Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

GAGAL NAPAS YANG TERPASANG VENTILATOR

KELOMPOK VIII
CINDY CLOUDIA GUMOLUNG
( 19142010164 )
YOLANDA CLAUDIA ENAR
()
SATYA ROMBOUTS
( 19142010182 )
MK : KEPERAWATAN KRITIS
DOSEN : Ns.Hanny Ronald Mokorimban, S.Kep, M.Kep

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO


2022/2023
A. Pengertian Gagal Nafas
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri),
dan asidosis.
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner &
Sudarth, 2001)
A. Penyebab Gagal Nafas
1. Penyebab sentral
 Trauma kepala : contusio cerebri
 Radang otak : encephalitis
 Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
 Obat-obatan : narkotika, anestesi
2. Penyebab perifer
 Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
 Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
 Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
 Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax,
haematothoraks
 Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri.
B. Patofisiologi Gagal Napas
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan
negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi
berjalan secara pasif.
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk
secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali seperti
semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang
ireversibel.
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
C. PATHWAY

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha peningkatan


endhotelium pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk ke
dada, penggunaan otot
Oedema pulmo interstitial
bantu pernafsan dan
adanya pernafasan cuping
Penurunan complain paru Peningkatan KETIDAKEFEKTIFAN POLA
tekanan jalan nafas NAFAS

Cairan surfaktan menurun


Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS

Kolaps alveoli
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑ Dyspnea

Tindakan primer Sianosis perifer, akral hangat,


kulit pucat
A,B,C,D, E

Pemasangan Ventilasi mekanik KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN


PERIFER

RESIKO INFEKSI RESIKO CEDERA


D. Penatalaksanaan Medis
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-
obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas.
Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari
mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous
Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal
napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada
saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner
dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara
bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi
napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan
inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru
obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan
pada penyakit paru lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak
diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana
menyeluruh gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan
darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang
lebih invasif.
E. Pengertian Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik adalah tindakan memberikan bantuan nafas
menggunakan alat mekanik (ventilator) dengan cara memberikan tekanan
udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dengan tujuan
mengganti alat pernafasan dan memperbaiki pertukaran gas yang bersifat
sementara sampai penyebab gangguan pernafasan teratasi.
Ventilasi mekanik merupakan intervensi yang paling sering ditemukan di
ICU, dan perawat memerlukan pengetahuan tentang tipe ventilator, setting
ventilator, dan alarm yang sering digunakan. Ventilasi mekanik sebagai
intervensi suportif sering digunakan sampai masalah yang mendasarinya
hilang.
Ventilator yang digunakan di ICU dewasa saat ini adalah ventilator
tekanan positif. Ventilator tekanan positif bekerja dengan mengirimkan
tekanan positif untuk mengembangkan paru dan dinding dada, dengan prinsip
kerja volume, tekanan, dan atau waktu.
Ventilator terbagi atas 2 kategori, yaitu ventilator dengan sistem volume
dan ventilator dengan sistem tekanan. Pada ventilator sistem volume,
ditentukan volume tidal yang akan diberikan tanpa menghiraukan tahanan dan
compliance. Volume tidal akan stabil pada setiap nafas, tetapi tekanan jalan
nafas akan bervariasi.
Pada ventilasi mekanik sistem tekanan, ditentukan level tekanan yang
diharapkan dan besaran volume tidal ditentukan oleh level tekanan yang
dipilih, tahanan dan compliance paru.
F. Tujuan
Penggunaan ventilator pada pasien biasanya meliputi tujuan berikut:
1. Menurunkan usaha/kerja nafas pasien.
2. Mengatasi symptom distress pernafasan.
3. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan.
4. Meningkatkan oksigenasi
5. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
6. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki compliance,
mencegah cedera paru lebih lanjut)

G. Indikasi
Indikasi umum untuk pemakaian ventilator meliputi:
1. Kegagalan pernafasan akut dan kronis
2. Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg), tidak respon dengan terapi oksigen
3. Injury paru akut
4. PaCO2 > 50 mmHg dengan pH arteri < 7,25
5. Apnea
6. Bradipnea atau apnea dengan respiratory arrest
7. Coma ( atau GCS < 8)
8. Hipotension (gagal jantung)
9. Penyakit neuromuskuler (GBS, Myastenia Gravis, tetanus, trauma
cervikal)
10. Kelelahan otot nafas
11. Tachypnea, RR > 33 x/menit
12. Kapasitas vital paru kurang dari 15 ml/kg BB (Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi
paru-paru secara maksimal, normalnya 3100-4800)

H. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah:
1. Controlled ventilation
Pasien tidak boleh atau tidak dapat melakukan usaha nafas. Ventilator
disetting untuk memberikan frekuensi nafas dan volume tidal yang
diharapkan. Untuk mengatasi usaha nafas pasien, diberikan obat-obatan
seperti opioid, neurobloker/relaksan, dan benzodiazepin. Pada mode ini,
mesin menyediakan seluruh pernafasan pasien. Perawat mengatur
frekuensi, volume tidal, inspiratory time, PEEP, I-E ratio, dan FiO2. Pada
mode ini, pasien dapat menerima sistem volume (volume control) atau
sistem tekanan (pressure control). Perawat mengeset level pressure
control pada sistem tekanan.
2. Assist Control Ventilation
Pasien dapat menginisiasi usaha nafas. Triger sensitivity ventilator dibuka
dan mesin akan merespon terhadap triger pasien dengan mengirimkan
nafas sesuai volume tidal setting. Pada mode ini, juga dapat menerima
sistem volume (volume control) atau sistem tekanan (pressure control).
Perawat mengeset level pressure control pada sistem tekanan.
3. Intermittent Mandatory Ventilation
Pasien dapat bernafas spontan dengan frekuensi dan volume sesuai
kemampuan pasien, diantara pernafasan dari mesin secara sinkron, tidak
bertabrakan, sehingga mode ini disebut sebagai Synchronized Intermitten
Mandatory Ventilation. Pada mode ini, juga dapat diberikan sistem
volume maupun sistem tekanan/pressure.
4. Pressure Support Ventilation.
Tekanan positif diberikan pada tiap inspirasi pasien untuk menguatkan
volume tidal. Pada mode ini pasien bernafas spontan, dengan setiap
inisiasi nafas, mesin memberikan aliran udara sesuai level tekanan yang
diatur. Perawat mengatur level tekanan bantuan, PEEP dan sensitivity.
5. Continous Positif Airway Pressure.
Pasien bernafas spontan dan tidak memerlukan bantuan untuk volume
tidal, tetapi pada akhir ekspirasi ada sisa tekanan (PEEP) yang berguna
untuk meningkatkan oksigenasi.
6. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
Didesain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minute ventilation.
Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis
menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal
minute ventilation dan berat badan ideal pasien, sedangkan mechanic
respiration ditentukan oleh ventilator. ASV ini merupakan kombinasi
antara PC dan PS, Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot
sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi
mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun
(trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis
menjadi Pressure Support.
7. NIV (Non Invasif Ventilation)
Adalah teknik ventilasi tanpa pipa trakea pada saluran nafas, hanya
menggunakan keping mulut, sungkup hidung atau sungkup yang menutup
mulut dan hidung pasien. Mode ini banyak digunakan untuk pasien
dengan penyakit neuromuskuler dinding dada, kesulitan weaning
ventilator atau pasien PPOK.

I. Setting Ventilator
1. Respirasi Rate
2. Tidal Volume
3. Fraksi Oksigen (Diberikan sesuai hasil AGD)
4. Positive End Expiratory Pressure
Tekanan positif pada akhir ekspirasi, bisa mencegah kolaps paru,
meningkatkan area dan waktu difusi oksigen.
5. I-E ratio, perbandingan waktu inspirasi dan ekspirasi, normalnya adalah
1:2.
6. Pressure Limit
7. Flow Rate (kecepatan ventilator memberikan volume tidal per menit)
8. Sensitivitas/Trigger
9. Alarm

J. Perawatan Pasien Dengan Ventilator


1. Persiapan pasien
Menjelaskan tujuan pemakaian ventilator dan berikan update informasi
pada pasien atau keluarganya. Informed consent biasanya dilakukan
sebelum pasien masuk ICU.
2. Melakukan persiapan alat dengan setting circuit menggunakan prinsip
steril, melakukan kalibrasi alat pada setiap awal pemakaian ventilator
3. Monitoring patensi jalan nafas
a. Suction secara berkala dan adekuat dari ET dan mulut
b. Memberikan nebulizer sesuai jadwal terapi
c. Monitoring PIP (Peak Inpiratory Pressure)
d. Membersihkan tubing dari kondensasi atau air.
4. Humidifikasi (sesuai suhu tubuh)
5. Perawatan selang ET dan tekanan cuff ET
a. Mempertahankan posisi ET, mencatat batas ET
b. Mengganti plester ET bila diperlukan
c. Melakukan penggantian posisi ET bila memungkinkan setiap 24 jam
d. Melakukan pengecekan cuff ET secara periodik
6. Monitoring suara paru.
a. Auskultasi seluruh lapangan paru, termasuk untuk mengetahui
kedalaman ET
b. Mengamati gerakan dada
7. Monitoring pertukaran gas secara berkala dengan Analisa gas darah,
SpO2, ETCO2.
8. Monitoring setting ventilator, tidal volume, minute volume, PIP
9. Pencegahan komplikasi pemasangan ventilator (VAP bundle)
a. Head up pasien 30-45 derajad
b. Oral care dengan chlorhexidine 3x sehari
c. Pencegahan DVT (Deep venous Thrombosis)
d. Pemberian obat2an pencegah stress ulcer
e. Melakukan peninjauan pemberian sedasi untuk mengetahui
kemampuan nafas spontan pasien sebelum ekstubasi
f. Melakukan suctioning ET secara berkala
g. Melakukan evaluasi foto rontgen secara berkala
10. Komunikasi. Memberi kesempatan menulis atau papan huruf/kata.
11. Psikologis pasien. Jelaskan prosedur, dukung pasien, motivasi dan
harapan.
12. Nutrisi dan cairan. Enteral nutrisi, absorbsi, resiko aspirasi, parenteral
nutrisi bila diperlukan.
13. Memperhatikan usaha nafas pasien (RR, nafas pendek, tersengal2, cuping
hidung)
14. Monitoring stabilisasi hemodinamik, perfusi organ.
K. Komplikasi Dan Pencegahan
Beberapa komplikasi yang bias terjadi pada pasien dengan ventilasi
mekanik adalah :
1. Komplikasi pada jalan nafas
 Aspirasi
 Dapat dicegah dengan sesegera mungkin mengisi cuff setelah
intubasi, selanjutnya pasang NGT untuk antisipasi lambung
yang penuh.
 Hipoksia, dapat terjadi karena proses intubasi yang sulit dan
lama.
 Trauma trakea (stenosis trachea dan malaise trachea)
2. Masalah pada selang ET
 Plugging.
 Dapat dicegah dengan suction berkala, pertahankan
humidifikasi dan pemberian nebuliser sesuai jadwal
 Ekstubasi tidak terencana
 Dapat dicegah dengan observasi fiksasi ET dan evaluasi
restrain pada pasien
 ET menekuk/buntu . Dapat dicegah dengan pemasangan OPA
 Cuff bocor
3. Masalah mekanik
 Dapat terjadi dalam pemakaian ventilator jangka panjang.
Biasanya berupa kebocoran sirkuit, sambungan terlepas
ataukerusakan sumber dayaVAP (Ventilator Associate
Pneumonia)
4. Barotrauma
 Dapat disebabkan karena tekanan positif yang diberikan terlalu
tinggi sehingga menyebabkan robekan alveolus atau emfisema.
Dapat dicegah dengan monitoring tanda-tanda pneumothoraks.
L. Penyapihan Ventilasi Mekanik
Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor
fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien,
perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan
pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-
proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan kestabilan
kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga
tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3)
oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini
mungkin, konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa
keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis.
Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis pasien diperlukan dalam
membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan
kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa
bantuan ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan
bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus
adekuat ketika bernafas dengan jumlah oksigen yang dihirup berada pada
tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil
dengan dukungan vasopressor yang minimal atau tanpa dukungan
vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya ketika tidak
tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal:
sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
M. Pengkajian Pasien Gagal Napas
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, adanya retraksi.
- Menggunakan otot bantu pernapasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
- Papil edema
- Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,
dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat,
tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat
secara objektif.
2. Pengkajian sekunder
a. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/
Irama gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan
dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum),
hipertensi atau hipotensi

b. Sistem pernafasan
 Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis,
inflamasi paru , keganasan, batuk
 Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan,
penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas,
penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas
area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi
cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak
seimbang, reduksi ekskursi thorak.
c. Sistem integumen
 Sianosis
 Pucat
 krepitasi sub kutan
 gangguan mental
 cemas
 gelisah, bingung, stupor
d. Sistem musculoskeletal
 Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari
2- 4.
e. Sistem endokrin
 Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem gastrointestinal
 Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
g. Sistem neurologi
 Sakit kepala
h. Sistem urologi
 Penurunan haluaran urine
i. Sistem reproduksi
 Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan
pada rahim/serviks.
j. Sistem indera
 Penglihatan: penglihatan buram, diplopia, dengan atau
tanpa kebutaan tiba-tiba.
 Pendengaran : telinga berdengung
 Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
 Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
 Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
k. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam,
dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-
tiba saat batuk
 Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi,
ekspresi meringis
Keamanan
 Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi
N. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume
penurunan ekspansi paru
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas
stress

O. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan perifer tidak aktif berhubungan dengan menurunnya
curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus
atau emboli.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan Perawatan sirkulasi
berkurang atau tidak meluas selama Observasi :
dilakukan tindakan perawatan.  Periksa sirkulasi ( mis,
Kriteria Hasil : nadi perifer, edema,
 Denyut nadi perifer meningkat pengisian kapiler,
 Warna kulit pucat menurun warna, suhu,
 Edema perifer menurun anklebracial,index )
 Pengisian kapiler membaik  Indentifikasi faktor
 Indeks ankle-brachial membaik resiko gangguan
 Tekanan darah sistolik sirkulasi ( mis, diabetes,
membaik perokok, orangtua,
 Tekanan darah diastolic hipertensi dan kadar
membaik kolesterol tinggi )
 Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik :
 Hindari pemansangan
infus atau pengambilan
darah diarea
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cedera
 Lakukan pencegahan
infeksi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi
keperawatan diharapkan : Observasi :
 Pola napas membaik  Monitor frekuensi,
 Tingkat kesadaran meningkat irama, kedalaman dan
 Bunyi napas tambahan menurun upaya napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan
batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik :
 Atur interval
pemantauan
respirasisesuai kondisi
pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

 Informasikan hasil
pemantauan

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume,


penurunan ekspansi paru
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan manajemen jalan napas
tindakan keperawatan diharapkan observasi :
pola nafas efektif  Monitor pola napas ( frekuensi,
Kriteria Hasil : kedalaman, usaha napas. )
 Frekuensi napas  Monitor bunyi napas tambahan
membaik ( mis, gurgling, mengi,
 Kedalaman napas wheezing, ronkhi kering )
membaik  Monitor sputum ( jumlah, warna,
 Ekskursi dada aroma )
membaik Terapeutik :
 Penggunaan otot bantu  Pertahankan kepatenan jalan
napas menurun napas dengan head-tilt dan chin-
 Pemanjang fase lift (jaw thrust jika curiga trauma
ekspirasi menurun servikal )
 Tekanan ekspirasi  Posisikan semi-fowler atau
membaik fowler
 Tekanan inspirasi  Lakukan fisioterapi dada, jika
meningkat perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 menit
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontradiksi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
ekspaktoran, mukolitik, jika
perlu.

4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
tindakan keperawatan diharapkan Observasi :
jalan nafas efektif.  Identifikasi kemampuan batuk
Kriteria Hasil  Monitor adanya retensi sputum
 Produksi sputum menurun  Monitor tanda dan
 Mengi menurun gejalainfeksisaluran napas
 Wheezing menurun  Monitor input dan output cairan
 Dyspnea menurun ( mis, jumlah dan karakteristik)
 Ortopnea menurun Terapeutik :
 Gelisah menurun  Atur posisi semi-fowler atau
 Frekuensi napas meningkat fowler
 Pola napas meningkat  Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
 Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi :
 Jelaskan tujua dan prosedur
batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
tahan selama 2 deti, kemudian
keluarkan dari mulut dengan
bibir muncucu ( dibulatkan
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
tindakan keperawatan tidak terjadi Observasi :
infeksi.  Monitor tanda dan gejala infeksi
Kriteria hasil : local dan sistemik
 Kebersihan tangan Terapeutik :
meningkat  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum dan
meningkat sesudah kontak dengan pasien
 Nasfu makan meningkat dan lingkungan pasien
 Sputum berwarna hijau  Pertahankan teknik aseptic pada
menurun pasien beresiko tinggi
Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Jelaskan cara mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Anjurkan meningkatkan supan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan

6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas


stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Pencegahan cedera
tindakan keperawatan cidera tidak Observasi :
terjadi pada klien.  Identifikasi area lingkungan
Kriteria hasil : yang menyebabkan cedera
 Kejadian cedera  Identifikasi obat yang
menurun gangguan berpotensi menyebabkan
mobilitas menurun cedera
 Toleransi aktivitas Terapeutik :
meningkat  Pertahankan posisi tempat tidur
 Pola istirahat/ tidur diposisi terendah saat
membaik digunakan
 Pastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam keadaan
terkunci
 Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
 Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Anggit. 2019. Ventilasi Mekanik. Panduan ICU RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Kamayani, M. 2016. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.
Diakses di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf2
3626d0f09a6c6e.pdf
Maghfiroh. 2015. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Di
Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses di
https://Dokumen.Tips/Documents/Lp-Gagal-Nafas-Pada-Pasien-Di-
Icu.Html

Anda mungkin juga menyukai