Disusun Oleh:
Nama : NURHASANA
NIM : 4006170055
Pembimbing Akademik
I. Defenisi
II. Etilogi
Etiologi/Penyebab dari gagal nafas menurut Morton (2012)
diantaranya:
a. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada
pernafasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui
pengahambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
2
3
penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera
dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan motor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstuksi jalan
nafas atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pneumotoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.
e. Penyakit akut paru
Pneumoni disebabkan oleh bakteri atau virus. Pneumoni kimiawi atau
pneumoni diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan
materi lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal
nafas.
IV. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan
hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek
dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut (Purwato dkk, 2009).
5
V. Pathway
Gangguan pengembangan
paru kolap alveoli Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas
VI. Penatalaksaan
11. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke
leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk. Melindungi
bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis.
12. Keamanan
Riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
13. Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis
b. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
1. DS: Trauma, Depresi sistem saraf pusat, Gangguan
o Dipsnea Penyakiat akut paru, Kelainan pertukaran gas
o Gangguan penglihatan neurologis, Efusi pleura
o Sakit kepala saat bangun tidur
DO: Gangguan saraf dan otot pernafasan
o pH darah arteri abnormal
o Pernafasan abnormal Peningkatan permeabilitas membrane
o Warna kulit abnormal alveolan kapiler
o Konfusi
o Sianosis Gangguan evitalium alveolar
o Diaforesis
o Hiperkapnia Oedema paru
o Hipoksia
o Iritabilitas Penurunan comlain paru
o Napas cuping hidung
o Gelisah Penurunan cairan surfaktan
o Samnolen
o Takikardia Gangguan pengembangan paru kolap
alveoli
c. Masalah Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Ketidakefektifan pola napas
d. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
3. Ketidakefektifan Pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru
e. Intervensi Keperawatan
No DX. Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC) Rasional Tindakan
1 Gangguan pertukaran Respiratory status: Gas exchange Airway Management Airway Management
gas berhubungan Respiratory status: ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik 1. Memudahkan sirkulasi udara bagi
dengan abnormalitas Vital sign status chint lift atau jaw thrust bila perlu pasien yang tidak sadar
ventilasi-perfusi Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk
2. Posisi pasien yang sesuai membantu
sekunder terhadap a. Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi ventilasi yang baik bagi pasien
hipoventilasi peningkatan ventilasi dan 3. Identifikasi pasien perlunya
3. Menentukan indikasi pemasangan
oksigenasi yang adekuat pemasangan alat jalan nafas buatan alat bantu nafas
b. Memelihara kebersihan paru- 4. Pasang mayo bila perlu 4. Mematenkan jalan nafas pada pasien
paru dan tanda-tanda distres 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu yang tidak sadar
pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau 5. Membantu pengeluaran sekret dari
c. Mendemonstrasikan batuk suction dalam paru
efektif dan suara nafas yang 7. Auskultasi suara nafas dan catat 6. Mengurangi sumbatan jalan nafas
bersih, tidak ada sianosis dan adanya suara tambahan 7. Mengidentifikasi adanya masalah
dispnea (mampu mengeluarkan 8. Lakukan suction pada mayo pada organ pernafasan
sputum, mampu bernafas dengan 9. Berikan bronkodilator bila perlu 8. Mencegah sumbatan jalan nafas serta
mudah, tidak ada pursed lips) 10. Monitor respirasi dan status O2 aspirasi
d. Tanda-tanda vital dalam rentang 9. Membantu membuka jalan nafas
normal. Respiratory Monitoring 10. Memantau pemenuhan kebutuhan
1. Monitor rata-rata kedalaman, irama oksigenasi pasien
dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
13
tambahan, retraksi otot
Respiratory Monitoring
supraclavicular dan intercostal 1. Pemantauan respirasi secara tepat
3. Monitor suara nafas, seperti dapat menentukan intervensi
dengkur keperawatan selanjutnya yang tepat
4. Monitor pola nafas 2. Penggunaan otot tambahan
5. Catat lokasi trakea pernafasan saat bernafas
6. Tentukan kebutuhan suction dengan menggambarkan adanya indikasi
mengauskultasi crakles dan ronkhi kelemahan dalam respirasi
pada jalan nafas utama 3. Memantau suara tambahan
7. Auskultasi suara paru setelah pernafasan
dilakukan tindakan 4. Mengetahui kebutuhan oksigenasi
pasien
5. Lokasi trakea yang abnormal
menandakan adanya tension
pneumotorak
6. Membersihkan jalan nafas sesuai
lokasi sekret
7. Mengetahui keberhasilan tindakan
keperawatan
2 Ketidakefektifan jalan Respiratory status : Ventilation Airway Suction Airway Suction
nafas berhubungan Respiratory status : Air way 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal 1. Penggunaan oral/trakheal suctioning
dengan hilangnya patency suctioning yang sesuai mencegah terjadinya
fungsi jalan nafas, Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan iritasi pada saluran pernafasan
peningkatan sekret sesudah suctioning
14
pulmonal, a. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan pada klien dan 2. Mengetahui lokasi penumpukkan
peningkatan resistensi efektif dan suara nafas yang keluarga tentang suctioning sekret sebelum dan sesudah
jalan nafas bersih, tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum dilakukan tindakan
dyspneu(mampu mengeluarkan suction dilakukan 3. Memberikan pemahaman kepada
sputum, mampu bernafas dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan keluarga dan pasien sehingga
mudah, tidak ada pursed lips) nasal untuk memfasilitasi suction mengurangi kecemasan keluarga dan
b. Menunjukkan jalan nafas yang nasotrakeal pasien
paten (klien tidak merasa 6. Gunakan alat yang steril setiap 4. Memfasilitasi pembukaan jalan nafas
tercekik, irama nafas, frekuensi melakukan tindakan 5. Membantu pemenuhan oksigen
pernafasan dalam rentang 7. Anjurkan klien untuk istirahat dan selama proses suction
normal, tidak ada suara nafas dalam setelah kateter 6. Mencegah terjadinyainfeksi silang
abnormal) dikeluarkan dari nasotrakeal 7. Mengurangi distres pernafasan
c. Mampu mengidentifikasikan dan 8. Monitor status oksigen pasien 8. Mengetahui tingkat saturasi oksigen
mencegah faktor yang dapat 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara pasien serta kebutuhan oksigenasinya
menghambat jalan nafas melakukan suction 9. Melibatkan keluarga dalam
10. Hentikan suction dan berikan perawatan pasien sehingga dapat
oksigen bila pasien menunjukkan melakukan suction kepada pasien
bradikardi, peningkatan saturasi O2, secara mandiri
dll. 10. Tindakan suction dapat
menyebabkan distres pernapasan
Airway Management bagi klien sehingga perlu selalu
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik mengawasi keadaan pasien selama
chin lift atau jaw trust bila perlu prosedur dilaksanakan.
15
2. Posisikan pasien untuk
Airway Management
memaksimalkan ventilasi 1. Memudahkan sirkulasi udara bagi
3. Identifikasi pasien perlunya pasien yang tidak sadar
pemasangan alat jalan nafas buatan
2. Posisi pasien yang sesuai membantu
4. Pasang mayo bila perlu ventilasi yang baikbagi pasien
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Menentukan indikasi pemasangan
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau alat bantu nafas
suction 4. Mematenkan jalan nafas pada pasien
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya yang tidak sadar
suara tambahan 5. Membantu pengeluaran sekret dari
8. Lakukan suction pada mayo dalam paru
9. Berikan bronkodilator bila perlu 6. Mengurangi sumbatan jalan nafas
10. Monitor respirasi dan status O2. 7. Mengidentifikasi adanya masalah
pada organ pernafasan
8. Mencegah sumbatan jalan nafas serta
aspirasi
9. Membantu membuka jalan nafas
10. Memantau pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pasien
3 Ketidakefektifan Pola Respiratory status: Ventilation Airway management Airway management
nafas b.d. penurunan Respiratory status: Airway 1. Posisikan klien untuk 1. Mencegah terjadinya asidosis, karena
ekspansi paru patency memaksimalkan ventilasi asidosis menghambat masuknya
Vital sign status 2. Auskultasi suara nafas tambahan oksigen
Kriteris Hasil: 3. Pertahankan jalan nafas yang paten
16
a. Mendemonstrasikan batuk 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan 2. Nafas tambahan bisa memperburuk
efektif dan suara nafas yang 5. Monitor Tanda vital Sign keadaan klien
bersih, tidak ada sianosis dan 6. Monitor suhu, warna dan 3. Agar tidak terjadi apneu
dyspneu (mampu mengeluarkan kelembaban kulit 4. Membantu pernafasan agar tidak
sputum, mampu bernafas dengan terjadi hipoksia
mudah, tidak ada pursed lips) 5. Mengetahui keadaan umum klien dan
b. Menunjukkan jalan nafas yang membantu penentuan intervensi
paten (klien tidak merasa selanjutnya
tercekik, irama nafas, frekuensi 6. Untuk mengetahui terjadi sianosis
pernafasan dalam rentang pada klien
normal, tidak ada suara
abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
17
18
1. Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam :
Aru W. Sudoyo (ed.) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.
2. Chang, Ester, 2009. Patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan..
Jakarta: EGC.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi bahasa
Indonesia, Jakarta EGC.
4. Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru. Dalam : Arthur C.
Guyton dan John E. Hall (ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta : EGC..
5. Latief, A. Said. 2011. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intesif. Jakarta: FK UI.
6. Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis, Edisi. Jakarta: EGC.
7. Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction.