Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT: GAGAL NAFAS

II B TRANSFER

INDRA IRAWATI NIM 20210940100205

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP 2021-2022
1. DEFINISI GAGAL NAFAS
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup
masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak,
membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik.
Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang
karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah
dapat membahayakan organ tubuh (Putu Aksa, 2017).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang
tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2,
darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau
disertai hiperkapnia. Gagal napas merupakan suatu kondisi gawat darurat
pada sistem respirasi berupa kegagalan sistem respirasi dalam menjalankan
fungsinya, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida (Putu Aksa, 2017).
Gagal nafas merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya analisa
gas darah (AGD), gagal nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi
pertukaran gas yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi (hipoksemia)
atau kegagalan dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan ventilasi)
atau merupakan kegagalan kedua fungsi tersebut.

2. ETIOLOGI GAGAL NAFAS


1) Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2) Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam
pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang
otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit
pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi.
3) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothorak
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
4) Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran
dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi
jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal
nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5) Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas (Nemaa, 2015).

3. PATOFISIOLOGI GAGAL NAFAS


Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak


adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat
dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan
efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod.
Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
akuT

PATHWAY

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha peningkatan


endhotelium pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk ke dada, penggunaan otot
Oedema pulmo interstitial bantu pernafsan dan
adanya pernafasan cuping
Penurunan complain paru Peningkatan KETIDAKEFEKTIFAN POLA
tekanan jalan nafas NAFAS

Cairan surfaktan menurun


Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS

Kolaps alveoli
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑ Dyspnea

Tindakan primer Sianosis perifer, akral hangat,


kulit pucat
A,B,C,D, E

Pemasangan Ventilasi mekanik KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN


PERIFER

RESIKO INFEKSI RESIKO CEDERA


4. Pengkajian Pasien Gagal Napas
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
adanya retraksi.
- Menggunakan otot bantu pernapasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
- Papil edema
- Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,
dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak
lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara
objektif.

2. Pengkajian sekunder
a. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama
gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan
denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau
hipotensi
b. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru,
keganasan, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan
di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan
(hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi
thorak.
c. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah,
bingung, stupor
d. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
e. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
g. Sistem neurologi
Sakit kepala
h. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
i. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada
rahim/serviks.
j. Sistem indera
- Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan
tiba-tiba.
- Pendengaran : telinga berdengung
- Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
- Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
- Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
k. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
l. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar
ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
m. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi

A. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume
penurunan ekspansi paru
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas
stress

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi Peripheral Sensation Management
jaringan berkurang atau tidak (Manajemen sensasi perifer)
meluas selama dilakukan tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
perawatan. hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
1. Tekanan systole dan diastole 2. Monitor adanya paretese
dalam rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga untuk
2. Akral hangat mengobservasi kulit jika ada lsi atau
3. RR 16-20x/menit laserasi
4. SpO2 > 98% 4. Gunakan sarun tangan untuk
5. Tidak ada sianosis perifer proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-


perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan pertukaran gas Airway Management
efektif 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust
1. Menunjukkan peningkatan bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
tanda distress pernafasan buatan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Suara nafas yang bersih perlu
5. Tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
6. Mampu bernafas dengan atau suction
mudah 7. Auskultasi suara nafas, catat
7. Tidak ada retraksi dada, adanya suara tambahan
pernafasan cuping hidung dan 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips 9. Berika bronkodilator bial perlu
8. Hasil pemeriksaan BGA 10. Barikan pelembab udara
menunjukkan nilai normal 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume


penurunan ekspansi paru
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Airway Management
tindakan keperawatan diharapkan 1. Buka jalan nafas, guanakan
pola nafas efektif teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil : bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi
bersih 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Tidak ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
dyspnea buatan
3. Mampu bernafas dengan 4. Pasang mayo bila perlu
mudah 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Menunjukkan jalan nafas yang perlu
paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan batuk
tercekik, irama nafas, frekuensi atau suction
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas, catat
normal, tidak ada suara nafas adanya suara tambahan
abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
5. Tanda Tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator bila perlu
rentang normal (tekanan darah, 10. Berikan pelembab udara Kassa
nadi, pernafasan) basah NaCl Lembab
6. mudah 11. Atur intake untuk cairan
7. Tidak ada retraksi dada, mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan cuping hidung dan 12. Monitor respirasi dan status O2
pursed lips Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya


fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan Airway suction
tindakan keperawatan diharapkan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
jalan nafas efektif. suctioning
Kriteria Hasil 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
1. Mendemonstrasikan batuk sesudah suctioning.
efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan pada klien dan
bersih keluarga tentang suctioning
2. Tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
dyspnea suction dilakukan.
3. Mampu mengeluarkan sputum 5. Berikan O2 dengan menggunakan
4. Mampu bernafas dengan nasal untuk memfasilitasi suksion
mudah, Menunjukkan jalan nasotrakeal
nafas yang paten 6. Gunakan alat yang steril sitiap
5. Irama nafas regular melakukan tindakan
6. Frekuensi pernafasan 16- 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
20x/menit, SPO2 > 98% napas dalam setelah kateter
7. Tidak ada suara nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
abnormal) 8. Monitor status oksigen pasien
8. Mampu mengidentifikasikan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
dan mencegah factor yang melakukan suksion
dapat menghambat jalan nafas 10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan keperawatan tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah
infeksi. dipakai pasien lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat
untuk mencegah timbulnya berkunjung dan setelah
infeksi berkunjung meninggalkan
3. Jumlah leukosit dalam batas pasien
normal 5. Gunakan sabun antimikrobia
4. Menunjukkan perilaku hidup untuk cuci tangan
sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas


stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Environment Management
tindakan keperawatan cidera tidak (Manajemen lingkungan)
terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman
Kriteria hasil : untuk pasien
1. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
2. Klien mampu menjelaskan cara pasien, sesuai dengan kondisi fisik
untuk mencegah cedera dan fungsi kognitif pasien dan
3. Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu pasien
factor resiko dari 3. Menghindarkan lingkungan yang
lingkungan/perilaku personal berbahaya (misalnya memindahkan
4. Mampu memodifikasi gaya perabotan)
hidup untukmencegah injury 4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat tidur yang
kesehatan yang ada nyaman dan bersih
6. Mampu mengenali perubahan 6. Menempatkan saklar lampu
status kesehatan ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang
cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Anggit. 2019. Ventilasi Mekanik. Panduan ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Kamayani, M. 2016. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.


Diakses di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf23626d0f09a
6c6e.pdf

Maghfiroh. 2015. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Di Intensive Care
Unit (ICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses di
https://Dokumen.Tips/Documents/Lp-Gagal-Nafas-Pada-Pasien-Di-Icu.Html

Anda mungkin juga menyukai