Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi dan Ilmu Kedokteran Vaskular FK Unsyiah/RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Shinta Galuh Permata
1407101030079

Pembimbing:
dr. Adi Purnawarman. Sp.JP (K), FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015

1
PENDAHULUAN

Jantung dalam keadaan istirahat normalnya berdenyut dengan irama yang


teratur, yaitu 60 sampai 100 kali per menit. Karena setiap denyut berasal dari
depolarisasi nodus sinus, irama ini disebut irama sinus. Aritmia merupakan kelainan
irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama yang timbul bukan dari
nodus SA, iramanya tidak teratur, frekuensinya bisa kurang dari 60x/menit yang
disebut bradikardia atau yang lebih dari 100x/menit atau disebut takikardia. Aritmia
dapat menjadi pemicu kematian mendadak, mengakibatkan pasien pingsan (sinkop),
gagal jantung, pusing dan berdebar-debar (palpitasi).1
Supraventrikular Takikardia (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 sampai 280 per menit. Terdapat dua mekanisme dasar terjadinya
SVT yaitu automatisasi dan reentry. Automatisasi terjadi karena terdapat focus
ektopik didalam atrium, AV junction, atau system his purkinje yang menimbulkan
ritme automatic. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya
sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di
atrium, A-V junction, berkas his HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat
menjadi sumber otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh
takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan
sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering
berkaitan dengan gangguan retrograd seperti hipoksia, hipokalemia,
hipomagnesemia, dan asidosis. Sedangkan reentry merupakan mekanisme yang
terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada
pemeriksaan elektrofisiologi.2
SVT (tidak termasuk atrial fibrilasi dan atrial flutter) memiliki insiden 35
dari 100.000 dengan prevalensi 2,29 per 1000 orang. AVNRT sering terjadi pada
dewasa (50-60%) sedangkan AVRT paling sering pada anak-anak (30% dari seluruh
SVT). Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting. Diagnosis awal
dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis,
mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari
24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Secara garis besar

2
penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu penatalaksanaan
segera dan penatalaksanaan jangka panjang.3

3
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. ES
Usia : 57 tahun
Alamat : Desa Pondok Kelapa, Jakarta
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Suku : Jakarta
No. RM : 1-07-18-71
Tanggal Masuk : 21 November 2015
Tanggal pemeriksaan : 23 November 2015

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri dada
Keluhan Tambahan : Jantung berdebar-debar, sesak nafas, mual, muntah,
berkeringat banyak.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan
nyeri dada yang dirasakan sejak ± 2 jam SMRS.
Nyeri dirasakan menembus ke punggung dan
menjalar ke lengan kiri dan kanan. Pasien juga
mengeluhkan dada berdebar-debar sangat kuat dan
sesak nafas. Awalnya pasien merasa kecapekan dan
tiba-tiba nyeri dada timbul. Pasien muntah sebanyak
1 kali dan berkeringat banyak. Setibanya di IGD
dengan pemeriksaan fisik frekuensi nadi 180
kali/menit. Pada saat pemeriksaan dilakukan pasien
sudah tidak mengalami gejala seperti diatas, dan
sudah berada di ICCU dan keadaan stabil dengan
frekuensi nadi 95 kali/ menit.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami hal yang sama ± 6 bulan
yang lalu. Riwayat sakit jantung ± 10 tahun,
hipertensi disangkal. DM ± 7 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien menderita hipertensi dan DM.

4
Riwayat penggunaan obat : Pasien meminum obat hipertensi dan DM secara
teratur Pasien selama ini mengkonsumsi ISDN,
simvastatin, clopidogrel, amlodipin, metformin,
glimepiride, omeprazole.
Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien memiliki riwayat merokok ± 30 tahun, namun
tidak berat. Pasien sering makan makanan
berkolesterol dan berlemak.

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 118/85 mmHg
Nadi : 95 kali/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 21 kali/menit
Temperatur : 36,1oC
BB : 75 kg
TB : 165 cm
IMT : 27,7 kg/m2
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali (kurang dari 3 detik)
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan normocephali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),
konj. palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

5
Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah : Beslag (-), tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R-2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB : (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal thoracal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
- Redup (-/-)
4. Auskultasi
- Vesikuler (+/+)
- Ronkhi (-/-)
- Wheezing (-/-)

6
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V sekitar satu cm lateral linea
axilaris anterior sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : di hemithorax sinistra ICS III
Batas jantung kanan : di linea parasternalis dektra ICS V
Batas jantung kiri : di ICS V sekitar satu cm lateral dari
linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, Distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
Akral dingin - - - -

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Laboratorium

Jenis 21/11/15 23/11/15 Nilai Rujukan


Pemeriksaan

Hemoglobin 15,2 17,4* 14,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 45 51 45-55 %

Eritrosit 5,4 6,0 4,7-6,1x106

Leukosit 8,0 12,8* 4,5-10,5x103

Trombosit 215 217 150-450x103

Diftel 2/1/0*/53/36/8 1/0/0*/71*/22/6

Natrium 140 140 135-145 mmol/L

Kalium 3,7 4,0 3,5-4,5 mmol/L

Clorida 107 103 90-110 mmol/L

Kalsium 8,8 8,6-10,3 mg/dl

Magnesium 1,8 1,6-2,6 mg/dl

GDS 328* 189 60-110 mg/dl

Hba1c 10,10 %

Ureum 19 26 13-43 mg/dl

Kreatinin 0,74 0,91 0,67-1,17 mg/dl

Asam urat 2,8 3,5-7,2

hbsAg negatif

Protein total 7,5 6,4-8,3 g/dl

8
SGOT 43* <35 U/L

SGPT 36 <45 U/L

Troponin I <0,10 <1,5 ng/ml

CKMB 30* <25 U/L

Kolesterol total 178 <200 mg/gl

HDL 55* >60 mg/dl

LDL 74 <150 mg/dl

Trigliserida 190* <150 mg/dl

2.4.2 Elektrokardiografi
EKG tanggal 21 November 2015

9
Interpretasi EKG 21 November 2015 pkl 21.38:

Irama : asinus, reguler Kompleks QRS: 0,04s


Laju : 173 kali permenit ST elevasi : tidak ditemukan
Axis : normoaxis ST depreasi: tidak ditemukan
P wave: sulit dinilai T inverted: tidak ditemukan
Interval PR: sulit dinilai Q patologis : + di lead III, aVF

Kesimpulan: Supraventrikular takikardi, OMI inferior

EKG tanggal 22 November 2015

10
Irama : sinus reguler Kompleks QRS: 0,08 detik
Laju : 95 kali permenit ST elevasi : tidak ditemukan
Axis : normoaxis ST depreasi: tidak ditemukan
P wave: 0,08 detik T inverted: tidak ditemukan
Interval PR: 0,16 detik Q patologis : + di lead III, aVF

Kesimpulan: sinus ritme HR 95x/I, OMI inferior

EKG tanggal 23 november 2015

Irama : sinus reguler Kompleks QRS: 0,08 detik


Laju : 100 kali permenit ST elevasi : tidak ditemukan
Axis : normoaxis ST depreasi: tidak ditemukan
P wave: 0,08 detik T inverted : tidak ditemukan
Interval PR: 0,12 detik Q patologis : + di lead III, aVF

Kesimpulan: sinus ritme, HR 100x/I, OMI inferior

11
2.4.3 Echocardiography
Echocardiography tanggal 23 November 2015

Kesimpulan :
Dimensi ruang jantung: normal
LV fungsi sistolik kurang . EF: 37,15 %
LV diastolik: relaksasi normal
LV wall motion: hipokinetik anteroseptal

12
2.5 Diagnosis
Supraventrikular Takikardi + OMI inferior + DM tipe 2 Overweight

2.6 Penatalaksanaan
Terapi di IGD
 Loading dose 4 tab aspilet 80 mg
 Loading dose 4 tab CPG 75 mg
 Drip Amiodarone 300 mg habis dalam 1 jam selanjutnya drip
amiodarone 900 mg habis dalam 24 jam berikutnya
 Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
 Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
 Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam

Terapi ICCU:
 Drip Amiodarone 900 mg habis dalam 24 jam
 Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
 Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
 Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam
 ISDN tab 3x5 mg
 Esvat tab 1x20 mg
 CPG tab 1x75 mg
 Aspilet 1x80 mg
 Inj. SC Levemir 6-6-6 IU
 Inj. SC Novorapid 0-0-0-8 IU

2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

13
2.8 Follow Up Harian

Tgl/Hari
S O A P
Rawatan

22/11/15  Nyeri dada Vital Sign : 1.SVT  Drip Amiodarone 900 mg


berkurang Kes : compos perbaikan habis dalam 24 jam.
(H-2) mentis
 Sesak nafas TD : 140/90 2. OMI  Inj. SC Lovenox 0,6 cc/12
berkurang mmHg inferior
jam (H-2)
N : 78 x/mnt
 Dada 3.DM tipe 2  Inj. Omeprazole 40 mg/12
RR : 20 x/mnt
berdebar- jam
T : 36,1 ‘C
debar (-)
 Inj. Ondansetron 1 amp/ 8
jam
 ISDN tab 3x5 mg
 Esvat tab 1x20 mg
P/ - EKG perhari
- Konsul IPD Endokrin

23/11/2015  Nyeri dada Vital Sign : 1. SVT Terapi kardiologi:


(-) Kes : compos (perbaikan)  IVFD RL 20 gtt/i
(H-3) mentis
 Sesak nafas TD : 118/85 2. OMI  Inj. SC Lovenox 0,6 cc/12
(-) mmHg Inferior
jam (H-3)
N : 100 x/mnt 3. DM tipe 2  Inj. Sharox 750 mg/ 12
 Dada
RR : 24 x/mnt overweight
berdebar- jam
T : 36,0 ‘C
debar (-)
 Inj. Omeprazole 40 mg/12
jam
 Inj. Ondansetron 1 amp/ 8
jam
 ISDN tab 3x5 mg
 Esvat tab 1x20 mg
 CPG tab 1x75 mg
 Aspilet tab 1x80 mg
Terapi EMD:
 Diet DM 1700 kkal

14
 Inj. SC Novorapid 6-6-6
IU
 Inj. Levemir 0-0-0-8 IU

P/- Cor Angiography


Acc pindah ruangan
(RBJ/G2)
- Cek KGD
KGD pagi:175 mg/dl

KGD 2 jam PP: 236 mg/dl

15
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis, keluhan yang dialami pasien adalah nyeri dada tiba-
tiba yang dirasakan ±2 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan dada berdebar-debar
sangat kuat dan sesak nafas. Awalnya pasien merasa kelelahan karena aktivitas dan
tiba-tiba nyeri dada timbul. Pasien muntah sebanyak 1 kali dan berkeringat banyak.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa gejala Supraventikular Takikardi (SVT) antara
lain, palpitasi lebih dari 96 %, dizziness 75%, nafas pendek 47 %, pingsan 20%,
nyeri dada 35 %, fatigue- 23 %, diaforesis 17 %, dan mual 13 %. Supraventrikular
takikardi memiliki onset dan terminasi palpitasi reguler yang tiba – tiba.
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sekitar ± 10 tahun dan DM selama
±7 tahun namun terkontrol, Hal ini menjadi kemungkinan menjadi penyebab
terjadinya SVT pada pasien ini dan ditambah lagi karena kelelahan akibat aktivitas
padat yang dialami pasien yang mungkin menjadi pemicu terjadinya SVT. Hal – hal
yang dapat memicu SVT adalah alkohol, kafein, pergerakan yang tiba – tiba, stress
emosional, kelelahan dan obat – obatan.
Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan yang signifikan namun, HR
pasien meningkat yaitu HR: 180 kali/ menit pada awal masuk ke IGD. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa mungkin takikardi merupakan gejala satu satunya yang dijumpai
pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik yang baik. Kemudian dilakukan
pemeriksaan penunjang dengan Elektrokardiografi (EKG) dan didapatkan hasil
Supraventikular takikardia dengan HR 173 kali / menit secara regular dengan
komplek QRS yang sempit dan gelopbang p yang tidak dapat dinilai. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut maka
ditegakkan diagnosa Suparaventrikular takikardi pada pasien tersebut, yang mana
SVT adalah adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan denyut
jantung yang mendadak bertambah cepat dengan frekuensi denyut jantung pasien
diatas 100 kali per menit, yang disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas
ventrikel jantung. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan
terjadi di bagian atas bundel HIS. Berdasarkan hasil Elektrokardiografi SVT
mempunyai kompleks bentuk QRS abnormal/sempit.

Penatalatalaksanaan yang didapatkan pada pasien di IGD adalah seperti


halnya situasi jantung darurat, "gold standard ABC" (airway, breathing, circulation)

16
harus diikuti dalam manajemen darurat SVT. Pemeriksaan cepat jalan napas pasien,
pernapasan, dan sirkulasi harus dilakukan, dan semua tanda-tanda vital harus
didokumentasikan. Kemudian pemberian drip amiodarone 300 meq habis dalam 1
jam, selanjutnya drip amiodarone 900 mg habis dalam 24 jam. Obat amiodarone
yang merupakan obat anti aritmia yang cukup ampuh untuk mengurangi gejala
takikardia, dan menekan terjadinya ventricular activity (VA) komplek. Selain itu
juga berhasil pada 71% pasien dimana diantaranya sebagai kombinasi dengan
propanolol. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone harus diperiksa fungsi
hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan.
Pasien juga terdiagnosa OMI inferior dan DM tipe 2 overweight dan
mendapatkan aspilet 1x80 mg, CPG 1x75 mg, ISDN 3x 5mg sebagai terapi dari
nyeri dada yang dicurigai ke arah ACS. Pemberian inj SC Lovenox 0,6 cc/12 jam
sebagai antikoagulan agar tidak terbentuk thrombus. Kemudian Inj. Omeprazole 40
mg/12, inj. Ondansetron sebagai terapi simptomatik terhadap mual dan muntah.
Pemberian levemir dan novorapid sebagai terapi DM dengan KGD 329 mg/dl. Inj
Sharox 750 mg/dl atas indikasi leukosit 12.800. Pasien juga mengalami peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol baik (HDL) sehingga mendapat esvat
(simvastatin) 1x20 mg karena simvastatin bertujuan untuk menurunkan kolesterol
termasuk LDL dan trigliserida dan meningkatkan HDL.
Menurut teori, kebanyakan pasien yang datang dengan SVT hemodinamiknya
stabil, yang memungkinkan cukup waktu bagi dokter untuk memeriksa riwayat
pasien, pemeriksaan fisik, dan 12-lead EKG pemeriksaan. Pasien juga harus idealnya
menjalani noninvasif penilaian tekanan darah, pengukuran tingkat saturasi oksigen,
dan EKG monitoring. Suplementasi oksigen harus digunakan bila diperlukan.
Strategi awal untuk mengakhiri PSVT yang umumnya manuver vagotonic, seperti
pemijatan sinus karotis. Namun dokter harus mengevaluasi pasien apakah adanya
bruit karotis (suara abnormal) sebelum mencoba manuver ini, terutama pada pasien
usia lanjut. Manuver Valsava atau perendaman mungkin wajah dalam air dingin
juga dapat dicoba. Metode ini berfungsi untuk meningkatkan tonus vagal, yang dapat
memperpanjang AV nodal refractoriness ke titik AV block sehingga mengakhiri
takikardia. Perlu dicatat bahwa manuver vagotonic tidak akan menghentikan
takikardia atrium, tetapi mereka dapat membuat blok AV sementara, memperjelas
mekanisme yang mendasari dengan memungkinkan visualisasi dari gelombang P.

17
Jika upaya ini tidak berhasil dalam mengakhiri SVT, langkah berikutnya
dalam pengobatan intervensi farmakologis. Strategi sebelumnya menggunakan infus
simpatomimetik obat (misalnya, methoxamine hidroklorida, phenylephrine), obat
parasympatomimetic (misalnya, neostigmin, edrophonium), atau digoxin sekarang
jarang digunakan. Penggunaan verapamil intravena dan adenosin telah menjadi
pengobatan standar. Adenosine memiliki waktu paruh yang cepat hanya beberapa
detik (sekitar 10 detik), dan menghasilkan intens namun transien AV blok.
Adenosine aman untuk digunakan pada pasien yang memiliki struktur penyakit
jantung karena tidak menghasilkan negative inotropik efek. Dosis awal standar
adenosin adalah bolus 6-mg, yang harus diberikan dengan cepat melalui jalur
intravena mengalir bebas. Dosis 12 mg atau bahkan 18 mg juga dapat digunakan.
Efek samping adenosine dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing dan
terjadinya AV blok.
Dalam beberapa kasus SVT, calcium channel blockers dan β-blocker mungkin
berguna. Namun, dihidropiridin kelas calcium channel blockers tidak boleh
digunakan karena mereka tidak berpengaruh pada konduksi AV nodal. Intravena
calcium channel blockers yang mungkin efektif termasuk verapamil dan diltiazem.
Diantara β-blocker, metoprolol dan atenolol mungkin efektif. Jika dokter prihatin
tentang kemampuan pasien untuk mentolerir β-blocker, esmolol intravena, yang
memiliki halflife sangat singkat dapat digunakan. Verapamil adalah obat yang paling
umum digunakan sebagai alternatif untuk adenosin. Verapamil sangat berguna jika
adenosine merupakan kontraindikasi atau jika SVT berakhir cepat tapi segera
berulang. Selain itu amiodarone sebagai terapi antiaritmia juga dapat digunakan.
Evaluasi tetap dilakukan dengan melakukan EKG perhari. Hasilnya
menunjukkan SVT perbaikan dimana HR mengalami penurunan menjadi normal
yaitu mencapai <100 kali/permenit dan komplek QRS normal dan gelombang p yang
mulai terlihat. Pasien direncanakan untuk dilakukan Cor Angiography untuk melihat
fungsi pembuluh darah pada jantungnya, dengan adanya riwayat OMI sebelumnya.

18
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Takikardia supraventrikuler (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang
ditandai dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat dengan
frekuensi denyut jantung pasien diatas 100 kali per menit, yang disebabkan oleh
impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung. Kelainan pada SVT mencakup
komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Berdasarkan hasil
Elektrokardiografi SVT mempunyai kompleks bentuk QRS normal atau
supraventrikular namun dapat juga melebar atau abnormal. 4

3.2 Insidensi
SVT dapat terkena pada semua usia baik anak-anak maupun dewasa. Insiden
SVT pada populasi umum masih belum jelas, sebuah pemantauan pada pasien rawat
jangka pendek dari 301 pria dengan usia rata-rata 56 tahun didapatkan 76 % dengan
hasil elektrokardiografi menunjukkan gambaran SVT.4 Menurut penelitian yang di
lakukan Orejarena menyatakan bahwa pevalensi SVT adalah 0,84% dan mayoritas
pasien adalah laki-laki dengan usia 42. SVT (tidak termasuk atrial fibrilasi dan atrial
flutter) memiliki insiden 35 dari 100.000 dengan prevalensi 2,29 per 1000 orang.5
AVNRT sering terjadi pada dewasa (50-60%) sedangkan AVRT paling sering pada
anak-anak (30% dari seluruh SVT). Diperkirakan bahwa 50%-60% kasus SVT hadir
dalam tahun pertama kehidupan.3

3.3 Etiologi
SVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh denyut
atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol.
SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada pasien
dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung rematik,
perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan keracunan alkohol saat ini.
Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT.2

3.4 Mekanisme Terjadinya SVT


Mekanisme tersering yang menyebabkan timbulnya supraventrikular adalah
atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT), atrioventrikular
reciprocating (reentrant) tachycardia (AVRT), dan atrial tachycardia.6

19
1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)
AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang
menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan takikardi
jenis tersebut, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi cepat dan
jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup
trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik baru
melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari
nodus AV ke atrium) dan secara anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke
ventrikel) pada waktu yang bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel
yang bersamaan, gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada
depolarisasi atrium kadang-kadang akan memunculkan gelombang P pada akhir
kompleks QRS pada lead V1.6

Gambar 2. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia


dan gambaran EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)


AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih
jalur konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung
normal. Jalur aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu
menghantarkan impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain
nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan antidromik.7
Pada AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati
nodus AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah
jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis

20
ini adalah adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit
karena adanya konduksi retrograde. 8
Sedangkan impuls listrik pada AVRT antidromik akan dikonduksikan
berjalan turun melalui jalur aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde
melalui nodus AV. Karena jalur aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His,
kompleks QRS akan menjadi lebih lebar dibandingkan biasanya.9

Gambar 3. Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant)


tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

3) Atrial tachycardia
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati.
Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena
pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada
takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang P yang agak berbeda dengan
gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada
pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras
tambahan).10
Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah
sirkuit reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh
sebuah ritme reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar
300 kali/menit dan bersifat regular atau regular-ireguler. Pada gambaran EKG akan
tampak gelombang P dengan penampakan “sawtooth”. Perbandingan antara
gelombang P dan QRS yang terbentuk biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1.
Karena rasio gelombang P terhadap QRS cenderung konsisten, atrial flutter biasanya
lebih regular bila dibandingkan dengan atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat

21
menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih besar dari 100 kali per menit.
Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler baik pada
depolarisasi atrium maupun ventrikel.8,9

Gambar 4. Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang


timbul

3.6 Gejala Klinis


Karena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung struktural
dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin hadir dengan
gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul SVT
dan tingkat frekuensi sebagai berikut:7
 Palpitasi
 Dizziness
 Sesak napas
 Sinkop
 Nyeri dada
 Kelelahan
 Diaforesis
 Mual
Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh
pasien dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung
yang cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent
dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy.
Pasien yang hemodinamik tidak stabil harus segera disadarkan dengan
kardioversi. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan sesegera mungkin. Banyak

22
pasien dengan episode sering SVT cenderung menghindari kegiatan seperti
berolahraga dan mengemudi karena episode masa lalu sinkop.

3.7 Pemeriksaan Penunjang11


1. Elektrokardiografi
2. Echocardiografi
3. Cardiac catheterization and coronary angiography

3.8 Diagnosis
Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:12
1. Anamnesis
Dalam menganamnesa pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui durasi
dan frekuensi episode SVT, onsetnya, penyakit jantung sebelumnya dan hal –
hal yang dapat memicu terjadinya SVT. Hal – hal yang dapat memicu SVT
adalah alkohol, kafein, pergerakan yang tiba – tiba, stress emosional,
kelelahan dan obat – obatan. Gambaran ini dapat membedakan
supraventrikular takikardi dengan takiaritmia lainnya. Supraventrikular
takikardi memiliki onset dan terminasi palpitasi yang tiba – tiba, sedangkan
sinus takikardi memiliki onset yang mengalami percepatan ataupun
perlambatan secara bertahap.(lihat tabel 1). Dengan adanya gejala yang khas
pada anamnese yaitu onset yang tiba – tiba, cepat, palpitasi yang reguler,
dapat ditegakkan diagnosis supraventrikular takikardi tanpa dibutuhkannya
pemeriksaan EKG berulang. Adapun, pasien yang mengalami onset
supraventrikular takikardi yang tidak tiba – tiba sering kali mengalami
misdiagnosa dengan gangguan panik. 12,13
Karena keparahan gejala supraventrikular takikardi tergantung pada adanya
gangguan pada struktur jantung atau hemodinamik dari pasien, pasien dengan
paroksismal supraventrikular takikardi dapat memiliki gejala kardiopulmoner
ringan atau berat. Palpitasi dan dizziness merupakan gejala yang paling sering
dijumpai pada pasien supraventrikular takikardi. Nyeri dada dapat dijumpai
sekunder terhadap nadi yang cepat dan biasanya berkurang setelah terminasi
dari takikardi. 14

23
Gejala supraventrikular takikardi paroksismal yang sering dan frekuensinya
14
:
 Palpitasi – lebih dari 96 %
 Dizziness – 75%
 Nafas pendek – 47 %
 Pingsan- 20%
 Nyeri dada- 35 %
 Fatigue- 23 %
 Diaforesis- 17 %
 Mual- 13 %

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan respirasi.
Pasien sering tampak terganggu dan mungkin takikardi satu satunya yang
dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik yang baik.
Sedangkan pada pasien dengan gangguan hemodinamik dapat dijumpai
takipnu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi sekunder
terhadap gagal jantung, S3 dapat djumpai dan pulsasi vena jugularis juga
dapat terlihat. 4Pada pemeriksaaan fisik pada saat episode dapat menunjukkan
frog sign – penonjolan vena jugularis , gelombang yang timbul akibat
kontraksi atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup. 13,14
3. EKG
Persentasi EKG pada pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya
terdapat QRS kompleks yang sempit ( QRS interval kurang dari 120msec),
tetapi beberapa kasus ( kurang dari 10 %), dapat dijumpai QRS kompleks
yang lebar jika berhubungan dengan pre existing or rate related bundle
branch block. Pada QRS kompleks yang lebar, lebih baik kita
mengasumsikan takikardi berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan.
Setelah kembali ke irama sinus rhythm, ke 12 lead EKG harus diperhatikan
ada apa tidaknya gelombang delta (slurred upstroke at the onset of QRS
complex), yang mengindikasikan adanya jalur tambahan ( accessory
pathway). Adapun bukti adanya preexcitation dapat minimal ataupun absen

24
jika jalur tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan
“concealed”.14

3.9 Diagnosis Banding7


1. Sinus Tachycardia
2. Atrial Tachycardia
3. Atrial Flutter

3.10 Tatalaksana
Seperti halnya situasi jantung darurat, "gold standard ABC" (airway,
breathing, circulation) harus diikuti dalam manajemen darurat SVT. Pemeriksaan
cepat jalan napas pasien, pernapasan, dan sirkulasi harus dilakukan, dan semua
tanda-tanda vital harus didokumentasikan. Jika pasien dengan penurunan
hemodinamik atau kolaps kardiovaskular (keduanya merupakan kondisi yang tidak
biasa di SVT), kardioversi arus searah harus dilakukan tanpa ditunda. 7,9
Kebanyakan pasien yang datang dengan SVT hemodinamiknya stabil, yang
memungkinkan cukup waktu bagi dokter untuk memeriksa riwayat pasien,
pemeriksaan fisik, dan 12-lead EKG pemeriksaan. Pasien juga harus idealnya
menjalani noninvasif penilaian tekanan darah, pengukuran tingkat saturasi oksigen,
dan EKG monitoring. Suplementasi oksigen harus digunakan bila diperlukan.
Strategi awal untuk mengakhiri PSVT yang umumnya manuver vagotonic, seperti
pemijatan sinus karotis. Namun dokter harus mengevaluasi pasien apakah adanya
bruit karotis (suara abnormal) sebelum mencoba manuver ini, terutama pada pasien
usia lanjut. Manuver Valsava atau perendaman mungkin wajah dalam air dingin
juga dapat dicoba. Metode ini berfungsi untuk meningkatkan tonus vagal, yang dapat
memperpanjang AV nodal refractoriness ke titik AV block sehingga mengakhiri
takikardia. Perlu dicatat bahwa manuver vagotonic tidak akan menghentikan
takikardia atrium, tetapi mereka dapat membuat blok AV sementara, memperjelas
mekanisme yang mendasari dengan memungkinkan visualisasi dari gelombang P.4
Jika upaya ini tidak berhasil dalam mengakhiri SVT, langkah berikutnya
dalam pengobatan intervensi farmakologis. Strategi sebelumnya menggunakan infus
simpatomimetik obat (misalnya, methoxamine hidroklorida, phenylephrine), obat
parasympatomimetic (misalnya, neostigmin, edrophonium), atau digoxin sekarang
jarang digunakan. Penggunaan verapamil intravena dan adenosin telah menjadi
pengobatan standar. Adenosine memiliki waktu paruh yang cepat hanya beberapa

25
detik (sekitar 10 detik), dan menghasilkan intens namun transien AV blok.
Adenosine aman untuk digunakan pada pasien yang memiliki struktur penyakit
jantung karena tidak menghasilkan negative inotropik efek. Dosis awal standar
adenosin adalah bolus 6-mg, yang harus diberikan dengan cepat melalui jalur
intravena mengalir bebas. Dosis 12 mg atau bahkan 18 mg juga dapat digunakan.4
efek samping adenosine dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing dan
terjadinya AV blok.
Dalam beberapa kasus SVT, calcium channel blockers dan β-blocker
mungkin berguna. Namun, dihidropiridin kelas calcium channel blockers tidak boleh
digunakan karena mereka tidak berpengaruh pada konduksi AV nodal. Intravena
calcium channel blockers yang mungkin efektif termasuk verapamil dan diltiazem.
Diantara β-blocker, metoprolol dan atenolol mungkin efektif. Jika dokter prihatin
tentang kemampuan pasien untuk mentolerir β-blocker, esmolol intravena, yang
memiliki halflife sangat singkat dapat digunakan. Verapamil adalah obat yang paling
umum digunakan sebagai alternatif untuk adenosin. Verapamil sangat berguna jika
adenosine merupakan kontraindikasi atau jika SVT berakhir cepat tapi segera
berulang.4,15 Selain itu penggunaan obat amiodarone yang merupakan obat anti
aritmia yang cukup ampuh untuk mengurangi gejala takikardia, dengan menekan
terjadinya ventricular activity (VA) kompleks, selain itu juga berhasil pada 71%
pasien dimana diantaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Semua pasien
yang diterapi dengan amiodarone harus diperiksa fungsi hati dan fungsi tiroid setiap
3 bulan.
Jika gejala sudah teratasi pasien dengan SVT harus ditawarkan terapi
farmakologis atau ablasi kateter untuk pengobatan jangka panjang. Ablasi kateter
harus dipertimbangkan awal dalam pengelolaan PSVT karena yang terbukti efektif
dan memiliki risiko prosedural rendah, terutama jika pasien tidak menanggapi obat
atau enggan untuk minum obat. Ablasi kateter umumnya dilakukan secara rawat
jalan dengan kombinasi anestesi lokal dan sedasi sadar. Kateter dimasukkan ke
jantung melalui vena femoralis dan akses subklavia, dan studi elektrofisiologi
dilakukan untuk sepenuhnya menjelaskan sifat SVT tersebut.15
Kateter ablasi memiliki tingkat keberhasilan prosedural tinggi sekitar 95%
untuk pasien dengan takikardia klinis, khususnya AVNRT dan AVRT. Sebanyak 5%
dari pasien mungkin mengalami kekambuhan takikardia dan membutuhkan prosedur
kedua. Kateter ablasi sangat efektif dalam kebanyakan kasus SVT, terlepas dari

26
mekanisme. Penelitian menunjukkan ablasi yang mungkin lebih efektif untuk AVRT
dan AVNRT (> 95% tingkat keberhasilan) daripada untuk takikardia atrium (> 80%
tingkat keberhasilan). Namun demikian pada pertimbangan tertentu, seperti pasien
dengan usia yang sangat tua atau penyakit penyerta, dapat menyebabkan suatu dokter
menolak untuk penggunaan kateter ablasi. Cryoablation (yaitu menggunakan dingin
yang ekstrim untuk menghasilkan "lesi") adalah prosedur lain yang dapat digunakan
untuk mengikis baik AVNRT atau AVRT. Cryoablation mungkin memiliki risiko
lebih rendah Blok AV dari ablasi kateter.4,15

27
Algoritma Penatalaksanaan Jangka Pendek SVT

28
Algoritma Manajemen Jangka Panjang SVT

3.11 Komplikasi6
1. Pingsan
2. Gagal Jantung jika memiliki masalah lain pada jantung seperti kelainan katup
3. Kematian jika memiliki sindron Wolff-Parkinson-White (WPW).

3.12 Prognosis7
Prognosis pada SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang
mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis yang
sangat baik.
Morbiditas dan mortalitas SVT dapat tiba-tiba dan berakhir di mana saja dari
detik ke hari. Pasien mungkin asimptomatik, tergantung pada cadangan
hemodinamik dan denyut jantung, durasi dari SVT, dan penyakit penyerta.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Wang Paul, Estes Mark. 2002. Supraventrikular Tachycardia. American Heart


Association. p.1-3
2. Lundqvist-Blomstrom C, et. al. 2008. ACC/AHA/ESC guidelines for the
management of patients with supraventricular arrhythmias – executive
summary. European Heart Journal. 1857-1897
3. Porter MJ, Morton JB, Denman R, et al. Influence of age and gender on the
mechanism of sipravebtricular tachycardia. Heart rhytm 2004; 1393-69
4. Fox DJ, et al. Supraventricular Tachycardia: Diagnosis and Management. Mayo
clinic proc. 2008.12:1400-11
5. Orejarena LA, Vidaillet H, De Stefeno F, et al. paroxysmal supraventricular
takicardia in the general population. J Am Coll Cardiol. 2005.1:150-157
6. Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular
Tachycardia. The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.
7. Lily. LS. 2011. Pathophysiology of Heart Disease. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
8. Colucci RA, Silver MJ, Shubrook J. Common Types of supraventrikular
tachycardia: diagnosis and management. American Family Physician.
2010.8:942-52
9. Rilantono, Lily I, 2012. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:FKUI
10. Robert-Thomson KC, Kistler PM, Kalman JM. Focal atrial Tachycardia I:
clinical features, diagnosis, mechanisms, and anatomic location. Pacing Clin
Electrophyical. 2006.29:643-52
11. ll, et. Al. 2010. Common Types of SVT: diagnosis and management. Am
Physician. pp. 942-952
12. Delacretaz, E. 2006. Supraventricular Tachycardia.The New England Journal of
Medicine. 1039-1051
13. Medi, Carolin, Kalman JM, Freedman SB. Supreventricular tachycardia.
Awebsite
http://www.mja.com.au/public/issue/190_05_020309/med10727fm.html.
Accessed 25 November 2015

30
14. Monika G, paroxysmal supraventricular tachycardia. Website
http://www.emedicine.medscape.com/article/156670-overview. accessed June 7
2015\
15. Davis, P.D. 2012. Supraventricular Tachycardia (SVT, PSVT)
http://www.emedicinehealth.com/supraventricular_tachycardia/article_em.htm#
supraventricular_tachycardia_svt_psvt_overview. Diakses tanggal June 7 2015

31

Anda mungkin juga menyukai