Anda di halaman 1dari 13

TELAAH JURNAL

KEPERAWATAN GERONTIK
“HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH:
IDA NURJANAH (21219025)

DOSEN PEMBIMBING:
MISKIYAH TAMAR, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten


dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer &
Bare, 2012).
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh diam-diam
(Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya
(Sustrani, 2011).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang
ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang
terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain
seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2012).

B. Etiologi Hipertensi
Menurut Indriyani (2011), sekitar 20% populasi dewasa mengalami
hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya
mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi
sekunder).

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :


1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma,
yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin
(adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1.  Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. PielonefritisGlomerulonefritis
c. Tumor-tumor ginjal
d. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
e. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
f. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2.  Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3.  Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4.  Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
e. Peningkatan kecepatan denyut jantung
f. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
g. Peningkatan TPR yang berlangsung lama

C. Manifestasi Klinis
Menurut Damayanti (2013), pada sebagian besar penderita,
hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa
gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
D. Penatalaksanaan
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olahraga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan senam aerobik yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi/mencegah
obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis
menurut Kowalski (2010), yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan
atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai
sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara
drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak
dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama
30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat
antihipertensi yang beredar saat ini, diantaranya sebagai berikut:
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh
obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-
hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk
dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari
faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat
penyakit ini bisa ditekan.

3. Pengobatan Tradisional
Menurut Damayanti (2013), pengobatan tradisional yang paling
umum dilakukan masyarakat dan mudah caranya adalah dengan
meminum perasan air timun. Secara klinis, mentimun mengandung zat-zat
saponin (yang berfungsi mengeluarkan lendir), protein, Fe atau zat besi,
sulfur, lemak , kalsium, Vitamin A, B1 dan juga C. Jika memakai
pendekatan matematis, maka dalam 100 gram mentimun terdapat 0,7
gram protein, 12 kkl kalori, 0,1 gram lemak, 21 miligram fosfor, 0,3
miligram Fe, 0,3 karbohidrat, 8,0 vitamin C, dan 0,3 miligram Vitamin A
dan juga vitamin B1. Berbagai zat ini bersifat porgonik yang disinyalir
mampu menurunkan tekanan darah dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kasus: Kista Endometriosis post op Laparoscopy


Seorang perempuan berusia 66 tahun menderita Hipertensi dengan
keluhan nyeri kepala atau pusing setiap hari sampai klien tidak bisa tidur di
siang hari. Klien mengatakan terkadang malam hari tidak bisa tidur karena
sakit kepala. Data objektif klien tampak memegang kepala. Perawat
menganjurkan klien untuk jalan pagi hari untuk menurunkan tekanan darah
pada klien secara nonfarmakologi.

2. Kasus atau Skenario Klinis:


Hipertensi dengan jalan pagi.

3. Rumusan Masalah (PICO)


P : Hiperensi
I : Jalan pagi
C :-
O : Menurunkan tekanan darah

4. Searching Literatur (Journal)


Kata kunci Google Pubmed Jumlah
scholar
Hipertensi 150 123 273
Terapi non 75 25 100
farmakologis

Setelah dilakukan Searching Literatur (Journal) di Pubmed, didapatkan


148 Journal yang terkait dan dilakukan Searching Literatur di Google Scholar,
didapatkan 225 Journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul “Pengaruh
Jalan Pagi Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan
Hipertensi Di Desa Kalianget Timur Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep”
Hasil penelusuran bukti/telaah jurnal
a. Validity
1) Desain : Penelitian ini menggunakan rancangan pre
eksperimental design jenis one-group pre-test post-test
design..
2) Sampel : Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di
Desa Kalianget Timur Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep yang mengalami hipertensi
sebanyak 71 orang. Pengambilan sampel dengan
menggunakan teknik simple random sampling
berjumlah 60 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
3) Kriteria : Kriteria inklusi antara lain lansia dengan tekanan darah
≥ 40 mmHg, berumur > 45 – 74 tahun dan tidak
mengkonsumsi obat penurun tekanan darah sebelum
dilakukan pemeriksaan tekanan darah .
4) Randomisasi : Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
simple random sampling berjumlah 60 orang,yang
memenuhi kriteria inklusi.

b. Importance dalam hasil


1) Karakteristik subjek : Karakteristik subjek dalam penelitian ini
meliputi tekanan darah pada lansia.
2) Beda proporsi : Penelitian dilakukan dalam satu kelompok, 60
responden melakukan jalan pagi.
3) Beda mean : Karakteristik tekanan darah diastole responden
sebelum dilakukan jalan pagi seluruhnya yaitu
>100 mmHg sebanyak 60 orang (100%).
Karakteristik tekanan darah sistole responden
sesudah dilakukan jalan pagi sebagian besar
yaitu 140-159 mmHg sebanyak 33 orang (55%).
Karakteristik tekanan darah diastole responden
sesudah dilakukan jalan pagi hampir seluruhnya
yaitu >100 mmHg sebanyak 53 orang (88,3%). .
4) Nilai p value : Dari hasil analisis statistik non parametrik
dengan menggunakan uji Wilcoxon
menunjukkan bahwa nilai p= 0,000 (P < 0,05)
sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti bahwa aktivitas jalan pagi memiliki
pengaruh terhadap perubahan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi.

c. Applicability
1) Dalam diskusi

- Distribusi frekuensi sebelum melakukan jalan pagi


Distribusi frekuensi tekanan darah diastole responden sebelum
dilakukan jalan pagi seluruhnya yaitu >100 mmHg sebanyak 60 orang
(100%) menunjukkan bahwa sebelum dilakukan jalan pagi seluruh
lansia (100%) mengalami hipertensi.

- Distribusi frekuensi sesudah melakukan jalan pagi


Distribusi frekuensi tekanan darah diastole responden
sesudah dilakukan jalan pagi hampir seluruhnya yaitu >100 mmHg
sebanyak 53 orang (88,3%) menunjukkan bahwa sebelum dilakukan
jalan pagi seluruh lansia (100%) mengalami hipertensi.

- Distribusi frekuensi sebelum dan sesudah melakukan jalan pagi


Distribusi frekuensi menunjukkan bahwa ada perubahan
tekanan darah sebelum dan sesudah (pre dan post) dilakukan aktivitas
jalan pagi. Sebelum dilakukan jalan pagi jumlah responden yang
mengalami hipertensi yaitu seluruhnya sebanyak 60 responden,
kemudian sesudah
2) Karakteristik klien : Karakteristik klien dalam penelitian ini pada
lansia yang mengalami hipertensi
3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang
digunakan

5. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)


Dari hasil uji yang dilakukan, didapatkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum dilakukan jalan pagi sebagian besar (65%) tekanan
darah sistole 140-159 mmHg dan tekanan darah diastole seluruhnya (100%)
>100 mmHg. Kemudian sesudah dilakukan jalan pagi tekanan darah menurun,
sebagian besar (55%) tekanan darah sistole 140-159 mmHg dan hampir
seluruhnya (88,3%) tekanan darah diastole >100 mmHg. Hasil analisa data
diperoleh p= 0,000 (<0,05).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Lansia dapat melakukan aktivitas ringan seperti jalan kaki dipagi hari
sebagai bentuk olahraga dalam menjaga kebugaran. Olahraga yang sesuai dan efektif
dapat meningkatkan angka harapan hidup lansia sehingga derajat kesehatan lansia
dapat meningkat. Jalan pagi efektif untuk menurunkan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi. Hasil analisa data diperoleh p= 0,000 (<0,05).
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, D. 2013. Pintar Meracik Sendiri Ramuan Herbal Untuk Penyakit


Asam Urat, Kolesterol, Hipertensi. Yogyakarta: Jingga Gemilang.

Elsanti, Salma. 2010. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertens
& SeranganJantung. Yogyakarta : Araska.

Hanns Peter, W. 2011. Hipertensi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Gramedia.

Indriyani, W.N. 2012. Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke. Jakarta:
Millestone.

Kowalski, Robert. 2010. Terapi hipertensi. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Rusdi, & Nurlaela, I. 2012. Awas! Anda bisa mati cepat akibat hipertensi &
diabetes. Yogyakarta: Power Books (IHDINA).

Sani, Aulia. 2011. Hypertention. Jakarta: Medya Crea

Sustrani L., 2012. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi


8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai