Anda di halaman 1dari 17

PENGGUNAAN OBAT PADA

PENYAKIT KRONIS HIPERTENSI

ASRIANTI, S.Si, M.Clin.Pharm, Apt


• Hipertensi telah mempengaruhi hampir 1 milyar penduduk dunia. Semakin bertambah
populasi penduduk dunia, maka prevalensi hipertensi akan cenderung semakin meningkat
kecuali prevensi secara efektif sudah diterapkan sejak dini. Data terbaru dari
Frammingham Heart Study menunjukkan bahwa manusia yang berusia 55 tahun
mempunyai 90% kecederungan untuk menjadi hipertensif (JNC VII).
• Hubungan antara tekanan darah (tensi) dengan resiko cardiovascular events adalah terus
menerus, konsisten tidak tergantung factor resiko lain. Semakin tinggi tensi, maka
semakin besar peluang untuk terkena serangan jantung, stroke, gagal jantung dan gagal
ginjal.
• Dalam berbagai clinical trial dilaporkan bahwa terapi antihipertensi berhasil menurunkan
resiko stroke 35-40%, serangan jantung 20-25%, dan gagal jantung >50%.
• Farmasis dapat berperan dalam membantu pemilihan agen antihipertensi di samping
memberikan edukasi dan pemantauan terapi.
• Tujuan jangka panjang adalah reduksi mortalitas, morbiditas kardiovaskuler dan renal.
Target tekanan darah: 140/90 mmHg. Untuk pasien hipertensi disertai Diabetes Mellitus
atau gagal ginjal maka target tekanan darah lebih rendah yaitu 130/80 mmHg.
PENYAKIT PENYERTA
1. Hipertensi pada Ischemic Heart Disease
 Penatalaksanaan hipertensi pada Stable Angina menggunakan Beta Blocker
 Alternatif lain yang dapat dipilih adalah long acting CCB seperti amlodipine.
Sedangkan pada angina yang tidak stabil maupun myokard infark, maka pilihan jatuh
pada BB + ACE-I. Namun terapi hipertensi pada post myokard infark menggunakan
agen BB, ACE-I dan aldosterone antagonis.
2. Hipertensi pada Peripheral Vascular Disease
 Peripheral Vascular Disease mempunyai factor resiko yang ekuivalen dengan
Ischemic Heart Disease (IHD).
 Agen antihipertensi yang dapat dipilih adalah ACE-I, diuretic, CCB.
• Kondisi kekhususan memerlukan terapi yang berbeda seperti pada :
1. Hipertensi pada Manula
Penanganan hipertensi pada manula memerlukan kehati-hatian antara lain disebabkan
oleh menurunnya fungsi organ eliminasi yang dapat berdampak meningkatnya
bioavailabilitas. Terapi dimulai dengan dosis awal ½ dosis dewasa. Selanjutnya perlu
peningkatan dosis maupun penambahan agen secara perlahan dengan target penurunan
tidak lebih dari 10 mmHg. Sedangkan agen yang dapat digunakan sesuai dengan apa
yang disarankan pada pasien dewasa.
2. Agen hipertensi pada dewasa >55 tahun dan manula pertama adalah golongan CCB.
Bila CCB tidak cocok karena oedema perifer ataupun intoleransi, maka selanjutnya
dapat ditawarkan diuretic golongan thiazide.
3. Hipertensi pada Wanita
 Pemakaian kontrasepsi oral dapat memacu peningkatan tekanan darah, meskipun
hal ini tidak dialami oleh semua pemakai kontrasepsi oral. Bila terjadi hipertensi,
maka menjadi alasan untuk mengganti metode kontrasepsi. Sebaliknya pada wanita
menopause yang mendapat terapi sulih hormone tidak mengalami peningkatan
tekanan darah.
 Hipertensi pada kehamilan perlu mendapat perhatian, khususnya terhadap agen
yang dipilih karena beberapa agen seperti ACE-I, ARB mempunyai resiko
malformitas bagi janin. Agen yang disarankan adalah Metildopa, BB, vasodilator.
4. Hipertensi pada Anak dan Remaja
Penatalaksanaan hipertensi pada anak dimulai dengan penekanan perubahan gaya
hidup. Panduan pemilihan agen sama seperti pasien dewasa namun memerlukan dosis
yang lebih kecil dan harus disesuaikan secara hati-hati. Pada pasien dengan hipertensi
yang tidak kompleks tidak perlu membatasi aktivitas fisik, karena hal ini dapat
membantu penurunan tekanan darah. Penggunaan kortikosteroid anabolic pada anak
dengan hipertensi sebaiknya dihindari.
DRP UMUM
• Kegagalan Terapi
Kegagalan terapi hipertensi atau yang lazim dikenal sebagai ‘Resistant Hypertension’
adalah bila pasien sudah mendapat minimal tiga agen antihipertensi yang salah satunya
adalah diuretic, namun tekanan darah belum terkontrol. Bila hal ini terjadi perlu ditinjau
beberapa factor berikut:
1. Ketepatan agen
2. Kepatuhan pasien
3. Interaksi obat yang berdampak peningkatan tekanan darah, contoh kontrasepsi oral,
nasal spray, dekongestan pemakaian appetite suppressant, kortikosteroid.
4. Asupan sodium baik yang berasal dari makanan maupun obat
5. Kehadiran penyakit penyerta seperti cushing syndrome dan renovasculer disease.
MONITORING

Pemantauan terhadap tekanan darah menjadi penting dalam menilai keberhasilan terapi.
Parameter lain yang perlu dipantau adalah kadar kalium maupun kreatinin plasma. Hal ini
cukup dilaksanakan 1-2 kali dalam setahun. Pasien yang memiliki penyakit penyerta perlu
lebih sering memantau tekanan darah di samping parameter lain terkait dengan penyakit
penyertanya.
CONTOH KASUS
• Ny. AM, 46 th, BB 60 kg, TB 155 cm, MRS dengan keluhan mual, muntah, pusing.
Mengaku memiliki riwayat DM dengan terapi Glibenklamid 1-½-0, Metformin 2x850 mg.
Pasien juga mengaku tidak meminum obat secara rutin, karena diet sudah ketat. Selanjutnya
pasien didiagnosa dengan hipertensi maligna disertai DM. Pada pemeriksaan awal dijumpai
kadar gula acak 520mg/dl, BP 170/110 mg. bagaimana penatalaksanaannya?
• Subyektif
Mual, muntah, pusing
RP : DM dengan tx : Glibenclamid 1-½-0, Metformin 2x850 mg
• Obyektif
GDA 520 mg/dl, BP 170/110 mmHg
Dx : DM dengan hipertensi
• Assessment
DRP : Riwayat non-compliance terhadap obat DM, inadequate OAD
• Plan
Rekomendasi terapi : Regulasi kadar gula dengan insulin regular sampai diperoleh dosis
yang stabil, kemudian alihkan ke insulin intermediate acting untuk maintenance.
Regimen antihipertensi yang dapat digunakan adalah Captopril 2 x 12,5 mg dan atau
Losartan 1 x 50 mg.
• Rencana Monitoring
BP, Gula puasa, 2 jam PP, Cholesterol total, LDL-Chol, HDL-Chol, TG
• Rencana Konseling
Kontinuitas terapi, cara suntik, terapi non-farmakologik

Anda mungkin juga menyukai