Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru-paru baik
dalam spasium interstitial atau dalam alveoli. (Diane C. Baughman,Joann C
Hackley.2006)
Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan.
Edema pulmo awalnya akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru
dan jantung. (Charlene J Reeves, dkk. 2003)
Edema Paru merupakan suatu keaadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskuler dalam paru.(Muttaqin, Arif,2008)

B. Penyebab
Penyebab ALO (Acute Lung Odem)dibagi menjadi 2,yaitu sebagai berikut :
Etiologi Edema Paru Kardiogenik :
1. Gagal jantung
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
4. Gagal ginjal
Etiologi Edema Paru Non Kardoigenik :
1. Trauma thorax
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Emboli paru
5. Sepsis
6. Keadaan tenggelam
C. Klasifikasi
Perbedaan Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non Kardiogenik
1. Edema Paru Kardiogenik

Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan


tekana vena pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan
onkotik, terjadi rembesan cairan ke jaringan interstitial dan pada kasus yang lebih
berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan pleural
effusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi. Tanda awal edema paru
adalah Dipsnoe d’effort dan ortopnoe. Pada rontgen foto thorax menunjukkan
penebalan peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan garis kirley B.
Lines. Pada edema paru yang lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran
rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat diffuse pada alveola. Ditemukan
rhonchi dan wheezing yang disebabkan oleh paningkatan edema jalan nafas
kronik.
2. Edema Paru Non Kardiogenik

Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal,


peningkatan cairan paru terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan
kebocoran protein dan makromolekul kedalam jaringan. Cairan berpindah dari
pembuluh darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan
disfungsi lapisan surfaktan pada alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli
pada volume paru yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan sampai
dengan gagal nafas. Auskultasi paru relatif normal meskipun rontgen foto thorax
menunjukkan infiltrat alveolar difus.
(Smeltzer, C. Suzanne. 2002)
D. Manifestasi Klinis
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam
dan biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas),
tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna
kulit menjadi abu-abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi
mendekati panic, pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan
bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas
yang tertutup saat inspirasi.

b. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.

c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.
E. Patofisiologi/Pathway

(Price, Sylvia A & Lorraine W, eds. 2005.)


F. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat sputum/lendir pada jalan nafas.
b. Breathing
Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada. Pada
pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, irama pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
c. Circulation
PTekanan Darah meningkat, denyut nadi bervariasi. Pengkajian volume
darah dan kardiac output serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat
kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
d. Disability
Nialai tingkat kesadaran pasien serta ukuran dan reaksi pupil. Pasien
mengalami penurunan kesadaran.
e. Exposure/Environment/Event
Tidak terdapat pendarahan

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian dilakukan alloanamnesa
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien terpasang O2 Nasal 3 L/menit, NGT dan DC cateter. Pasien
bedrest total. Pasien tampak lemah dan tidak sadar. Tampak pasien
batuk dengan dahak.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki riwayat Hipertensi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama
dengan pasien.
d. Anamnesa singkat (AMPLE)
(alergi, medikasi, past illness, last meal, event/environment) perlu
diingat.
e. Pemeriksaan fisik head to toe
1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan
rambur,rontok/tidak,bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi
mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
membesar.
7. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau
lebih dan terdapat wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia,
hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam
posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas
dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke
depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural
yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk
yang berwarna kemerahan serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan
paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih
dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem
perifer, akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non
kardiogenik didapatkan Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat
ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin
f. Pemerikasaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi
edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein,
urinalisa gas darah.
2. Radiologi 
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang
melebar, pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai
tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema. Gambar foto
thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan
edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu
antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara radiologi sampai
jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga
dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti
rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien.
3. Elektrokardiogram (EKG) 
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-
tanda iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru.

(Doenges E, Marilynn, 2000)


G. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan
cairan dalam interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder
terhadap penumpukan cairan dalam alveoli
e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen
(Wilkinson, Judith M. 2007)

H. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Tujuan Intervensi

Ventilasi dan oksigenasi


Dx: Gangguan 1. BHSP pada pasien atau keluarga
adekuat setelah
pertukaran gas pasien
dilakukan pemasangan
berhubungan 2. Observasi TTV
endotrakeal
dengan 3. Berikan oksigen yang
akumulasi dilembabkan dengan humidifier
kriteria hasil:
protein dan 4. Berkolaborasi dengan dokter
cairan dalam  sesak napas dalam pemberian terapi
interstitial/ area berkurang, tidak 5. Motivasi pasien untuk nafas
alveolar sianosis dalam dan panjang

Dx: Bersihan jalan napas


ketidakefektifan efektif setelah dilakukan
1. BHSP pada pasien dan keluarga
bersihan jalan fisioterapi napas dan
penghisapan sekret
pasien
2. Lakukan fisioterapi napas dan
Kriteria Hasil
penghisapan sekret secara
nafas  Hilangnya kontinu
berhubungan dispnea 3. Berikan oksigenasi sebelum
dengan  Bunyi napas dilakukan penghisapan sekret
penumpukan bersih/tidak ada 4. Kaji dan catat karakteristik
secret
ronkhi sputum
 Mengeluarkan 5. Berkolaborasi dengan dokter
sekret tanpa dalam pemberian terapi seperti
kesulitan Morfin, furosemid, aminofilin

DAFTAR PUSTAKA
Diane C. Baughman,Joann C Hackley. 2006. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. (Nike
Budhi S, Alih Bahasa). Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2003. Edisi
3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arifin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Paru. Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia A & Lorraine W, eds. 2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penyakit Paru. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2002.   Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. (H.Y. Kuncara, M. Ester, A. Hartono, Y. Asih, Alih Bahasa).
Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, Ed. 7. (Widyawati, S. Alimi, E. Dwihapsari, I.
S. Nurjanah, Alih Bahasa). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai