Anda di halaman 1dari 19

Nama : Suci virdariawan

Nim : 12019053
UTS PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

A. Kasus
Pasien didiagnosis dokter penyakit jantung dengan kompilkasi penyakit hipertensi stage 3
dan dm tipe 2 diberikan terapi spironolactone 2x1, isdn 1x1, walfarin 2x1, nifedifin 2x1,
candesartan 1x1, furosemide 2x1, insulin 3x 15 unit, glibencalmid 1x1 pasien mengeluhan
kadang terjadinya mual setelah mengkonsumsi obat walfarin? Lakukan analisis

B. Dasar Teori
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi klinis dimana tekanan darah sistolik
mencapai ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang diukur pada saat
istirahat. Hipertensi disebut juga sebagai "silent killer" karena penyakit ini tidak
menimbulkan keluhan ataupun gejala yang nyata pada penderitanya, umumnya terdiagnosa
melalui skrining atau saat memeriksakan diri terkait penyakit lain. Namun, pada sebagian
orang keluhan-keluhan seperti sakit kepala, pusing, telinga berdenging, gangguan
penglihatan, nyeri di daerah dada, serta sulit bernapas bahkan seperti ingin pingsan, bisa jadi
merupakan tanda-tanda dari hipertensi.

Kategori Hipertensi

Secara umum, hipertensi dapat dikategorikan menjadi 4 bagian, yakni:

Hipertensi stage 3: ≥ 180/110 mmHg

Hipertensi stage 2: 160 - 179/100 - 109 mmHg

Hipertensi stage 1: 140 - 159/90 - 99 mmHg

Hipertensi sistolik: ≥ 140/< 90 mmHg

Diabetes tipe 2 adalah kondisi ketika kadar gula darah melebihi nilai normal akibat resistensi
insulin. Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling sering terjadi. Kondisi yang
berlangsung dalam jangka panjang ini lebih sering dialami oleh orang dewasa.
1. Patofisologi
 Patofisiologi Diabetes Militus Tipe -2
Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) terjadi sebagai akibat kombinasi beberapa
aspek yang berlangsung lama, dapat bertahun-tahun secara subklinis. Aspek-aspek tersebut
adalah penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, dan ominous octet.

 Penurunan Sekresi Insulin


Penurunan sekresi insulin terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas. Suatu penelitian
menemukan bahwa gangguan fungsi sel pankreas ini terjadi secara dini bahkan sebelum
adanya resistensi insulin.

 Resistensi Insulin
Resistensi insulin akan terjadi bila alur penyimpanan nutrisi yang bertugas memaksimalkan
efisiensi penggunaan energi terpapar terus menerus dengan surplus energi. Surplus energi ini
akan menurunkan sensitifitas insulin. Paparan surplus energi dalam jangka panjang akan
menyebabkan sensitifitas insulin semakin menurun hingga terjadi resistensi insulin, terutama
pada jaringan otot, hepar, dan lemak.

Resistensi insulin akan menyebabkan penurunan asupan glukosa perifer diiringi dengan
peningkatan endogen produksi glukosa oleh hepar melalui proses glukoneogenesis. Selain itu,
jaringan tubuh yang tidak mendapat energi juga akan memecah lipid dalam jaringan sel
lemak sehingga terjadi katabolisme lemak tubuh atau lipolisis.

 Ominous Octet Resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin akan


menyebabkan terjadinya ominous octet yang menyebabkan terjadinya
hiperglikemia. Ominous octet adalah gabungan dari kondisi berikut:

1. Penurunan sekresi insulin pankreas


2. Penurunan efek inkretin
3. Peningkatan lipolisis
4. Peningkatan reabsorpsi glukosa
5. Penurunan uptake glukosa perifer
6. Disfungsi neurotransmitter
7. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar
8. Peningkatan sekresi glukagon dari sel-sel alfa pulau Langerhans
Keadaan hiperglikemia yang terjadi karena ominous octet ini dapat berlangsung selama
bertahun-tahun secara subklinis sebelum gejala klinis penyakit muncul.

 Patofisiologi hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas rata-rata normal yang ditunjukkan
dengan alat tensimeter. Hipertensi tidak menunjukkan gejala, terutama di tahap awal.
Meskipun begitu, perjalanan penyakit atau patofisiologi hipertensi ini sangat kompleks dan
rumit Geng.

Ada banyak faktor yang terlibat dalam patofisiologi hipertensi. Faktor yang paling
berpengaruh pada hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah faktor genetik, diet tinggi
garam, kondisi hormonal, dan masih banyak faktor lainnya.

Meskipun ada pengaruh genetik, namun sampai saat ini mekanisme terjadinya hipertensi
primer masih belum diketahui dengan pasti. Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi,
berikut ini penjelasannya secara sederhana.

Patofisiologi hipertensi secara alami diawali dari kenaikan tekanan darah sesekali saja. Tanpa
melakukan pemeriksaan tekanan darah, Kamu tidak akan tahu kalau terjadi kenaikan tekanan
darah. Naiknya tekanan darah yang kadang-kadang ini, lama-kelamaan akan semakin sering
dan kemudian menetap, atau tidak bisa turun kembali.Awalnya, penderita hipertensi tidak
merasakan gejala. Jika pun ada gejala, biasanya tidak spesifik dan berubah-ubah. Setelah
penyakit berkembang menjadi hipertensi persisten (menetap), maka patofisiologi hipertensi
menjadi lebih rumit, di mana sudah melibatkan kerusakan organ-organ lain di seluruh tubuh.

Diawali dari kerusakan pembuluh-pembuluh darah kecil karena hipertensi, diikuti pembuluh
darah yang lebih besar seperti arteri dan aorta. Keduanya adalah pembuluh utama di tubuh
yang berukuran besar, salah satunya yang membawa darah menuju dan meninggalkan
jantung.

Kerusakan pembuluh darah kecil juga terjadi di seluruh organ tubuh sehingga perlahan-lahan
jantung, ginjal, retina, dan sistem saraf pusat akan mengalami kerusakan.

Patofisiologi Hipertensi Sesuai Waktu Kejadiannya


1. Prehipertensi
Prehipertensi sering juga disebut hipertensi tahap awal, yaitu ketika hasil pemeriksaan
tekanan darah menunjukkan kenaikan tetapi belum masuk kategori hipertensi. Prehipertensi
ditandai dengan tekanan darah sistolik (angka atas) adalah 120 mmHg-139 mmHg, dan
diastolik (angka bawah) adalah 80 mmHg-89 mmHg.

2. Hipertensi Tahap 1
Hipertensi tahap 1 umumnya dialami pada usia 20-40 tahun, ketika tekanan darah antara
140/90 dan 159/99. Jika sudah diketahui hipertensi seperti ini, maka harus dilakukan terapi

3. Hipertensi Tahap 2
Dikenal juga sebagai hipertensi tahap 2, yakni ditunjukkan dengan tekanan darah 160/100
atau lebih tinggi. Umumnya hipertensi yang sudah menetap ini diderita orang mulai usia 30-
50 tahun.

4. Hipertensi tingkat lanjut (komplikasi)


Ini adalah tahap akhir hipertensi ketika sudah terjadi komplikasi ke organ tubuh lainnya baik
ke pembuluh darah jantung, ginjal, mata, dan saraf. Usia rata-rata mulai muncul gejala
komplikasi adalah 40-60 tahun.

 Patofisiologi penyakit Jantung


Penyakit jantung koroner merupakan gangguan pembuluh darah koroner berupa penyempitan
atau penyumbatan aliran darah yang dapat mengganggu proses transportasi bahan-bahan
energi tubuh, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen ketidakseimbangan ini menimbulkan gangguan pompa
jantung dan berakhir pada kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Wahyuni et.al, 2012).

Patofisiologi jantung koroner Penyakit jantung koroner disebabkan oleh penyempitan atau
penyumbatan pada pembuluh darah yang menyuplai darah ke otot jantung. Otot jantung juga
memerlukan darah untuk menggerakkan otot-otonya agar tetap mampu memompa darah ke
seluruh tubuh.

Hal yang paling sering menyebabkan penyempitan atau penyumbatan tersebut adalah
trombosis atau atherosklerosis. Trombosis adalah jaringan luka pada pembuluh darah yang
membentuk jaringan fibrosa yang disebabkan kolesterol. Jaringan ini berisiko menyumbat
aliran darah.
Sedangkan atherosklerosis adalah penumpukan plak di dalam arteri menuju jantung. Plak
tersebut berisi kolesterol, kalsium, atau bahan lain yang berlebihan di dalam aliran darah. Jika
terus menumpuk, plak ini akan menyumbat pembuluh darah.

Jika trombosis dan atherosklerosis terjadi, maka suplai darah ke otot jantung akan berkurang.
Kurangnya aliran darah ke jantung bisa menyebabkan berbagai penyakit serius, seperti angina
pectoris (nyeri dada) sampai infark jantung yang menyebabkan kematian mendadak.

2. Guideline terapi :
Terapi Penyakit DM Tipe 2

 Diet dan Olahraga


Menerapkan pola hidup sehat dengan rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang tidak hanya dapat menurunkan kadar gula dalam darah, tetapi juga bisa
menurunkan risiko terjadinya komplikasi.

Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas sehingga doktter
sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target penurunan berat badan 5-10% dalam jangka
waktu setahun terbukti tidak hanya menurunkan kadar gula darah, tetapi juga menurunkan
kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan
darah.

Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes mellitus tipe 2, yaitu:

 Biguanida
 Sulfonilurea
 Derivat meglitinide
 Thiazolidinediones
 Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
 Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
 Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
 Insulin
 Agonis dopamin
Terapi Penyakit Jantung

 Mengubah gaya dengan cara hidup sehat


Cara menjaga kesehatan jantung agar tetap normal adalah :

1. Menjaga kesehatan mulut


2. Batasi konsumsi makanan asin
3. Tidur dengan cukup
4. Hindari duduk terlalu lama
5. Berhenti merokok
6. Perbanyak makan sayur dan buah
Selain mengubah gaya dengan cara hidup sehat adalah harus mengkomsumsi obat untuk
pengobatan penyakit jantung

1. Obat obatan pengencer darah


Obat-obatan ini digunakan untuk mengencerkan darah, tujuannya untuk mencegah agar tidak
terjadi penggumpalan darah. Pasalnya, gumpalan-gumpalan darah yang terbentuk dapat
menyumbat pembuluh darah dan menjadi penyebab serangan jantung.

Namun, tidak semua orang boleh mengonsumsi aspirin. Ada kalanya Anda telah
mengonsumsi obat pengencer darah jenis yang lain, sehingga dokter tidak menyarankan Anda
mengonsumsi obat ini. Selain itu, jika Anda memiliki masalah pendarahan, obat ini juga tidak
disarankan untuk dikonsumsi. Maka itu, penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter
mengenai penggunaan obat-obatan.

Selain aspirin, ada beberapa obat-obatan pengencer darah lainnya, seperti:

 clopidogrel
 rivaroxaban
 ticagrelor
 prasugrel

2. Statin
Obat-obatan penurun kolesterol juga dapat digunakan untuk pengobatan untuk penyakit
jantung koroner. Salah satunya adalah obat-obatan statin. Cara kerja statin adalah mencegah
pembentukan kolesterol dan peningkatan jumlah reseptor untuk kolesterol jahat (LDL) di
dalam liver
3. Beta Blockers
Cara tepat untuk mengatasi penyakit jantung koroner, yaitu beta blockers. Obat-obatan ini
berfungsi untuk mengurangi kecepatan detak jantung dan mengurangi tekanan darah. Kedua
hal tersebut dapat mengurangi kebutuhan jantung akan oksigen.

Beberapa jenis beta blockers yang sering digunakan adalah

 Atenolol
 Bisoprolol
 Metoprolol.
 Nebivolol

4. ACE inhibitors
ACE inhibitor juga bisa digunakan untuk pengobatan penyakit jantung koroner. Obat ini
berfungsi untukmenurunkan tekanan darah tinggi, salah satu faktor risiko yang dapat menjadi
penyebab penyakit jantung koroner.

Obat ini menghambat hormon yang disebut angiotensin-2 yang dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit. Selain mencegah agar jantung tidak bekerja terlalu keras, obat
ini juga dapat meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh.

5. Nitrat
Obat-obatan nitrat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah. Obat ini bisa menjadi
pengobatan terhadap penyakit jantung koroner yang efektif. Obat ini terdapat dalam berbagai
sediaan, termasuk tablet, spray, dan masih banyak lagi sediaan lainnya.

Obat ini bekerja dengan cara membantu pembuluh darah untuk rileks, sehingga jumlah aliran
darah yang dapat masuk dan melewati pembuluh darah tersebut juga menjadi lebih banyak.
Dengan begitu, tekanan darah Anda bisa menurun dan rasa nyeri dada yang mungkin Anda
rasakan juga perlahan mereda.

Terapi penyakit Hipertensi


Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi
non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi pola diet, aktivitas fisik, larangan
merokok dan pembatasan konsumsi alkohol. Terapi farmakologis dapat diberikan
antihipertensi tunggal maupun kombinasi. Pemilihan obat anti hipertensi dapat didasari ada
tidaknya kondisi khusus (komorbid maupun komplikasi).

 Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa anjuran modifikasi gaya hidup.
Pola hidup sehat dapat menurunkan darah tinggi. Pemberian terapi farmakologi dapat ditunda
pada pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular rendah.
Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah belum mencapai target atau terdapat faktor risiko
penyakit kardiovaskular lainnya maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.

Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi pola diet, aktivitas fisik,
larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkohol.

 Terapi farmakologis
Dapat di berikan terapi antihipertensi tugal maupun kombinasi

C. Penataklasanaan Kasus dan Pembahasan


1. Subjective :
Klasifikasi penyakit Data subjektif yang mungkin ditemukan
Jantung Nyeri dada, sesak nafas, pembengkakan di
tungkai,lemas,pingsan
Hipertensi Sakit kepala, lemas, masalah penglihatan,
nyeri dada, sesak nafas, aritmia
Diabetes Sering buang air kecil,terutama di malam
hari, turunnya berat badan tanpa sebab
yang jelas,sering merasa sangat
lapar ,lemas ,sering merasa
haus,pandangan kabur,luka yang sulit
sembuh
Obat-obat terapi yang diberikan yaitu :
1. Spironolactone
 Indikasi :Mengobati hipertensi, gagal jantung, hipokalemia,
sirosis, edema, atau hiperaldosteronisme
 dosis dan aturan pakai : Dosis spironolactone yang diresepkan dokter
dapat berbeda pada tiap pasien. Berikut ini adalah dosis spironolactone
berdasarkan tujuan dan usia pasien:
Tujuan: Mengobati hipertensi (darah tinggi)
Dewasa: 50–100 mg per hari, dosis dapat dibagi menjadi 1–2 kali
sehari. Dosis dapat disesuaikan setelah 2 minggu.
 Kontraindikasi : spironolactone dikontraindikasikan pada kondisi
anuria, gangguan ginjal dan hiperkalemia. Pada pasien dengan gagal
jantung dan gangguan ginjal, spironolactone dikontraindikasikan pada
kadar kalium > 5 mEq/L atau kreatinin darah > 4 mg/dL karena risiko
tinggi menyebabkan hiperkalemia yang fatal.
 Cara kerja obat : Obat ini bekerja dengan cara menghambat
penyerapan garam (natrium) berlebih ke dalam tubuh dan menjaga
kadar kalium dalam darah agar tidak terlalu rendah, sehingga tekanan
darah dapat diturunkan
2. ISDN
 Indikasi : Untuk mencegah dan mengobati angina pada penderita
penyakit jantung koroner
 Dosis dan aturan pakai : Dosis isosorbide dinitrate berbeda-beda
pada tiap pasien. Dokter akan menyesuaikan dosis isosorbide dinitrate
dengan kondisi, usia, serta respons pasien terhadap obat ini.Berikut
adalah pembagian dosis Isosorbide dinitrate (ISDN) berdasarkan
bentuk obatnya:
 Tablet minum :
 Angina: 20–120 mg per hari dosis terbagi. Dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respons pasien.
Dosis maksimal 240 mg per hari.
 Gagal jantung: 30–160 mg per hari. Dosis maksimal 240 mg
perhari.

Sublingual
 Angina pektoris: 2,5–5 mg tiap 15 menit
 Gagal jantung: 5–10 mg tiap 2 jam sekali bila diperlukan.
Suntik
Isosorbide dinitrate bentuk suntik dapat diberikan untuk
memperbaiki fungsi pompa jantung pada pasien gagal jantung.
 Kontraindikasi : isosorbid dinitrat merupakan kontraindikasi
pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap kandungan
isosorbid dinitrat, pasien yang sedang menjalani terapi obat
golongan inhibitor PDE seperti sildenafil dan pasien yang
sedang mendapatkan terapi kombinasi isosorbide dinitrat
dengan riociguat (obat guanylate cyclase stimulator).
 Cara kerja obat :  cara melebarkan pembuluh darah
(vasodilator) agar aliran darah dapat mengalir lebih lancar ke
otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan menjadi obat
tambahan untuk pasien gagal jantung
3. Walfarin
 Indikasi : obat antikoagulan oral yang sering digunakan untuk
mengobati dan/atau mencegah terbentuknya bekuan darah (trombus).
Warfarin bekerja dengan cara menginhibisi faktor-faktor koagulan
tergantung vitamin K (Vitamin K- dependent factors).
 Dosis dan aturan pakai : Dosis awal: 5 mg/hari.Dosis sebanyak 10 mg
per hari selama 2 hari. Sesuaikan dosis berikutnya berdasarkan waktu
protrombin atau INR.Dosisi perawatan: 3-9 mg/hari. Berikan di
waktu yang sama setiap hari.Khusus untuk pasien lanjut usia, berikan
dosis lebih rendah.
 Aturan pakai obat : Oral: Dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.
Injeksi: Dilakukan langsung oleh dokter atau tenaga medis di bawah
pengawasan dokter
 Cara kerja obat : bekerja di hati dengan menghambat karboksilasi
vitamin K dari protein prekursornya. Karena waktu paruh dari masing-
masing faktor pembekuan darah tersebut, maka bila terjadi deplesi
faktor Vll waktu Page 2 protrombin sudah memanjang.
 Kontraindikasi : Kehamilan. Orang dengan gangguan pembekuan
darah, seperti hemofilia A dan B, atau penyakit von Willebrand. Pasca
operasi sistem saraf pusat, mata, dan operasi traumatik terbu.
4. Nifedifin
 Indikasi : Mengobati hipertensi, mencegah angina, mengobati fenomena
Raynaud
 Dosis dan aturan pakai : Dosis nifedipine berbeda-beda tergantung
pada jenis sediaan dan kondisi yang ingin diatasi. Berikut adalah
penjelasannya:Kondisi: Hipertensi Bentuk immediate release: Dosis
awal: 5 mg 3 kali sehari. Dosis lanjutan: 10–20 mg 3 kali sehari.
 cara kerja : cara menghambat kalsium untuk masuk ke dalam sel-sel
pembuluh darah dan jantung.
 Kontraindikasi : Riwayat alergi nifedipine. Syok kardiogenik. Angina
tidak stabil akut.
5. Candesartan
 Indikasi : untuk menangani hipertensi pada orang dewasa dan anak
berusia ≥1 tahun, serta untuk menangani gagal jantung pada orang
dewasa.
 Dosis dan aturan pakai : Dosis candesartan yang digunakan akan
bervariasi tergantung indikasi pengobatan, usia pasien, dan respons
tekanan darah terhadap terapi.
 Cara kerja obat : bekerja dengan cara menghambat reseptor
angiotensin II. Saat angiotensin II dihambat, pembuluh darah akan
lemas dan melebar sehingga aliran darah menjadi lebih lancar dan
tekanan darah turun.
 Kontraindikasi : riwayat hipersensitivitas terhadap candesartan, pasien
hamil/menyusui, anak berusia kurang dari 1 tahun, dan pasien diabetes
mellitus yang juga menerima aliskiren
6. Furosemid
 Indikasi : obat golongan diuretik yang bermanfaat untuk mengeluarkan
kelebihan cairan dari dalam tubuh melalui urine. Obat ini sering
digunakan untuk mengatasi edema (penumpukan cairan di dalam
tubuh) atau hipertensi (tekanan darah tinggi).
 Dosis dan aturan pakai : Furosemide bisa diberikan dalam bentuk obat
minum atau suntikan. Suntikan furosemide bisa diberikan secara IM
(intramuskular/ke otot) atau IV (intravena/ke pembuluh darah). Berikut
ini adalah pembagian dosis furosemide berdasarkan kondisi yang ingin
diobati: Kondisi: Tekanan darah tinggi (hipertensi) ,Dewasa: Tablet
40–80 mg per hari. Bisa dikombinasikan dengan obat antihipertensi.,
Lansia: Dosis furosemide tablet untuk lansia selalu diawali dengan
dosis terendah, lalu ditingkatkan secara bertahap sesuai kondisi pasien.
 Cara kerja obat : bekerja dengan cara menghalangi penyerapan
natrium di dalam sel-sel tubulus ginjal dan meningkatkan jumlah urine
yang dihasilkan oleh tubuh. 
 Kontraindikasi :  penggunaan furosemide adalah pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, karena furosemide dapat menimbulkan
nefrotoksisitas.
7. Insulin
 Indikasi :  untuk tata laksana kondisi hiperglikemia, baik pada pasien
diabetes mellitus, ketoasidosis diabetik (KAD), sindrom hiperosmolar
hiperglikemik (SHH), hiperkalemia, maupun toksisitas obat calcium
channel blockers dan beta-blockers.
 Dosis dan aturan pakai : Dewasa: Dosis suntikan awal adalah 20 unit,
diikuti dengan 6 unit per jam sampai gula darah turun ke 10 mmol/l
atau di bawah 180 mg/dl.
 Cara kerja obat : membantu mengontrol kadar gula darah (glukosa)
dalam tubuh. Caranya dengan memberi sinyal pada sel lemak, otot, dan
hati untuk mengambil glukosa dari darah dan mengubahnya menjadi
glikogen (gula otot) di sel otot, trigliserida di sel lemak, dan keduanya
di sel hati.
 Kontraindikasi : penggunaan insulin reguler adalah keadaan
hipoglikemia dan pasien dengan riwayat hipersensitivitas obat ini.
Selain itu, beberapa peringatan penggunaan insulin reguler yang harus
diperhatikan di antaranya hati-hati pada kondisi penurunan
kebutuhan insulin, seperti diare dan muntah.
8. Glibenclamid
 Indikasi : Membantu menurunkan kadar gula dalam darah pada
penderita diabetes tipe 2.
 Dosis dan aturan pakai : Dosis awal glibenclamide adalah 2,5–5 mg
per hari. Dosis bisa ditingkatkan setiap minggu sampai dosis maksimal
20 mg per hari. Untuk dosis yang lebih dari 10 mg per hari,
glibenclamide bisa dikonsumsi 2 kali sehari.
 Cara kerja obat : hypoglycemic oral derivat sulfonylurea yang bekerja
aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenclamide bekerja dengan
merangsang sekresi insulin dari pankreas.
 Kontraindikasi :  Diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus yang
bergantung pada insulin. Ketoasidosis diabetikum dengan atau tanpa
koma. Gangguan ginjal, hati, tiroid atau adrenokortikal yang berat.

2. Objective :
 Tekanan Darah untuk hipertensi Srage 3 lebih dari 180mmHg /
120 mmHg
 Denyut nadi kurang dari 60 kali dalam per menit dengan nilai
normal jantung berdetak 60–100 kali per menit ketika istirahat
 Perdiabetes : jumlah HbA1c Antara 5,7% - 6,4% dengan nilai
normal di bawah 5,7%
 Diabetes : jumlah HbA1c mencapai 6,5% atau lebih
 Di berikan Terapi :
 Spironolactone 2x1
 ISDN. 1x1
 Warfarin. 2x1
 Nifedipin. 2x1
 Candesartan. 1x1
 Furosemid. 1x1
 Insulin. 3x 15 Unit
 Glibenclamid. 1x1
Kenapa si pasien sering mengeluh kadang terjadi mual setelah mengkonsumsi warfarin karna
dari efek samping obat warfarin tersebut sudah menjelaskan akan terjadi mual serta muntah ,
DanTidak semua orang mengalami efek samping tersebut

3. Assessment :
Problem Medik Terapi Asesment Rekomendasi
Efek samping dari
beberapa obat yang di
konsumsi menimbulkan
Memberi jarak
rasa mual dan jika
Pasien mengalami waktu minum obat
mengkonsumsinya
rasa mual setelah Warfarin 2x1 dengan rentan
dengtan rentan waktu
meminum warfarin waktu yang tidak
yang berdekatan maka
berdekatan
efek samping yang di
timbulkan akan cepat
timbul

4. Plan : memberikan jarak waktu untuk konsumsi tiap obat agar efek samping “mual”
tidak timbul secara cepat

D. Kesimpulan : pasien mengalami rasa mual ketika mengkonsumsi warfarin yang di


karenakan beberapa obat seperti spironolactone, ISDN, nifedipine dan glibenclamid
memiliki efek samping mual, sehingga jika dikonsumsi dengan bersamaan maka rasa
mual akan segera muncul. Jadi diharpakan pasien memberi jarak waktu untuk
mengkonsumsi masing-masing obat
Daftar pustaka

Wirianta Jeffrey. 2021. Punya Hipertensi? Waspada Serangan Jantung!. Diambil dari
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/punya-hipertensi-waspada-
serangan-jantung
Pittara. 2021. Pengertian Diabetes Tipe 2. Diambil dari
https://www.alodokter.com/diabetes-tipe-2
Dame Cristy Pane Merry. 2020. Spironolactone. Diambil dari
https://www.alodokter.com/spironolactone
Dame Cristy Pane Merry. 2020. Isosorbide Dinitrate. Diambil dari
https://www.alodokter.com/isosorbide-dinitrate
Admin Web Gendhis Manis Senin, 20 April 2020. Di ambil dari
https://gendhismanis.Ide /read /76/ patofisiologi – diabetes – melitus – tipe - 2 -dmt2.
Html
Annisa Hapsari Diperbarui Jul 09, 2021Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri
https :// hellosehat.com/jantung/jantung-koroner/pengobatan-jantung-koroner/?amp=1

Studi kasus
Kasus 3 pasien didiagnosis dokter penyakit jantung dengan kompilkasi penyakit hipertensi
stage 3 dan dm tipe 2 diberikan terapi spironolactone 2x1, isdn 1x1, walfarin 2x1, nifedifin 2x1,
candesartan 1x1, furosemide 2x1, insulin 3x 15 unit, glibencalmid 1x1 pasien mengeluhan kadang
terjadinya mual setelah mengkonsumsi obat walfarin? Lakukan analisis

Tahapan EBM:

a. Membuat pertanyaan yang terfokus pada kasus


P Patient Or Problem Jantung dengan komplikasi hipertensi dan DM Tipe 2
I Intervention Pemberian kombinasi obat atau pada pasien jantung
C Comparison Pemberian pengobatan pada pada pasien jantung
sebagai pilihan pertama
O Outcome Pada serangan jantung : Nyeri dada, dada terasa
tertekan atau berat
Coronary Artery Spasm (CAS)
terjadi ketika salah satu arteri jantung mengalami kejang,
sehingga aliran darah ke jantung berkurang drastis, bahkan bisa
berhenti untuk sementara waktu.
ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
Gejala paling utama yaitu nyeri dan sesak di tengah dada.
Gejala lainnya yang dapat timbul dari kondisi ini, seperti kepala
yang terasa ringan, sesak napas, munculnya keringat dingin,
dan pengidap akan lebih merasa gelisah.
Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI)
 NSTEMI ditandai dengan gejala, seperti:

 Adanya rasa sakit pada dada, rahang, leher,


punggung, hingga perut
 Sesak napas
 Mual dan pusing
 Adanya keringat berlebih.

1. Mengapa pasien pada saat mengkonsumsi walfarin terjadi mual ?


b. Menemukan evidence yang sesuai
HEART dikembangkan di Belanda pada tahun 2008 oleh Six, Backus, dan Kelder
sebagai alat untuk stratifikasi resiko pada pasien dengan nyeri dada berdasarkan dengan
resiko Kejadian Kardiovaskuler Mayor (KKVM) jangka pendek untuk membantu identifikasi
pasien dengan resiko rendah. Skor ini memiliki kelebihan antara lain : mudah dihitung dan
diaplikasikan, berfokus kepada keluaran jangka pendek, dan dapat mengklasifikasikan pasien
dengan nyeri dada menjadi tiga kategori (resiko rendah, sedang, atau tinggi ). Skor HEART
memiliki 5 variabel yaitu : History atau riwayat, ECG atau EKG, Age atau usia, Risk factor
atau faktor resiko, dan Troponin atau kadar troponin. Skor HEART memiliki nilai terendah 0
dan nilai tertinggi 10 dengan pembagian resiko rendah (≤ 3), sedang ( 4 – 6) dan resiko tinggi
(7 – 10). (Brady, 2018). Poldervaart dkk (2017)

c. Menilai evidence dan membuat keputusan


Type Pertanyaan Jawaban
Terapi Apa terapi yang tepat untuk  Ablasi bertujuan untuk
penyakit jantung? mengontrol atau memperbaiki
gangguan irama
jantung(aritmia).
 Kardioversi bertujuan untuk
mengembalikan irama jantung
yang tidak normal (aritmia) ke
pola normal.
 operasi bypass coroner
bertujuan untuk aliran darah
ke jantung yang sebelumnya
terhambat bisa kembali
normal.

 Transplantasi jantung adalah


tindakan medis yang
dilakukan dengan mengganti
jantung yang rusak dengan
jantung yang sehat dari
pendonor.

Diagnosis Bagaimana diagnose jantung?  Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk


mendeteksi adanya kelainan-kelainan
pada irama jantung.

 Ekokardiogram

Pemeriksaan ini dilakukan untuk


mengetahui sejauh mana kerusakan
berefek pada fungsi jantung.

 Stress test

Jika seseorang memiliki faktor risiko,


dokter akan menyarankan stress test.
Pada pemeriksaan ini, ia akan diminta
untuk berjalan atau bersepeda statis
sementara dokter akan mengukur
aktivitas jantung dengan EKG.

Prognosis Bagaimana prognosis Prognosis pada penyakit jantung


jantung? koroner akan sangat tergantung
pada jumlah plak koroner, keparahan
obstruksi , fungsi ventrikel kiri dan
adanya aritmia kompleks. Buruk jika
penderita penyakit jantung koroner
telah mengalami gejala klinis berupa
imfark micard hingga terjadi
kematian mendadak akibat aritmia
ventrikel .
penderita di katakan beresiko tinggi
jika sudah terjadi kerusakan pada
pangkal arteri koroner kiri. Tetapi
baik jika fungsi ventrikel masih
normal
Etiologic Apakah factor factor penyebab  Usia lanjut. Semakin tua,
arteri akan semakin
dari jantung ?
menyempit dan rapuh.
 Pria lebih memiliki risiko
terkena penyakit jantung
koroner daripada wanita.
 Apabila ada anggota keluarga
yang mengidap gangguan
jantung, maka risiko PJK
meningkat.
 Merokok Nikotin dapat
menyebabka penyempitan
arteri sementara karbon
monoksida menyebabkan
kerusakan pembuluh.
 Memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dan/atau kadar
lemak darah yang tinggi.
 Memiliki trauma mental atau
stres psikologis berat jangka
waktu panjang.

d. Mengevaluasi hasil
Pasien didiagnosis Dokter Penyakit Jantung Dengan Komplikasi Penyakit Hipertensi Stage 3
dan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan terapi obat spironolactone 2x1, isdn 1x1, walfarin 2x1, nifedifin
2x1, candesartan 1x1, furosemide 2x1, insulin 3x 15 unit, glibencalmid 1x1.

pasien mengeluhkan ketika setelah mengkonsumsi obat warfarin yang dirasakan mual
setelahnya, dari terapi yang diberikan obat dokter efek samping dari obat spironolactone, isdn,
walfarin, nifedifin, candesartan, furosemid, glibencalmid. Menimbulkan efek samping mual / bisa
mengiritasi lambung.

Maka dari itu diperlukan evaluasi dari dokter untuk terapi tambahan dengan penambahan
obat lambung / antimual untuk mengantisipasi efek dari terapi obat yang biasa dikonsumsi serta
pasien memberi jarak waktu atau jeda saat mengkonsumsi masing masing obat

Anda mungkin juga menyukai