Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN FRAKTUR

Oleh :
NI PUTU DIAH YUNIANTI
(209012509)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas
struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur
trjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat
diserapnya. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang
meremukkan, gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena kontraksi
otot yang ekstrem (Brunner & Suddarth, 2016)

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung
dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat
(Pricedan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia:
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat.Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang
adalahjaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang
membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah
fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2006).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat.Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat
tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain:
tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan
falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis
dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur (tulang paha) merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendiyang disebut kaput femoris, disebelah
atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter
mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut,
terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis.
Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian
lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang
disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih
kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os
tibia dan fibula.

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah


oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang
banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteumkuboideum,
kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (osteumsesarnoid).
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament,
bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut
(Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun
dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan
sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian
fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase
alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ketulang.
Ostesitadalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah
sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang.
Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan
matriksdan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut
Price dan Wilson (2006) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax)yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen-elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan
sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang
tertentu.

C. ETIOLOGI /PREDISPOSISI
Fraktur Menurut helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
adalah:
a. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat yang
mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
b. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
c. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi patologis
penyakit yang akan menimbulkan fraktur.

D. KLASIFIKASI
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi
(Black, 2014). Menurut Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat
bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok
yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur
1) Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh
tanpa komplikasi.
2) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

E. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA


Menurut Black, (2014) mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi
klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa
fraktur sering langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan
rontgen (sinar –x). Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut.
Deformitas, Pembengkakan (edema), Echimosisi (memar), Spasme otot ,
Nyeri, Ketegangan , Kehilangan fungsi, Pegerakan abnormal dan krepitasi,
Perubahan neurovaskular. Syok.
F. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada
tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan
diskontinuitas tuang atau pemisahan ulang. Pemisahan tulang ke dalam
beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur
meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan
jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan
integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan
terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung
dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan
volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan
muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera
dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan
deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.
Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain
menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat
perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul
masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen
tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan
spasme otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran
fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan
peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk
melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam
beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau
interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi
atau penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan
tersebut mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema
memunculkan masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.
Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan
fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan
fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan
kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi
stress. Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam
pembuluh darah sehingga asam-asam lemak tersebut bergabung dengan
trombosit dan membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat
pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan.
G. PATHWAY

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-ray, menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, tranfusi atau cidera hati.
d. Kretinin trauma otot meningkatkan kreatinin untuk klirens ginjal.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fraktur Menurut Muttaqin (2013) konsep dasar
penatalaksanaan fraktur yaitu:
a. Fraktur terbuka. Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu
6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
Pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting situasi
dan pemberian antibiotik.
b. Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya.
a. Reduksi (Reposisi)
Terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and Internal
Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga diartikan
reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajaran dan rotasi anatomis. ii. Reduksi tertutup dengan
fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal Fixation/ORIF),
digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang melibatkan
kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan sementara dengan
gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan
memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur comminuted (hancur
dan remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani
dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Retensi (Immobilisasi).
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksatoreksternal. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi internal yang berperan sebagia
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3) Graf tulang
Penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan sendi, mengisi defek
atau perangsangan dalam proses penyembuhan. Tipe graf yang
digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi tulang, dan
jumlah tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat berasal dari
tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank (allograft)
(Smeltzer & Bare, 2013)
4) Rehabilitasi
Upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Reduksi
dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya:
menyakinkan, perubahan posisi, stageri peredaan nyeri, termasuk
analgetik). Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
J. KOMPLIKASI
Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi awal
dan lama yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom. Kompartement sindrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang
menekan otot, tulang, saraaf dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat embolism syndrom Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipneu dan demam.
4) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke
tulang rusak atau terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman Ischemia.
6) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini.
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada
berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun
patahtulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya.
Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya
trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik
pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab
utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
- Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
- Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
- Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
- Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
- Kebas/ kesemutan (parestesia)
- Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
- Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
- Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan syaraf .
- Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
- Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
- Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan
keterbatasan gerak yang di alami klien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut b/d spasme a. Pertahankan imobilasasi bagian a. Mengurangi nyeri dan mencegah
otot, gerakan fragmen yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
tulang, edema, cedera gips, bebat dan atau traksi b. Meningkatkan aliran balik vena,
jaringan lunak, b. Tinggikan posisi ekstremitas mengurangi edema/nyeri.
pemasangan traksi, yang terkena. c. Mempertahankan kekuatan otot
stress/ansietas. c. Lakukan dan awasi latihan dan meningkatkan sirkulasi
gerak pasif/aktif. vaskuler.
d. Lakukan tindakan untuk d. Meningkatkan sirkulasi umum,
meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan local
(masase, perubahan posisi) dan kelelahan otot.
e. Ajarkan penggunaan teknik e. Mengalihkan perhatian terhadap
manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan control
dalam, imajinasi visual, terhadap nyeri yang mungkin
aktivitas dipersional) berlangsung lama.
f. Lakukan kompres dingin f. Menurunkan edema dan
selama fase akut (24-48 jam mengurangi rasa nyeri.
pertama) sesuai keperluan. g. Menurunkan nyeri melalui
g. Kolaborasi pemberian mekanisme penghambatan
analgetik sesuai indikasi. rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.

2. Risiko disfungsi a. Dorong klien untuk secara rutin a. Meningkatkan sirkulasi darah
neurovaskuler perifer melakukan latihan dan mencegah kekakuan sendi.
b/d penurunan aliran menggerakkan jari/sendi distal b. Mencegah stasis vena dan
darah (cedera vaskuler, cedera. sebagai petunjuk perlunya
edema, pembentukan b. Hindarkan restriksi sirkulasi penyesuaian keketatan
trombus) akibat tekanan bebat/spalk bebat/spalk
yang terlalu ketat. c. Meningkatkan drainase vena dan
c. Pertahankan letak tinggi menurunkan edema kecuali pada
ekstremitas yang cedera kecuali adanya keadaan hambatan aliran
ada kontraindikasi adanya arteri yang menyebabkan
sindroma kompartemen penurunan perfusi.
d. Berikan obat antikoagulan d. Mungkin diberikan sebagai
(warfarin) bila diperlukan. upaya profilaktik untuk
e. Pantau kualitas nadi perifer, menurunkan trombus vena.
aliran kapiler, warna kulit dan e. Mengevaluasi perkembangan
kehangatan kulit distal cedera, masalah klien dan perlunya
bandingkan dengan sisi yang intervensi sesuai keadaan klien.
normal.
3. Gangguan mobilitas a. Pertahankan pelaksanaan a. Memfokuskan perhatian,
fisik b/d kerusakan aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol
rangka neuromuskuler, (radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
nyeri, terapi restriktif teman/keluarga) sesuai keadaan menurunkan isolasi sosial.
(imobilisasi) klien
b. Bantu latihan rentang gerak b. Meningkatkan sirkulasi darah
pasif aktif pada ekstremitas muskuloskeletal,
yang sakit maupun yang sehat mempertahankan tonus otot,
sesuai keadaan klien. mempertahakan gerak sendi,
c. Berikan papan penyangga kaki, mencegah kontraktur/atrofi dan
gulungan trokanter/tangan mencegah reabsorbsi kalsium
sesuai indikasi. karena imobilisasi.
d. Bantu dan dorong perawatan c. Mempertahankan posis
diri (kebersihan/eliminasi) fungsional ekstremitas.
sesuai keadaan klien. d. Meningkatkan kemandirian klien
e. Ubah posisi secara periodik dalam perawatan diri sesuai
sesuai keadaan klien. kondisi keterbatasan klien.
f. Dorong/pertahankan asupan e. Menurunkan insiden komplikasi
cairan 2000-3000 ml/hari. kulit dan pernapasan (dekubitus,
g. Berikan diet TKTP. atelektasis, penumonia)
h. Kolaborasi pelaksanaan f. Mempertahankan hidrasi
fisioterapi sesuai indikasi. adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.
g. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.
h. Kerjasama dengan fisioterapis
perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
4. Gangguan integritas a. Pertahankan tempat tidur yang a. Menurunkan risiko
kulit b/d fraktur terbuka, nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
pemasangan traksi (pen, bersih, alat tenun kencang, luas.
kawat, sekrup) bantalan bawah siku, tumit). b. Meningkatkan sirkulasi perifer
b. Masase kulit terutama daerah dan meningkatkan kelemasan
penonjolan tulang dan area kulit dan otot terhadap tekanan
distal bebat/gips. yang relatif konstan pada
c. Lindungi kulit dan gips pada imobilisasi
daerah perianal c. Mencegah gangguan integritas
d. Observasi keadaan kulit, kulit dan jaringan akibat
penekanan gips/bebat terhadap kontaminasi fekal
kulit, insersi pen/traksi. d. Menilai perkembangan masalah
e. Jaga keadaan kulit agar tetap klien.
kering dan bersih. e. Kulit yang basah terus menerus
f. Anjurkan pada klien untuk memicu terjadi iritasi yang
menggunakan pakaian yang mengarah terjadinya dikubitus.
tipis dan kering yang menyerap f. Mencegah iritasi kulit dan
keringat dan bebas keriput. meningkatkan evaporasi.
g. Kolaborasi dalam pemberian g. Mencegah penekanan yang
foam dan tempat tidur angin. terlalu lama pada jaringan yang
dapat membatasi perfusi seluler,
sehingga dapat mengurangi
iskemik jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius
Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. EGC. Jakarta.
E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.
Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.
Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III,
EGC.Jakarta.
Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit
EGC.Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV,
penerbit Bintang Lamumpatue, Makassar

Anda mungkin juga menyukai