Tn. L 69 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 10 hari yang lalu.
Sesak napas dirasakan bertambah berat sejak 2 hari yang lalu. Tanpa disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak. Nyeri dada, demam, dan
bengkakdisekitar mata dan tungkai disangkal oleh pasien.
Sekarang 5 tahun yang lalu, pasien pernah menderita infeksi paru berulang dengan
batuk berdahak. Sejak itu pasien beberapa kali mendapatkan terapi inhalasi. Pasien menderita
hipertensi sejak usia 45 tahun dan mendapatkan pengobatan amlodipine 10 mg sekali sehari.
Pasein merokok sejak usia 20 tahun dan berhenti sejak 7 tahun yang lalu. Tn. L adalan
pensiunan guru.
Pertanyaan :
1
Halaman 2
Pemeriksaan fisik
Pertanyaan :
2
Halaman 3
Pemeriksaan penunjang
Darah
Hb : 8 gr/dl
Leukosit : 10.200/mm
Eritrosit : 4.600.000/mm3
LED :25/jam
Rontgen thorax :
Kondisi cukup. Hilus tidak membesar. Mediastinum tidak melebar. Jantung CTR <
50%. Corakan bronkovaskular normal. Perselubungan homogen di paru kiri mulai sela iga 3
kebawah dan batas jantung kanan di linea parasternal dekstra.
Pertanyaan :
3
Learning Progress Report
Terminologi :-
Problem :
Hipotesis
More info
Anamnesis
4
1. Riwayat penyakit keluarga
2. Riwayat lingkungan
Pemeriksaa fisik
1. Keadaan umum, BMI
2. Vital sign (TD, N, RR, Suhu)
3. Kepala
Mata : konjungtiva, sklera
Hidung : cuping hidung
Bibir : mukosa bibir
4. Leher : retraksi suprasternal, kelenjar getah bening, tiroid
5. Thorax
Inspeksi : bentuk dada, pergerakan dinding dada
Palpasi : vocal fremitus
Perkusi : batas paru, suara lapang paru
Auskultasi : suara napas
I don’t know
1. Problem no. 1 – 11 (kecuali no.3)
Learning issues
1. Efusi pleura
Eksudat
Transudat
2. PPOK
3. Pneumothorax
4. Empiema
5. Hematothorax
6. Penyakit paru akibat kerja
7. Komplikasi PPOK
8. CPC
9. Gagal napas akut
10. Gagal napas kronik
11. Infeksi berulang
12. SOPT
13. Terapi inhalasi
5
14. Terapi oksigen
15. Emboli paru
16. Abses paru
Efusi pleura
Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
6
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
B. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
* Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
* Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
* Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
* Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
7
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
* Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar
kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya
terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya
akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya
rendah.
* Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
8
* Ultrasonografi
* Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga
ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
* Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
q Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia,
sirosis).
q Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
q Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
q Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
q Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
9
G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan
melalui selang dada.
2. Indikasi
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
* Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
* Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
a. Apikal
10
b. Basal
ü Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple
pneumotoraks
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
water seal.
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga
botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
2. Sirkulasi
11
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
6. Pernapasan
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi
napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema
atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
12
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema,
termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.
Epidemiologi di Indonesia
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah
Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5
sebagai penyebab
kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan
angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10
penyebab
tersering kematian di Indonesia.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
• Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
• Pertambahan penduduk
• Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada
tahun 1990-an
• Industrialisasi
• Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting
dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
13
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
14
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab
utama obstruksi jalan napas.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
15
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong
ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed - lips
breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap
16
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
-
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan
< 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
17
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF,
VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti
bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
18
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
DIAGNOSIS BANDING
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis
dengan lesi paru yang minimal.
• Pneumotoraks
• Gagal jantung kronik
• Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu
diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
VII. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan
kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1
Klasifikasi
Penyakit Gejala Spirometri :EDANG
19
- Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila eksersais
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada
latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga)
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada
latihan / kerja ringan (mis : berpakaian)
- Gejala ringan pada istirahat
VEP > 80% prediksi
VEP/KVP < 75%
VEP 30 - 80%
prediksi VEP/KVP <75%\\RAT
- Gejala sedang pada waktu istirahat
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal
VEP1<30% prediksi
VEP1/KVP < 75%
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
20
Pneumotorax
Definisi
Hasilnya adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisamasuk ruang
intrapleural melalui komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma)atau melalui parenkim paru-
paru di pleura viceralis. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara
padakavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada
Epidemiologi
21
Penderita dewasa berusia 40 tahun
Klasifikasi
• Berdasarkan terjadinya
-artifisial
-traumatik
-spontan
-PS primer
Suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya
-PS sekunder
terjadi karena penyakit pau yang mendasarinya (TB paru, PPOK, asma bronkial)
suatu pnemuotoraks dengan tekanan udarabdi rongga pleura yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tapi tekanannya masih lebih
rendah dari atmosfir. Jenis ini tidak didapatkan luka terbuka dar dinding dada
22
2. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax)
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga saat inspirasi udara dapat
keluar melalui luka tersebut
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu saat inspirasi udara masuk kedalam
rongga pleura, tapi saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar semakin
lama tekanan udara dlm rongga pleura meningkat dan melbihi atmosfir menekan paru
sehingga gagal napas
• Manifestasi klinis
5. Px fisik
Inspeksi :
• Palpasi
-pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
• Perkusi
23
-batas jantung terdorong ke arah yang sejhat, apabila tekanan intrapleura yang tinggi
• Auskultasi
-suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada
pneumotoraks terbuka
• Px penunjang
1. AGD : hipoksemia
2. Foto toraks
3. CT scan
4. Torakoskopi
Foto toraks
Garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tampak lusens karena
berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut
• Torakoskopi
Derajat III: pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla <2cm (31%)
Derajat IV: neumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%)
• DD
24
1. Infark miokard
2. Emboli paru
3. Pneumonia
Komplikasi
• Penatalaksanaan
Tujuan:
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecendrungan untuk kambuh
lagi
• Prinsip
-aspirasi sederhana dgn jarum pemasanagan torakostomi dgn atau tanpa pleurodesis
-torakoskopi dgn pleurodesis dan penangana terhadap adanaya bleb atau bulla
-torakotomi
Empyema
Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang
terinfeksiterkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani ³ empyein ³
yang artinyamenghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanahdi dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di
25
rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan
empyema di ronggatubuh lain
Epidemiologi
Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai macam penyakit
paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas Airlangga Dari kasus tersebut
terdapat 57 penderia pria (77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria dan
wanita adalah 3,4 : 1
Etiologi
- pneumonia
-abses paru bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis,
kadang-kadangdindingabses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang
padaakhirnya menjadi empyema
-fistel bronkopleura
- bronkiektasis
-tuberculosis paru
-aktinomikosis pau
-trauma thoraks
-pembedahan thoraks
26
pneumococcus dan streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative seperti
hemophilus influenza
-Eksudat
Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses inflamasi
di pleura
-Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura
yang bisamelokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.
-Organisasi
• Patogenesis
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
padatrauma thoracis, abses dinding thorax
Manifestasi klinis
• demamnya remitten
• Takikardi
• Dyspneu
27
• Sianosis
• batuk-batuk
• Bentuk thoraks asimetrik
• perkusi pekak
• bilananahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar
Diagnosis
• Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan laboratorium
didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal
• Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan keluarnya pus
• foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduranatau tegak,
yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan
yanghomogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga
melebar
28
Komplikasi lokallainnya, meliputi
Golongan interferon
Dosis 1-4 mU
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Perhatian Penggunaan pada penyembuhan fungsi ginja
Keterangan Interaksi dengan probenecid dapatmeningkatkan
efektivitas obat, sedangkandengan tetracycline dapat
menurunkanefektivitas obat
1. pengosongan nanah
2. Antibiotika
4.pengobaan kausal
5. pengobatan tambahan
29
Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif danspesies
Enterococcus
Dosis 30 mg/kgbb/hari
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Prognosis
30
Hematothorax
Definisi : adanya darah dalam rongga pleura sehingga paru terdesak dan terjadi perdarahan.
Etiologi :
Gejala klinis :
Px penunjang :
Penatalaksanaaan :
Dipasang chest tube yang dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage) yang
dapat mempercepat pengembangan paru dan untuk drainase darah.
Operatif (torakotomi) 10% kasusu karena biasanya darah berhenti mengalir sendiri.
Biasanya trauma tembus yang menyebabkan perdarahan arteri.
31
Indikasi operatif adalah :Ditemukan jumlah darah lebih dari sama dengan 750 cc
dalam pemasangan WSD < 4 jam setelah trauma.
Tujuan adalah untuk mengevaluasi darah dan pengembangan paru serta penanganan
hemodinamik untuk menghindari gagal sirkulasi
Emboli paru
Definisi
Umumnya emboli paru berasal dari lepasnya trombus pada pembuluh darah terutama
yang berasal dari pembuluh vena di tungkai bawah atau jantung (kanan).
Hiperkoagulasi
Emboli paru biasanya multipel dan bilateral, ditemukan terbanyak pada lobus bawah
terutama paru kanan.
Patogenesis
Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri (rusaknya lapisan intima) dan pembuluh
vena. Trombus primer pada aliran arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya sangat jarang
terjadi.
Patofisiologi
Akibat adanya trombus terjadi obstruksi parsial atau total, selanjutnya menimbulkan
akibat yaitu :
32
1. Gangguan hemodinamik
2. kasus berat, hipertensi pulmonal yang berakhir pada gagal jantung kanan
2. Gangguan respirasi
Gambaran klinis
Gambaran diagnostik
Ditemukannya trombosis vena profunda merupakan indikator yang sangat baik untuk
diagnostik emboli paru (jika tidak ada, tidak menyingkirkan kemungkinan).
Tatalaksana
a. Memberikan oksigenasi
33
a. Pengobatan antikoagulan dengan heparin dan warfarin
b. Pengobatan trombolitik
Pengobatan lainnya
a. Venous interruption
b. Embolektomi paru
Prognosis
Jika terapi yang diberikan tepat dan dapat segera, maka prognosis adalah baik.
34
kelainan ini akan menyebabkantimbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan
mengakibatkan hipertropi dan dilatasiventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut dengan
gagal jantung kanan.
Manifestasi klinis
Tingkat klinis kor pulmonale dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal
danakhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal disertai gagal jantung kanan.
Diagnosis
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditandai dengan menemukan tanda PPOK, asidosis
danhiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan, dan gagal jantung kanan.
ABSES PARU
Suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam parenkim paru, yang menyebabkan
terbentuknya satu atau lebih kavitas besar, istilah pneumonia nekrotikans.
Morfologi
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter hingga kavitas besar berukuran 5
hingga 6 cm.
Lebih sering ditemukan disisi kanan (jalan nafas lebih tegak lurus) daripada dikiri.
Terbentuk disegmen posterior lobus atas dan segmen apeks lobus bawah
Gejala Klinis
Batuk biasanya disertai pengeluaran sputum dalam jumlah besar, berbau atau
bebercak darah
Demam tinggi
Malaise
35
Penurunan berat badan
Anemia
Aspirasi bahan yang terinfeksi dari gigi berlubang atau sinus atau tonsil yang
terinfeksi, terutama sewaktu bedah mulut, anestesia, koma, atau intoksikasi alkohol.
Abses paru dapat terjadi akibat penyebaran hematogen bakteri pada infeksi piogenik
diseminata, terutama terjadi pada bakteremia stafilokokus yang menyebabkan
terbentuknya abses multiple.
Terapi
Antibiotik
36
Penyakit Akibat Kerja
1. Silikosis
Definisi
Jenis-jenis Silikosis
Epidemiologi
Gejala Klinis
Kesulitan bernapas
37
Dada sesak
Diagnosa
Anamnesa
− Pekerjaan
− Hobi
− aktivitas
Pemeriksaan Fisik
− Gerakan dada terbatas
− Sianosis serta ronkhi saat akhoir inspirasi
Radiografi
− Memperlihatkan bayangan perifer seperti kapas à mengeras à linear
Rontgen
− Terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut
Tes Fungsi Paru
Terapi
Definisi
Suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadin akibat menghirup serat-serat asbes, yang
nanti akan membentuk jaringan parut pada paru
Epidemiologi
4 diantara 10.000
Etiologi
Plak Pleura
Efusi pleura
Gejala Klinis
Gejala muncul setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru
kehilangan elastisannya
Sesak napas
39
Rasa sesak di dada
Nyeri dada
Clubbing fingers
Diagnosa
Pemeriksaan fisik
auskultasi à ronkhi
Rontgen dada
CT scan paru
Pengobatan supportif
a. Untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari
paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan vibrasi
b. Diberikan obat semprot untuk mengncerkan lendir
DEFINISI
40
aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis
danbeban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks
alveoli terjadicukup luas menuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan
gangguan faal paru yangdapat dideteksi secara spirometri
PATOGENESIS
Gangguan faal paru akibat proses tuberkulosis paru berupa kelainan restriksi
danobstruksi telah banyak diteliti; kelainan yang bersifat obstruksi dan menetap akan
mengarahpada terjadinya sindrom. obstruksi pasca TB (SOPT). Destruksi parenkim
paru padaemfisema menyebabkan elastisitas berkurang sehingga terjadi mekanisme
ventil yangmenjadi dasar terjadinya obstruksi arus udara. Emfisema kompensasi yang
ditemukanpasca reseksi paru dan akibat atelektasis lobus atas karena TB paru
seharusnya tidak obstruktif. Kelainan obstruksipada TB paru tidak berasal dari
emfisema kompensasi.Selain itu tidak menemukan perbedaan morfologik yang nyata
antara jenis emfisema pada kasus TB dan nonTB, perubahan emfisema yang tidak
merata lebih menonjol pada TB dengan kesan sebagaiefek lokal dalam perkembangan
emfisema. Bronkitis kronis spesifik lebih mungkin merupakan faktor etiologi
timbulnya emfisemaobstruksi pada tuberkulosis paru dibandingkan dengan over
distention jaringan paru di deka tdaerah retraksi. Pada penelitian lain berhasil
menimbulkan bula emfisematous pada kelinci yang ditularimikobakterium
tuberkulosis secara trakeal dan menyimpulkan bahwa proses emfisemadimulai dengan
destruksi jaringan lalu diikuti ekspansi.
GEJALA KLINIS
• Batuk >3mgg
• Berdahak
• Berdarah
• Sesak nafas
41
• Nyeri dada
• Demam
• Keringat malam
• Malaise
Referensi :
1. Emedicine, jornal.
2. Medscape, journal.
3. Patof Sylvia
42