OLEH :
A11-B
TAHUN 2020
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Respiratory
Failure
B. Klasifikasi
1. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
2. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.
C. Etiologi
1. Kelainan di luar paru-paru
a. Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalis servikalis
2) Sindroma guilainbar
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
c. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi Pleura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
6) Kelainan Intrinsic Paru-Paru
d. Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
e. Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica,
debu batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
5) Kardiogenik
6) Nonkardiogenik (ARDS)
7) Atelektasis
8) Pneumoni yang terkonsolidasi
f. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli paru-paru
D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
a. Gagal nafas total
b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan
ventilasi buatan
e. Gagal nafas parsial
f. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan
wheezing
g. Ada retraksi dada
h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(PO2 menurun)
E. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas
vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari
20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena
“kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan
yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons
dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke,
tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat
agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan
penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Sumber : ((harsono, 1996)
PATHWAY
- Trauma
- depresi system saraf pusat
- penyakit akut paru
- kelainan neurologis
- efusi pleura,hemotokrat dan pneumotorka
↓
Gg saraf pernafasan dan otot pernafasan
↓
↑ permeabilitas membrane alveolan kafiler
↓
Resiko Cedera
↓O2 dan CO2→ Hipoksia ke otak → Penurunan tingkat kesadaran →
F. Komplikasi
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output,
aritmia, perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik ,
diare dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal
napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum
tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit
yang usianya kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan
pemberian nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO 3- meningkat, PaCO2
meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan
hipoksia jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak
diobati dengan cepat.
c. Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi
komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
d. Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan
infark miokard akut.
2. Radiologi:
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan
penyebab gagal nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
b. EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan
oleh cardiac.
c. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas
kronik (volume tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa)
menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan
memperbaiki PaO2, sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk
oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat
hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan
kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan
memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen
dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis
dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP.
Perbaiki elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan
komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia
akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan
mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi
bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan,
bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid
Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy
dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat
kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik.
Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak
meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H 2O
PEEP.
6. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan
pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang
dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
7. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia,
hipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4. Papiledema
Penurunan haluaran urine
B. Pemeriksaan fisik
1. System pernafasaan
a. Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
b. Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernafasaan tertinggal
c. Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
d. Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2. System Kardiovaskuler
a. Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah trauma
b. Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
c. Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan
adakah denyut jantung paradok
3. System neurologi
a. Inpeksi : gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
b. Palpasi : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak.
C. Pemeriksaan sekunder
1. Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap.
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat
normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi
jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila ada
menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama
jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis,
kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3. Eliminasi
Tanda : bunyi usus menurun.
4. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma
nyeri.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar\
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9. Pernafasan
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat,
pucat, sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10. Interkasi social
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi
( marah terus-menerus, takut ), menarik diri. (Doengoes, E.
Marylinn. 2000)
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi ditandai dengan dipnea, PCO2 menurun, PO2
menurun, takikardia
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas ditandai dengan terdapat suara nafas tambahan
wheezing
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan ditandai dengan pasien dipnea, penggunaan otot bantu
pernafasan, pola nafas abnormal (takipnea)
4. Hipervolemia berhubungan dengan Ganguan aliran balik vena
ditandai dengan dipnea, edema paru
5. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
E. Intervensi
G. Evaluasi
a. DX 1:
b. DX 2:
d. DX 4:
1. Asupan cairan dalam jumlah normal
2. Keluar urin dalam batas normal
3. pasien tidak mengalami edema
e. DX 5:
1. Kejadian cedera menurun
2. Tekanan darah dalam batas normal (100-130/60-90 mmHg)
3. Frekuensi nadi dalam batas normal (60-100x/menit)
4. Frekuensi napas dalam batas normal (16-24x/menit)
5. Pola istirahat/tidur membaik
DAFTAR PUSTAKA