Anda di halaman 1dari 62

FARMAKOTERAPI 3

(The pharmacists patient care process of


hypertention)
KELOMPOK 2
KELAS C
2018
FIRMAN OKTIVENDRA (O1A118139)
AKBAR DZULFIKAR (O1A118159)
MUHAMMAD AMMAR (O1A118167)
NUR ALAMSYAH ASIS (O1A118168)
MUHAMMAD FACHRY SYAWAL PUTRA(O1A118176)
KELOMPOK 2
HIPERTENSI

 Hipertensi merupakan masalah kesehatan dunia, prevalensi hipertensi yang meningkat,


disertai dengan penyakit lain yang menyertainya akan meningkatkan risiko kejadian
kardiovaskuler dan penyakit ginjal. Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala yang
spesifik, sehingga menyebabkan banyak penderita hipertensi yang tidak diobati, dari
pasien hipertensi yang mendapat pengobatan, hanya sekitar 10-20% yang mencapai target
kontrol tekanan darah. Diperkirakan prevalensi hipertensi akan semakin meningkat
sehingga memberikan dampak pada kesehatan masyarakat.
KLASIFIKASI HIPERTENSI

 Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah (TD) pada Dewasa (JNC-7) 5


INISIASI TERAPI HIPERTENSI

 Sebagaian besar guideline hipertensi merekomendasikan tatalaksana farmakologi pada


pasien dengan TD140/90 mmHg yang belum mencapai target TD yang diinginkan
dengan modifikasi gaya hidup. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengobatan tekanan
darah >160/100 mmHg dapat menurunkan kejadian stroke, infrak jantung, gagal jantung
dan kematian.
 Terbukti bahwa terapi tekanan darah >140/90 mmHg khususnya pada pasien yang berisiko
tinggi sangat bermanfaat. Hal yang berbeda didapat pada JNC-8 yang menyatakan bahwa
batas inisiasi terapi adalah 140/90 mmHg untuk dewasa umur <60 tahun tetapi
merekomendasikan batasan yang lebih rendah yaitu pada usia >60 tahun.
TARGET TERAPI HIPERTENSI

 Target ideal dari terapi tekanan darah tergantung dari populasi pasien, tetapi guideline
harus merekomendasikan terhadap populasi secara umum. Sampai saat ini target tekanan
darah adalah < 140/90 mmHg untuk hipertensi uncomplicated dan target yang lebih rendah
<130/80 mmHg untuk mereka yang berisiko tinggi yaitu pasien dengan diabetes, penyakit
kardiovaskuler atau serebrovaskuler dan penyakit ginjal kronik. Khusus untuk guideline
JNC VIII, usia <60 tahun target kendali TD adalah sama yaitu <140/90 mmHg dan usia
60 tahun adalah <150/90 mmHg.
 Tabel 3. Perbandingan target dan pemilihan obat antihipertensi dari berbagai guideline.4
PRINSIP PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI
Berdasarkan analisis dari berbagai penelitian didapatkan beberapa hal yang penting
dalam penatalaksanaan hipertensi.
 Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor kejadian
kardiovaskuler pada pasien hipertensi, jadi prioritas utama dalam terapi hipertensi
adalah mengontrol tekanan darah
 Penelitian pendahuluan memfokuskan pada pengobatan tekanan darah diastolik tetapi
tekanan darah sistolik lebih sulit dikontrol dan lebih berpengaruh pada outcome
kardiovaskuler.
 Monoterapi jarang bisa mengontrol tekanan darah, dan banyak pasien memerlukan
lebih dari 1 obat anti hipertensi
PRINSIP PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI
 Respon terhadap berbagai klas anti hipertensi adalah heterogen, beberapa pasien
mungkin akan berespon lebih baik dari pasien yang lain.
 Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti diabetes,
dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD mengindikasikan pemilihan klas
obat yang spesifik dalam terapi hipertensi tetapi hal ini jangan sampai
menyampingkan pentingnya kontrol tekanan darah.
 Penurunan tekanan darah 20/10 mmHg pada pasien hipertensi akan menurunkan 50%
risiko kejadian kardiovaskuler.
STRATEGI TERAPI HIPERTENSI

 Obat anti hipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan strategi terapi untuk
memilih obat sebagai terapi awal, termasuk mengkombinasikan beberapa obat anti
hipertensi. Asessmen awal meliputi identifikasi faktor risiko, komorbid, dan adanya
kerusakan organ target memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan
pemilihan obat anti hipertensi.
 Modifikasi gaya hidup selama periode observasi (TD belum mencapai ambang batas
hipertensi) harus tetap dilanjutkan meskipun pasien sudah diberikan obat anti hipertensi.
Perubahan gaya hidup dapat mempotensiasi kerja obat anti hipertensi khususnya
penurunan berat badan dan asupan garam. Perubahan gaya hidup juga penting untuk
memperbaiki profil risiko kardiovaskuler disamping penurunan TD.
STRATEGI TERAPI HIPERTENSI

 Pengobatan antihipertensi dengan terapi farmakologis dimulai saat seseorang dengan


hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko, belum mencapai target TD yang diinginkan dengan
pendekatan nonfarmakologi.
 Tabel 4. Indikasi Spesifik Pemilihan Obat Awal Pada Hipertensi1 .
 Tabel 5. Dosis Obat Antihipertensi Berdasarkan Evidence-Based4
KOMBINASI OBAT ANTIHIPERTENSI

 Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan target
TD. Jika target TD tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, maka dapat
dilakukan peningkatan dosis obat awal atau dengan menambahkan obat kedua dari salah
satu kelas (diuretik thiazide, CCB , ACEI , atau ARB )
 Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Esensial, Terapi Awal dan Kombinasi
(Guideline UK. NICE
OBAT OBAT
ANTIHIPERTENSI
Ada berbagai kelas obat antihipertensi dengan
mekanisme kerja dan efek samping yang
berbeda-beda
Tabel 7. Mekanisme kerja dan efek samping
obat antihipertensi
Gambar 3. Algoritme Manajemen Hipertensi
Berdasarkan JNC 84
 
KESIMPULAN

 Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor kejadian
kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Monoterapi jarang bisa mengontrol tekanan darah,
dan banyak pasien memerlukan lebih dari 1 obat anti hipertensi. Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti diabetes, dan kerusakan target
organ seperti LVH dan CKD mengindikasikan pemilihan klas obat yang spesifik dalam
terapi hipertensi. Pemilihan obat awal terapi hipertensi dan kombinasi obat antihipertensi
memerlukan pemahaman yang menyeluruh baik jenis-jenis obat antihipertensi, mekanisme
kerja maupun efek samping yang bisa timbul.
DAFTAR PUSTAKA

 Dr. dr. Yenny Kandarini, SpPD-KGH, F. 2017. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi.
Divisi Ginjal Dan Hipertensi RSUP Sanglah Denpasar.
CONTOH KASUS 1
HIPERTENSI
Seorang pasien datang ke dokter dengan keluhan sakit kerena ligamen
pada lutut kirinya robek saat bermain badminton Pasien rajin
berolahraga, tidak merasakan sesak nafas, dan terlihat sehat,Pasien
merokok 1 bungkus perhari sejak berusia muda dan seorang peminum
Vignette moderat (sedang). Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan TB : 5 ft
11in, BB : 222 lb, BMI : 31,0 kg/cm2 Lingkar pinggang : 40 in, BP :
152/96 mm Hg, P : 68 bpm. Pasien di diagnosis terkena penyakit
Hipertensi tahap 1dengan diabetes tipe 2 dan beresiko terkena
Hiperlipidemia.

Pertanyaan Terapi obat apa yang cocok berdasarkan kasus di atas ?


Pilihan A.     Lisinopril+ Hidrochlortiazide+Metformin+Atrovastatin
Jawaban B.     Amlodipin+Metformin
  C.      Amlodipin+Silmvastatin+Sibutramin
 
D.     Metildopa+Valstran+Atrovastatin
  E.      Silmvastatin+Sibutramin
Kunci Jawaban  A. Lisinopril+ Hidrochlortiazide+Metformin+Atrovastatin
Penggalian data & informasi (data S
Subjektif :
dan
 Jenis klamin O)
: Laki-laki
 Usia : 49 tahun
 Keluhan : keluhan sakit kerena ligamen pada lutut kirinya robek saat bermain badminton
 Social History
a. Pasien meroko 1 bungkus perhari
b. Peminum alcohol moderat
c. Pasien rajin berolahraga
Penggalian data & informasi (data S
Objektif :
dan
Data laboratorium
O)
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah (A)
 Dari data yang diberikan, pasien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu
dan tidak memiliki riwayat penggunaan obat-obatan. Pasien rajin
berolahraga namun memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus perhari dan
kebiasaan minum alkohol. Hasil pemeriksaan tekanan darah pasien,
menunjukkan bahwa pasien menderita hipertensi tahap 1
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah (A)
 Setelah dilakukan pemeriksaan darah, kadar gula darah puasa pasien
sebesar 138 mg/dL  menunjukkan pasien menderita diabetes melitus tipe 2.
Kadar kolesterol total, LDL-c, dan TG yang diatas normal menunjukkan
pasien juga menderita dislipidemia.
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah (A)
 Mengingat pasien menderita diabetes melitus tipe 2 dan resiko 20% penyakit CHD (congenital heart
disease) hal ini di buktikan dengan hasil pemeriksaan LDL 152 mg/Dl
 Nikotin meningkatkan kadar gula darah yang dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus,
meningkatkan asam lemak bebas serta kolesterol LDL yang memicu timbulnya hiperlipidemia, dan
meningkatkan agregasi sel pembekuan darah
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Plan
Terapi farmakologi
Tujuan dari terapi farmakologi yaitu untuk menormalkan tekanan darah, gula darah, dan profil lipid
pasien serta untuk mencegah terjadinya Coronary Heart Disease (CHD). Dilihat dari tekanan darah,
kadar gula darah, dan profil lipidnya, dalam 10 tahun pasien berisko 20% terkena penyakit CHD.
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Terapi farmakologi
1. Hipertensi
Pasien menderita hipertensi dengan diabetes dengan diabetes melitus tipe 2, maka target tekanan darah
menurut JNC7 yang harus dicapai setelah terapi yaitu sebesar < 130/80 mm Hg.
Algoritma terapi hipertensi menurut JNC7 yaitu sebagai
berikut:
ALGORITMA TERPAI HIPERTENSI JNC 8
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Terapi farmakologi
1. Hipertensi
• Pemberian obat lisinopril dosis 5 mg/hari diminum setelah/sesudah makan pada pagi hari
• Pemberian obat Hidrochlortiazide dosis 12,5 mg per hari di minum pagi hari sebelum atau setelah
makan
Penetapan penyelesaian masalah (P)

Terapi farmakologi
2. Diabetes melitus tipe 2
Target terapi diabetes melitus pasien yaitu kadar gula darah
puasa <100 mg/dL dan HbA1c < 6,7%.
Dalam kasus ini di berikan terapi obat Metformin yang
menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa jaringan.
Metformin dosis inisial 500 tiap 2 jam atau 850 mg perhari,di
tingkatkan tiap 2 minggu, dosis pemeliharaan 1500-2250 mg
perhari,di bagi tiap 8-12 jam
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Terapi farmakologi
Diabetes melitus tipe 2
Setelah 3 bulan terapi, terjadi penurunan kadar gula darah puasa pasien dari 138 mg/dL menjadi 96
mg/dL dan hasil pengujian HbA1c pasien yaitu sebesar 6,7%. Sehingga dapat dikatakan bahwa terapi
diabetes melitus tipe 2 pasien dengan metformin telah mencapai target terapi.
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Terapi farmakologi
3. Hiperlipidemia
Mengingat pasien menderita diabetes melitus tipe 2 dan resiko 20% penyakit CHD, maka target terapi
hiperlipidemia yang ingin dicapai yaitu LDL-c <100 mg/dL
Firts line terapi untuk hiperlipidemia menurut CPHCS
Care Guide (2011) yaitu sebagai berikut
Penetapan penyelesaian masalah (P)

Terapi farmakologi
Hiperlipidemia
Golongan statin efektif menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL dan merupakan terapi utama untuk mayoritas pasien
hiperlipidemik. Statin adalah inhibitor HMG KoA reduktase
yang memblok sintesis kolestrol
Obat Atrovastatin dosis 20 mg perhari setelah atau sebelum
makan (malam hari)
Penetapan penyelesaian masalah (P)

Terapi Non-Farmakologi :
• Pengaturan diet rendah Natrium
• Berhenti merokok dan minum alcohol
• Menurunkan berat badan
• Membatasi diet tinggi lemak
Monitoring dan evaluasi
 Pemantauan pada pasien Hipertensi dapat dilakukan setelah 3 bulan terapi awal.
 Pasien harus dipantau untuk tanda dan gejala progresif penyakit organ target
 Hal-hal yang di pantau menyangkut keberhasilan terapi yaitu pemeriksaan LDL,TD,dan pengujian
HbA1c pasien
Pilihan Pemantauan untuk Antihipertensi Terapi
obat
Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan :
 Pemeriksaan tekanan darah yang di lakukan tiap 2-4 minggu
 Saat pasien datang ke rumah sakit di lakukan pencatatan identitas
pasien untuk mendapatkan kartu rawat jalan
 Kartu penderita hipertensi berisikan identitas penderita hipertensi
yang dilayani di rumah sakit dan diberikan kepada penderitanya
 Pemberian buku register tatalaksana yang berisi : nomor
urut/kode, tanggal registrasi, tanggal mulai berobat, nama/instansi
unit pelyanan kesehtan, jenis faktor resiko (sex, umur, BB, TB,
LP, pekerjaan, gaya hidup), keluhan penderita jika ada, klasifikasi
hipertensi penderita, regimen/obat yang diberikan.
Pencatatan dan pelaporan

Pelaporan :
 Pelaporan di lakukan oleh pihak Rumah sakit ke Dinas Kesehatan setempat
REFERENSI

1. Dipiro, J.T., et al. (2005). Pharmacotherapy a Pathophysiologic


Approach. USA: The Mc. Graw Hill Company.
2. ANALISIS SOAP DAN DRUG RELATED PROBLEM KASUS
HIPERTENSI,
HTTP://APRILILIANTI.BLOGSPOT.COM/2016/01/ANALISIS-SOAP-
DAN-DRUG-RELATED-PROBLEM_53.HTML
3. Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat
Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI, http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-
2-sistem-kardiovaskuler-0/23-antihipertensi
CONTOH KASUS 2
HIPERTENSI
NY.IM Pasien mengeluh sesak sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan baik saat istirahat maupun
pada saat bekerja, pasien merasa lebih sesak dalam posisi tidur dibandingkan duduk, sesak
dirasakan baik pada pagi hari maupun malam. Pasien juga mengeluhkan lemah badan sejak 3
minggu SMRS, pasien juga mengeluhkan mual, muntah serta batuk dan juga demam. Riwayat
penyakit HD mulai 3 minggu yang lalu, HT sejak 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan
laboratorium Berat badan 50 kg, Fungsi ginjal ND 5 (+),GCS 4-5-6,TD170/90,HR 100 Kali,RR
Vignate
28 kali,Suhu 38,50c, Batuk berdarah +,Sesak -,Mual muntah +,HB 6,4,RBC 1,38,WBC7,97,HcT
19,PLt 104,LED 55,Na 132,K 3,81,Fosfat 2,7,CL 96,2,SCr 0,4,BUN 11,Ureum 289,Albumin
3,93,Kalsium 9,6,Glukosa 127,Ph darah 7,393 mmHG,Pco 2 24,1 mmHG,hco3 14,8 mmol/L,MCV
84,8 fl,MCH 26,8 pg,MCHC 31,6 g/dl,Asam Urat 2,1 g/dl. Diagnosis CKD st V + Hiperkalemia
+ Edema paru + CKD st V + Edema paru + Anemia + ISK

Pertanyaan Apakah terapi obat yang sesuai dengan penyakit di atas ?

Pilihan A.     Furosemid + Na-bikarbonat + Asam folat + CaCO3 + Amlodipin + Omeprazole +


lisinopril + Ampisilin
Jawaban B.     Furosemid + Asam folat + Omeprazole
  C.      Vitamin K + Furosemid + Omeprzole + lisinopril
 
D.     Asam folat + CaCO3 + Furosemide + lisinprol
  E.      Omeprazole + lisinpril + Vitamin K
A.     Furosemid + Na-bikarbonat + Asam folat + CaCO3 + Amlodipin + Omeprazole + lisinopril
Kunci Jawaban
+ Ampisilin
Penggalian data & informasi (data S
Subjektif :
dan
 Nama : Ny.IM
O)
 Umur : 33 tahun
 Fungsi ginjal : ND 5 (+)
 Riwayat penyakit : HD mulai 3 minggu yang lalu, HT sejak 2 tahun yang lalu
 Riwayat Pengobatan : Dari hasil konseling, pasien sudah menderita hipertensi sejak
2 tahun yang lalu. Pasien berobat ke dokter namun tidak teratur, pasien hanya
datang apabila pasien merasa pusing.
Penggalian data & informasi (data S
Objektif :
dan O)
Penggalian data & informasi (data S
Objektif :
dan O)
Penggalian data & informasi (data S
Objektif :
dan O)
Penggalian data & informasi (data S
Objektif :
dan O)
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah
(A) CKD terjadi anemia (penurunan Hb, RBC, dan
 Pada pasien
HCT) dikarenakan berkurangnya produksi hormon
erythropoietin oleh medula ginjal yang penting dalam
erythropoiesis di sum-sum tulang. Nilai MCV dapat
menunjukkan jenis anemia karena defisiensi asam folat-B12
(MCV naik, makrositik) atau defisiensi besi (MCV naik,
mikrositik), dalam hal ini MCV pasien normal.
 Gangguan elektrolit yang terjadi meliputi hiperkalemi (21/2-
24/2) dan hiperfosfat (24/2) dimana hal tersebut berkaitan
dengan menurunnya fungsi ginjal dalam pengaturan
keseimbangan elektrolit melalui proses ekskresi dan reabsorbsi
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah
(A)
 Peningkatan serum kreatinin dan BUN (21/2; 24/2)
menunjukkan adanya kemungkinan pasien mengalami
penurunan fungsi ginjal.
 Kadar asam urat mengalami peningkatan (24/2) terkait
penurunan fungsi ekskresi asam urat oleh ginjal (75% asam
urat terekskresi di ginjal).
Analisis, interpretasi data dan penetapan masalah
 Pasien(A)
mengalami asidosis metabolik terkompensasi karena
pH darah masih dalam rentang normal tetapi < 7,40 sementara
itu nilai HCO3 di bawah rentang normal (mendukung kondisi
asidosis metabolik). Nilai pCO2 di bawah rentang normal
sebagai usaha kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis.
Nilai pO2 di bawah rentang normal karena kondisi pH darah
tidak normal (mengalami asidosis). Pasien mengalami sesak
nafas karena pO2 rendah.
Penetapan penyelesaian masalah (P)
 Creatinine clearance pada pasien dengan fungsi ginjal normal
dan tidak normal:
ClCr pasien = (140 – umur) BB X 0,85/72 x Scr
= (140-33) x 50 x 0,85/72 x 0,4
= 157,89 ml/menit
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Furosemide
Tidak perlu penyesuaian dosis
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Na-bikarbonat
Tidak perlu penyesuaian dosis
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Amlodipin
Tidak perlu penyesuaian dosis
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Omeprazole
Tidak perlu penyesuaian dosis
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Lisinopril
Tidak perlu penyesuaian dosis
Penetapan penyelesaian masalah (P)
Penyesuaian dosis :
 Ampisilin-sulbaktam
Perlu penyesuaian dosis dengan Regimen dosis pada kasus 3x1 g
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan Evaluasi

 Monitoring infeksi berdasarkan data kadar leukosit.


 Monitoring fungsi ginjal
Pencatatan dan pelaporan
 Berdasarkan PKPO, MESO, PTO dan analisis kadar CrCl
REFERENSI
1. Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc
Graw Hill, New York.
2. Ashley, C. & Currie, A. 2009. The Renal Drug Handbook,
4th Edition, New York: Radcliffe Publishing Oxfor
3. Laporan kasus gangguan ginjal
http://vlm.ub.ac.id/pluginfile.php/45150/mod_folder/content/
1/Farmakoterapi%20Terapan%20pada%20Gangguan
%20Ginjal.pdf?forcedownload=1

Anda mungkin juga menyukai