Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR FEMUR

Disusun oleh:

Ichtiarsyah Suminar

1113103000009

Pembimbing:

dr. Jamot S., SpOT

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

FK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PERIODE 16 OKTOBER – 24 DESEMBER 2017


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2

BAB II ILUSTRASI KASUS...................................................................................................3

I. Identitas Pasien............................................................................................................3

II. Anamnesis....................................................................................................................3

III. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................4

IV. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................6

V. Resume.......................................................................................................................10

VI. Diagnosis....................................................................................................................10

VII. Tatalaksana................................................................................................................10

VIII. Prognosis....................................................................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................12

BAB IV PENUTUP................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................31

1
BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh
kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.
Rekonstruksi terjadinya kecelakaan penting untuk menduga fraktur yang terjadi. Setiap
trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat merusak jaringan lunak di sekitar
fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ-organ
penting lainnya.1

Fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau
pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan lalu lintas.
Femur merupakan tulang besar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat
kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras diperlukan untuk menimbulkan fraktur
femur.1

Fraktur harus ditinjau secara keseluruhan dan diatasi secara simultan agar mendapat
hasil yang optimal.1

2
BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
No. RM : 01554247

Nama : Tn. S

Umur : 21 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Pondok Pinang, RT 04/RW 011, Kebayoran Lama

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Status Pernikahan : Belum Kawin

II. Anamnesis
 Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan setelah kecelakaan pada tanggal 21
November 2017

 Keluhan Tambahan
Tungkai kanan memar, bengkak, nyeri pada saat digerakkan.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri pada tungkai kanan setelah mengalami
kecelakaan pada tanggal 21 November 2017. Pasien menyebutkan bahwa ia
tidak dapat mengingat kronologis kejadiannya. Berdasarkan cerita dari
keluarga pasien, pada saat kejadian pasien sedang mengendarai sepeda motor
menuju tempat kerjanya pada pagi hari, kemudian saat pasien sedang melaju
dengan kecepatan cukup kencang, terdapat motor lain yang sedang berbelok
kea rah kanan tanpa menggunakan lampu sen. Sisi kanan motor pasien

3
menabrak motor tersebut, kemudian saat pasien hendak terjatuh pasien
tertabrak mobil yang melaju dari arah kanan.
Pasien merasa tungkai kanannya nyeri, sedikit bengkak, memar, dan
nyeri pada saat digerakkan. Pasien juga merasakan sedikit pusing. Pasien tidak
mengalami luka terbuka, tidak terdapat perdarahan aktif baik dari hidung
maupun telinga. Pasien masih agak sedikit mual. Pasien tidak merasa sesak,
tidak ada rasa nyeri pada bagian dada maupun perut.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat alergi makanan atau obat-obatan tidak ada. Riwayat asma tidak ada.
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Pada keluarga tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
alergi dan asma.

 Riwayat Sosial
Pasien merokok sekitar 6 batang per harinya. Pasien tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol.

III. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum: Pasien tampak sakit sedang.
 Kesadaran: Compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15).
 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit reguler isi cukup
Suhu : 36°C
Frekuensi pernapasan : 20 kali/menit
 Kepala
Deformitas (-), luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-).

4
 Mata
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-), konjungtiva pucat
-/-, pupil isokor dengan diameter 3 mm, RCL/RCTL ++/++.
 Hidung
Deformitas (-), luka terbuka (-), rinorrhae (-), edema (-), hematom (-).
 Telinga
Deformitas (-), luka terbuka (-), otorrhae (-), edema (-), hematom (-).
 Mulut
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-), bibir pucat (+),
sianosis (-).
 Leher
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-), trakea di tengah,
KGB tidak teraba.
 Thorax
Paru :
Inspeksi : jejas (-), simetris dalam statis dan dinamis, retraksi
intercostal (-).
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri sama kuat, nyeri tekan (-).
Krepitasi (-).
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronchi
-/-, wheezing -/-.
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas atas : ICS III parasternal sinistra
batas kanan : ICS V midsternalis
batas kiri : ICS V midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-).
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.

5
Auskultasi : bising usus (+) normal.
 Ekstremitas
Lihat status lokalis

STATUS LOKALIS
1. Pada regio femur dextra:
 Look: deformitas (+), edema (+), hematom (+) di proksimal, luka
terbuka (-).
 Feel: nyeri tekan (+) terutama di proksimal, pulsasi arteri poplitea
teraba, pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba, CRT<2
detik, sensorik baik.
 Move: ROM sendi panggul terbatas karena nyeri.
2. Pada regio genu dextra:
 Look: deformitas (-), edema (-), hematom (-), luka terbuka
(-).
 Feel: nyeri tekan (-), sensorik baik.
 Move: ROM sendi lutut terbatas karena terfiksasi dan terpasang traksi.
3. Pada regio cruris dan pedis dextra:
 Look: deformitas (-), pucat (-) terutama pada pedis, edema (-),
hematom (-), luka terbuka (-).
 Feel: nyeri tekan (-), akral hangat, pulsasi arteri tibialis posterior dan
dorsalis pedis teraba, CRT <2 detik, sensorik baik.
 Move : ROM ankle terbatas karena terfiksasi dan terpasang traksi.

IV. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 21-11-2017 pukul 11:25:59 WIB.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
- Hemoglobin 13,3 13,2-17,3 g/dl
- Hematokrit 41 33-45 %

6
- Leukosit 18,6 5-10 ribu/Ul
- Trombosit 326 150-400 ribu/Ul
- Eritrosit 4,49 4,40-5,90 juta/Ul
- VER 91,1 80,0-100,0 fl
- HER 29,6 26,0-34,0 pg
- KHER 32,5 32,0-36,0 g/dl
- RDW 12,5 11,5-14,5 %
- Golongan darah O/Rh(+)
KIMIA KLINIK
a. Fungsi hati
- SGOT 268 0-34 u/l
- SGPT 155 0-40 u/l
b. Fungsi ginjal
- Ureum darah 26 20-40 mg/dl
- Creatinin darah 1,1 0,6-1,5 mg/dl
c. Diabetes
- Gula darah sewaktu 205 70-140 mg/dl
d. Elektrolit
- Natrium darah 141 135-147 mmol/l
- Kalium darah 3,38 3,10-5.10 mmol/l
- Clorida darah 101 95-108 mmol/l
HEMOSTASIS
APTT 29,7 26,3-40,3 detik
Kontrol APTT 30,7
PT 14,4 11,5-14,5 detik
Kontrol PT 13,6
INR 1,07

7
 Pemeriksaan Radiologi

Rontgen thoraks PA tanggal 21-11-2017.

Interpretasi:
o Posisi os tidak simetris
o Trakea di tengah
o Mediastinum superior tidak melebar
o Cor : Ukuran dan bentuk normal, CTR <50%, aorta baik
o Pulmo : Kedua hilus tak menebal, corakan bronkovaskular dan parenkim baik
o Keuda sinus dan diafragma baik
o Tulang-tulang iga dan soft tissue baik
o Kesan : Cor/Pulmo dalam batas normal

8
Rontgen femur dextra AP/Lat tanggal 21-11-2017.

Interpretasi:
- Femur kanan : tampak fraktur transversal cum contractorium pada 1/3 proksimal
os femur kanan dengan pergeseran fragmen proksimal ke sisi medial

Rontgen Pelvis tanggal 21-11-2017.

9
Interpretasi:
- Struktur tulang baik
- Korteks tulang baik
- Trabekulasi tulang normal
- Sendi coxae dan sacroilliaca bilateral baik
- Tulang-tulang pelvis baik
- Tampak fraktur transversal cum contractorium pada 1/3 proksimal os femur kanan
- Kesan: tulang-tulang dan sendi pelvis baik; Fraktur transversal cum
contractorium pada 1/3 proksimal os femur kanan

V. Resume
Pasien laki-laki 21 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri pada tungkai
kanan setelah kecelakaan jatuh dan tertabrak mobil dari arah kanan pada saat
mengendarai motor tanggal 21 November 2017. Tungkai kanan memar, bengkak,
nyeri pada saat digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis (GCS 15),


tampak sakit sedang. Tanda vital dalam batas normal, status generalis dalam batas
normal. Pada status lokalis ditemukan deformitas, edema, dan hematoma pada
regio femur dextra tanpa disertai adanya luka terbuka. Terdapat nyeri tekan pada
region femur dextra terutama pada bagian proximal. Pulsasi arteri poplitea, tibialis
posterior, dan dorsalis pedis teraba, CRT <2 detik. Sensorik Baik. ROM sendi
panggul terbatas karena nyeri dan terpasang traksi pada tungkai kanan pasien.

Pada pemeriksaan penunjang rontgen femur dextra AP/lateral didapatkan


fraktur transversal cum contractorium pada 1/3 proksimal os femur kanan dengan
pergeseran fragmen proksimal ke sisi medial.

VI. Diagnosis
Closed fracture, complete, transverse, 1/3 proximal os. Femur dextra

VII. Tatalaksana
Non-medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% /24 jam
 Imobilisasi sementara pada tungkai kiri, dilakukan traksi
 Observasi keadaan umum dan tanda vital

10
Medikamentosa
 Ceftriaxone 2g IV
 As. Mefenamat 3x500mg PO
 Ranitidine 2x150mg PO
Operatif:
 Open Reduction Internal Fixation (Plate and Screw)

VIII. Prognosis
Ad Vitam : Bonam

Ad Functionam : Dubia ad Bonam

Ad Sanactionam : Bonam

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Femur

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.2

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke


bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita
sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat
karena dapat dirubah oleh penyakit.2

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan
dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat
tuberculum quadratum.2

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan, licin dan


bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke
bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada
condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan
posteriornya, disebut fascia poplitea.2

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk

12
articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum
adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.2

Gambar 1. Anatomi Femur

B. Fraktur
- Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan


yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.3

Fraktur dapat berupa suatu retakan, fraktur lengkap atau fragmen tulang
bergeser. Bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh disebut fraktur tertutup, sedangkan
bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi disebut
fraktur terbuka.4

13
- Epidemiologi

Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan
usia dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut, prevalensi cenderung lebih banyak terjadi
pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon.5

- Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat :

a. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.6

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena
dan jaringan lunak dapat rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.6

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.6

Kekuatan dapat berupa:6

1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral.


2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang.
3. Penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian
melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang
terpisah.
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek.
5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik tulang sampai
terpisah.

14
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan
dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.3

Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan fraktur dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur
terbuka. Fraktur di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan fraktur
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.3

b. Tekanan yang berulang-ulang


Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang.6

c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena tulang lemah (misalnya
oleh tumor) atau tulang sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).6

- Diagnosis

Pada ananmnesis dapat ditemukan riwayat cedera, diikuti dengan


ketidakmampuan menggunakan anggota tubuh yang mengalami cedera. Fraktur tidak
selalu dari tempat yang cedera. Usia pasien dan mekanisme cedera penting diketahui.
Bila fraktur terjadi akibat cedera yang ringan dicurigai ke arah lesi patologik.5

Manifestasi klinis fraktur adalah hilangnya fungsi, tanda-tanda inflamasi yang


berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal, merah/perubahan warna, dan panas
pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat
berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada
ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak
sendi), pseudoartrosis dan gerakan abnormal.4,5

Tanda-tanda lokal fraktur:5

- Look: pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,


angulasi, rotasi, pemendekan), luka terbuka atau tertutup.

15
- Feel: terdapat nyeri tekan setempat, pemeriksaan bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
- Movement: krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, pergerakan
sendi-sendi dibagian distal cedera.
Pada pasien fraktur juga perlu dinilai adanya syok atau perdarahan; kerusakan
yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera; dan penyebab
predisposisi (misalnya penyakit paget).6

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan foto X-ray, yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi
yaitu anterior-posterior dan lateral, serta meliputi 2 sendi. Dengan pemeriksaan foto
X-ray ini dapat dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang.
Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.4,6

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan foto X-
ray pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga adanya fraktur, maka ditindak sebagai
fraktur sampai terbukti penyebab lain.5

- Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas: 4 complete,
dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta
incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi sebagai berikut:4

 Fissure/Crack/Hairline: tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di


tempat, biasa terjadi pada tulang pipih.
 Greenstick Fracture: biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae.
 Buckle Fracture: fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam.

16
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi sebagai berikut:4

 Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100 o dari sumbu
tulang).
 Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80 o
atau >100 o
dari
sumbu tulang).
 Longitudinal: garis patah mengikuti sumbu tulang.
 Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
 Comminuted: terdapat 2 atau lebih garis fraktur.

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur, pembagian fraktur sebagai berikut:4

a. Undisplace: fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya.


b. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
- Shifted Sideways: menggeser ke samping tapi dekat.
- Angulated: membentuk sudut tertentu.
- Rotated: memutar.
- Distracted: saling menjauh karena ada interposisi.
- Overriding: garis fraktur tumpang tindih.
- Impacted: satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

Gambar 2. Tipe Fraktur Menurut Garis Frakturnya

17
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih
utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka,
yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang
yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.3,7

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
luka dan berat ringannya fraktur.2

Tabel 1. Derajat Fraktur Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson

Kemudian Gustillo et al. membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Anderson menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC.8

- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high
energy tanpa memandang luas luka.
- IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.

18
Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III oleh Gustillo, Mendoza dan Williams

 Klasifikasi Fraktur Femur


Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam:6
a. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi
dalam:
- Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
- Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur subtrochanter femur


Fraktur subtrochanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm
distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu:
- Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trochanter minor.
- Tipe 2: garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor.
- Tipe 3: garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor.

c. Fraktur batang femur


Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan keadaan syok.

19
Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka
yang berhubungan dengan daerah yang patah, dibagi menjadi:
- Tertutup
- Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar.

d. Fraktur supracondyler femur


Fraktur supracondyler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.

e. Fraktur intercondyler
Biasanya fraktur intercondyler diikuti oleh fraktur supracondular,
sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

f. Fraktur condyler femur


Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Hal yang perlu diperhatikan pada fraktur femur adalah adanya perdarahan, terbuka
atau tertutup sekitar 2 sampai 4 unit (1-2 liter).9

C. Proses Penyembuhan Fraktur

Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:5,7

1. Stadium Pembentukan Hematom:

- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang ruptur.
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot).
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

20
2. Stadium Proliferasi Sel/Inflamasi:

- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.


- Sel-sel ini menjadi prekursor osteoblast.
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
- Terjadi setelah hari ke-2.

3. Stadium Pembentukan Kallus:

- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).


- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
- Terjadi setelah 6-10 hari.

21
4. Stadium Konsolidasi:

- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi.


- Fraktur teraba telah menyatu.
- Secara bertahap menjadi tulang matur.
- Terjadi pada minggu ke 3-10.

5. Stadium Remodeling:

- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.


- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.

22
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi:
usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan
pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai
(seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan
pada lokasi fraktur.7,8,9

D. Penatalaksanaan Fraktur
 Penatalaksanaan Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk


melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah, kemudian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Anamnesis dan pemeriksaan
fisis dilakukan secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian dilakukan foto
radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.5,7,8

 Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak


menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka

23
bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan.5,7,8

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.5,7,8

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dinilai untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.5,7,8

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.5,7,8

 Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi (4R): recognition,


reduction, retention/imobilisasi, serta pengembalian fungsi dan kekuatan normal
dengan rehabilitasi:5,7

a. Recognition, yaitu: diagnosis dan penilaian fraktur.


b. Reduction
Yaitu restorasi fragmen fraktur sehingga didapat posisi yang dapat
diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah
untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi

24
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasari tetap sama. Reduksi fraktur dilakukan sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan
Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
diminta persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila
diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi
anatomis. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ektremitas untuk penyembuhan tulang. Foto X-ray dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang
benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
3. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Retention/imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya
sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi
adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester,
fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng,
sekrup, kawat, batang, dll).

25
11

- Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.
Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa
jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir
selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat
memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat
penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam
waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah
tambahan dan risiko infeksi.

Gambar 3. Fiksasi Interna

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang cepat dengan trauma yang


minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan.
Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat
mempertahankan panjang dan rotasi.

- Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke-6, cast brace dapat

26
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang
rigid juga cocok untuk tindakan ini.

Gambar 4. Fiksasi Eksterna

Tabel 3. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur

d. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian
yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan

27
reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau
status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali
secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel 4. Ringkasan Tatalaksana Tindakan terhadap Fraktur

28
E. Komplikasi Fraktur
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur adalah:2,7,8
a) Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal: dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom,
spasme arteri, kontusio, sindrom kompartemen), kerusakan saraf, kerusakan
otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik: syok hemoragik.

b) Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal: sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada
tulang (infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik: emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus,
delerium tremens.

c) Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian: dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi
persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang: yaitu penyembuhan tulang abnormal (mal union, delayed
union dan non union). Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung
dalam posisi tidak anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh
dengan angulasi, atau sembuh dengan rotasi. Delayed union adalah proses
penyembuhan fraktur yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini berarti
bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan fraktur berhenti
sama sekali dan penyembuhan fraktur tidak akan terjadi tanpa koreksi
pembedahan.
3. Komplikasi pada otot: miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut.
4. Komplikasi saraf: Tardy nerve palsy.

29
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
 Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, tekanan yang berulang, dan fraktur patologis.
 Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis (riwayat trauma), pemeriksaan fisik (look,
feel, move) dan penunjang (rontgen).
 Prinsip penanganan fraktur: recognition, reduction, retention/imobilisasi dan
rehabilitasi.
 Pada fraktur harus dinilai komplikasi yang mungkin terjadi dan cedera pada tempat
lain.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Salter R.B. Fractures and Joint Injuries-General Features. Dalam : Johnson EP,
Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System, Pennsylvania :
Williams & Wilkins, 1999: 417-97.
2. Gray Henry, Gray’s Anatomy of The Human Body, The Femur, www.bartleby.com,
2-14.
3. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC. Jakarta:
1998. pp.1138-96
4. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi, buku 1.
Edisi 1. Semarang: 1989
5. Mc Rae R, Esser M. The Diagnosis of Fractures and Principles of Treatment. Practical
Fracture Treatment. 4th Edition. Churcill Livingstone, 2002: 25-50.
6. Anonim, Fraktur Femur. Dalam Kumpulan kuliah Ilmu Bedah Khusus, Aksara
Medisina FKUI, Jakarta 1987, 115-117.
7. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.
Makassar: 2007. pp. 352-489
8. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. From:
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-
Care.htm.

31

Anda mungkin juga menyukai