Anda di halaman 1dari 28

Askep Gagal Nafas

Oleh :
Nadia Susila Ningsih
183110183
III A
1.DEFINISI

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan


untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2),
eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi
(Susan, 2007). 
2.        Klasifikasi

a. Gagal nafas akut


Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul. 
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.
3. Etiologi

a.        Kelainan di luar paru-paru


1)      Penekanan pusat pernapasan
a)       Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b)      Trauma atau infark selebral
c)       Poliomyelitis bulbar
d)      Ensefalitis
2)      Kelainan neuromuscular
a)       Trauma medulaspinalis servikalis
b)      Sindroma guilainbare
c)       Sklerosis amiotropik lateral
d)      Miastenia gravis
e)       Distrofi otot
3)      Kelainan Pleura dan Dinding Dada
a)       Cedera dada (fraktur iga multiple)
b)      Pneumotoraks tension
c)       Efusi leura
d)      Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
e)       Obesitas: sindrom Pickwick
b.        Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1)      Kelainan Obstruksi Difus
a)       Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
b)       Asma, Status asmatikus
c)       Fibrosis kistik
2)      Kelainan Restriktif Difus
a)       Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica,
debu batu barah)
b)      Sarkoidosis
c)       Scleroderma
d)      Edema paru-paru
e)       Kardiogenik
f)        Nonkardiogenik (ARDS)
g)      Atelektasis
h)      Pneumoni yang terkonsolidasi
3)      Kelainan Vaskuler Paru-Paru
a)       Emboli paru-paru
4.  Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :


a.         Gagal nafas total
b.         Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c.         Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela
iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
d.         Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e.         Gagal nafas parsial
f.          Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
g.         Ada retraksi dada
h.         Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i.           Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
5.  Patofisiologi

Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas


vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari
20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator
karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan
yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak
(pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera
kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan
hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
• Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal
nafas akut.
6.  Komplikasi

a.  Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator


(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
a. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
b. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
c. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
d. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
e. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
f. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
7.  Pemeriksaan Penunjang
a.         Laboratorium
1)        Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
2)        Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia
bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
3)        Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
4)        Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.
b.         Radiologi:
1)        Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti
atelektasis dan pneumoni.
2)        EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
3)        Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml,
FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).
8. Penatalaksanaan Medis

a.         Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan


fraksi O2 akan memperbaiki PaO2, sampai sekitar  60-80
mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan
hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi.
Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau
masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat
keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen
dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi,
sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b.         Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan
PEEP. Perbaiki elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan
komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut
dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan
bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan
nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol
gagal jantung, demam dan sepsis.
c.         Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan,
bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d.         Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid
Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikoteroid mempunyai  reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan
inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak
digunakan untuk gagal napas akut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid,
Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang
disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan
insufisiensi adrenalin.
e.         Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak
meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O
PEEP.
f.          Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan
dengan pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang
dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
g.         Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h.         Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i.           Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi
asidemia, ipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis,
B.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.        Pengkajian
a.         Airway
1)        Peningkatan sekresi pernapasan
2)        Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b.         Breathing
1)        Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2)        Menggunakan otot aksesori pernapasan
3)        Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c.         Circulation
1)        Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2)        Sakit kepala
3)        Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah,
kacau mental, mengantuk
4)        Papiledema
5)        Penurunan haluaran urine
d.         Pemeriksaan fisik
1)        System pernafasaan
Inpeksi          : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi           : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernafasaan tertinggal
Perkusi          : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi     : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2)        System Kardiovaskuler
Inspeksi         : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah trauma
Palpasi           : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi     : suara detak jantung menjauh atau menurun dan
adakah denyut jantung paradok
3)        System neurologis
Inpeksi          :  gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi           : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak. Bagaimana tingkat
kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
e.         Pemeriksaan sekunder
1)        Aktifitas
Gejala            : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.
Tanda                        : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2)        Sirkulasi
Gejala            : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda                        : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra
S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama jantung dapat
teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa
atau bibir.
3)        Eliminasi
Tanda                        : bunyi usus menurun.
4)        Integritas ego
Gejala            : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda                        : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
5)        Makanan atau cairan
Gejala            : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda                        : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan
6)        Hygiene
Gejala atau tanda      : kesulitan melakukan tugas perawatan
7)        Neurosensori
Gejala            : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat
Tanda                        : perubahan mental, kelemahan
8)        Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala            : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9)        Pernafasan:
Gejala            : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan
kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10)    Interkasi sosial
Gejala  : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah
terus-menerus, takut ), menarik diri.
2.        Diagnosa Keperawatan
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sumbatan jalan nafas dan ventilasi sekunder terhadap retensi
lendir.
b.         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
c.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
sianosis perifer
e. Gangguan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan
Vasodilatasi pembuluh darah otak
3. Intervensi Keperawatan
• dx keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
• tujuan
selah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka Bersihan Jalan
Napas Meningkat

Kriteria hasil :
1.Batuk efektif meningkat
2.Produksi sputum menurun
3.Dispnea menurun
Latihan Batuk Efektif
Obsevasi
1.Identifikasi kemampuan batuk
2.Monitor adanya retensi sputum
3.Monitor dada dan gejala infeksi saluran nafas
4.Monitor input dan output cairan
Terapi
1.Atur posisi semi Fowler atau Fowler
2.Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
3.Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
1. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan Edukasi
• dx
Pola napas tidak efektif
Tujuan:
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka
masalah keperawatan dapat teratasi dengan kreria hasil sbb :

Kriteria hasil :
1.Dispnea menurun
2. penggunaan otot bantu pernafasan menurun
3. pemanjangan fase ekspirasi menurun
4. frekuensi nafas membaik
manajemen Jalan Nafas Observasi
1.Monitor pola nafas
2.Monitor bunyi nafas tambahan
3.Monitor sputum

Terapi
1.Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin- lift
(jaw-thrust jika dicurigai trauma servikal)
2.Posisikan semi-fowler atau fowler
3.Berikan minum hangat
4.Lakukan fisioterapi dada
5.Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6.Lakukan hiperoksigensi sebelum penghisapan
endotrakeal
7.Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGlll
Berikan oksigen
4.Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan
(Potter & Perry, 2010). Tujuan dari implementasi adalah membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping, selama tahap
implementasi perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien (Nursalam,2008).
5.Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya (Padila, 2012). Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai