Anda di halaman 1dari 21

PAPER

IMUNISASI DAN DILEMA KENAPA SEKARANG ANGKA CAKUPAN IMUNISASI

SANGAT RENDAH

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Haji Medan

Pembimbing:

dr. Ari Kurniasih Sp. A

Disusun oleh:

Dhenaira Putri Adsa 102122026

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN

ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, atas karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan paper sebagai salah satu syarat tugas untuk
mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Umum Haji Medan.

Pada kesempatan kali ini, izinkan kami untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan paper yang berjudul “Imunisasi Dan
Dilema Kenapa Sekarang Angka Cakupan Imunisasi Sangat Rendah”, tertutama kepada
pembimbing kami dr. Ari Kurniasih, Sp. A.

Semoga paper ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun
dihari yang akan datang.

Medan, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................................2
C. Manfaat...........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
1. Definisi............................................................................................................................3
2. Klasifikasi.......................................................................................................................3
3. Etiologi............................................................................................................................7
4. Patofisiologi....................................................................................................................8
5. Manifestasi Klinis.........................................................................................................11
6. Diagnosis.......................................................................................................................12
7. Diagnosis Banding........................................................................................................13
8. Penatalaksanaan............................................................................................................14
9. Komplikasi....................................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................16
KESIMPULAN........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang telah diselenggarakan di
Indonesia sejak tahun 1956. Program ini terbukti paling efektif dan efisien dalam
pemberian layanan kesehatan dan juga merupakan bagian upaya mempercepat
pemutusan mata rantai pernularan PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi) dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Imunisasi sendiri
berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunsasi menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan1.
Penyakit infeksi yang dahulu masih menjadi masalah besar bagi negara maju saat ini
telah dapat ditekan serendah-rendahnya. Namun bagi negara berkembang penyakit
infeksi masih menjadi masalah utama. Indonesia saat ini dalam masa transisi, di satu
pihak penyakit infeksi masih menjadi masalah utama dan merupakan penyebab
kematian yang tinggi sedangkan di lain pihak penyakit non infeksi sudah menunjukkan
peningkatan dan mulai menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan2.
Indonesia menerapkan suatu program yang merupakan suatu ketetapan program
dari World Health Organization (WHO) yakni Expanded Programme on Immunization
(EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan
penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti
penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan Campak.
Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi ini ditentukan oleh cakupan dalam
pencapaian dari Universal Child Immunization (UCI)3.
Menurut data WHO mencatat pada tahun 2012-2013 angka kejadian bayi yang
tidak mendapatkan layanan imunisasi rutin diseluruh dunia mencapai 22,6 juta anak
yang mana lebih dari setengah diantara bayi tersebut salah satunya negara Indonesia
(WHO, 2013)4. Salah satu penyebab nya dikarenakan daerah yang terpencil dengan
jangkauan layanan kesehatan yang kurang juga kurangnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya imunisasi. Saat tahun 2014 mengalami penurunan
sekitar 18,7 juta anak atau bayi diseluruh dunia tidak mendapatkan imunisasi dasar
lengkap, di tahun 2016 statistik menunjukkan hampir 85% bayi didunia menerima
vaksinasi lengkap. Hal ini menjadi sebuah peningkatan cakupan imunisasi tahun 20165.
Cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia dari tahun 2010-2015 cenderung
mengalami penurunan setiap tahunnya dan tidak mencapai target. Cakupan imunisasi
dasar lengkap bayi di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 93,3%, selanjutnya
mengalami penurunan pada tahun 2012- 2014 sehingga menjadi sebesar 86,9%
(Kemenkes RI, 2015). Tahun 2015 telah mencapai 86,8% imunisasi dasar lengkap pada
bayi di Indonesia, namun hal ini masih menjadi masalah karena cakupan imunisasi
belum mencapai target yaitu 90%6.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar terdapat beberapa alasan yang menyebabkan
bayi tidak mendapat imunisasi diantaranya: takut panas, keluarga tidak mengizinkan,
tempat imunisasi jauh, sibuk, sering sakit, tidak tahu tempat imunisasi. Program
kegiatan imunisasi di Indonesia tidak begitu berjalan dengan baik dikarenakan adanya
masyarakat yang pro kontra tentang imunisasi. Pro kontra ini sudah berlangsung lama di
Indonesia3. Hambatan yang terjadi dalam keberhasilan program imunisasi adalah
munculnya kelompok-kelompok antivaksinasi dengan membawa faktor agama dan
budaya7. Beberapa masyarakat ada yang menjadi anti imunisasi, dengan berbagai alasan
menentang adanya imunisasi, ada yang menyatakan bahwa vaksin terdiri dari unsur
haram, karena ada vaksin yang mengandung porcine (babi), maka para ibu menilai
negatif terhadap imunisasi dan ibu akan menolak anaknya diberi imunisasi karena
dalam ajaran agama Islam tidak diperbolehkan3.
Faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi
meliputi beberapa hal, salah satunya disampaikan oleh Triana Vivi (2015) yang
menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar
lengkap pada bayi antara lain pengetahuan, pendidikan, pekerjaan orangtua, sikap,
pelayanan imunisasi, motivasi dan informasi imunisasi 8. Para peneliti juga telah
melakukan riset tentang pengaruh karakteristik ibu terhadap kepatuhan pemberian
imunisasi dasar lengkap pada anak bawah dua tahun, yang dilakukan oleh
Harmasdiyani (2015) didapatkan pendidikan dan pengetahuan ibu beresiko terhadap
ketidakpatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap9. Rendahnya cakupan imunisasi
dasar juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI). KIPI yang dialami oleh bayi setekah imunisasi dapat berupa kesakitan
sampai dengan kematian meskipun untuk hal yang terakhir sangat jarang terjadi. Oleh
sebab itu, pemberian imunisasi universal bagi seluruh anak tanpa kecuali masih
merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam upaya promosi kesehatan
baik pemerintah, organisasi profesi, LSM, mitra swasta, masyarakat, dan lainnya3.

B. Tujuan
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam
penulisan ilmiah di bidang kedokteran. Selain itu juga untuk mengetahui dan
menambah pemahaman mengenai Imunisasi dan rendahnya angka cakupan imunisasi.
C. Manfaat
Penulisan paper ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulisan maupun pembaca mengenai Imunisasi dan rendahnya angka
cakupan imunisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Imunisasi
a. Definisi
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seorang terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Program
imunisasi nasional terdiri dari imunisasi dasar yang harus diselesaikan sebelum usia satu
tahun yaitu, imunisasi Hepatutis B, VCG, DPT-Hb-Hib, Polio dan Campak. Dalam buku
imunisasi dan Vaksinasi (Proverati) imunisasi adalah suatu program yang dengan sengaja
memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten
terhadap penyakit tertentu. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk
mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. Sedangkan imunisasi lanjutan
adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang
perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan10.
b. Tujuan Imunisasi
Tujuan pemberian imusasi antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit penyakit menular yang berbahaya bayi
dan anak.
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat
eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Penyakit
yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, hepatitis B, TBC11.
c. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan kematian,
sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan
mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang
mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit
berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak serta teman-teman
sekitarnya. Manfaat untuk negara adalah memperbaiki tingkat kesehatan,
menciptakan bangsa yang kuat dan 12 berakal untuk melanjutkan pembangunan
negara10.
d. Macam-macam Imunisasi
Imunitas atau kekebalan dibagi menjadi dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif
apabila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan
pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya
menerimanya saja3.
a. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh
memproduksi antibodi sendiri. Contohnya imunisasi polio atau campak.
Keuntungan imunisasi aktif yaitu pertahanan tubuh yang terbentuk akan
dibawa seumur hidup, murah dan efektif, tidak berbahaya, reaksi yang serius
jarang terjadi3.
b. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat
yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Imunisasi pasif perlu diberikan
pada kondisikondisi tertentu. Pada difteria atau tetanus, toksin dalam sirkulasi
perlu dinetralkan dengan antibodi terhadap toksin tersebut. Antibodi dari luar
perli diberikan bila penderita belum pernah diimunisasi sehingga tidak dapat
diharapkan timbul respons sekunder terhadap toksin ini. Antobodi diberikan
pada kasus-kasus gas gangrens, botulism, gigitan ular atau kalajengking
berbisa, dan rabies3.

e. Ketepatan Pemberian Imunisasi


a. Pengertian
Ketepatan adalah tepat atau sesuai jadwal, sedangkan ketepatan pemberian
imunisasi pada bayi adalah sesuai jadwal dan umur sama dengan ketaatan
kunjungan imunisasi. Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati. Keadaan ini bukan
merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi. Vaksin yang sudah
diterima oleh anak tidak menjadi hilang manfaatnya tetapi tetap sudah
menghasilkan respons imunologis sebagaimana yang diharapkan tetapi belum
mencapai hasil yang optimal. Dengan perkataan lain, anak belum mempunyai
antibodi yang optimal karena belum mendapat imunisasi yang lengkap,
sehingga kadar antobodi yang dihasilkan masih dibawah ambang kadar yang
memberi perlindungan (protective level) atau belum mencapai kadar antibodi
yang bisa memberikan perlindungan untuk kurun waktu yang panjang (life
long immunity) sebagaimana bila imunisasinya lengkap3.

b. Jadwal Imunisasi

Gambar 1 Jadwal Imunisasi IDAI 2020


Berdasarkan gambar 1 diapat diketahui jadwal imunisasi anak menurut IDAI
2020 adalah sebagai berikut :
1. Vaksin Hepatitis B (HB)
Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk memberikan perlindungan dan
mengurangi resiko terjadinya penyakit hati (liver) kronis dan kanker hati.
Idealnya vaksin hepatitis B ini diberikan pada bayi segera setelah lahir yang
didahului penyuntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jika berat
badan bayi cukup dan kondisi bugar, vaksin hepatitis B diberikan sebelum
bayi berumur 24 jam, namun bayi dengan berat lahir kurang dari 2000 g,
imunisasi hepatitis B sebaiknya ditunda sampai berumur 1 bulan atau lebih.
Pada kasus bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, imunisasi
hepatitis B diberikan segera setelah lahir dan diberikan imunoglobulin
hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Pemberian vaksin dan
imunoglobulin Hepatitis B diberikan maksimal dalam 7 hari setelah lahir,
namun tidak dihitung sebagai vaksin hepatitis B dosis primer.
Jadwal imunisasi ini sedikit berbeda dengan rekomendasi IDAI tahun 2017
yang menyatakan imunisasi hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12
jam setelah lahir. Menurut rekomendasi IDAI tahun 2020, vaksin diberikan
segera setelah lahir sebelum berumur 24 jam. Perubahan ini sesuai dengan
rekomendasi WHO position paper on Hepatitis B Vaccines. Bayi-bayi yang
tidak mendapat vaksin hepatitis B pada waktu lahir, berisiko 3,5 kali lipat
lebih besar. Setelah itu imunisasi hepatitis B diulang pada usia 2,3,4, dan 18
bulan. Tambahan imunisasi hepatitis B pada usia 18 bulan ini bermanfaat
untuk menghasilkan perlindungan terhadap virus hepatitis B pada usia sekolah
dan remaja
2. Vaksin polio 0 (Nol)
Penyakit Polio adalah penyakit lumpuh layu yang disebabkan oleh virus
Polio liar yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian. Infeksi virus
polio dapat dicegah dengan program imunisasi. Ada 2 jenis vaksin polio yaitu
bOPV (bivalen Oral Polio Vaccine) yang cara pemberiannya dengan cara
diteteskan pada mulut dan IPV (Inactivated Polio Vaccine) yang cara
pemberiannya dengan cara disuntikkan. Vaksin polio pertama kali diberikan
segera setelah lahir dalam bentuk bOPV, yaitu saat bayi akan pulang dari
fasilitas layanan kesehatan, atau bisa juga pada saat kunjungan pertama
(kontrol bayi baru lahir). Selanjutnya vaksin polio (bOPV atau IPV) diberikan
pada usia 2,3,4, dan 18 bulan. Vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum
berumur 1 tahun.
Jadwal imunisasi 2017 dinyatakan bahwa IPV paling sedikit diberikan 1
kali bersama OPV-3, sedangkan pada jadwal imunisasi 2020, IPV minimal
diberikan 2 kali sebelum berumur 1 tahun. Penambahan jumlah minimal IPV
yang harus diberikan ini dimaksudkan untuk menghasilkan perlindungan lebih
tinggi terhadap virus polio serotipe-2 yang tidak terdapat pada bOPV. Khusus
Daerah Istimewa Yogyakarta, imunisasi polio hanya menggunakan IPV (polio
suntik) dan tidak lagi menggunakan bOPV (polio tetes). Pemberian IPV di
fasilitas kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan pada bayi usia
2,3, dan 4 bulan kemudian booster saat usia 18 bulan.
3. Vaksin BCG
Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditimbulkan bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit tuberkulosis ini umumnya menyerang
sistem pernafasan dalam jangka waktu yang lama dan memerlukan
pengobatan minimal 6 bulan. Penyakit tuberkulosis pada anak dapat dicegah
dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine). Vaksin BCG ini sebaiknya
diberikan sesegera mungkin sebelum bayi berumur 1 bulan. Bila saat berumur
3 bulan bayi belum mendapat imunisasi BCG, harus dilakukan uji tuberkulin
(tes mantoux) terlebih dahulu. Jika hasil tuberkulin negatif atau jika uji
tuberkulin tidak tersedia, BCG dapat diberikan. Namun perlu diperhatikan bila
pada minggu pertama setelah disuntikkan timbul reaksi pada anak, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis tuberkulosis.
Pada rekomendasi IDAI tahun 2017, vaksin BCG optimal diberikan
sebelum usia 2 bulan, sedangkan pada rekomendasi IDAI tahun 2020, vaksin
BCG diberikan segera setelah lahir sebelum berumur 1 bulan. Perubahan ini
berdasarkan rekomendasi WHO position paper BCG vaccine 2018 yang
menyatakan bahwa negara dengan kejadian tuberkulosis tinggi, BCG
diberikan pada bayi segera setelah lahir. Pemberian imunisasi BCG segera
setelah lahir dapat memberikan perlindungan 82% terhadap penyakit
tuberkulosis paru.
4. Vaksin DPT
Pemberian vaksin DPT dapat melindungi anak dari penyakit difteri,
tetanus, dan pertusis (batuk rejan). Biasanya di puskesmas pemberian DPT ini
dalam bentuk vaksin pentavalent (DPT, Hib, Hep-B), selain itu adapula
bentuk vaksin pentavalent (DPT, HiB, Hep-B), selain itu adapula bentuk
vaksin hexavalent (DPT, HiB, Hep-B, IPV).
Vaksin DTP ini dapat diberikan mulai umur 6 minggu. Jika mengacu pada
rekomendasi jadwal imunasis, diberikan saat anak berusia 2, 4, 6, dan 18
bulan, kemudian vaksin DTP diberikan lagi saat anak berusia 5-7 tahun
(program BIAS kelas 1 SD). Selanjutnya pada umur 6 minggu. Jika mengacu
pada rekomendasi jadwal imunisasi, diberikan saat anak berusia 2, 4, 6, dan
18 bulan, kemudian vaksin DTP diberikan lagi saat anak berusia 5-7 tahun
(program BIAS kelas 1 SD). Selanjutnya pada umur 10–18 tahun diberikan
vaksin Td atau Tdap (program BIAS kelas 5 SD). Kemudian Booster Td
diberikan setiap 10 tahun.
Tidak banyak perubahan antara jadwal imunisasi 2017 dengan jadwal
imunisasi 2020. Pada praktiknya, rekomendasi ini sudah diterapkan sesuai
dengan Permenkes No. 12 tahun 2017 dalam program BIAS kelas 1 SD.
5. Imunisasi HiB
Haemophillus influenza B merupakan bakteri penyebab pneumonia
(radang paru) dan meningitis (radang selaput otak). Infeksi
bakteri Haemophillus influenza B dapat dicegah dengan imunisasi saat anak
berusia 2,3,4, dan 18 bulan. Vaksin HiB ini bisa diberikan bersamaan dengan
vaksin Hepatitis B dan DPT (pentavalent). Di dalam jadwal imunisasi tahun
2017, booster HiB diberikan pada usia 15-18 bulan, sedangkan di dalam
jadwal2020 diberikan pada usia 18 bulan. Pada praktiknya jadwal imunisasi
2020 ini sudah diterapkan sesuai dengan Permenkes No. 12 tahun 2017.
6. Imunisasi Pneumokokus
Bakteri Streptococcus pneumoniae atau disebut pneumokokus merupakan
bakteri penyebab pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput
otak). Infeksi bakteru pneumokokus dapat dicegah dengan Pneumococcal
Conjugate Vaccine (PCV). Meskipun belum semua daerah memiliki program
vaksinasi PCV di puskesmas, bukan berarti vaksin ini tidak penting. Vaksin
PCV sangat direkomendasikan diberikan pada anak terutama pada masa
pandemi seperti ini untuk mencegah pneumonia.
Vaksin pneumokokus (PCV) diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan dan
dilanjutkan dengan booster pada usia 12-15 bulan. Namun Jika anak pada usia
7-12 bulan belum divaksin, maka PCV dapat diberikan 2 kali dengan jarak 1
bulan dan dilanjutkan booster setelah umur 12 bulan dengan jarak 2 bulan dari
dosis sebelumnya. Jika anak usia 1-2 tahun belum divaksin, maka PCV dapat
diberikan 2 kali dengan jarak minimal 2 bulan. Sedangkan Jika anak saat
berusia 2-5 tahun belum divaksin, maka PCV dapat diberikan 2 kali dengan
jarak 2 bulan (jika menggunakan PCV-10) atau cukup diberikan 1 kali saja
(jika menggunakan PCV-13).
Ada beberapa perbedaan dengan rekomendasi IDAI tahun 2017. Perubahan
pada rekomendasi IDAI tahun 2020 mengikuti perkembangan uji klinik yang
menyatakan tingkat seropositif paling optimal didapatkan dengan dosis
pemberian 3p+1 (usia 2,4,6 ditambah booster saat usia 12-15 bulan).
7. Imunisasi Rotavirus
Rotavirus merupakan penyebab tersering diare pada anak, dan menurut
penelitian mulai bisa menyerang bayi saat usia 6 minggu. Kejadian diare
akibat rotavirus banyak terjadi baik di daerah yang memiliki lingkungan kotor
maupun bersih. Pencegahan terhadap rotavirus tidak cukup hanya dengan
memperhatikan higienitas, namun perlu dengan imunisasi.
Ada 2 jenis vaksin rotavirus yaitu vaksin rotavirus monovalen (RV1) dan
vaksin rotavirus pentavalen (RV5). Keduanya sama-sama baik dalam
mencegah infeksi rotavirus, namun ada perbedaan dalam frekuensi dosisnya.
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama mulai usia 6
minggu, kemudian dosis kedua diberikan dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin rotavirus monovalen harus selesai 2 dosis pada usia 24 minggu.
Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama pada usia 6-12
minhhu, kemudian dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Vaksin rotavirus pentavalen harus selesai 3 dosis pada usia 32
minggu.
Dibanding jadwal imunisasi 2017, jadwal imunisasi 2020 tidak ada perbedaan
frekuensi dosis vaksin namun jadwal pemberian vaksin cenderung lebih awal.
Jika anak terlambat tidak diberikan vaksin rotavirus dalam rentang waktu
yang direkomendasikan, maka tidak bisa dilakukan catch up (kejar imunisasi)
seperti yang bisa dilakukan oleh imunisasi lainnya.
8. Imunisasi Influenza
Influenza merupakan penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang
disebabkan oleh virus influenza. Vaksin Influenza sangat direkomendasikan
diberikan pada anak terutama pada masa pandemi seperti ini untuk mencegah
infeksi saluran pernafasan. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak
aktif (inactivated influenza virus).
Vaksin influenza diberikan mulai umur 6 bulan. Pada anak dengan usia 6
bulan sampai 8 tahun imunisasi pertama 2 dosis dengan interval minimal 4
minggu. Sedangkan anak yang belum pernah mendapat imunisasi influenza
pada saat usia >9 tahun, maka vaksin influenza pertama cukup 1 dosis. Untuk
menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus, maka perlu dilakukan
vaksinasi secara teratur setiap tahun satu kali.
9. Imnusasi Campak dan Rubella
Ada 2 jenis vaksin campak yang saat ini ada di Indonesia,, yaitu vaksin MR
dan vaksin MMR, sedangkan vaksin campak tunggal sudah tidak digunakan
lagi. Vaksin MR berisi antigen virus campak dan rubela, sedangkan vaksin
MMR ada tambahan virus mumps (gondongan). Vaksin MR sebaiknya
diberikan pada anak umur 9 bulan. Vaksin MMR bisa diberikan pada anak
yang saat usia 12 bulan belum memperoleh vaksin MR. Booster MR atau
MMR diberikan pada anak umur 18 bulan  dan saat berumur 5–7 tahun (dalam
program BIAS kelas 1 SD). Jadwal rekomendasi IDAI 2020 ini menggantikan
imunisasi campak menjadi imunisasi campak rubella (MR) sesuai dengan
program pemerintah mengenai introduksi campak rubella di Indonesia.
10. Imunisasi Japanese Encephalitis (JE)
Japanese Ensefalitis merupakan virus yang menyebabkan radang selaput
otak dan banyak terjadi di daerah Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.  Penyakit Japanese Ensefalitis ini dapat dicegah dengan vaksin
yang dapat diberikan mulai anak umur 9 bulan. Untuk perlindungan jangka
panjang dapat diberikan booster 1 – 2 tahun kemudian vaksin Japanese
Ensefalitis direkomendasikan terutama di daerah endemis atau anak yang akan
bepergian ke daerah endemis. Surveilans JE di Indonesia tahun 2016
menyatakan ada 9 provinsi yang  melaporkan kasus Japanese Ensefalitis, yaitu
Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta,
DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau. Di
jadwal imunisasi tahun 2017, imunisasi JE diberikan pada anak usia 12 bulan,
sedangkan di dalam jadwal 2020 mulai usia 9 bulan. Perubahan ini sesuai
program pemerintah mengenai kampanye dan introduksi imunisasi JE.
11. Imunisasi Varisela
Varisela atau disebut juga cacar air merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus Varisela-Zoster. Virus varisela-zoster ini sangat menular terutama
pada anak yang kekebalan tubuhnya masih lemah. Vaksin varisela dapat
diberikan pada anak mulai umur 12–18 bulan dengan 2 kali dosis dengan
interval 6 minggu sampai 3 bulan. Jika anak umur 13 tahun belum divaksin,
dapat diberikan vaksin varisela 2 kali dosis dengan interval 4 sampai 6
minggu.
Perbedaan dengan rekomendasi IDAI sebelum adalah pada jadwal
imunisasi 2017 vaksin varisela diberikan sebanyak 1 kali sedangkan pada
jadwal imunisasi 2020 vaksin varisela diberikan sebanyak 2 kali. Menurut
penelitian meta analisis, dosis tunggal vaksin varisela dapat mencegah varisela
sebesar 81% sedangkan 2 dosis dapat meningkatkan kemanjuran pencegahan
sebesar 92%.
12. Imunisasi Hepatitis A
Virus Hepatitis A merupakan peyebab penyakit peradangan hati akut.
Penularan virus hepatitis A terjadi melalui rute fekal-oral, misalnya karena
makan makanan yang tidak higienis. Vaksin hepatitis A dapat diberikan
sebanyak 2 dosis mulai umur 1 tahun, kemudian pemberian dosis ke-2
diberikan 6 bulan sampai 12 bulan kemudian. Jadwal ini berbeda dengan
rekomendasi IDAI 2017 yang baru memulai vaksin saat anak 2 tahun.
13. Imunisasi Tifoid
Tifoid merupakan penyakit yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan bakteri Salmonella typhii. Penyakit demam tifoid dapat dicegah
dengan pemberian Vaksin tifoid polisakarida. Vaksin tifoid polisakarida dapat
diberikan pada anak mulai umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Jadwal
imunisasi 2020 untuk tifoid tidak ada perubahan dibanding jadwal imunisasi
2017.
14. Imunisasi Human Papiloma Virus (HPV)
Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi penyakit yang berhubungan
dengan infeksi HPV, salah satunya adalah resiko kanker leher rahim pada
perempuan. Vaksin HPV mempunyai tingkat kemanjuran 96–98% untuk
mencegah kanker leher rahim yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18. Terdapat
dua jenis vaksin HPV yaitu vaksin bivalen (tipe 16 dan 18) dan vaksin
quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18), keduanya sama-sama direkomendasikan
untuk diberikan pada anak perempuan sejak usia >9 tahun.
Jadwal imunisasi human papiloma virus (HPV) adalah vaksin diberikan pada
anak perempuan umur 9–14 tahun sebanyak 2 kali dengan jarak 6-15 bulan
(atau pada program BIAS kelas 5 dan 6). Jika anak yang berumur >15 tahun
belum mendapat vaksin HPV, maka bisa diberikan vaksin HPV sebanyak 3
kali dengan jadwal 0,1,6 bulan (vaksin bivalen) atau 0,2,6 bulan (vaksin
quadrivalent).
Jadwal imunisasi 2020 untuk vaksin HPV lebih awal dibandingkan jadwal
imunisasi 2017 yang merekomendasikan vaksin HPV diberikan mulai anak
usia 10 tahun. Perubahan ini sesuai dengan WHO position paper mengenai
HPV. Efek kekebalan tubuh yang dihasilkan dari 2 dosis vaksin HPV pada
anak usia 9-14 tahun setara dengan 3 dosis vaksin HPV pada anak perempuan
usia 15-24 tahun.  

15. Imunisasi Dengue

Masyarakat mengenal infeksi virus dengue sebagai penyakit demam


dengue atau demam berdarah dengue. Vaksin dengue hanya dapat diberikan
pada anak yang memenuhi syarat berumur antara 9–16 tahun dan memiliki
seropositif dengue. Anak dengan seropositif dengue biasanya mempunyai
riwayat pernah dirawat dengan diagnosis dengue sebelumnya (dibuktikan dari
pemeriksaan antigen NS-1 dan atau uji serologis IgM anti-dengue positif).
Jika tidak ada bukti riwayat tersebut, bisa juga dibuktikan dengan cara
pemeriksaan serologi IgG anti dengue positif. Syarat ini perlu diperhatikan
karena jika vaksin dengue diberikan pada anak yang sama sekali belum
pernah terinfeksi dengue (seronegatif), maka kemungkinan menderita dengue
di kemudian hari akan lebih berat13.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Imunisasi


Menurut Harmasdiani (2015), faktor yang mempengaruhi ketepatan pemberian imunisasi
dasar adalah:
a. Pendidikan
Ada pengaruh pendidikan orangtua terhadap ketidakpatuhan pemberian imunisasi
dasar pada baduta, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
mempunyai pendidikan rendah yaitu tidak tamat SD atau ti7dak tamat SMP dimana
lebih banyak ibu yang tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar pada baduta.7
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu
memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih
pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut,
seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Menurut Notoatmodjo tingkat atau jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan tinggi
(tamat/tidak tamat perguruan tinggi dan tamat SMA/sederajat), rendah (tidak
sekolah, tamat/tidak tamat SD, tamat /tidak tamat SMA sederajat).
Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam mempengaruhi
pengetahuan.Individu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih
mudah menerima informasi begitu juga dengan masalah informasi tentang imunisasi
yang diberikan oleh petugas kesehatan, sebaliknya ibu yang tingkat pendidikannya
rendah akan mendapat kesulitan untuk menerima informasi yang ada sehingga
mereka kurang memahami tentang kelengkapan imunisasi. Pendidikan seseorang
berbeda-beda juga akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan ,
pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru
dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat
diterima dan dilaksanakan14.
b. Pekerjaan
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Makamban (2014) tentang faktor yang
berhubungan dengan cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi menunjukkan ada
hubungan antara pekerjaan dengan status imunisasi dasar pada bayi. Sebagian besar
responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, karena itu ibu mempunyai banyak
waktu untuk mengimunisasi anaknya, tidak terburu-buru pulang karena alasan
bekerja. Ibu yang bekerja sebagai guru atau dosen tetapi digantikan oleh orangtua
untuk mnegimunisasi anaknya, namun tetap saja ada ibu yang tidak mengimunisasi
anaknya dengan alasan bekerja15. Ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi tentang imunisasi
dasar baik dari petugas kesehatan maupun berbagai media seperti TV, radio dan
surat kabar.16 Menurut Makamban et al (2014) ibu yang bekerja harus terbagi
perhatiannya pada pekerjaan dan mengurus anak yang mengakibatkan pemberian
imunisasi dasar lengkap tidak menjadi prioritas sedangkan ibu yang tidak bekerja
atau ibu rumah tangga lebih patuh dalam pemberian imunisasi dasar lengkap. Ibu
yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga mempunyai waktu lebih banyak di rumah
sehingga perhatian terhadap kesehatan anak yang dalam hal ini adalah pemberian
imunisasi dasar lengkap menjadi lebih baik apabila dibandingan dengan ibu yang
bekerja15.
c. Sikap
Penelitian yang dilakukan Vivi Triana (2015) tentang faktor yang berhubungan
dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi menunjukkan hubungan yang
bermakna antara sikap orangtua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada
bayi, dengan nilai PR = 1,92 (95% CI: 1,16 – 3,19), artinya orangtua yang memiliki
sikap negatif tentang imunisasi beresiko 1,92 kali lebih besar tidak memberikan
imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang memiliki sikap positif.6
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap terdiri dari 4 tingkatan, yaitu :
1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
2) Merespons (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah , berarti orang menrima ide tersebut.
3) Menghargai (valuting), mengajak oranglain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggungjawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi14.
Sikap seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengalaman pribadi,
kebudayaan, oranglain yang dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri
individu yang mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sikap. Proses
terjadinya sikap karena adanya rangsangan seperti pengetahuan masyarakat.
Rangsangan tersebut menstimulus masyarakat untuk memberi respon berupa sikap
positif maupun sikap negatif yang pada akhirnya akan diwujudkan dalam bentuk
tindakan yang nyata.
Faktor yang mempengaruhi banyaknya responden yang memiliki sikap negatif
tentang imunisasi adalah pengetahuan yang rendah tentang imunisasi, semakin
rendah pengetahuan ibu tentang imunisasi maka akan memberikan kontribusi yang
besar terhadap pembentukan sikap yang kurang baik/ negatif tentang imunisasi.
Seseorang yang telah mengetahui kebenaran akan suatu hal maka mereka juga akan
memiliki sikap yang positif terhadap hal tersebut, begitu juga dengan imunisasi8.
d. Pengetahuan
Pengetahuan Penelitian yang dilakukan Vivi Triana (2015) tentang faktor yang
berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi menunjukkan
hubungan yang bermakna antara pengetahuan orangtua dengan pemberian imunisasi
dasar lengkap.6 Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu :
1) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemmapuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya).
4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (syntesis), sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.13
Orang yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal maka orang tersebut akan
mengaplikasikan pengetahuannya tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,
begitu juga dengan masalah imunisasi, orangtua/ ibu dengan pengetahuan tinggi
tentang imunisasi maka mereka akan memberikan imunisasi dasar yang lengkap
pada bayinya serta memperhatikan kapan waktu yang tepat untuk memberikan
imunisasi tersebut. Begitu juga sebaliknya ibu yang memiliki pengetahuan
rendah maka mereka tidak akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh
bayinya terutama maslaah imunisasi. Oleh karena itu tindakan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua adalah mengupayakan
agar terlaksanakanya penyuluhan rutin kepada masyarakat terutama ibu yang
memiliki bayi, penyuluhan ini dapat dilaksanakan di Puskesmas , Posyandu baik
secara individu maupun kelompok8.
BAB III

KESIMPULAN
Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang merupakan bagian upaya
mempercepat pemutusan mata rantai pernularan PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi) dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Imunsasi menimbulkan
atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan. Cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia dari tahun 2010-2015 cenderung
mengalami penurunan setiap tahunnya dan tidak mencapai target. Cakupan imunisasi dasar
lengkap bayi di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 93,3%, selanjutnya mengalami
penurunan pada tahun 2012- 2014 sehingga menjadi sebesar 86,9% (Kemenkes RI, 2015).
Tahun 2015 telah mencapai 86,8% imunisasi dasar lengkap pada bayi di Indonesia, namun hal
ini masih menjadi masalah karena cakupan imunisasi belum mencapai target yaitu 90%. Faktor
yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi pengetahuan,
pendidikan, pekerjaan orangtua, sikap, pelayanan imunisasi, motivasi dan informasi imunisai.6
Para peneliti juga telah melakukan riset tentang pengaruh karakteristik ibu terhadap kepatuhan
pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak bawah dua tahun, didapatkan pendidikan dan
pengetahuan ibu beresiko terhadap ketidakpatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta
Selatan. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
2. Fitriani, Eka. 2017. Faktor Yang Memperngaruhi Ketetapan Pemberian Imunisasi
Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Tanjung Seloka Kabupaten Kota Baru
Tahun 2017. Yogyakarta. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta
3. Amir, Yuftriana dkk. 2017. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya
Cakupan Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak. Pekanbaru. Jurnal
Ners Indonesia
4. WHO. 2013. Immunization Against Disease Of Public Health Importance.
5. WHO. 2016. Immunization Coverage.
6. Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan Kesehatan.
7. IDAI. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi Kelima.
8. Trivana, Vivi. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi Dasar
Lengkap Pada Bayi. Padang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas
9. Harmasdiyani, Riska. 2015. Pengaruh Karakteristik Ibu Terhadap Ketidakpatuhan
Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Bawah Dua Tahun. Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi
10. Proverawati, Atikah dan Citra Setyo Dwi Andhini. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi.
Yogyakarta. Nuha Medika
11. Mulyani, Nina Siti dkk. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta. Nuha Medika
12. Ranuh, I.G.N.Gde, dkk. 2014. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi 5. Jakarta. IDAI
13. IDAI. 2020. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. Jakarta. IDAI
14. Notoatmodjo, Soekidjo. 2015. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. PT Rineka
Cipta
15. Makamban, Yuliana. 2018. Faktor Yang Behubungan Dengan Cakupan Imunisasi
Dasar Lengkap Pada Bayi. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai