Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP PENURUNAN

TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI


A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu penyakit kronis yang diderita oleh seperempat orang dewasa di
dunia kemungkinan akan meningkat menjadi 29% pada tahun 2025. Prevalensi absolut
hipertensi secara ekonomi negara maju adalah 37,3% dibandingkan dengan 22,9%
dalam pengembangan bangsa (Mittal & Singh, 2010).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 memperkirakan bahwa hipertensi
menyebabkan 7,5 juta kematian sedangkan tahun 2013 penyakit kardiovaskuler seperti
hipertensi telah menyebabkan 17 juta kematian tiap tahun. Peringkat tertinggi hipertensi
adalah Afrika 46% baik itu pria maupun wanita. Prevalensi terendah menurut WHO di
wilayah Amerika sekitar 35% baik itu pria maupun wanita. Pria lebih tinggi dibandingkan
wanita (39% untuk pria dan 32% untuk wanita). Tekanan darah tinggi masih merupakan
tantangan besar Indonesia. Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang besar dengan
prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun
sebesar 25,8 %, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,5%, yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau sedang obatsebesar 9,4 %. (Hartanti, Wardana, &
Fajar, 2016). Beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko di antaranya usia, jenis
kelamin, dan factor herediter atau keturunan. Selain itu pola hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi alcohol, merokok, kurang olahraga, dan makanan berlemak dapat menjadi
pemicu hipertensi. Seperti dengan pertambahan usia, elastisitas dinding pembuluh darah
semakin menurun. Demikian pula dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko hipertensi
lebih tinggi dibandingkan wanita (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016b).
Prospective Studies Collaboration oleh Lewington dkk memperlihatkan bahwa makin tinggi
tekanan darah, baik sistolik (TDS), maupun diastolic (TDD), makin tinggi pula resiko
kejadian kardiovaskular. Peningkatan angka kejadian kematian karena penyakit jantung
iskemik (IHD, ischaemic heart disease) pada setiap decade meningkat seiring peningkatan
TDS maupun TDD (Tedjasukmana, 2012).
Pasien hipertensi masih banyak menggunakan pengobatan dengan cara terapi
farmakologi. Selain terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi bisa menurunkan tekanan
darah tinggi pasien hipertensi. Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat menurunkan
tekanan darah adalah terapi relaksasi napas dalam (Hartanti et al., 2016).
Menurut penelitian sebelumnya dilakukan penelitian relaksasi napas dalam kepada
pasien hipertensi, dalam penelitian ini dibentuk dua kelompok sebagai perbandingan.
Didapatkan hasil penurunan tekanan darah lebih besarpada kelompok dilakukan
relaksasi nafas dalam selama 30 detik dibandingkan dengan kelompok yang tidak
dilakukan relaksasi nafas dalam. Kesimpulannya relaksasi nafas dalam mempengaruhi
penurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (Kuwashima et al., 2006).
Tekanan darah responden dengan hipertensi mengalami penurunan baik pada tekanan
darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Rata-rata tekanan darah sistolik setelah
diberikan terapi relaksasi nafas dalam adalah 138 mmHg, mengalami penurunan sebanyak
18,46 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam
yaitu 86,46mmHg, terjadi penurunan tekanan darah diastolik sebesar 6,54 mmHg
(Hartanti et al., 2016).
Umumnya hipertensi tanpa keluhan dan gejala yang berarti. Jika muncul pun biasanya
tidak spesifik, seperti sering pusing, nyeri kepala, dan mungkin lekas lelah belaka. Gejala
spesifik baru muncul jika sudah terjadi kommplikasi (Nadesul, 2016).
B. Focus masalah
Pada penelitian kali ini akan dilakukan relaksasi napas dalam terhadap pasien
hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah relaksasi napas dalam
mampu menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
C. Rumusan Masalah
Hipertensi adalah suatu penyakit kronik yang diderita oleh seperempat orang dewasa
dan kemungkinan akan meningkat setiap tahunnya. Beberapa hal yang dapat menjadi
factor risiko di antaranya usia,jenis kelamin,dan factor herediter atau keturunan. Selain itu
pola hidup yang tidak sehat sepertimengkonsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga, dan
makanan berlemak dapat menjadi pemicu hipertensi. Hipertensi juga menimbulkan
banyak komplikasi yang serius sehingga dapat menyebabkan kematian. Dengan semakin
banyaknya
penderita hipertensi didunia terutama Indonesia, penelitian studi kasus ini dimaksudkan
untuk mengetahui “ Bagaimanakah efektivitas terapi relaksasi Napas dalam terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi?”
D. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan yang akan dicapai dalam studi kasus ini adalah memaparkan pelaksanaan asuhan
keperawatan fokus untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi relaksasi napas dalam
untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden.
2. Untuk mengetahui penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi setelah dilakukan
terapi teknik relaksasi napas dalam.
3. Untuk mengetahui perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi
4. sebelum dan setelah dilakukan terapi teknik relaksasi napas dalam.
E.Manfaat
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi penulis
Sebagai tambahan pengalaman, pengetahuan serta wawasan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai pengaruh pemberian terapi teknik relaksasi nafas dalam
sebagai terapi tambahan. Beserta masalah hipertensi dan konsep keperawatannya sehingga
dapat dijadikan sumber ilmu bagi penulis.
2. Bagi institusi
Sebagai bahan acuan bacaan, informasi, dan referensi penulisan selanjutnya terhadap
pengaruh pemberian terapi teknik relaksasi nafas dalam sebagai terapi tambahan terhadap
penurunan tekanan darah systole dan diastole pada pasien hipertensi.
3. Bagi rumah sakit
Dapat memberikan informasi kepada pengambil keputusan dirumah sakit tersebut tentang
karakteristik pasien hipertensi dan pengaruh pemberian terapi teknik relaksasi nafas dalam
sebagai terapi tambahan terhadap penurunan tekanan darah systole dan diastole pada pasien
hipertensi.
4. Bagi penderita hipertensi
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam sebagai terapi tambahan terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi, sehingga mereka dapat menggunakan terapi non farmakologi ini sebagai
upaya untuk mengontrol dan menurunkan tekanan darahnya.
F. Originalitas Penelitian
Tahun Nama Judul Metode penelitian Hasil penelitian Perbedaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),
klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II (Martuti, 2009)
The Fifth Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Preaaure (JNC V) menggolongkan
krisis hipertensi menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi (Yasmara
et al., 2016b)
Hipertensi emergensi. Kondisi ini ditandai oleh beberapa hal, antaralain:

Tekanan darah diastolik >120mmHg

Terdapat kerusakan organ sasaran yang disebabkan oleh satu lebih penyakit
atau kondisi akuttertentu.
Kondisi akut atau penyakit yang biasa menyertai hipertensi emergensi antara
lain:
1.Perdarahanintracranial
2.Hipertensiensefalopati
3.Aorta diseksiakut

4.Edema paru akut

5.Insufisensi ginjalakut

6.Eklampsia

7.Infark miokard akut atau angina unstable

Keterlambatanpenanganandapatmenimbulkangejalasisahingga kematian. Oleh


sebab itu, tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan jam.
Hipertensi urgensi. Kondisi ini dirandai oleh beberapa hal antaralain:

Tekanan darah diastolik >120mmHg

Tidak terdapat kerusakan serius pada organ sasaran, kalaupun ada derajatnya
masihringan.
Tekanan darah harus diturunkan dalam waktu 24 jam.
3. Etiologihipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi juga dapat diklasifikasikan

menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Yasmara et al., 2016).


Hipertensi primer : Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini merupakan jenis
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Ini merupakan jenis hipertensi yang
paling banyak yaitu sekitar 90-95%dari insiden hipertensi secara keseluruhan.
Hipertensi primer ini sering tidak disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru
muncul saathipertensi
sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal ini yang menyebabkan
hipertensi dijuluki sebagai silent killer.
Hipertensi sekunder : Jumlah hipertensi sekunder hanyasekitar5-10%
darikejadianhipertensisecarakeseluruhan.Hipertensijenisini merupakan dampak
sekunder dari penyakit tertentu.Berbagaikondisi yang bisa menyebabkan
hipertensi antara lain penyempitanarterirenalis,penyakit parenkim ginjal,
hiperaldosteron maupun kehamilan.Selainitu obat-obatan tertentu bias juga
menjadi pemicu jenishipertensisekunder. Hipertensi primer maupun sekunder
memilkipotensiuntuk berkembang menjadi hipertensi berat atau dengan
pulasebagaikrisishipertensi. Angka kejadian krisis hipertensi ini di
Amerikaberkisar2-7% pada populasi penderita hipertensi yang
tidakmelakukanpengobatan secara teratur. Sedangkan seiring perbaikan
penangananyang dilakukan, angka kejadiannya menurun hingga tinggal 1%
saja.Sayangnyakejadian
krisishipertensidiIndonesiahinggasaatinibelumadalaporanmengenai
hal tersebut.
4. Faktor risikohipertensi

Menurut Nuraini (2015) pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab


yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi antara lain :
A.Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi.Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodiumintraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-
80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalamkeluarga.
B. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi
padaorangdenganIndeksMassaTubuh(IMT)>30(obesitas)adalah38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan
17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT < 25 (status gizi normal menurut
standarinternasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal.
C. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namunwanitaterlindungdaripenyakitkardiovaskulersebelummenopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia
premenopause.Padapremenopausewanitamulaikehilangansedikitdemi
sedikithormonestrogenyangselamainimelindungipembuluhdarahdari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55tahun.
D.Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkantekanan darah(untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya
kondisitertentu.Kurangnyaaktivitasfisikmenaikanrisikotekanandarah tinggi
karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang
yangtidakaktifcenderungmempunyaidetakjantunglebihcepatdanotot jantung mereka harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuaan yang mendesakarteri.
E. Kurang olahraga
Kurang olahraga ,olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik
F. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar
sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnyahipertensi.
G. KebiasaanMerokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal
yang mengalami ateriosklerosis.
5. Relaksasi Napas Dalam

MenurutHartanti,Wardana,&Fajar(2016)relaksasinapasdalamadalah pernafasan

pada abdomen dengan frekuensi lambat serta perlahan, berirama,dan nyaman

dengan cara memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini ialah

distraksi atau pengalihanperhatian.Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep

breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi

pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga

terjadi peningkatan regangan

kardiopulmonari(Izzo,2008;138).Stimulasiperegangandiarkusaortadansinus

karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat

regulasi kardiovaskuler),selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks

baroreseptor (Gohde, 2010, Muttaqin, 2009; 12-17).

Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang

aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioakselerator),

sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya

kontraksi jantung (Muttaqin, 2009; 13, Rubin, 2007;52).

Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus

melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan

depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut

jantung (kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke

bagian-bagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan

kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung yang menghasilkan suatu


efek inotropik negatif (Muttaqin, 2009;1011).Keadaan tersebut

mengakibatkan penurunan volume sekuncup,dancurah jantung. Pada otot

rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat dari penurunan curah

jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume darah membuat

tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009; 18,22).

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan penatalaksanaan

nonfarmakologis terapi relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan

darah pada penderita hipertensi, dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam

dapat dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada terapi

nonfarmakologislainnya,tidakmembutuhkanwaktulamauntukterapi,dandap

at mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi penderita

hipertensi (Kurnia & Suwardianto,2012).

6. TekananDarah

Istilah “tekanan darah” berarti tekanan pada pembuluh nadi dari

peredarah darah sistematik didalam tubuh manusia. Tekanan darah

dibedakan menjadi dua yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah

diastolik. Tekanan darah sostolik adalah tekanan darah pada waktu jantung

menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan

darahpada saat jantung mengendor kembali (diastole). Dengan demikian,

tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi daripada tekanan darah diastolik.

Tekanan darah manusia senantiasa berayun-ayun antara tinggi dan rendah

sesuai dengan detak jantung. Tekanan darah manusia biasanya diukur


dengan alat tensimeter (sphygmomanometer air raksa). (dr. L Gunawan,

2012 : 7).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah bersifat one group pre-post design

yaitu suatu desain yang memberikan perlakuan pada satu kelompok, kemudian di observasi sebelum
dan sesudah implementasi (Polit & Beck, 2006).

B. Tempat dan waktu penelitian

Kerja Puskesmas Sidangkal. Waktu penelitian dalam penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari
2018 sampai dengan bulan Agustus 2018. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Sidangkal yang berjumlah 43 orang.

C. Definisi istilah

1) Pasien hipertensi,
2) Pasien yang bersedia menjadi responden,

3) Pasien hipertensi yang bersifat kooperatif,

4) Pasien yang belum pernah mengikuti terapi relaksasi nafas dalam,

5) Pasien bertempat tinggal yang dapat dijangkau oleh peneliti.

D. Partisipan dan teknik sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari
populasi yang ada, sehingga jumlah sampel mewakili keseluruhan populasi yang ada. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik purposive sampling yaitu
teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
(Polit & Beck, 2012).

Besar Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan tabel power analysis.

Langkah awal dilakukan identifikasi pasien dengan penyakit hipertensi diwilayah kerja puskesmas
Sidangkal, kemudian dari seluruh pasien akan disesuaikan atau dipilih dengan kriteria syarat pasien
yang sudah ditetapkan dengan teknik purposive sampling.

E. Instrument penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan beberapa alat seperti : alat
bantu berupa tensi tekanan darah.
G. Teknik pengumpulan data
H. Analisis data
I. Ujian kebahasaan
J. Etika penelitian

Anda mungkin juga menyukai