KEPERAWATAN KELUARGA
“HIPERTENSI”
DISUSUN OLEH:
ANDI SETIAWAN FIRMANDA (21219002)
DOSEN PEMBIMBING:
ANITA APRIANY, S.Kep., Ns., M.Bmd
A. Definisi Hipertensi
B. Etiologi Hipertensi
Menurut Indriyani (2011), sekitar 20% populasi dewasa mengalami
hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya
mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi
sekunder).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Damayanti (2013), pada sebagian besar penderita,
hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa
gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
D. Penatalaksanaan
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olahraga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan senam aerobik yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi/mencegah
obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis
menurut Kowalski (2010), yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan
atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai
sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara
drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak
dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama
30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat
antihipertensi yang beredar saat ini, diantaranya sebagai berikut:
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh
obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-
hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk
dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari
faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat
penyakit ini bisa ditekan.
3. Pengobatan Tradisional
Menurut Damayanti (2013), pengobatan tradisional yang paling
umum dilakukan masyarakat dan mudah caranya adalah dengan
meminum perasan air timun. Secara klinis, mentimun mengandung zat-zat
saponin (yang berfungsi mengeluarkan lendir), protein, Fe atau zat besi,
sulfur, lemak , kalsium, Vitamin A, B1 dan juga C. Jika memakai
pendekatan matematis, maka dalam 100 gram mentimun terdapat 0,7
gram protein, 12 kkl kalori, 0,1 gram lemak, 21 miligram fosfor, 0,3
miligram Fe, 0,3 karbohidrat, 8,0 vitamin C, dan 0,3 miligram Vitamin A
dan juga vitamin B1. Berbagai zat ini bersifat porgonik yang disinyalir
mampu menurunkan tekanan darah dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kasus:
Seorang laki-laki berusia 45 tahun menderita Hipertensi dengan
keluhan nyeri kepala atau pusing hampir setiap hari. Klien mengatakan
terkadang malam hari tidak bisa tidur dan sering terbangun karena sakit
kepala, klien mengatakan sering minum obat-obatan dari warung Data
objektif klien tampak memegang kepala, tampak pucat Perawat
menganjurkan klien untuk jalan pagi hari untuk menurunkan tekanan darah
pada klien secara nonfarmakologi. TTV : 160/ 90 mmHg N: 86 x/m RR: 21
x/m S: 36,8
c. Applicability
1) Dalam diskusi
Kesimpulan
Lansia dapat melakukan aktivitas ringan seperti jalan kaki dipagi hari
sebagai bentuk olahraga dalam menjaga kebugaran. Olahraga yang sesuai dan efektif
dapat meningkatkan angka harapan hidup lansia sehingga derajat kesehatan lansia
dapat meningkat. Jalan pagi efektif untuk menurunkan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi. Hasil analisa data diperoleh p= 0,000 (<0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Elsanti, Salma. 2010. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertens
& SeranganJantung. Yogyakarta : Araska.
Hanns Peter, W. 2011. Hipertensi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Gramedia.
Indriyani, W.N. 2012. Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke. Jakarta:
Millestone.
Rusdi, & Nurlaela, I. 2012. Awas! Anda bisa mati cepat akibat hipertensi &
diabetes. Yogyakarta: Power Books (IHDINA).