Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

NYERI PUNGGUNG BAWAH

Disusun oleh:
Jatniko Fadhilah
030.14.102

Pembimbing:
dr. Yudisman Imran, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT TNI-AL DR MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 5 NOVEMBER 2018 - 8 DESEMBER 2018
JAKARTA

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:

“NYERI PUNGGUNG BAWAH”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit TNI-AL Mintohardjo

Periode 8 Novembe 2018 – 8 Desember 2018

Yang disusun oleh:

Jatniko Fadhilah

030.14.102

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Yudisman Imran, Sp.S, selaku dokter pembimbing

Departemen Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit TNI-AL Mintohardjo

Jakarta, November 2018

(dr. Yudisman Imran, Sp.S)

ii
PENDAHULUAN

Low Back Pain (nyeri pinggang belakang) sering dijumpai dalam praktek sehari-hari,
terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70 - 85 % dari seluruh populasi pernah
mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15 - 45 %,
dengan point prevalensi rata-rata 30%. Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab
paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45 tahun, urutan ke-2
untuk penyebab paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke-5 penyebab perawatan di
rumah sakit, dan penyebab paling sering untuk tindakan operasi.1
Data epidemiologi mengenai Low Back Pain di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita
nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18.2% dan pada wanita 13.6%. Insiden berdasarkan
kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar 3-17 %.2
Penyakit low back pain menjadi kasus yang sangat serius dan terus meningkat
sepanjang tahun pada masyarakat barat. Telah diketahui faktor-faktor penyebab,
patofisiologi, biomekanik, psikologis, dan faktor sosial tetapi teori yang memuaskan tentang
patogenesis belum seluruhnya diketahui.
Penyebab Low Back Pain bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang ringan,
namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Sebagian besar
low back pain dapat sembuh dalam waktu singkat, sehingga keluhan ini sering tidak
mendapatkan perhatian yang cukup mendalam. Oleh karena itu, kemungkinan penyebab yang
lebih serius tidak dikenali sedini mungkin. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti serta analisis perasaan nyeri yang seksama dapat didiagnosis dengan tepat sedini
mungkin.3
Sebagian besar penderita Low Back Pain mengalami hernia nucleus pulposus (HNP)
dimana terjadi penekanan saraf spinal pada foramen intervertebrale sehingga menimbulkan
rasa nyeri segmental serta kelumpuhan partial dari otot yang diurus segmen tersebut.4

3
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Peempuan

Alamat : Komp TNI-AL - Jakarta

Pekerjaan : TNI

Status Perkawinan : Menikah

Kebangsaan / Suku : Betawi/Indonesia

Agama : Islam

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan Utama :

Nyeri pada pinggang sebelah kanan sejak sekitar 1 minggu sebelum masuk RS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli saraf Rumah Sakit TNI-AL Mintohardjo dengan keluhan nyeri
pinggang sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Keluhan nyeri dirasa setelah pasien terpeleset
dan pinggang kanannya terbentur meja. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke tungkai kanan.
Nyeri dirasa semakin memberat sehingga pasien menjadi sulit untuk melakukan aktivitas dan
hanya menghabiskan waktunya beristirahat di tempat tidur. Nyeri pinggang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, Nyeri diperberat dengan batuk dan bersin, dan pasien merasakan nyeri
pinggang berkurang dengan berbaring. Pasien berobat dan meminum obat anti nyeri tetapi
tidak ada perubahan. Pasien tidak bisa berjalan, apabila menapak dirasakan nyeri, tidak ada
rasa baal atau kesemutan di daerah kaki kanan. Tidak ada riwayat demam sebelum nyeri

4
pinggang, tidak ada riwayat sakit paru-paru, buang air besar dan buang air kecil tidak ada
masalah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru merasakan nyeri seperti ini, sebelumnya tidak pernah. Tidak ada riwayat
Stroke, DM. Terdapat riwayat hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang serupa. Riwayat hipertensi pada
keluarga, riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus dan stroke di sangkal. Tidak ada riwayat
keganasan.

Riwayat Kebiasaan

Pasien seorang perokok, tidak meminum alcohol dan tidak menggunakan obat-obatan
terlarang. Pasien rajin berolahraga. Pasien merupakan seorang pensiunan TNI-AL

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis
Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15

Kooperatif : kooperatif

Keadaan gizi : pasien tampak obesitas 1

NRM : 10 (sakit berat)

Tekanan darah : 160/85

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,6°C

Pernafasan : 19 x/mnt

5
Keadaan Lokal

Trauma stigmata : tidak ada

Pulsasi Aa. Carotis : teraba, kanan dan kiri regular, equal

Pembuluh darah perifer : CRT < 2“

Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar

Columna vertebralis : lurus ditengah

Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterus (-)

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, ptosis -/-,


lagoftalmus -/-

Telinga : normotia +/+, membran timpani intak +/+,

Hidung : deviasi septum (-), sekret -/-, perdarahan -/-, jejas -

Leher : trakea lurus ditengah, tidak teraba pembesaran KGB


maupun kelenjar tiroid

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas atas ICS III linea parasternalis sinistra

batas kanan di ICS IV linea sternalis dextra

batas kiri di ICS V 1 cm medial linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakan dada simetris kanan kiri

6
Palpasasi : tidak teraba massa, fremitus taktil simetris pada kedua lapang

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing -/-, Rhonki -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : perut datar, jejas -

Palpasi : Supel, defense muskular -, hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-,

Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-,

B. Pemeriksaan Fisik NPB


Inspeksi tulang belakang : tidak tampak benjolan,kemerahan dan jejas, kolumna
vertebralis di tengah
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi arah : (+) pada sisi ke kanan
Extensi ke belakang (hiperekstensi lumbal) : (+), nyeri (-)
Flexi ke depan (forward flexion) : (+), nyeri (-)
Membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri : (-), nyeri (+)
Patrick : (+) pada tungkai kanan
Kontra Patrick : (+) pada tungkai kanan
Laseque : (+) pada tungkai kanan

C. Status Neurologis
Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku kuduk : -
Lasegue : <70 (nyeri) >70
Lasegue menyilang : - -

7
Kernig : >135 >135
Bruzinski I : - -
Bruzinski II : - -

Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah proyektil : -
Sakit kepala : -
Penurunan kesadaran : -
Funduskopi : tidak diperiksa

Saraf-Saraf Kranialis
NI : normosmia +/+
N II Kanan Kiri
- Acies visus : baik baik
- Visus campus : baik baik
- Lihat warna : baik baik
- Funduskopi : tidak dilakukan

N III, IV, VI
Kedudukan mata : ortoforia +/+
Pergerakan bola mata : baik / baik
Exoftalmus : -
Nystagmus : -
Pupil
- bentuk : bulat, isokor, ф 3 mm/3mm
- RCL : +/+
- RCTL : +/+
- Refleks akomodasi: baik +/+
- Refleks konvergensi: baik +/+

NV

Cabang motorik : baik

8
Cabang sensorik

 Ophtalmicus : baik / baik


 Maksilaris : baik / baik
 Mandibularis : baik / baik

N VII Kanan Kiri

Motorik orbitofrontali : baik baik

Motorik orbicularis : baik baik

Pengecapan lidah : baik baik

N VIII

Vestibular

o Vertigo : -
o Nistagmus : -
Koklearis Kanan Kiri

o Tuli konduktif : - -
o Tuli perseptif : - -

N IX, X

Motorik : baik

Sensorik : baik

N XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : baik baik

Menoleh : baik baik

9
N XII

Pergerakan lidah : baik

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal-distal : 5555 5555

Ekstremitas bawah proksimal-distal : 5555 5555

Gerakan Involunter

Tremor : -/-
Chorea : -/-
Atetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-

Trofik : eutrofik +/+

Tonus : normotonus +/+

Sistem sensorik

o Proprioseptif : baik
o Eksteroseptif : baik

Fungsi serebelar

10
Ataxia : tidak ada
Tes Romberg : baik
Disdiadokokinesia : baik
Jari-jari : baik
Jari-hidung : baik
Tumit-lutut : baik
Rebouns phenomenon : (-)

Fungsi luhur

Astereognosia : -

Apraksia : -

Afasia : -

Fungsi otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

Refleks fisiologis

Kornea : +/+

Biceps : +2/+2

Triceps : +2/+2

Radius : +2/+2

Dinding perut : +/+

Lutut : +2/+2

11
Tumit : +2/+2

Refleks Patologis

Hoffman tromer :- -

Babinsky :- -

Chaddok :- -

Gordon :- -

Scaefer :- -

Klonus lutut :- -

Klonus tumit :- -

Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi :-

Demensia :-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Foto Rontgen Vertebra thorakolumbal AP / Lateral

Kesan : terdapat spur formation

V. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Pemeriksaan darah rutin, darah lengkap
 MRI Thorakolumbal

12
VI. RESUME

Pasien datang ke poli saraf Rumah Sakit TNI-AL Mintohardjo dengan keluhan nyeri
pinggang sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Keluhan nyeri dirasa setelah pasien
terpeleset dan pinggang kanannya terbentur meja. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke
tungkai kanan. Nyeri dirasa semakin memberat sehingga pasien menjadi sulit untuk
melakukan aktivitas dan hanya menghabiskan waktunya beristirahat di tempat tidur.
Nyeri pinggang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, Nyeri diperberat dengan batuk dan
bersin, dan pasien merasakan nyeri pinggang berkurang dengan berbaring. Pasien
berobat dan meminum obat anti nyeri tetapi tidak ada perubahan. Pasien tidak bisa
berjalan, apabila menapak dirasakan nyeri, tidak ada rasa baal atau kesemutan di daerah
kaki kanan. Tidak ada riwayat demam sebelum nyeri pinggang, tidak ada riwayat sakit
paru-paru, buang air besar dan buang air kecil tidak ada masalah.

Pada Pemeriksaan fisik ditemukan, status generalis nilai NRS hari 1 yaitu 10 (sakit
berat). Pada pemeriksaan fisik LBP: Keterbatasan gerak pada salah satu sisi arah (+),
Extensi ke belakang (hiperekstensi lumbal) (+), Flexi ke depan ( forward flexion) (+),
membungkuk (-), Patrick (+) pada tungkai kanan, Kontra Patrick (+) pada tungkai kanan,
Laseque nyeri pada tungkai kanan. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan.

VII. DIAGNOSA KERJA

 Diagnosis Klinis : Nyeri punggung bawah / Low Back Pain, Ischialgia


 Diagnosis Etiologi : Trauma
 Diagnosis Topik : thorakolumbal
 Diagnosis Patologis : Decompresi

VIII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

 Bed rest
 Korset

13
 Latihan kelenturan dengan mengikuti fisioterapi
 Biasakan postur tubuh tegak
 Hindari aktivitas yang memperberat nyeri
 Memakai alas tempat tidur yang keras dan rata

Medikamentosa

 NSAID : Ketorolac
 Adjuvamnt antikonvulsan : Gabapentin
 Muscle relaxant : Eperison
 Analog Opioid : Tramadol

XI. PROGNOSIS

 Ad vitam : ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

14
PEMBAHASAN

Pada hari ke-1 perwatan pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke tungkai
sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri yang dirasakan pasien merupakan nyeri tipe
campuran nosiseptik dan nyeri neuropatik. Pada nyeri campuran diberikan tatalaksana
NSAID (ketorolak) disertai muscle relaxant (eperison) dan adjuvant antikonvulsan
(gabapentin). Pada pemeriksaan derajat nyeri didapatkan NRS: 10 yang merupakan nyeri
berat, sehingga pasien diberikan analog opioid (tramadol). Pada hari ke-2 keluhan sedah
membaik dengan nilai NRS 7 dan pengobatan hari pertama masih di lanjutkan, Kemudian
pasien juga mendapatkan intervensi fisioterapi dan edukasi modifikasi gaya hidup. Pada ke-3
perawatan keluhan sudah membaik dengan NRS 5 sehingga pemberian analog opioid
(tramadol) di hentikan dan terapi lainnya di lanjutkan. Pada hari ke-4 perawatan keluhan
sudah membaik dan pasien sudah bisa berjalan dengan nilai NRS 3 dan pasien di perbolehkan
untuk rawat jalan

15
KESIMPULAN

Prinsisp tatalaksana nyeri pada pasien NPB adalah dengan mengetehui jenis nyeri,
derajat nyeri, dan etiologi nyeri. Tatalaksana berupa terapi medikamentosa multimodal dan
tatalaksana non-medikamentosa yaitu intervensi fisioterapi dan modifikasi gaya hidup.

16
FOLLOW UP

TANGGAL
5 November 2018 6 November 2018 7 November 18
S Nyeri punggung bawah Nyeri punggung bawah Nyeri punggung
bawah
o NRS 10 NRS 7 NRS 5
Laseque (+) Laseque (+) Laseque (-)

A Diagnosis Klinis : Diagn Diagnosis Klinis : Nyeri


Nyeri punggung osis Klinis : Nyeri punggung bawah / Low Back
bawah / Low Back punggung bawah / Low Pain, Ischialgia
Pain, Ischialgia Back Pain, Ischialgia Diagnosis Etiologi :
Diagnosis Etiologi Diagnosis Etiologi Trauma
: Trauma : Trauma Diagnosis Topik :
Diagnosis Topik : Diagnosis Topik : thorakolumbal
thorakolumbal thorakolumbal Diagnosis Patologis:
Diagnosis Patologis Diagnosis Patologis: Decompresi
: Decompresi Decompresi
P NSAID : Ketorolac NSAID : NSAID : Ketorolac
Adjuvamnt Ketorolac Adjuvamnt antikonvulsan
antikonvulsan : Adjuvamnt : Gabapentin
Gabapentin antikonvulsan : Muscle relaxant :
Muscle relaxant Gabapentin Eperison
: Eperison Muscle relaxant
Analog Opioid : Eperison
: Tramadol Analog Opioid
: Tramadol

17
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

LBP atau NPB didefinisikan sebagai nyeri yang terlokalisasi pada vertebra
thorakalis 12 sampai gluteus inferior dengan atau tanpa nyeri pada bagian kaki dan
bukan merupakan suatu penyakit. Sinaki dan Mokri meyebutkan nyeri punggung
bawah mekanik merupakan nyeri punggung nondiskogenik yang disebabkan oleh
aktivitas fisik dan berkurang dengan istirahat. Nyeri ini berhubungan dengan
stress/strain otot-otot punggung, tendon dan ligamen yang biasanya ada bila melakukan
aktivitas sehari-hari berlebihan, duduk atau berdiri yang terlalu lama juga mengangkat
benda berat. Nyeri tidak disertai hipestesi, parestesi, kelemahan atau defisit neurologi.
Selama hidupnya, 50-80% orang dewasa pernah mengalami LBP dan 90%
diantaranya merupakan LBP karena faktor mekanik.1

Etiologi dan klasifikasi NPB

Etiologi NPB dapat berupa:1

1. NPB Traumatik

Lesi traumatik dapat dimasukkan dalam kategori lesi mekanik.

NPB traumatik dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Trauma pada unsur miofasial

Setiap harinya ribuan orang mendapat trauma miofasial, baik karena


pekerjaan kasar yang menyebabkan pembebanan berkepanjangan pada tulang
lumbosakral, keadaan tubuh yang tidak optimal seperti kegemukan, terlalu banyak
duduk dan terlalu kaku karena tidak mengadakan gerakan untuk mengendurkan
otot-ototnya. Tonus otot yang buruk (otot-otot yang sudah mengendur karena
kurang berolahraga), obesitas, duduk dengan tulang belakang melengkung,
bekerja sambil duduk berjam-jam dan sebagainya merupakan pembebanan
berkepanjangan yang menyebabkan nyeri pada punggung bawah. Pada umumnya

18
faktor-faktor trauma tersebut mengenai otot, fasial dan ligamen yang dikenal
sebagai NPB Mekanik miofasial.

b. Trauma pada komponen keras

NPB akibat trauma fraktur kompresi di vertebra torakal bawah atau lumbal
atas. Fraktur kompresi juga dapat terjadi pada kondisi tulang patologik karena
trauma ringan, kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik, tulang belakang
yang sudah ditempati metastase cenderung mengalami fraktur kompresi karena
trauma sedang.

2. NPB akibat proses degeneratif

Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakralis dapat terjadi pada korpus vertebra
berikut arkus dan prosesus artikularis serta ligament yang menghubungkan bagian-
bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses degeneratif ini dikenal
sebagai osteoartrosis deformans tapi kini dinamakan spondilosis. Perubahan degeneratif
juga dapat terjadi pada anulus fibrosus diskus intervertebralis yang bila suatu saat terobek
dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan Hernia
Nukleus Pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering mengalami proses
degeneratif ialah kartilago artikularis yang dikenal sebagai osteoartritis.

3. NPB akibat proses inflamasi

Sering dijumpai pada usia muda antara 25 sampai 45 tahun.

a. NPB pada artritis rematoid

Artritis rematoid sering timbul sebagai penyakit akut. Apabila nyeri punggung
dirasakan pada sindroma poliartritis yang memperlihatkan ciri bilateral maka sangat
mungkin LBP tersebut disebabkan oleh artritis rematoid.

b. NPB pada spondilitis angkilopoetika

Keluhan yang paling dini dialami oleh spondilitis angkilopoetika ialah nyeri
punggung dan nyeri pinggang. Sifatnya adalah pegal-kaku dan pada waktu dingin dan
lembab.

19
4. NPB akibat gangguan metabolisme atau NPB osteoporotik

Nyeri bersifat pegal. Keluhan juga dapat berupa nyeri yang tajam atau nyeri radikuler.
Terdapat fraktur kompresi yang menjadi komplikasi osteoporosis tulang belakang.
Kompresi terjadi pada Th.XII dan L.I. Daerah nyeri terletak dibawah gibus. Nyeri
radikular dirasakan bertolak dari kedua sisi puncak gibus dan menjalar sebagai nyeri
intercostal Th.XII.

5. NPB akibat Neoplasma

a. NPB akibat tumor benigna

Osteoma Osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina vertebrae dapat


mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama pada malam hari.
Hemangioma merupakan tumor yang berada dalam canalis vertebralis dan dapat
membangkitkan NPB. Meningioma adalah suatu tumor intradural namun
ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga menekan pada radiks.
Tumor ini seringkali membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral. Tumor di
daerah lumbosakral jarang menimbulkan gangguan yang bersifat medular oleh
karena ujung bawah medula spinalis hanya sampai L.I saja. Bilamana di tingkat
konus terdapat tumor, manifestasinya pun memperlihatkan sifat-sifat perifer.

b. NPB akibat tumor maligna

Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer dan sekunder.


Tumor primer yang sering dijumpai adalah mieloma multipel. NPB sering menjadi
keluhan dininya. Biasanya nyeri dianggap NPB spondilotik atau osteoartritik oleh
karena mudah dihilangkan oleh NSAID. Namun lama-kelamaan nyeri sering
kambuh dan obat NSAID tidak berpengaruh lagi. Nyeri dirasakan bertambah
hebat terutama pada malam hari. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik yang
mudah bersarang di tulang belakang oleh karena tulang belakang kaya akan
pembuluh darah. Tumor primer bisa berasal dari mamae, prostat, ginjal, paru, atau
glandula tiroidea. Keluhan pasien dengan lesi metastatik di vertebra lumbosakralis
tidak jauh berbeda dengan keluhan penderita tumor tulang mieloma multipel.

6. NPB akibat kelainan kongenital

20
Anomali kongenital yang diperlihatkan foto rontgen sering dianggap sebagai kelainan
yang mendasari nyeri punggung bawah.

7. NPB sebagai referred pain

NPB yang bersifat referred pain memiliki ciri-ciri khas yaitu nyeri dirasakan hanya
berlokasi pada punggung bawah tetapi daerah setempat tidak memperlihatkan tanda-
tanda abnormal, yakni tidak adanya nyeri tekan, tidak adanya nyeri gerak, tidak
adanya nyeri isometrik dan motilitas pinggang tetap baik. Walaupun demikian sikap
tubuh mempengaruhi bertambah atau berkurangnya referred pain. Referred pain lumbal
ada kalanya merupakan ungkapan dini satu-satunya penyakit viseral. Tahap klinis
selanjutnya penyakit viseral mengungkapkan keadaan patologiknya melalui manifestasi
gangguan fungsi dan referred pain di daerah lumbal.

8. NPB sebagai gangguan sirkulatorik

Adakalanya aneurisma aorta abdominalis dapat membangkitkan nyeri punggung


bawah yang hebat dapat menyerupai sprung back atau HNP. Nyeri tersebut merupakan
manifestasi kerusakan korpus vertebra yang mengalami erosi karena penekana aneurisma
aorta abdominalis yang sudah berkepanjangan. Hal ini menyebabkan ligamentum
longitudinale sudah ikut tererosi.

9. NPB psikoneurotik

Ada tiga jenis pasien yang mempunyai keluhan nyeri punggung bawah yang bersifat
non-organik, yang pertama ialah seorang histerik. Adapun nyeri punggung bawah
merupakan manifestasi konversi histerik. Selanjutnya adalah seorang pengeluh atau
sering disebut malingeree dimana pasien memang banyak mengeluh walaupun tidak dilanda
penyakit dan yang terakhir LBP kompensatorik. Dalam klinik, LBP dapat diklasifikasikan
menjadi

1) NPB mekanik,akut dan kronik

2) NPB organik

3) Nyeri rujukan

4) Nyeri psikogenik

21
Faktor risiko NPB

Faktor risiko dibagi atas dua kelompok utama yaitu faktor risiko berhubungan dengan
pekerjaan dan faktor risiko berhungan dengan pasien.2

1. Faktor risiko yang berhubungan dengan pekerjaan, pekerjaan yang kasar dan berat
dianggap sebagai penyebab nyeri pada lebih dari 60 % pasien NPB, mengangkat,
menarik dan mendorong, memuntir, terpeleset, duduk lama, baik sendiri atau bersama
dpat menimbulkan NPB.

2. Faktor risiko yang berhubungan dengan pasien

a. Umur

Kemungkinan perkembangan NPB meningkat secara perlahan sampai berumur


± 55 tahun.

b. Jenis kelamin

Pria dan wanita mempunyai risiko NPB yang sama sampai umur 60 tahun, setelah
itu wanita mempunyai risiko lebih besar oleh karena terjadi osteoporosis.

c. Faktor antropometri

Tidak ada hubungan yang erat antara tinggi, berat dan bentuk tubuh dengan
NPB. Bagaimanapun risiko NPB lebih tinggi pada orang obese dan kemungkinan
pada orang tinggi.

d. Faktor postur

Kemungkinan perubahan postur yang berhubungan dengan NPB adalah


skoliosis, kifosis, lordosis lumbal yang berlebihan atau berkurang dan diskrepansi
tungkai.

e. Mobilitas vertebra

Sebagian besar pasien NPB mengalami paling tidak sedikit keterbatasan


lingkup gerak sendi (LGS) vertebra lumbal.

22
f. Kekuatan otot

Beberapa studi memperlihatkan pada pasien – pasien NPB kekuatan otot


abdominal, spinal menurun.

g. Kebugaran fisik

Penelitian yang dilakukan pada petugas pemadam kebakaran di Los Angeles


memperlihatkan bahwa kebugaran dan kondisi fisik berefek mencegah terjadinya
cedera punggung bawah.

h. Merokok

Orang-orang yang merokok mempunyai kemungkinan mengalami NPB dan


osteoporosis. Merokok dapat menyebabkan penurunan perfusi dan kekurangan gizi
otot dan tulang akibat kurangnnya aliran darah ke jaringan sehingga jaringan
tidak efisien untuk merespon stress mekanik yang dapat menyebabkan keluhan
NPB.

i. Faktor psikologis

Depresi, ansietas, hipokondria, histeria, alkoholisme, perceraian, nyeri kepala


kronik dan sebagainya telah dilaporkan mempunyai frekuensi tinggi menderita
NPB.

Gejala LBP mekanik

McKenzie mengemukakan tiga gejala utama yang termasuk dalam kelompok NPB
Mekanik:

1. Sindroma Postural

Biasanya dijumpai pada usia dibawah 30 tahun terutama mereka yang


pekerjaannya memerlukan posisi duduk dan kurang berolah raga, nyerinya bersifat
intermiten dan timbul akibat deformasi jaringan lunak, ketika jaringan lunak sekitar
segmen lumbalis dalam posisi teregang dalam waktu yang lama. Terlihat dalam posisi
duduk yang salah termasuk adanya forward head rounded shoulders dan fleksi
berlebihan dari pinggang bawah.

23
2. Sindroma disfungsi

Biasanya dijumpai pada usia diatas 30 tahun, kecuali jika disebabkan oleh
trauma sering dijumpai adanya postur yang buruk dalam jangka waktu lama (lebih dari 10
tahun) dan berupa hasil akibat spondylosis , trauma, atau derangement. Sindroma
disfungsi adalah gejala kedua di mana terjadinya adaptive shorthening dan hilangnya
mobilitas yang menyebabkan nyeri sebelum dapat mencapai gerakan akhir secara
penuh. Kondisi ini timbul karena gerakan yang dihasilkan tidak cukup dilakukan pada
saat pemendekan jaringan lunak berlangsung. Disfungsi ini dinamai berdasarkan
gerakan yang hilang atau dibatasi misalnya disfungsi fleksi akan membatasi
kemampuan seorang individu untuk membungkuk ke depan di daerah tulang belakang.

3. Sindroma derangement

Biasanya dijumpai pada usia antara 20-55 tahun, pasien mempunyai sikap duduk
yang salah. Sindroma derangement adalah situasi di mana posisi istirahat yang normal
dari dua permukaan artikular vertebra yang berdekatan terganggu sebagai akibat dari
perubahan posisi cairan nukleus. Perubahan posisi nukleus juga dapat mengganggu
materi anular. Perubahan dalam sendi akan mempengaruhi kemampuan permukaan sendi
untuk bergerak dalam jalur normal. Kondisi ini menjadi menyakitkan ketika terjadi
intrudes nukleus pada jaringan lunak yang sensitif terhadap nyeri. Gejala cenderung
tersentralisasi dan akhirnya berkurang sebagai hasil dari relokasi diskus dan deformitas
jaringan sekitarnya berkurang.

24
Penatalaksanaan LBP

Tujuan penatalaksanaan adalah:3

1) Mengatasi nyeri

2) Meningkatkan lingkup gerak sendi

3) Memperbaiki kekuatan otot

4) Meningkatkan atau mempertahankan fungsi

Ada 2 kategori penatalaksanaan NPB yaitu

1. Konservatif

a. Tirah baring

Tirah baring berguna untuk mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal yang dianjurkan pada pasien HNP.

b. Medikamentosa

Obat – obatan yang diberikan dapat berupa analgetik dan NSAID, muscle
relaxant,opioid, kortikosteroid oral maupun analgetik adjuvan.

c. Terapi Modalitas

Modalitas terapi yang digunakan pada kasus NPB pada umumnya TENS,
SWD, MWD, arus interfensi, maupun traksi. Selain itu diberikan back exercise,
pemakaian korset lumbal untuk membantu mengatasi permasalahan yang muncul
karena NPB.

2. Terapi Bedah

Operasi merupakan pilihan terakhir.Operasi dilakukan pada kondisi dimana


konservatif tidak memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Dilakukan operasi apabila
pasien dengan nyeri yang persisten 2-3 bulan setelah onset dilakukan terapi konservatif
tidak ada perubahan dan dimana status klinis sesuai dengan temuan radiologis.

25
Definisi Nyeri

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah rasa tidak
menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan adanya atau potensi
kerusakan jaringan.

Klasifikasi nyeri

Berdasarkan durasinya nyeri diklasifikasikan menjadi :

a. Nyeri akut

Merupakan nyeri yang terjadi dalam waktu cepat, ada penyebab yang jelas seperti
jejas atau lesi jaringan lunak, infeksi atau inflamasi. Pada umumnya nyeri akut bersifat
temporer, berlangsung kurang dari 6 bulan (3-6 bulan ), dapat berhenti tanpa terapi
atau berkurang sejalan dengan penyembuhan jaringan atau apabila penyebab nyeri telah
dihilangkan atau memberi respons baik terhadap penatalaksanaan sederhana seperti
istirahat dan analgetik atau pengobatan kausal lain.Kegagalan terapi nyeri akut dapat
menimbulkan nyeri kronik.

b. Nyeri Kronis

Nyeri yang berlarut-larut, memanjang, lama sesudah lesi atau penyakit awal yang
menimbulkan nyeri tersebut sembuh. Seringkali tidak ditemukan penyebab nyeri ini
yang jelas atau dapat diidentifikasi. Kadang-kadang nyeri kronis berlangsung berbulan-
bulan dan seakan-akan tidak dapat disembuhkan. Ketidak-jelasan nyeri kronis seringkali
menimbulkan berbagai gangguan psikologis seperti depresi, kelelahan yang berlebihan,
insomnia, anoreksia, apati dan perilaku sakit. Apabila nyeri kronis ini sangat berat, sama
seperti pada stress yang kronis akan mengaktifasi sistim saraf parasimpatis dan
mengakibatkan tegangan otot yang berlebihan, mengganggu tekanan darah dan denyut
nadi dan menurunnya sistim pertahanan tubuh. Penatalaksanaan nyeri kronis seringkali
memerlukan penanganan multidispliner dari berbagai bidang spesialisasi serta
penanganan intradisipliner berbagai profesi dalam timrehabilitasi medik.

26
Patofisiologi nyeri

Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi
terjadi. Nyeri adalah alasan tersering yang diberikan oleh pasien apabila ditanya
mengapa mereka berobat. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif
nyeri terdapat 4 proses yaitu :4

1) Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga


menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.

2) Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat


transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan
jaringan neuron – neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak.

3) Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur – jalur saraf


descendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan dan
meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer.

4) Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga


dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.

Gambar 1. Proses Patofisiologi Nyeri

27
Menurut mekanismenya nyeri dapat dibagi menjadi :3,4

a. Nyeri nosiseptif

Nyeri ini dapat berasal dari jaringan somatik atau visceral. Secara klinis dapat dibedakan
menurut kualitas rasa nyerinya, yaitu nyeri /sakit , berdenyut, seperti ditusuk (pada
nyeri somatik) atau pegal (tumpul), seperti kram (pada nyeri visceral).

b. Nyeri neuropatik

Merupakan nyeri yang terdiri dari banyak jenis yang semuanya disebabkan oleh
kerusakan/gangguan saraf perifer maupun saraf sentral. Karakteristik klinis nyeri
neuropatikseperti parestesia yang mungkin disertai defisit neurologi atau disregulasi
autonom lokal.

c. Nyeri Psikogenik

Kelompok ini disebut juga nyeri idiopatik. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang keluhan
dan manifestasinya tidak sesuai dengan penyebaran anatomi dan tidak ada patologi
organiknya .

Serat saraf aferen adalah sebagai berikut :

1. Serat A – delta berdiameter 1-4 µm,kecepatan 12-30 m/detik, mentransmisi


selubung mielin, mentranmisi nyeri yang tajam dan terlokalisir.

2. Serat C berdiameter 0,1 – 1,0 µm,kecepatan 1-2 m/detik, tidak mempunyai


selubung mielin, mentranmisi nyeri yang difus, membakar, berdenyut.

3. Serat A-alfa berdiameter 12 - 20 µm, kecepatan 12 - 20 m/detik.

4. Serat A-beta berdiameter 5 - 15 µm, kecepatan 30 - 70 m/detik. Secara normal serat


A lebih dahulu sampai ke pusat nyeri dari pada serat C. Kedua serat ini harus melewati
sel T yang sama pada substansia gelatinosa yang berfungsi sebagai gerbang.
Transmisi serat A yang berlebihan dapat memblok transmisi serat C yang lebih
lambat sehingga nyeri akan berkurang bahkan hilang.

28
Penilaian intensitas nyeri

Salah satu alat bantu yng paling sering digunakan untuk menilai intensitas nyeri
secara subjektif adalah Visual Analog Scale (VAS). VAS terdiri dari sebuah garis horizontal
yang dibagi secara rata menjadi 10 segmen dengan nomor 0 sampai 10 . Pasien
diberitahu bahwa 0 menyatakan “tidak nyeri sama sekali” dan 10 menyatakan “nyeri sangat
hebat”. Pasien kemudian diminta untuk menandai angka yang menurut mereka paling
tepat yang dapat menjelaskan tingkat nyeri yang mereka rasakan pada suatu waktu.5

Gambar 2. Visual Analog Scale

Terapi Modalitas NPB

Modalitas terapi SWD

Short Wave Diathermy (SWD) menghasilkan panas melalui perubahan energi


elektromagnetik menjadi energi panas. Alat tersebut tersedia dengan berbagai macam
frekuensi : 13,56 MHz (panjang gelombang 22m) ; 27,12 MHz (panjang gelombang
11 m); 48,68 MHz (panjang gelombang 7,5m). Yang paling sering digunakan adalah
dengan frekuensi 27,12 MHz (panjang gelombang 11 m). Dalam penetrasi 1-2 cm.
Dosis menggunakan toleransi penderita. Lama pemberian 15-20 menit . Efek panas yang
diharapkan adalah mengurangi nyeri dengan meningkatkan nilai ambang nyeri ujung
saraf sensoris, meningkatkan sifat viskoelastik jaringan kolagen sehingga mengurangi
kekakuan sendi, mengurangi spasme otot,memperbaiki sirkulasi/suplai darah di daerah
nyeri dan meningkatkan metabolisme di daerah terapi.4.5.6

29
Kontraindikasi SWD :

 Berkurangnya sensasi (hipestesi/anestesi) pada daerah yang akan diterapi


 Diatas area dengan insufisiensi vaskuler
 Diatas area adanya keganasan
 Penderita Hemofili
 Di atas area dengan inflamasi akut
 Diatas area yang diketahui adanya infeksi
 Penderita tidak kooperatif
 Penderita dengan implan metal
 Penderita dengan pacemaker
 Diatas perut atau punggung bawah wanita hamil

Modalitas terapi TENS

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah aplikasi stimulasi


elektrik pada kulit untuk menstimulasi nervus aferen melalui elektroda permukaan
untuk meredakan nyeri.

Terdapat beberapa jenis TENS yaitu:6

1) TENS konvensional

Disebut juga sebagai TENS frekuensi tinggi dengan stimulasi intensitas rendah. Jenis
ini memiliki karakteristik yaitu pulse width 0-200 µsec, frekuensi tinggi 50-100 Hz
merupakan tipe stimulasi paling efektif. Nyeri mulai berkurang dalam 10-15 menit.
Lama pemberian terapi adalah 30 menit sampai 1 jam.

2) Acupunture-like TENS

Jenis ini memiliki ciri dengan pulse width 0-200 µsec, frekuensi tinggi rendah 0-10
Hz. Dinamakan acupunture-like karena frekuensinya rendah, mirip dengan yang
digunakan pada terapi akupunture. Lama terapi 30 – 60 menit. Berguna dalam
kondisi nyeri neuropatik kronis misalnya refleks distrofi simpatetik,nyeri struktural
yang dalam, fibrositis/nyeri sindroma miofasial.

30
3) Pulse trains TENS / Burst mode

Merupakan kombinasi frekuensi tinggi dan rendah dengan frekuensi 50 - 100 Hz dan
pulse width 75 -100 µsec dan 1 – 10 Hz. Lama sesi pengobatan antara 30-60 menit.

4) Brief intense TENS/Hiperstimulation TENS

Jenis ini memiliki ciri frekuensi tinggi 50-150 Hz, intensitas tinggi, durasi
pengobatan lebih dari 15-30 menit. Dinamakan brief-intense karena durasi
pemakaian singkat dan amplitudo arusnya lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya.

5) Modulated TENS

Jenis ini memiliki ciri variasi dalalam hal durasi pulse, frekuensi pulse dan
amplitudonya. Selama terapi parameter tersebut bisa diatur sesuai kebutuhan.

Indikasi TENS sebagai berikut :

1) Nyeri akut

Untuk pengobatan nyeri akut efektif menggunakan TENS konvensional. TENS


efektif untuk pengobatan berbagai cedera olahraga kecil seperti cedera bahu, nyeri
tulang belakang akut, berbagai strain dan sprain tulang belakang.

2) Nyeri kronik

TENS bermanfaat dalam penanganan nyeri kronik antara lain nyeri punggung bawah,
rematoid artritis, penyakit sendi degenerasi, neuropati perifer, cedera saraf perifer,
nyeri phantom limb, kanker, migren dan neuralgia pasca hepatika.

3) Nyeri pasca operasi

4) Vasodilatasi perifer dan meningkatkan temperatur kulit pada penyakit


Raynaud’s dan polineuropati diabetika, penyembuhan luka,dan menggunakan TENS
berfrekuensi rendah.

31
32
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian Rakyat;
2008.
2. Sidharta, Priguna. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Cetakan ke-6. Jakarta:
Dian Rakyat;2008.
3. Hills E. Mechanical Low Back Pain. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview. Accessed on 30 September
2010.
4. http://www.medicinenet.com/low_back_pain/article.htm. Accessed on 30 September
2010.
5. Misbach, Jusuf., Ranakusuma, Teguh., Panduan Pelayanan Medis Departemen
Neurologi RSCM. Jakarta : 2007
6. Meliala, KRT Lucas. Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik edisi kedua.
Jogjakarta : 2007

33

Anda mungkin juga menyukai