Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O 2 terhadap CO2 dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi O 2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel
tubuh sehingga menyebabkan PO2 <50 mmHg (hipoksemia) dan PCO2 >45
mmHg (hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2013).

B. ETIOLOGI (Brunner & Sudarth, 2013)


1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan
medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus
ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur
tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest
dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah
untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal
nafas.

C. TANDA DAN GEJALA (Arief Manjoer 2010)


1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
2) Ada retraksi dada

2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)

D. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik di
mana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda:
1. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
2. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut
biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,


frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat di
mana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis,
hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen
menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.
PATHWAY

Depresi Sistem Kelainan neurologis Efusi pleura, Trauma Penyakit akut paru
saraf pusat primer hemotoraks dan
pneumothoraks

Gangguan saraf pernapasan dan otot pernapasan

Gagal napas

Meningkatnya permeabilitas membrane alveolan kapiler

Gangguan endothelium alveolar Gangguan endothelium kapiler

Kelebihan volume
Edema paru cairan Cairan masuk ke intertisial

↓ Complain paru
↑ Tahanan jalan napas

↓ Cairan surfaktan
Kehilangan fungsi silia
saluran pernapasan

Gangguan pengembangan paru,


kolaps alveoli Peningkatan produksi sekret

Ventilasi dan Ekspansi paru


perfusi tidak Ketidakefektifan bersihan
seimbang jalan napas
Ketidakefektifan
pola napas
Terjadi
Gangguan
hipoksemia/
pertukaran gas
hiperkapnia

Penurunan Resiko
↓O2 dan CO2 Hipoksia ke otak cedera
tingkat kesadaran

Dispneu, sianosis

Gangguan perfusi
↓ curah jantung jaringan
E. KOMPLIKASI (Jeanny Ivones, 2009)
Komplikasi gagal nafas adalah ARDS (Syndrom Gangguan Pernafasan
Akut), yaitu suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran
kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan
permeabilitas.

Sedangkan komplikasi ARDS adalah:


1. Paru: barotraumas (volutrauma), emboli paru, Fibrosis paru, ventilator-
Associated, Pneumonia atau VAP
2. Gastrointestinal: pendarahan atau ulkus, Dysmotility, pneumoperitonium,
bakteritranslokasi
3. Jantung: aritmia, Infark disfungsi
4. Ginjal: gagal ginjal akut, keseimbangan cairan positif.
5. Mekanikal: cedera vascular, pneumothorax, stenosis
6. Gizi: gizi buruk, kekurangan elektrolit
7. Keadaan terparah yang dialami penderita gagal nafas adalah koma. Koma
adalah penurunan/hilangnya tingkat kesadaran, tampak seperti tidur, tidak
berespon terhadap rangsangan eksternal.
Manifestasi klinis penurunan kesadaran adalah:
a. berkurangnya reflek atau respon terhadap rangsang, penurunan
kemampuan otak untuk berinteraksi dengan sekitarnya.
b. Mengenai kemampuan berbahasa, daya ingat, pengenalan
visuospasial, dan emosi, serta perubahan kepribadian.
c. Perubahan tanda-tanda vital (Pola pernafasan, kerja jantung dll).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia: Ringan: PaO2 < 80 mmHg
Sedang: PaO2 < 60 mmHg
Berat: PaO2 < 40 mmHg
2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui
3. Hemodinamik
4. EKG: Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, Disritmia

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi oksigen
2. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
3. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
4. Inhalasi nebuliser
5. Fisioterapi dada
6. Pemantauan hemodinamik/jantung
7. Pengobatan
8. Brokodilator
9. Steroid
10. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, nomor registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernafas. Perlu diperhatikan juga
apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak
binggung (confusion), atau mengantuk (somnolen). Yang tak kalah penting
ialah kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu
diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan
dalam bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering
pula dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas
beracun. Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit
keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.
3. Riwayat
- Adanya factor pencetus
- Adanya manifestasi klinis
4. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan.
- Bunyi nafas krekles, ronki atau mengi.
5. Breating
- Distress pernafasan: pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu
retraksi.
- Menggunakan otot aksesori pernafasan.
- Kesulitan bernafas: lapar udara, diaphoresis, sianosis.
6. Circulation
- Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
- Sakit kepala.
- Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk.
- Papiledema.
- Penurunan haluan urine.
7. Keadaan Umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara.
Denyut nadi, frekuensi nafas yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20 x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat
dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan.
Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan,
syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
2) Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
3) Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh penebalan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
4) Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi
yang didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena
hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.

e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami
klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara
ke alveoli atau kebagian utama paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan
kelelahan.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
- Bunyi nafas bersih
- Secret berkurang atau hilang
Intervensi:
a. Catat karakteristik bunyi nafas
b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum
c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental
d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas
e. Pertahankan posisi tubuh/kepala dan gunakan ventilator sesuai
kebutuhan
f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas
g. Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang
skresi yang lengket
h. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh
i. Berikan fisioterapi dada
j. Berikan bronkodilator
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan
cairan dalam interstitial/area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan
surfaktan
Tujuan; pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
- Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran
- BGA dalam batas normal
- Bebas distres pernafasan
Intervensi:
a. Kaji status pernafasan
b. Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan
ketidaknyaman dalam pernafasan
c. Catat adanya sianosis
d. Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
f. Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik
g. Awasi BGA/saturasi oksigen (SaO2)

3. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik


Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik
Intervensi:
a. Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan
b. Observasi tanda dan gejala barotrauma
c. Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang
endotrakeal
d. Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift
e. Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi
f. Berikan sedasi bila perlu
g. Monitor terhadap distensi abdomen

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET


dengan kondisi lemah
Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Intervensi:
a. Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan
b. Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
c. Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan
d. Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam
e. Lakukan pembersihan oral tiap shift
f. Monitor tanda vital terhadap infeksi
g. Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar
dari jalan  nafas dan reservoir humidifier
h. Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip
steril
i. Pantau keadaan umum
j. Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas
k. Pantau pemberian antibiotik

5. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu


makan peroral
Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh
Intervensi:
a. Kaji status gizi klien
b. Kaji bising usus
c. Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi
d. Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi
perenteral sesuai indikasi
e. Periksa laborat darah rutin dan protein
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media


Aesculapius.

Nanda. 2018-2020. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika.
Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. 6th Indonesian edition, by Gloria
Bulechek, dkk. Elsevier Singapore Pte Ltd.
Nursing Outcomes Classification (NOC). 2016. 5th Indonesian edition, by Sue
Moorhead, dkk. Elsevier Singapore Pte Ltd.
Jeanny Ivones, 2009. https://nezfine.wordpress.com/2009/10/21/gagal-napas-dan-
gagal-jantung/ di akses tanggal 25 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai