Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL NAFAS

1. Definisi

 Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia,
hiperkapneu (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri) dan asidosis. Kegagalan
pernapasan seperti hal nya kegagalan pada system organ lain dapat diketahui berdasarkan
gambaran klinis maupun pemeriksaan laboratorium.
 Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigen dan
karbondioksida dalam jalan nafas yang mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung Harapan kita Tahun 2010)  
 Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner
& Sudarth, 2010).

Klasifikasi Gagal Nafas


Berdasarkan pada pemeriksaan AGD , gagal nafas dapat dibagi menjadi 3 tipe :
a. Gagal nafas Type I ( kegagalan oksigenasi , hypoxemia arteri ). Tekanan partial O2
dalam arteri yang abnormal rendah, mungkin hal tersebut diakibatkan oleh setiap
kelainan yang menyebabkan rendahnya ventilasi perfusi dari kanan ke kiri yang ditandai
dengan rendahnya tekanan partial O2 arteri ( < 60 mmHg) ( Shapiro dan Peruzzi 1994)
b. Gagal Nafas Tipe II (Kegagalan Ventilasi: Arterial Hypercapnia)
Gagal nafas tipe II ditandai dengan peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal
(PaCO2 > 46 mm Hg), dan diikuti secara simultan dengan turunnya PAO2 dan PaO2, oleh
karena itu perbedaan PAO2 - PaO2 masih tetap tidak berubah.
c. Gagal Nafas Tipe III (Gabungan kegagalan oksigenasi dan ventilasi)):
Gagal nafas tipe III menunjukkan gambaran baik hipoksemia dan hiperkarbia (penurunan
PaO2 dan peningkatan PaCO2). Penilaian berdasarkan pada persamaan gas alveolar
menunjukkan adanya peningkatan perbedaan antara PAO2 – PaO2, venous admixture dan
Vd/VT. Dalam teori , setiap kelainan yang menyebabkan gagal nafas tipe I atau tipe II
dapat menyebabkan gagal nafas tipe III.

2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat, pusat pernafasan yg
mengendalikan pernafasan terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal, pada periode pasca operatif
b. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernafasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan akan
sangat mempengaruhi ventilasi
c. Efusi pleura, hemothoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui pengahambatan ekpsansi paru
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat mengakibatkan cedera kepala ,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah obstruksi yang
menyebabkan gagal nafas.
e. Penyakit paru akut
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
3. Manifestasi Klinis
Tanda
a. Gagal nafas total
- Aliran udara dimulut, hidung tidak dapat didengar atau dirasakan
- Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
- Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
- Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing, dan wheezing
- Ada retraksi dada
Gejala
a. Hiperkapneu yaitu penurunan kesadaran, (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardi, gelisah, berkeringat atau sianosis ( penurunan PO2)

4. Patofisiologi
5. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing
mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada
pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya
paru-paru kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan
yang ireversibel.
6. Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi
jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan
efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
7. Pengkajian

a. Identitas
Identitas pasien, nama, umur  , suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien dulu pernah mengalami penyakit yang menyangkut tentang system
pernafasan misalnya asma. Infeksi pada paru dll.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Yaitu meliputi alasan klien masuk kerumah sakit dan yang dialami klien saat ini
misalnya aliran udara dimulut klien tidak terdengar/diraakan, terdengar suara
tambahan, adanya retraksi dada, penurunan kesadaran,sianosis, takikardia, geliah
dll.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakitb yang menyangkut dengan system pernafasan.

6. Pemeriksaan fisik
a) System pernafasaan
Inpeksi  : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi    : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal
Perkusi    : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau tanpa
produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas
( bersih, krekles, mengi ), sputum.
b) System Kardiovaskuler
Inspeksi         : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma
Palpasi           : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi     : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradok
Gejala : Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung
ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama
jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada
membran mukossa atau bibir.
c) Sistem neurologis
Inpeksi          :  Gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi           : Kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda : Perubahan mental, kelemahan, bagaimana tingkat kesadaran yang dialami
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
d) Sistem Pencernaan
Bentuk bibir simetris, warna bibir kehitaman kering, mukosa kering, jumlah gigi
lengkap, terdapat karies, keadaan gigi dan mulut terlihat sangat kotor, kuning, berbau dan
banyak slym yang sudah mengering, tidak ada lesi, pergerakan lidah kaku, reflek
menelan tidak baik, ada nyeri pada saat menelan, bentuk abdomen cembung, terdapat
emfisema subkutis, , pada saat diperkusi bunyi timpani dikuadran kiri atas,tekstur kulit
lembut, hepar tidak teraba, fungsi pengecapan baik ditandai dengan klien dapat
merasakan jus papaya, riwayat BABA.
e) Sistem Perkemihan
Ada tidak nya pembesaran ginjal, adanya distensi kandung kemih, frekuensi BAB, warna
urine, tidak terdapat nyeri tekan pada daerah blader, keluhan pada saat BAK.
f) Sistem Muskuloskeletal
Ekstermitas atas dan bawah
Bentuk simetris atau tidak , terdapat edema atau tidak pada kedua ekstremitas atas,
clubbing finger, pergerakan tangan kanan dan kir, reflek bisep , reflek trisep , akral,
kekuatan otot
g) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Aktifitas
Gejala  : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.
Tanda   : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
b) Eliminasi
Tanda   : bunyi usus menurun.
c) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga.
Tanda  : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
d) Makanan atau cairan
Gejala   : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda   : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
e) Hygiene
Gejala atau tanda      : kesulitan melakukan tugas perawatan
f) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala  : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
g) Interkasi social
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah terus-
menerus, takut ), menarik diri

7. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
1) Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
2) Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan,
polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
3) Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
4) Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.
5) Radiologi:
a) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelektasis dan pneumoni.
b) EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
c) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal <
500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun
(Lewis, 2011).

8.     Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2, sampai
sekitar  60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal
akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker.
Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan
kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll
usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b. Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi
pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan
bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat,
mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret trakeobronkial
yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa digunakan
bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika
penggunaan IV kortikoteroid mempunyai  reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi
memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium
yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang
menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang
ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi
cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi sirkulasi
yang prospektif (Lewis, 2011).

9. Analisa Data
No
Data focus Etiologi Problem
1. DS : klien mengatakan sesak Bronkhiolitis , status asmatikus, Bersihan jalan napas
DO: pneumonia, kelainan tidak efektif
- Klien terpasang ETT neurologis, trauma, obstruksi
- Jalan napas klien
terdapat lendir pada Penurunan respon pernafasan

selang ETT dan pada dan otot pernafasan

rongga mulut.
- Reflek batuk kurang. penumpukan cairan alveoli
- Kien tidak dapat
mengeluarkan secret oedema pulmo

- Terdengar suara ronkhi.


penumpukan secret
- PCO2 : >45 mmHg
- Sianosis
jalan nafas obstruksi
2. DS : - Bronkhiolitis , status asmatikus, Gangguan
DO : WOB, sianotik, hasil pneumonia, kelainan pertukaran Gas
AGD tidak normal, Tanda neurologis, trauma, obstruksi
tanda vital tidak normal,
gelisah, sianotik
¨ Penurunan respon
pernafasan dan otot pernafasan

penumpukan cairan alveoli


oedema pulmo

gangguan pengambangan paru

hipoventilasi alveoli
3. DS: Klien mengatakan sesak Obstruksi jalan nafas
DO: Perubahan frekuensi Gangguan pola
nafas, TTV tidak stabil, batuk Penurunan otot dan respon nafas
tidak efektif, gelisah , pernafasan
penurunan bunyi nafas, suara
nafas tambahan Permeabilitas membran alveolar
kapiler

Gangguan epitheilium alveolar

Penumpukan cairan
Gangguan pengembangan paru

Hipoventilasi paru

Gangguan pertukaran gas

10. Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ETT
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius

Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby
Elsevier

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi


2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike
Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan
Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Vol. 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai