Anda di halaman 1dari 42

Halaman 1

Tn. L 69 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 10 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang

Sesak napas dirasakan bertambah berat sejak 2 hari yang lalu. Tanpa disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak. Nyeri dada, demam, dan
bengkakdisekitar mata dan tungkai disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit dahulu

Sekarang 5 tahun yang lalu, pasien pernah menderita infeksi paru berulang dengan
batuk berdahak. Sejak itu pasien beberapa kali mendapatkan terapi inhalasi. Pasien menderita
hipertensi sejak usia 45 tahun dan mendapatkan pengobatan amlodipine 10 mg sekali sehari.

Riwayat sosial ekonomi

Pasein merokok sejak usia 20 tahun dan berhenti sejak 7 tahun yang lalu. Tn. L adalan
pensiunan guru.

Pertanyaan :

1. Identifikasi masalah apa yang dihadapi oelh tn. L ?


2. Buatlah hipotesa dari masalah yang ada ?
3. Informasi apa saja yang diperlukan ?

1
Halaman 2

Pemeriksaan fisik

Tanda vital : TD 140/90 mmHg N : 110 x/menit s : 370C RR : 32 x/menit

 Mata : konjungtiva pucat


 THT : tidak ada kelainan
 Leher : KGB tidak teraba membesar
 Toraks :
o Inspeksi : saat statis dada kiri lebih cembung dari kanan dan tertinggal saat
pergerakan
o Palpasi : vokal premitus kiri lebih lemah dibanding kanan
o Perkusi : redup dilapang paru kiri mulai dari sela iga 3 kebawah pada garis
mid klavikular
o Auskultasi : suara napas versikuler dilapang paru kanan, dilapang paru kiri
mulani dari sela iga 3 kebawah sura napas versikuler melemah dan
menghilang sesudah sela iga 5 kebawah.
o Jantung : dalam batas normal
 Abdomen : tidak ada kelainan
 Ekstremitas : clubbing finger dan edema tidak ada

Pertanyaan :

1. Apakah data – data diatas merubah hipotesis anda ?


2. Bagaimana tindakan selanjutnya ?

2
Halaman 3

Pemeriksaan penunjang

Darah

 Hb : 8 gr/dl
 Leukosit : 10.200/mm
 Eritrosit : 4.600.000/mm3
 LED :25/jam

Urin : dalam batas normal

Rontgen thorax :

Kondisi cukup. Hilus tidak membesar. Mediastinum tidak melebar. Jantung CTR <
50%. Corakan bronkovaskular normal. Perselubungan homogen di paru kiri mulai sela iga 3
kebawah dan batas jantung kanan di linea parasternal dekstra.

Pertanyaan :

1. Apa diagnosis anda ?


2. Bagaimana penatalaksanaan yang anda rencanakan ?
3. Bagaimana prognosis pasien tersebut ?

3
Learning Progress Report

Terminologi :-

Problem :

1. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas ?


2. Mengapa sesak napas semakin memberat sejak 2 hari yang lalu ?
3. Mengapa sesak napas tanpa disertai mengi ?
4. Apakah ada hubungan dengan nyeri dada, demam dan bengkak pada mata dan tungkai
?
5. Apa yang menyebabkan batuk tidak berdahak ?
6. Bagaimana hubungan keluhan dengan infeksi paru berulang ?
7. Apakah hubungan merokok dengan keluhan ?
8. Bagaimana riwayat hipertensi dengan keluhan ?
9. Mengapa tanda vital (tekanan darah, nadi dan suhu ) meningkat ?
10. Mengapa konjungtiva pucat ?
11. Apa yang menyebabkan dada kiri lebih cembung, vocal fremitus lemah, dan terjadi
redup di lapang paru ?

Hipotesis

1. Hipertensi pulmonal primer


2. PPOK
3. Bronkiektasis
4. Gagal jantung
5. Pneumothorax
6. SOPT
7. Efusi pleura
8. Ca Paru
9. Empiema

More info

 Anamnesis

4
1. Riwayat penyakit keluarga
2. Riwayat lingkungan
 Pemeriksaa fisik
1. Keadaan umum, BMI
2. Vital sign (TD, N, RR, Suhu)
3. Kepala
 Mata : konjungtiva, sklera
 Hidung : cuping hidung
 Bibir : mukosa bibir
4. Leher : retraksi suprasternal, kelenjar getah bening, tiroid
5. Thorax
 Inspeksi : bentuk dada, pergerakan dinding dada
 Palpasi : vocal fremitus
 Perkusi : batas paru, suara lapang paru
 Auskultasi : suara napas
 I don’t know
1. Problem no. 1 – 11 (kecuali no.3)
 Learning issues
1. Efusi pleura
 Eksudat
 Transudat
2. PPOK
3. Pneumothorax
4. Empiema
5. Hematothorax
6. Penyakit paru akibat kerja
7. Komplikasi PPOK
8. CPC
9. Gagal napas akut
10. Gagal napas kronik
11. Infeksi berulang
12. SOPT
13. Terapi inhalasi

5
14. Terapi oksigen
15. Emboli paru
16. Abses paru

Efusi pleura

  Definisi

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

6
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)

B.     Etiologi

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),


bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :

*        Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

*        Penurunan tekanan osmotic koloid darah

*        Peningkatan tekanan negative intrapleural

*        Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

C.     Tanda dan Gejala

*        Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

*        Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.

*        Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.

*        Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus

7
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

*        Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

*        Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D.    Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar
kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya
terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya
akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya
rendah.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

*        Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

8
*        Ultrasonografi

*        Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga
ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).

*        Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.

*        Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F.      Penatalaksanaan medis

q     Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia,
sirosis).

q      Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.

q     Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.

q     Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.

q     Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.

9
G.    Water Seal Drainase (WSD)

1.      Pengertian

WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan
melalui selang dada.

2.      Indikasi

a.       Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus

b.      Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks

c.       Torakotomi

d.      Efusi pleura

e.       Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi

3.      Tujuan Pemasangan

*        Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura

*        Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura

*        Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian

*        Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

4.      Tempat pemasangan

a.       Apikal

ü      Letak selang pada interkosta III mid klavikula

ü      Dimasukkan secara antero lateral

ü      Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

10
b.      Basal

ü      Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller

ü      Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5.      Jenis WSD

·        Sistem satu botol

Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple
pneumotoraks

·        Sistem dua botol

Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
water seal.

·        System tiga botol

Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga
botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

H.    Pengkajian

1.      Aktifitas/istirahat

Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat

2.      Sirkulasi

Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ

3.      Integritas ego

Tanda : ketakutan, gelisah

4.      Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus

11
5.      nyeri/kenyamanan

Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi

6.      Pernapasan

Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,

Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi
napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan

Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

 DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang
bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema
atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema

12
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema,
termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.

 Epidemiologi di Indonesia
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah
Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5
sebagai penyebab
kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan
angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10
penyebab
tersering kematian di Indonesia.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
• Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
• Pertambahan penduduk
• Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada
tahun 1990-an
• Industrialisasi
• Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan

 FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting
dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
13
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

 PATOGENESIS DAN PATOLOGI


Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis
emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai
bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru
bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus
alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada

14
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab
utama obstruksi jalan napas.

 DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
15
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong
ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed - lips
breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap

16
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
-
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan
< 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
17
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF,
VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti
bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
18
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

 DIAGNOSIS BANDING
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis
dengan lesi paru yang minimal.
• Pneumotoraks
• Gagal jantung kronik
• Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu
diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

 VII. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan
kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1
Klasifikasi
Penyakit Gejala Spirometri :EDANG
19
- Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila eksersais
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada
latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga)
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada
latihan / kerja ringan (mis : berpakaian)
- Gejala ringan pada istirahat
VEP > 80% prediksi
VEP/KVP < 75%
VEP 30 - 80%
prediksi VEP/KVP <75%\\RAT
- Gejala sedang pada waktu istirahat
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal
VEP1<30% prediksi
VEP1/KVP < 75%

PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi

20
Pneumotorax

Definisi

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalamrongga pleura, yaitu, di


ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru.

Hasilnya adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisamasuk ruang
intrapleural melalui komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma)atau melalui parenkim paru-
paru di pleura viceralis. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara
padakavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada

Epidemiologi

21
Penderita dewasa berusia 40 tahun

Laki laki > perempuan 5:1

Sering pada musim penyakit batuk

Klasifikasi

• Berdasarkan terjadinya

-artifisial

-traumatik

-spontan

• Pneumotoraks spontan terdapat 2 jenis

-PS primer

Suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya

-PS sekunder

terjadi karena penyakit pau yang mendasarinya (TB paru, PPOK, asma bronkial)

pnemuotoraks traumatik dapat dibagi 2

1. Pnemuotoraks traumatik bukan iatrogenik

pnemuotoraks yang terjadi akibat jejas kecelakaan

2. Pnemuotoraks traumatik iatrogenik

pnemuotoraks yang terjadi akinbat komplikasi dari tindakan medis

Berdasarkan jenis fistulanya

1. Pnemuotoraks tertutup (simple pneumothorax)

suatu pnemuotoraks dengan tekanan udarabdi rongga pleura yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tapi tekanannya masih lebih
rendah dari atmosfir. Jenis ini tidak didapatkan luka terbuka dar dinding dada

22
2. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax)

Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga saat inspirasi udara dapat
keluar melalui luka tersebut

Tension pneumotoraks (ventil)

Terjadi karena mekanisme check valve yaitu saat inspirasi udara masuk kedalam
rongga pleura, tapi saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar semakin
lama tekanan udara dlm rongga pleura meningkat dan melbihi atmosfir menekan paru
sehingga gagal napas

• Manifestasi klinis

1. Sesak napas (80-100% pasien)

2. Nyeri dada (75-90% pasien)

3. Batuk batuk (25-35% pasien)

4. Silent (5-10%) PSP

5. Px fisik

Inspeksi :

-dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit

-pada waktu respirasi, bagian yg sakit gerakannya tertinggal

-trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

• Palpasi

-pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

-iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

-fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

• Perkusi

-suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani

23
-batas jantung terdorong ke arah yang sejhat, apabila tekanan intrapleura yang tinggi

• Auskultasi

-pada bagian yang sakit suara napas melemah sampai menghilang

-suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada
pneumotoraks terbuka

-Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta suara bronkofoni

• Px penunjang

1. AGD : hipoksemia

2. Foto toraks

3. CT scan

4. Torakoskopi

Foto toraks

Garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tampak lusens karena
berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut

• Torakoskopi

Invasif tapi sensitivitas lebih besar dari pada ct scan

Hasil px dapat dibagi menjadi 4 derajat

Derajat I: pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal

Derajat II: pneumotoraks dengan perlekatan diserati hemotorak

Derajat III: pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla <2cm (31%)

Derajat IV: neumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%)

• DD

24
1. Infark miokard

2. Emboli paru

3. Pneumonia

Komplikasi

Pneumotoraks tension dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut.

Henti jantung paru

• Penatalaksanaan

Tujuan:

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecendrungan untuk kambuh
lagi

• British thoracic society dan american college of chest physicians memberikan


rekomendasi penanganan pneumotoraks

• Prinsip

-observasi dan pemberian tambahan o2

-aspirasi sederhana dgn jarum pemasanagan torakostomi dgn atau tanpa pleurodesis

-torakoskopi dgn pleurodesis dan penangana terhadap adanaya bleb atau bulla

-torakotomi

Empyema

Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang
terinfeksiterkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani ³ empyein ³
yang artinyamenghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanahdi dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di

25
rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan
empyema di ronggatubuh lain

Epidemiologi

Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai macam penyakit
paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas Airlangga Dari kasus tersebut
terdapat 57 penderia pria (77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria dan
wanita adalah 3,4 : 1

Etiologi

• infeksi berasal dari paru

- pneumonia

-abses paru bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis,
kadang-kadangdindingabses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang
padaakhirnya menjadi empyema

-fistel bronkopleura

- bronkiektasis

-tuberculosis paru

-aktinomikosis pau

• infeksi berasal dari luar paru

-trauma thoraks

-pembedahan thoraks

-torakosentesismasuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga


pleura, biasanya jarang terjadi

-abses subfrenik,missal abses hati karena amuba

empyema thoraks kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus kadang-kadang

26
pneumococcus dan  streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative seperti
hemophilus influenza

• the American thoracis society membagi empyema thoraks menjadi tiga :

-Eksudat

Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses inflamasi
di pleura

-Fibropurulen

Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura
yang bisamelokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.

-Organisasi

Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi


ronggaabses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps.
Dandikelilingi oleh bungkusan tebal, tidak elastic

• Patogenesis

Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :

1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan


abscessus pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus
pleuravisceralis

2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis

3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
padatrauma thoracis, abses dinding thorax

Manifestasi klinis

• demamnya remitten

• Takikardi

• Dyspneu

27
• Sianosis

• batuk-batuk

• Bentuk thoraks asimetrik

• bagian yang sakit tampak lebih menonjol

• pergerakan nafas pada sisi yangsakit tertinggal

• perkusi pekak

• jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat

• bilananahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar

• bising nafas pada bagian yang sakitmelemah sampai hilang

• Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran kekiri seperti


pada infeksi akut umumnya

Diagnosis

• Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan laboratorium
didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal

• Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi

• Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan keluarnya pus

• pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi


padatdengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan
pleuritis supuratif

• foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduranatau tegak,
yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan
yanghomogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga
melebar

28
Komplikasi lokallainnya, meliputi

1. perikarditis purulen, abses paru

2. peritoinitis akibat robekan melalui diafragma,dan osteomielitis iga.

3. Komplikasi sepsis seperti meningitis , arthritis, dan osteomielitis dapat juga terjadi


secara hematogen.

Nama obat Penisilin G

Golongan interferon

Dosis 1-4 mU

Kontraindikasi Hipersensitifitas

Perhatian Penggunaan pada penyembuhan fungsi ginja

Keterangan Interaksi dengan probenecid dapatmeningkatkan
efektivitas obat, sedangkandengan tetracycline dapat
menurunkanefektivitas obat

Prinsip pengobatan empyema yaitu berupa

1. pengosongan nanah

2. Antibiotika

3. Penutupan rongga empyema

4.pengobaan kausal

5. pengobatan tambahan

Nama obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)

29
Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif danspesies

 Enterococcus

Dosis 30 mg/kgbb/hari

Kontraindikasi Hipersensitifitas

Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik

Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagalginjal dan


neutropenia

Prognosis

dipengaruhi oleh umur, penyakit dasarnya, dari pengobatan permulaanadekuat. Angka


kematian meningkat pada umur tua, penyakit dasar yang berat dan pengobatan terlambat

30
Hematothorax

Definisi : adanya darah dalam rongga pleura sehingga paru terdesak dan terjadi perdarahan.

Etiologi :

 Traumatic → trauma tumpul, trauma penetrasi, dll


 Non-traumatik → neoplasia, diskrasia, komplikasi terapi antikoagulan, emboli paru
dengan infark, pneumothorax, emfisema, TBC, paru arteriovenosa fistula.

Gejala klinis :

 Blunt trauma → hematothorax dengan dinding dada cedera tumpul.


 Cedera paru dan cedera tulang sederhana.
 Temuan fisik seperti memar, rasa sakit di dada, krepitus pada palpasi rusuk yang
retak/patah, perkusi redup, auskultasi bunyi nafas melemah atau hilang.
 Trauma tembus
 Keluhan sistemik → mual, malaise, anxietas, dyspneu, takipneu, sianosis, hipotensi,
dll

Px penunjang :

 Hematokrit → sebuah efusi pleura dengan Ht > 50% kemungkinan hematothorax.


 Rontgen dada → posisi supine atau PA terlihat hiperopaq difus, kolaps paru, fluid
level 400-500 mL, sudut costofrenikus tumpul, disertai fraktur iga, pelebaran
mediastinum superior.

Penatalaksanaaan :

 Dipasang chest tube yang dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage) yang
dapat mempercepat pengembangan paru dan untuk drainase darah.
 Operatif (torakotomi) 10% kasusu karena biasanya darah berhenti mengalir sendiri.
Biasanya trauma tembus yang menyebabkan perdarahan arteri.

31
Indikasi operatif adalah :Ditemukan jumlah darah lebih dari sama dengan 750 cc
dalam pemasangan WSD < 4 jam setelah trauma.
Tujuan adalah untuk mengevaluasi darah dan pengembangan paru serta penanganan
hemodinamik untuk menghindari gagal sirkulasi

Emboli paru

Definisi

Merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri


pulmonalis atau cabang-cabangnya akibat tersangkutnya emboli.

Etiologi dan faktor predisposisi

Umumnya emboli paru berasal dari lepasnya trombus pada pembuluh darah terutama
yang berasal dari pembuluh vena di tungkai bawah atau jantung (kanan).

Faktor presdisposisi (Virchow 1856) :

 Adanya aliran darah lambat

 Kerusakan dinding pembuluh darah vena

 Hiperkoagulasi

Kelainan patologi anatomi

Emboli paru biasanya multipel dan bilateral, ditemukan terbanyak pada lobus bawah
terutama paru kanan.

Patogenesis

Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri (rusaknya lapisan intima) dan pembuluh
vena. Trombus primer pada aliran arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya sangat jarang
terjadi.

Patofisiologi

Akibat adanya trombus terjadi obstruksi parsial atau total, selanjutnya menimbulkan
akibat yaitu :

32
1. Gangguan hemodinamik

Timbul vasokontriksi, lalu terjadi 2 hal :

1. peningkatan resistensi vaskular

2. kasus berat, hipertensi pulmonal yang berakhir pada gagal jantung kanan

2. Gangguan respirasi

Timbul bronkokonstriksi, wasted ventilation, menurun atau hilangnya surfaktan paru


pada alveolus, hipoksemia arterial.

Gambaran klinis

 Emboli paru ukuran kecil

Sesak napas sewaktu bekerja.

 Emboli paru ukuran sedang

Nyeri dada, sesak napas, demam > 37,5 C, hemoptisis.

 Emboli paru masif

Sinkop, pucat dan berkeringat, nyeri dada dan sesak napas.

Gambaran diagnostik

Ditemukannya trombosis vena profunda merupakan indikator yang sangat baik untuk
diagnostik emboli paru (jika tidak ada, tidak menyingkirkan kemungkinan).

Tatalaksana

 Tindakan memperbaiki keadaan umum

a. Memberikan oksigenasi

b. Memberikan cairan infus

 Pengobatan atas dasar indikasi khusus

 Pengobatan utama terhadap emboli paru

33
a. Pengobatan antikoagulan dengan heparin dan warfarin

b. Pengobatan trombolitik

 Pengobatan lainnya

a. Venous interruption

b. Embolektomi paru

Prognosis

Jika terapi yang diberikan tepat dan dapat segera, maka prognosis adalah baik.

KOR PULMONAL KRONIK

Kor Pulmonale Kronik


Kor pulmonale adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yangdisebabkan penyakit parengkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengankelainan jantung kiri. Definisi kor pulmonal ialah hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit yangengenai struktur dan atau pembuluh darah paru, hipertensi
pulmonal menghasilkan pembesaranventrikel kanan (hipertropi atau dilatasi) dan berlanjut
dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantungkanan. Penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronikdan kor pulmonal
diperkirakan 80%-90% kasus.
Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok: (1)Penyakit pembuluh darah
paru,(2) Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma
atau fibrosis,(3) Penyakit neuromuscular dinding dada, (4) Penyakit yang mengenai aliran
udara peru, alveoli,termasuk PPOK.
Patofisiologi
Penyakit paru kronis (termasuk PPOK) akan memngakibatkan: 1. Berkurangnya vascular
bedparu, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang
mengembang ataukerusakan paru; 2. asidosis dan hiperkapnia; 3.hipoksia alveolar yang
merangsang vasokonstriksipembuluh paru; 4. Polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat

34
kelainan ini akan menyebabkantimbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan
mengakibatkan hipertropi dan dilatasiventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut dengan
gagal jantung kanan.
Manifestasi klinis
Tingkat klinis kor pulmonale dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal
danakhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal disertai gagal jantung kanan.
Diagnosis
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditandai dengan menemukan tanda PPOK, asidosis
danhiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan, dan gagal jantung kanan.

ABSES PARU

 Suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam parenkim paru, yang menyebabkan
terbentuknya satu atau lebih kavitas besar, istilah pneumonia nekrotikans.

Morfologi

 Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter hingga kavitas besar berukuran 5
hingga 6 cm.

 Letak dan jumlah abses bergantung pada cara terbentuknya

 Lebih sering ditemukan disisi kanan (jalan nafas lebih tegak lurus) daripada dikiri.

 Terbentuk disegmen posterior lobus atas dan segmen apeks lobus bawah

Gejala Klinis

 Batuk biasanya disertai pengeluaran sputum dalam jumlah besar, berbau atau
bebercak darah

 Kadang-kadang terjadi hemoptisis

 Demam tinggi

 Malaise

35
 Penurunan berat badan

 Anemia

Organisme penyebab masuk kedalam paru melalui mekanisme

 Aspirasi bahan yang terinfeksi dari gigi berlubang atau sinus atau tonsil yang
terinfeksi, terutama sewaktu bedah mulut, anestesia, koma, atau intoksikasi alkohol.

 Aspirasi isi lambung, biasanya disertai oleh organisme dari orofaring.

 Sebagai penyulit pneumonia bakterialis nekrotikans, terutama yang disebabkan oleh


staphylococcus aureus, streptococcus pyogenes, K. pneumoniae spesies pseudomonas.

 Obstruksi bronkus, terutama pada karsinoma bronkogenik yang menyumbat bronkus


atau bronkiolus, ganguan drainase, atelektasis distal, serta aspirasi darah dan fragmen
tumor berperan menyebabkan terbentuknya abses.

 Abses paru dapat terjadi akibat penyebaran hematogen bakteri pada infeksi piogenik
diseminata, terutama terjadi pada bakteremia stafilokokus yang menyebabkan
terbentuknya abses multiple.

Terapi

 Antibiotik

 Drainase secara bedah ( bila diperlukan)

36
Penyakit Akibat Kerja

1. Silikosis

Definisi

 Suatu penyakit saluran pernapasan (pneumokosis) akibat menghirup partikel-partikel


Kristal silika bebas, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada
paru-paru

Jenis-jenis Silikosis

 Silikosis Kronis Simplek


− Akibta paparan silika dalam jangka panjanhg
 Silikosis Askselerata
− Terpapar oleh sejumlah silika yang banyuak ndengan waktu singkat (4-8) tahun
 Silikosis Akut
− Pemaparan silika dalam jumalah yang banyak dalam waktu lebih pendek
− Kristal silika bebas (pasir & batu) selama beberapa tahun sekitar 20-30 tahun.
Pemaparan bisa terjadi melalui

Epidemiologi

 Buruh tambang logam


 Pekerja pemotong batu dan granit
 Pekerja pengecoran logam
 Pembuat terbikar

Gejala Klinis

 Kesulitan bernapas

37
 Dada sesak

 Ketidakmampuan bekerja dalam beberapa bulan

 Kematian karena kegagalan pernapasan (1-3 tahun)

 Batuk berdahak jika saluran pernapasan ada iritas

Diagnosa

 Anamnesa
− Pekerjaan
− Hobi
− aktivitas
 Pemeriksaan Fisik
− Gerakan dada terbatas
− Sianosis serta ronkhi saat akhoir inspirasi
 Radiografi
− Memperlihatkan bayangan perifer seperti kapas à mengeras à linear
 Rontgen
− Terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut
 Tes Fungsi Paru

Terapi

 Tidak ada pengobatan khusus


 Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit penting menghoilangkan sumber
pemaparan
 Terapi suportif
− Penekan batuk
− Bronkodilator
− oksigen
 Hal lain yang perlu ditimbangkan
− Membatasi pernapasan terhadap silika
− Berhenti merokok
− Menjalani btes kulit untuk TB secara rutin
38
− Pengawasan terhadap lingkungan kerja
− Memakai masker, penutup kepala dll
− Harus menjalani foto rontgen secara rutin
− Setiap 6 bulan : pekerja peledak pasir
− 2-5 tahun : pekerja lainn

2. Asbestosis

Definisi

Suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadin akibat menghirup serat-serat asbes, yang
nanti akan membentuk jaringan parut pada paru

Epidemiologi

4 diantara 10.000

Etiologi

Menghirup serat asbes à jaringan parut

Di industri pertambsngsn dan penggilingan, konstruksi dan industri lain

Penyakit yang disebabkan oleh Asbestosis

Plak Pleura

Mesotelloma maligna à timbul 20-40 tahun

Efusi pleura

Gejala Klinis

Gejala muncul setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru
kehilangan elastisannya

Sesak napas

Berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan

Batuk & bengek à bronkitis kronis dengan asbestosis

39
Rasa sesak di dada

Nyeri dada

Clubbing fingers

Diagnosa

Pemeriksaan fisik

auskultasi à ronkhi

Rontgen dada

Tes fungsi paru

CT scan paru

Pengobatan supportif

a. Untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari
paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan vibrasi
b. Diberikan obat semprot untuk mengncerkan lendir

Mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan kerja

SOPT (SINDROM OBSTRUKSI PASCA TB)

DEFINISI

Sindrom obstruksi difus yang berhubungan dengan TB paru dikenal dengan


berbagainama. Di Bagian Unit Paru RSUP Persahaba Jakarta, dikenal dengan nama
TB paru dengansindrom obstruksi dan sindrom obstruksi pasca TB (SOPT).
Kekerapan sindrom obstruksipada TB paru bervariasi antara 16%–50%. Patogenesis
timbulnya sindrom obstruksi pada TBparu yang mengarah ke timbulnya sindrom
pasca TB sangat kompleks; pada penelitianterdahulu dikatakan akibat destruksi
jaringan paru oleh proses TB. Kemungkinan lain adalahakibat infeksi TB, dipengaruhi
oleh reaksi imunologis perorangan sehingga menimbulkanreaksi peradangan
nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim parumakrofag

40
aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis
danbeban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks
alveoli terjadicukup luas menuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan
gangguan faal paru yangdapat dideteksi secara spirometri

PATOGENESIS

Gangguan faal paru akibat proses tuberkulosis paru berupa kelainan restriksi
danobstruksi telah banyak diteliti; kelainan yang bersifat obstruksi dan menetap akan
mengarahpada terjadinya sindrom. obstruksi pasca TB (SOPT). Destruksi parenkim
paru padaemfisema menyebabkan elastisitas berkurang sehingga terjadi mekanisme
ventil yangmenjadi dasar terjadinya obstruksi arus udara. Emfisema kompensasi yang
ditemukanpasca reseksi paru dan akibat atelektasis lobus atas karena TB paru
seharusnya tidak obstruktif. Kelainan obstruksipada TB paru tidak berasal dari
emfisema kompensasi.Selain itu tidak menemukan perbedaan morfologik yang nyata
antara jenis emfisema pada kasus TB dan nonTB, perubahan emfisema yang tidak
merata lebih menonjol pada TB dengan kesan sebagaiefek lokal dalam perkembangan
emfisema. Bronkitis kronis spesifik lebih mungkin merupakan faktor etiologi
timbulnya emfisemaobstruksi pada tuberkulosis paru dibandingkan dengan over
distention  jaringan paru di deka tdaerah retraksi. Pada penelitian lain berhasil
menimbulkan bula emfisematous pada kelinci yang ditularimikobakterium
tuberkulosis secara trakeal dan menyimpulkan bahwa proses emfisemadimulai dengan
destruksi jaringan lalu diikuti ekspansi.

GEJALA KLINIS

• Batuk >3mgg

• Berdahak

• Berdarah

• Sesak nafas

41
• Nyeri dada

• Demam

• Keringat malam

• Malaise

Referensi :

1. Emedicine, jornal.
2. Medscape, journal.
3. Patof Sylvia

42

Anda mungkin juga menyukai