebutuhan.
Golongan penghambat simpatetik
Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti
pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti
reserpin dan guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan
menurunkan tonus simpatik secara sentral. Mekanisme kerja yang lain ialah dengan
menggganti norepinefrin di saraf perifer dengan metabolit metildopa yang kurang
poten. Efek hipotensinya lambat, dan baru mencapai puncaknya pada hari ke 2-4.
dosis yang biasa dipakai adalah 250 mg, 2-3 kali setiap hari dan jika diperlukan
dapat dinaikkan sampai dosis maksimal 2000 mg tiap hari. Keuntungan obat ini
adalah dapat diberikan apda kehamilan tanpa menimbulkan banyak efek samping.
Koonidin mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan metildopa yaitu
mempengaruhi tonus simpatik secara sentral. Dosis yang diperlukan lebih rendah
yaitu 0,1-1,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Obat ini tidak boleh dihentikan
pemberiannya secara mendadak karena adanya rebound effect yaitu peninggian
tekanan darah secara cepat. Kelebihan klonidin adalah dapat diberikan secara
parenteral dengan saat mulai kerja yang cepat sehingga dapat diberikan pada
kegawatan hipertensi.
Penyekat beta
Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan
penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat
reseptor beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang
kardioselektif berarti hanya menghambat reseptor beta 1, akan tetapi dosis tinggi
obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan
pada pasien yang telah diketahui mengidap astma bronchial. Kadar renin pasien
dapat dipakai sebagai predictor respons antihipertensi penyekat beta karena
mekanisme kerjanya melalui sistem renin-angiotensin.
Berdasarkan kelarutannya dalam air dan dalam lemak, penyekat beta dibedakan
menjadi 2 golongan : (1) Golongan yang larut dalam lemak seperti asebutolol,
alprenolol, metoprolol, pindolol, propanolol dan timolol, yang mempunyai waktu
paruh yang relatif pendek yaitu 2-6 jam, (2) golongan yang lebih larut dalam air dan
dieliminasi melalui ginjal seperti atenolol, nadolol, proktolol, dan sotalol yang
mempunyai waktu paruh yang lebih panjang yaitu 6-24 jam, sehingga dapat
diberikan satu kali sehari.
Vasodilator
Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin,
prazosin, hidralazin, minoksidil, diazoksid, dan sodium
nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada
pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang
akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh
darah. Hiralazin, minoksidil, dan diazoksid bekerja pada
arteri sehingga penurunan resistensi pembuluh darah
akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik, yang
akan menimbulkan takikardia, dan peninggian
kontraktilitas otot miokard yang akan mengakibatkan
peningkatan curah jantung.
Penghambat enzim konversi angiotensin
Obat golongan ini dikembangakn berdasarkan pengetahuan tentang pengaruh
system renin-angiotensin pada hipertensi primer. Enzim konversi angiotensin
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II aktif dan mempunyai efek
vasokonstriksi pembuluh darah. Penyelidikan dilakukan untuk mendapatkan obat
yang menghambat konversi angiotensin sehingga pembentukan angiotensin II
menurun.
Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan captopril. Kaptopril
yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar
angiotensin II, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol.
Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator
kuat yang akan memperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan
sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50
mg tiap hari. Pada saat ini sudah beredar obat penghambat enzim konversi
angiotensin yang lain seperti lisinopril, fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril,
kuinopril, dan delapril.
Antagonis kalsium
Hubungan antara kalsium dengan sistem kardiovaskuler
telah lama diketahui. Aktivitas kontraksi otot polos
pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca2+)
intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari
ekstrasel dan masuk melalui saluran kalsium (calcium
channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan
mengakibatkan peningkatan curah jantung. Hormon
presor seperti angiotensin, juga akan meningkat
efeknya oleh pengaruh kalsium. Berbagai faktor
tersebut berpengaruh terhadap peningkatan tekanan
darah.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai