Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL FARMAKOLOGI

OBAT ANTIHIPERTENSI

Dokter Pengampu :
dr. Ave Olivia Rahman, M,Sc
Oleh :

DESY PERMATASARI

G1A114090

NADAA FAHMI SHOFI

G1A114094

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2015/2016

Hipertensi
Pendahuluan
Hipertensi

merupakan

manifestasi

gangguan

keseimbangan

hemodinamik sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah


multi faktor, sehingga tidak bisa diterangkan dengan hanya satu mekanisme
tunggal. Menurut Kaplan hipertensi banyak menyangkut faktor genetik,
lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Kalau disederhanakan
sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total
peripheral resistence (TPR).
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder.
Hipertensi esensial
Disebut juga hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patolofi yang jelas.90% kasus merupakan hipertensi esensial.
Penyebabnya multifaktoral meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,kepekaan terhadap
stress, reaktifitas pembuluh darah terhadap vasokontrikstor,resistensi insulin
dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,
kebiasaan meroko, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Yang termasuk disini antara lain: akibat
penyakit ginjal,(hipertensi renal,) hipertensi endokrin,kelaianan saraf pusat,
obat-obatan

dan

lain-lain.

Hipertensi

renal

dapat

berupa

hipertensirenovaskular minsalnya pada stenosis arteri renalis, vaskulitis


intrarenal,dan

hipertensi

akibat

lesi

parenkim,ginjal

seperti

pada

glomerulonefritis. Pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, nefropati diabetik


dan lain-lain. Hipertensi endokrin termasuk disini adalah kelainan korteks
adrenal,tumor medulla adrenal, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme dan lainlain.

Klasifikasi TD untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC


VII,2003
KLASIFIKASI

SISTOL(MMhG)

DIASTOLE(MMhG

Normal

<120

)
<80

Prehipertensi

120-139

80-89

Tingkat 1

140-159

90-99

Tingkat 2

>160

>100

Hipertensi

Terapi Paling Superior


Petunjuk

dari

JNC

merekomendasikan

diuretik

tipe

tiazid

bila

memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik


sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB,
penyekat beta, CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama
antihipertensi pada kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru
diterbitkan Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart
Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi
kardiovaskular akibat hipertensi. Kecuali

pada the Second Australian

National Blood Pressure Trial; dimana dilaporkan hasil lebih baik dengan ACEI
dibanding dengan diuretik pada laki-laki kulit putih. Diuretik meningkatkan
efikasi antihipertensi dari banyak regimen obat, berguna dalam mengontrol
tekanan darah , dan harganya lebih dapat dijangkau dibanding obat
antihipertensi lainnya. Sayangnya disamping kenyataan ini, diuretik tetap
kurang digunakan (underused).
Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk
kebanyakan pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan
untuk

mengontrol

tekanan

darah,

diuretik

salah

satu

obat

yang

direkomendasikan. Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati


hipertensi: tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron.

Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila


digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan
golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan
kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain.
Antagonis aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan
mula kerja yang lambat (s/d 6 minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7
melihatnya sebagai kelas yang independen karena bukti mendukung indikasi
khusus. Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup ( GFR> 30 ml/menit), tiazid
paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang,
diuretic yang lebih kuat diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi
sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat digunakan. Jadwal minum diuretik
harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk
meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis,
diuretik tiazide, diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang
menyebabkan diuresis yang nyata.
Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi
dengan kebanyakan obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi
menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan pemberian
diuretik bersamaan.
Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi
seksual.
Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek
pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang
dapat

terjadi

hipokalsemia.Studi

jangka

pendek

menunjukkan

kalau

indapamide tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual.


Semua efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek
samping ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya
HCT

100mg/hari).

Guideline

sekarang

menyarankan

dosis

HCT

atau

klortalidone 12.5 25 mg/hari, dimana efek samping metabolic akan sangat


berkurang.

Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama


pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien
yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium.
Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone, antagonis
aldosteron yang terbaru. Karena sangat selektif antagonis aldosteron,
kemampuannya menyebabkan hyperkalemia melebihi diuretik penahan
kalium lainnya, bahkan spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan
proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan gynecomastia pada 10%
pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi.
Dosis
HCT

: 12,5 25 mg / hari (dosis tunggal). Sediaan 25mg, 50mg

Furosemid

: 20 80 mg / hari (terbagi 2-3x). Sediaan 40mg tab, 20

mg ampul
Spironolakton : 25 100 mg / hari (dosis tunggal). Sediaan 25mg, 100 mg

Pedoman Terapi Pasien yang Terdiagnosis Hipertensi


Jika kita membagi serangan hipertensi menjadi dua tipe yaitu Emergency
dan non-Emergency, maka ada dua pedoman pemberian obat anti hipertensi
yang bisa kita lakukan.
a. Pemberian Obat Anti Hipertensi untuk pasein serangan Emergency
Hipertensi
Pada pengobatan pasien tipe ini maka capaian yang menjadi tujuan
terapi adalah mengurangi tekanan darah secara cepat, karena kondisi
pasien yang seperti ini sudah memasuki level Live Threating dan perlu
penangan segera, maka obat anti hipertensi yang memiliki onste kerja
cepat harus diberikan. Untuk menghindari pecahnya pembuluh darah
atau kerusakan lain pada system cardiovascular akibat tekanan darah
dalam kondisi tinggi yang dapat mengancam jiwa pasien.

Kita bisa memberikan obat anti hipertensi onset kerja cepat seperti
Nitropruside

(Vasodilator),

Labetalol

(-Blocker),

Fenoldopam

(Dopamin), Nicardipine (Ca Chanel Blocker). Tergantung dari kondisi


pasien, kecocokan obat, dan ketersediaan obat.
b. Pemberian Obat Anti Hipertensi untuk pasien non-Emergency
Pengobatan tipe ini memiliki tujuan mengurangi morbilitas dan
mortalitas kardiovaskular serta ginjal. Pengobatan tipe ini juga
berdasarkan dari indikasi penyakit lain yang di alami pasien, dan
kecocokan

dengan

obat.

Pengobatan

tipe

ini

juga

merupakan

pengobatan jangka panjang, yang memerlukan monitoring sekitar 1-3


bulan.
Mild Hipertension bisa di atasi dengan memberikan satu jenis obat
saja, namun pemberian obat kombinasi juga di mungkinkan jika hasil
kerja dari obat pertama yang di berikan tidak sesuai harapan, dan jika
malah terjadi penurunan kondisi maka pemberian obat anti hipertensi
yang pertama harus di hentikan dan di gantikan dengan obat anti
hipertensi dari golongan lain, namun jika pemberian obat pertama
menghasilakan efek seperti yang di harapkan, maka pemberian obat
bisa di lanjutkan. Pengurangan/peningkatan dosis juga bisa menjadi
pilihan jika efek yang di timbulkan obat yang kita berikan tidak sesuai
harapan.
Berikut adalah pedoman pemberian obat anti hipertensi kepada pasien :

Pengobatan lain seperti pengubahan pola hidup juga bisa menjadi


rekomendasi non-drug. Berikut merupakan contoh pengobatan non-drug.

Pedoman tatalaksana hipertensi menurut JNC 8

Pedoman ini dibuat berdasarkan laporan dari anggota panel yang


ditunjuk, antara lain Paul A James MD, Suzanne Oparil MD, dan Barry L Carter
PharmD. Rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut:
Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur 60 tahun, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistolik 150 mmHg dan diastolik
90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi
<150 mmHg dan diastolik menjadi < 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat
rekomendasi A).
Pada populasi umum yang berumur 60 tahun, bila terapi farmakologi
menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik yang lebih rendah dari target
(misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat mentoleransi dengan baik, tanpa
efek samping terhadap kesehatan dan kualitas hidup, maka terapi tersebut
tidak perlu disesuaikan lagi (Opini ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah diastoliknya 90 mmHg. Target penurunan
tekanan darahnya adalah < 90 mmHg. (Untuk umur 30 59 tahun,
rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A) (Untuk umur 18 29 tahun, opini
ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistoliknya 140 mmHg. Target terapi adalah
menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli,
rekomendasi E).
Rekomendasi 4

Pada populasi berumur 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik,


terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya 140
mmHg atau tekanan darah diastoliknya 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi <140 mmHg dan
diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
Rekomendasi 5
Pada populasi berumur 18 tahun yang menderita diabetes, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya 140 mmHg
atau diatoliknya 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi <140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli,
tingkat rekomendasi E)
Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang
menderita diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk
diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium, penghambat
enzim ACE, atau penghambat reseptor angiotensin. (Rekomendasi
sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida
atau penghambat saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara
umum: rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam
dengan diabetes: rekomendasi lemah, tingkat rekomendasi C)
Rekomendasi 8
Pada populasi berumur 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi

awal

atau

tambahan

hendaknya

temasuk

penghambat enzim ACE atau penghambat reseptor angiotensin

untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku bagi semua pasien penderita
penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status diabetes.(Rekomendasi
sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga
target tekanan darah.Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu
sebulan terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari
kelompok obat hipertensi pada rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, dan penghambat
reseptor angiotensin). Penilaian terhadap tekanan darah hendaknya tetap
dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah tercapai.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat,
tambahkan

obat

ketiga

dari

kelompok

obat

yang

tersedia.

Jangan

menggunakan obat golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor


angiotensin bersama-sama pada satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi
yang tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau
kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat
antihipertensi dari kelompok yang lain dapat digunakan. Pertimbangkan
untuk merujuk pasien ke spesialis hipertensi.

Terapi Kombinasi
Ada

alasan

mengapa

pengobatan

kombinasi

dianjurkan:

1.
2.
3.
4.

Mempunyai efek aditif


Mempunyai efek sinergisme
Mempunyai sifat saling mengisi
Penurunan efek samping masing-masing obat

pada

hipertensi

5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6. Adanya fixed dose combination akan meningkatkan kepatuhan
pasien
(adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.
5.

Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik


Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretic
Penyekat beta dengan diuretic
Diuretik dengan agen penahan kalium
Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis

kalsium
6. Agonis -2 dengan diuretic
7. Penyekat -1 dengan diuretic
Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat
untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini dimana
kombinasi obat yang dihubungkan
dengan garis tebal adalah kombinasi
yang paling efektif.

Kombinasi yang memungkinkan dari


kelas yang berbeda untuk obat obat
Antihipertensi

Kombinasi obat yang harus dihindari:


1 Agen penahan kalium kombinasi dengan

ACEI, ARB, atau

supplemen kalium dapat menyebabkan hiperkalemia


2 Antagonis

aldosteron

kombinasi

dengan

ACEI,

suplemen kalium) dapat menyebabkan hiperkalemia

ARB,

atau

3 ACEI kombinasi dengan diuretik penahan kalium, antagonis


aldosteron, atau ARB dapat menyebabkan hiperkalemia.
4 Penyekat
penahan

reseptor
kalium,

angiotensin
antagonis

menyebabkan hiperkalemia

kombinasi

aldosteron

dengan
atau

ACEI

diuretik
dapat

Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: InternalPublishing.
2. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Esensial di
Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP DR. M. Djamil Tahun 2011
3. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8)
4. Pharmatceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan 2006
5. Anonim,

2006,

Pharmaceutical

Care

Untuk

Penyakit

Hipertensi,

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian


dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai