Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN MASALAH DYPNUE DI RUANG INSTALASI GAWAT


DARURAT RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN
OBAT JAKARTA

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tgl 13 Oktober.2021

Rosdiana Pangaribuan
205140037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM PERNAFASAN DENGAN
MASALAH DYSPNEA
1. Pengertian
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat
ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru
interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru
(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2015).
Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner &
Sudarth, 2014)
2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi
tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak
dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
b. Kelainan neurologis primer Akan mempengaruhi fungsi pernapasan.
Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-
otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar
e. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia
kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang
mengiritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyebabkan gagal nafas.
3. Anatomi fisiologi
Organ pernafasan manusia terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveolus. Udara masuk ke dalam lubang hidung melalui
rongga hidung yang didalamnya terdapat conchae dan rambut-rambut hidung.
Udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus ke
alveolus.11,12 Dinding bronkus dan bronkiolus ditunjang juga oleh cincin
tulang rawan.
Di ujung bronkiolus terkumpul alveolus, yaitu kantung udara kecil yang
dipenuhi oleh pembuluh kapiler darah dan tempat terjadinya pertukaran gas
antara udara dan darah. Dinding sebelah dalam trakea, bronkus dan
bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilium penghasil lendir sehingga partikel
debu yang tidak tertepis di hidung, terjerat dalam lendir tersebut. Silium-
silium menyapu partikel ke trakea, ketika partikel mendekati glotis terjadilah
batuk sehingga dahak keluar dari mulut. Sedangkan partikel halus akan
difagosit di dinding alveolus.
Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel
gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel
pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan banyak badan
inklusi lamellar. Sel-sel ini mensekresi surfaktan. Terdapat pula sel epitel
jenis khusus lainnya dan paru juga memiliki makrofag alveolus paru (PAMs
= Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel plasma, dan sel mast.
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut
biasanya paru-paru kembali ke asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang
tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner
& Sudarth, 2015).
5. Pathway
6. Tanda dan gejala
a. Batuk dan produksi skutum Batuk adalah engeluaran udara secara paksa
yang tiba – tiba dan biasanya tidak disadari dengan suara yang mudah
dikenali.
b. Dada berat Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada.
Biasanya dada berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi,
terdapat berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan
sevagai perasaan yang bera dibagian dada. Rata – rata orang juga
mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
c. Mengi Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini
muncul ktika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah
tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas
terdengar sat ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi
umumnya muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan
pada saluran napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami
gangguan pita suara.
d. Napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostic
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
1) Ringan : PaO2 < 80 mmHg
2) Sedang : PaO2 < 60 mmHg
3) Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan
proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP
d. EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat adalah
1. Infeksi saluran nafas
2. Hipoksemia
3. Asidosis respiratoris
9. Penatalaksanaan medis
Terapi farmakologis, obatobatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-
macam bronkodilator:
1. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
2. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
3. Kombinasi antikolinergik dan β–2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
4. Golongan xantin.
Pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah
10. Pengkajian keperawatan
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Pemeriksaan fisik umum
1) System pernafasaan :
a) Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
b) Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan
tertinggal
c) Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
d) Auskultasi ; suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2) System Kardiovaskuler :
a) Inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma
b) Palpasi ; bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
c) Suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut
jantung paradok
3) System neurologis
a) Inpeksi ; gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
b) Palpasi ; kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
c) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialamu dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale
d) Pemeriksaan sekunder
 Aktifitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olahraga tidak teratur.
Tanda : Takikardi dan dyspnea pada istirahat atau aktifitas.
 Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas
Tanda :
 Tekanan darah dapat normal / naik / turun perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
 Nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia)
 Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel
 Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot jantung - Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur - Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel - Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada
membran mukossa atau bibir.
11. Diagnose yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
c. Intolenransi aktivitas berhubungan dengan ekpansi paru meningkat
12. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
1 (D.0001) (L.01001) Bersihan (I.01006) Latihan Batuk
Bersihan jalan Jalan Nafas Efektif
nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan  Identifikasi kemampuan
dengan keperawatan batuk
bronkospasma, diharapkan bersihan  Monitor adanya retensi
peningkatan jalan nafas sputum
produksi sekret, meningkat dengan  Monitor tanda dan
sekresi tertahan, kriteria hasil: gejala infeksi saluran
tebal, sekresi  Batuk efektif nafas
kental, penurunan meningkat  Monitor input dan
energi atau  Produksi output cairan (mis.
kelemahan sputum jumlah dan
menurun karakteristik)
 Mengi menurun Terapeutik
 Wheezing  Atur posisi semi-fowler
menurun atau fowler
 Dispnea  Pasang perlak dan
menurun bengkok di pangkuan
 Sianosis pasien
menurun  Buang sekret pada
 frekuensi nafas tempat sputum
membaik Edukasi
 pola nafas  Jelaskan tujuan dan
membaik prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan)
selam 8 detik
 Anjurkan tarik nafas
dalam hingga 3 kali
2 D.0005 (L.01004 I.01014
pola nafas tidak Pola nafas, setelah Pemantauan respirasi
efektif dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawat  Monitor frekuensi,
dengan proses diharapkan pola kedalaman, usaha nafas
difusi antara O2 napfas membaik  Monitor pola nafas
dengan CO2 dengan kriteria hasil  Monitor kemampuam
terganggu : batuk efektif
 Dipnea menurun  Monitor adanya produksi
 Penggunaan otot sputum
bantu nafas  Monitor adanya
menurun sumbahatan jalan nafas
 Pemanjangan  Palpasi kesimetrisan
fase ekspirasi ekpansi paru
menurun  Auskultasi bunyi nafas
 Frekuensi nafas  Monitor saturasi oksigen
membaik  Monitor nilsi AGD
 Kedalaman  Monitor hasil X-ray
nafas membaik thorak
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
procedure pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan
3 D.0056 L.05047 I.05178
Intolenransi Tolenransi Manajemen energy
aktivitas aktivitas Observasi
berhubungan Setelah dilakukan  Identifikasi gangguan
dengan ekpansi tindakan fungsi tubuh yang
paru meningkat keperawatan, mengakibatkan
diharapkan toleransi kelelahan
aktivitas meningkat  Monitor kelelahan fisik
dapat teratasi dan emosional
dengan kriteria  Monitor pola dan jam
hasil: tidur
 frekuensi nadi  Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
 keluhan lelah melakukan aktivitas
menurun Terapeutik
 dyspnea saat  Sediakan lingkungan
beraktivitas nyaman dan rendah
menurun stimulus (misalnya
 dyspnea setelah cahaya, suara,
beraktivitas kunjungan)\
menurun  Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/ atau
aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur jika tidak
bisa berpindah
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius

Doengoes, E. Marylinn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta :


EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC

Price, S. A., dan Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. (6 th ed.). Jakarta: EGC. Suriadi, 2004. Perawatan Luka. Jakarta:
Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai