Disusun oleh :
dr. Imarra Nusaibah
DPJP :
dr. Paulina Thiomas Ulita, M.Sc, Sp.S
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 2 Juli
2021 di Ruang Perawatan BPJS Lantai 4 RSHT.
Keluhan Utama: Kelemahan anggota gerak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak sisi kiri sejak pukul 02.00 dini hari
tanggal 1 Juli 2021 (14 jam SMRS). Kelemahan anggota gerak muncul secara tiba-tiba.
Nyeri kepala (-), bicara pelo (-), bibir perot (-), tersedak saat minum (-), mual (-), muntah
(-), pandangan kabur (-), demam (-), kejang (-), kesemutan (-). BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-), anosmia (-), ageusia (-).
3
Riwayat jatuh disangkal
Riwayat alergi disangkal
4
Thoraks :
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus dinding atas kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS
Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal kanan
Batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal kiri
Batas jantung kiri : 2 cm lateral ICS 5 linea midclavicula kiri
Auskultasi : HR reguler, bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Ruam kulit -/- -/-
Cap. Refill <2 dtk/<2 dtk <2 dtk/<2 dtk
5
Status Neurologis
a. Kepala
Bentuk : Mesosefal
Nyeri tekan :-
Simetri :+
Pulsasi :+
b. Leher
Pergerakan : Bebas
Kaku kuduk :-
c. Nn. craniales
1) n. olfactorius
Kanan Kiri
Subjektif dalam batas dalam batas
normal normal
Objektif dalam batas dalam batas
normal normal
2) n. opticus
Kanan Kiri
Tajam penglihatan dalam batas dalam batas
normal normal
Lapangan tidak dilakukan tidak dilakukan
penglihatan
Melihat warna dalam batas dalam batas
normal normal
3) n. occulomotoris
Kanan Kiri
Sela mata ± 1,5 cm ± 1,5 cm
Pergerakan bulbus bebas bebas
Strabismus - -
Nystagmus - -
Eksoftalmus - -
6
Pupil
Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk bulat bulat
Refleks terhadap + +
sinar
4) n. trochlearis
Kanan Kiri
Pergerakan mata dalam batas dalam batas
(ke bawah – normal normal
keluar)
Sikap bulbus simetris simetris
Melihat kembar - -
5) n. trigeminus
Kanan Kiri
Membuka mulut + +
Mengunyah + +
Menggigit + +
Sensibilitas wajah + +
6) n. abducens
Kanan Kiri
Pergerakan mata ke dalam batas dalam batas
lateral normal normal
Sikap bulbus simetris simetris
Melihat kembar - -
7) n. facialis
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
7
Memperlihatkan + +
gigi
Mencucu + +
Pengecapan lidah tidak dilakukan tidak dilakukan
bagian depan
8) n. vestibulocochlearis
Kanan Kiri
Suara berbisik dalam batas dalam batas
normal normal
Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Schwabach tidak dilakukan tidak dilakukan
9) n. glossopharyngeus
Pengecapan lidah tidak dilakukan
bagian belakang
Sensibilitas faring tidak dilakukan
10) n. vagus
Arcus faring simetris
Uvula tidak ada
lateralisasi
Menelan dalam batas
normal
11) n. accesorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu + +
Memalingkan + +
kepala
8
12) n. hipoglossus
Pergerakan lidah dalam batas normal
Tremor lidah -
Artikulasi dalam batas normal
d. Anggota gerak
1) Anggota gerak atas (lengan)
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan + ↓
Kekuatan 5/5/5 2/2/2
Tonus N N
Trofi E E
Refleks fisiologis +2 +2
Refleks patologis - -
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
9
e. Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : tidak dilakukan
Romberg test : tidak dilakukan
Ataxia : tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : tidak dilakukan
Rebound phenomenon : tidak dilakukan
f. Rangsang meningeal
Kaku kuduk : -/-
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
Kernig : -/-
Laseque : -/-
g. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor :-
Athetose :-
Chorea :-
h. Fungsi vegetatif
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
10
Serologi
Rapid Antigen Negatif Negatif
COVID-19
11
c. Rontgen Thorax AP (1 Juli 2021)
12
d. CT Scan Kepala Non Kontras (1 Juli 2021)
- Tampak multiple lesi hipodens pada basal ganglia, thalamus dan corona radiata
bilateral serta di daerah pons
- Sistem ventrikel dan cysterna tampak dilatasi simetris
- Sulci dan gyri tampak lebar dan dalam
- Tidak tampak deviasi midline struktur
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Orbita dan mastoid bilateral tampak baik
- Tulang-tulang calvaria tampak normal
- Kesimpulan : Brain atrophy
Multiple ischemic cerebral infarction pada basal ganglia,
thalamus dan corona radiata bilateral serta di daerah pons
13
1.5 Resume
a. Anamnesis
Seorang wanita 69 tahun datang dengan keluhan :
- Kelemahan anggota gerak kiri, onset 14 jam SMRS, muncul secara tiba-tiba
- RPD : HT (+) ± 5 tahun. Riwayat DM, stroke, penyakit jantung, alergi, trauma
disangkal
- RPK disangkal
- RSE : kesan cukup
b. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis : dalam batas normal
- Status neurologis : hemiparesis sinistra. Fungsi sensorik dan otonom dalam
batas normal
c. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : peningkatan Hb, Ht, Na+, Cl-, penurunan K+
- EKG : sinus takikardi
- Rontgen thorax : kardiomegali dengan aortosklerosis
- CT scan kepala non kontras : brain atrophy, multiple ischemic cerebral
infarction pada basal ganglia, thalamus dan corona radiata bilateral serta di
daerah pons
1.7 Tatalaksana
IVFD Asering 1000cc/24 jam
Citicolin 2 x 500 mg IV
Omeprazole 2 x 40 mg IV
Miniaspi 4 tab dilanjutkan 1 x 80 mg PO
14
1.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
1.9 Follow up
02/07/2021 (Hari perawatan ke-1)
S Lemah anggota gerak sisi kiri, pusing (+), mual (-), muntah (-)
O KU sedang, kesadaran CM (GCS E4M6V5)
TD 130/90 mmHg, N 72x/menit, RR 21x/menit, t 36,7oC
Mata : CA (-/-/), SI (-/-/)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-), S1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan epigastrium (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT <2”, motorik 5/2/5/2, sensorik
dbn
A Stroke infark
P Konsul rehab medik
Simvastatin 1 x 10 mg PO
IVFD Asering 1000cc/24 jam
Citicolin 2 x 500 mg IV
Omeprazole 2 x 40 mg IV
Miniaspi 1 x 80 mg PO
KSR 1 x 600 mg PO
15
A Stroke infark
P Fisioterapi
Clopidogrel 1 x 75 mg PO
Simvastatin 1 x 10 mg PO
IVFD Asering 1000cc/24 jam
Citicolin 2 x 500 mg IV
Omeprazole 2 x 40 mg IV
Miniaspi 1 x 80 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
KSR 1 x 600 mg PO
16
TD 130/90 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, t 36oC
Mata : CA (-/-/), SI (-/-/)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-), S1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan epigastrium (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT <2”, motorik 5/2/5/2, sensorik
dbn
A Stroke infark
P Rawat jalan
Obat pulang :
• Citicolin 2x500 mg PO
• Omeprazole 2x20 mg PO
• Miniaspi 1x80 mg PO
• Simvastatin 1x10 mg PO
• Disolf 3x1 PO
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18
Diabetes melitus
Konsumsi alcohol
Penyakit jantung
Genetik
Usia Hipertensi
Jenis kelamin Merokok
Ras Rasio lingkar pinggang
Stroke hemoragik dengan lingkar panggul
Pola makan
Konsumsi alkohol
Genetik
19
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan
enzim, adenosin difosfat yang mengawali proses koagulasi. Trombus akan membesar dan
menutup lumen arteri, atau trombus dapat terlepas dan membentuk emboli yang akan
mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah lain. Pada kasus ini jaringan mati
karena kehilangan suplai oksigen secara cepat, bila hal ini terjadi di otak disebut stroke.
20
Gambar 3. Ilustrasi stroke trombosis dan emboli
21
• Afasia atau ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengingat kata-kata karena
cedera pada pusat verbal otak.
b. Infark Arteri Serebri Anterior (ACA)
Arteri serebri anterior (ACA) mengalirkan darah ke korteks motorik frontal,
prefrontal, primer, sensorik primer, dan motorik tambahan. Infark ACA murni jarang
terjadi karena supply darah kolateral yang signifikan yang disediakan oleh arteri
sirkulasi anterior. Korteks sensorik dan motorik menerima informasi sensorik dan
mengontrol gerakan ekstremitas bawah kontralateral. Area motorik tambahan berisi
area Broca, yang terlibat dalam inisiasi bicara. Korteks prefrontal berfungsi untuk
mengatur dan merencanakan perilaku kompleks dan dianggap mempengaruhi
kepribadian.5,7
Distribusi ACA melibatkan korteks serebral medial. Korteks somatosensori di
area itu terdiri dari fungsi motorik dan sensorik pada tungkai dan kaki. Presentasi klinis
dari infark ACA termasuk sensorik kontralateral dan defisit motorik di ekstremitas
bawah. Kumral dkk. meneliti spektrum klinis ACA dan korelasinya dengan MRI /
MRA dan menunjukkan bahwa lesi sisi kiri muncul dengan lebih banyak afasia motorik
transkortikal, di mana pasien mengalami kesulitan merespons secara spontan dengan
ucapan, tetapi pengulangan dapat dilakukan. Lesi sisi kanan muncul dengan keadaan
kebingungan yang lebih akut dan hemineglect motorik (fungsi motorik unilateral
hilang).5,7
c. Infark Arteri Serebri Posterior (PCA)
Arteri serebri posterior superfisial mengalirkan darah ke lobus oksipital dan
bagian inferior lobus temporal, sedangkan PCA profunda mengalirkan darah ke
thalamus dan crus posterior capsula interna, serta struktur dalam otak lainnya. Lobus
oksipital adalah lokasi area visual primer dan sekunder, di mana input sensorik dari
mata diinterpretasikan. Thalamus menyampaikan informasi antara neuron ascenden
dan descenden, sedangkan capsula interna berisi traktus kortikospinalis lateral dan
ventral.5,7
Infark PCA dapat dibagi menjadi kategori superfisial dan profunda, berdasarkan
supply darah PCA. Jika segmen profunda PCA terkena, gejala mungkin termasuk
hipersomnolen, defisit kognitif, gangguan okular, hypoesthesia, dan ataksia. Gangguan
okuler mungkin termasuk hemianopsia homonim, di mana pasien mengalami defisit
lapang pandang pada separuh lapang pandang mereka. Infark yang lebih besar yang
melibatkan struktur dalam dapat menyebabkan hilangnya hemisensori dan hemiparesis
22
karena keterlibatan thalamus dan capsula interna. Infark superfisial ditandai dengan
defisit visual dan somatosensori, yang dapat mencakup gangguan stereognosis, sensasi
taktil, dan propriosepsi. Jarang infark PCA bilateral muncul dengan gejala amnesia dan
kebutaan kortikal. Kebutaan kortikal disebabkan oleh lesi pada radiasi optik yang
menyebabkan kehilangan penglihatan. Nyeri kepala unilateral adalah temuan umum,
yang bisa disalahartikan sebagai migrain yang rumit. 5,7
d. Infark Vertebrobasilar
Wilayah vertebrobasilar otak disupply oleh arteri vertebralis dan arteri basilar
yang berasal dari dalam vertebra dan berakhir di Circle of Willis. Area ini mengalirkan
darah ke otak kecil dan batang otak. Presentasi klinis termasuk ataksia, vertigo, sakit
kepala, muntah, disfungsi orofaring, defisit lapang pandang, dan temuan okulomotor
yang abnormal. Pola presentasi klinis berbeda-beda tergantung lokasi dan pola infark
emboli atau aterosklerosis.5,7
e. Infark Cerebellar
Pasien mungkin datang dengan gejala ataksia, mual, muntah, sakit kepala,
disartria, dan vertigo. Edema dan kerusakan klinis yang cepat dapat memperberat infark
serebelar.7
f. Infark Lakunar
Infark lakunar terjadi akibat oklusi arteri perforantes. Mekanisme pastinya
masih diperdebatkan, karena sifat infark dapat diakibatkan oleh oklusi pembuluh darah
intrinsik atau emboli. Infark di wilayah ini bisa muncul dengan gejala kehilangan
motorik atau sensorik murni, defisit sensorimotor, atau ataksia dengan hemiparesis. 7
23
• Kelumpuhan satu sisi atau kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan
otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan,
wicara, dan sebagainya;
• Gangguan fungsi keseimbangan;
• Gangguan fungsi penglihatan;
• Gangguan fungsi penghidu;
• Gangguan fungsi pendengaran;
• Gangguan fungsi somatik sensorik; dan
• Gangguan neurobehavioural
Berikut adalah cara membedakan stroke hemoragik dengan stroke infark dari
anamnesis.9
Tabel 2. Perbedaan stroke hemoragik dengan stroke infark (1)
Gejala Stroke hemoragik Stroke infark
Onset Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Nyeri kepala +++ ±
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ±
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien stroke antara lain ditemukannya penurunan
kesadaran (Glasgow Coma Scale/GCS), kelumpuhan saraf kranial, kelemahan
motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan neurobehavioural, dan tanda
rangsang meningeal atau kaku kuduk (pada perdarahan subarakhnoid). 8
Berikut adalah cara membedakan stroke hemoragik dengan stroke infark dari
pemeriksaan fisik.9
Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dengan stroke infark (2)
Tanda Stroke Hemoragik Stroke Infark
Edema papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, ++ -
Brudzinski
24
c. Kriteria Diagnosis
Sebelum dilakukan pemeriksaan menggunakan alat penunjang, penegakan
diagnosis stroke dapat menggunakan alat diagnostik klinis berupa sistem skoring
sederhana. Sistem skoring sederhana yang umum digunakan di Indonesia yaitu skor
Siriraj dan algoritma Gajah Mada.4
25
tidak memiliki 3 gejala yang disebutkan di atas (penurunan kesadaran, nyeri kepala,
refleks babinski).4
d. Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien dengan suspek stroke akut harus dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti dibawah ini saat masuk ke IGD yang meliputi :10
• Elektrokardiogram (EKG)
• Pencitraan otak : CT scan kepala non kontras atau MRI
• Pemeriksaan laboratorium darah antara lain : hematologi rutin, gula darah sewaktu,
fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Activated Partial Thrombin Time (APTT),
Prothrombin Time (PT). Pemeriksaan laboratorium di ruangan antara lain gula
darah puasa dan 2 jam setelah makan, profil lipid, C-Reactive Protein (CRP), laju
endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin /
CKMB), fungsi liver dan pemeriksaan elektrolit.
Pemeriksaan tambahan yang disesuaikan dengan indikasi (sebagian dapat dapat
dilakukan diruang rawat) meliputi :10
• Duplex/ Doppler ultrasound ekstrakranial dan transkranial
• MRA atau CTA
• MR difusi dan perfusi atau C I perfusi
• Ekokardiografi (transthoracic clan/ atau transoesophageat)
• Foto rontgen dada
• Saturasi oksigen dan analisis gas darah
• Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak
ditemukan adanya perdarahan
• EEG jika dicurigai adanya kejang
• Skrining toksikologi (alkohol, kecanduan obat)
• Pemeriksaan anti kardiolipin„ ANA jika dicurigai adanya lupus
Penegakan diagnosis stroke memerlukan alat penunjang berupa CT scan kepala
sebagai pemeriksaan baku emas. Pada pasien stroke iskemik, hipodensitas biasanya
baru muncul pada fase akut (lebih dari 6 jam) sehingga tujuan utama dilakukan CT
scan adalah untuk menyingkirkan kemungkinan perdarahan (gambaran hiperdensitas
yang dikelilingi hipodensitas). CT scan pasien stroke iskemik dapat ditemukan
gambaran area hipodens fokal pada kortikal, subkortikal, sustantia alba, grisea yang
26
dalam, diikuti oleh teritoral vascular, distribusi ’watershed’, adanya kontras antara
substansia alba dan grisea yang kabur dan hilangnya sulkus atau pita insular.4,10
28
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya
bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah
kurang dari 3 - 4,5 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat menyelesaikan pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan
inform consent dalam waktu cepat saja yang dapat menerima obat ini.4
• Mencegah terjadinya trombosis
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit. Anti
koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli
otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus
mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang
dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam, atau warfarin
dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat
INR pasien. Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru, untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000
unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.4
Obat anti agregasi trombosit yang dapat diberikan pada pasien stroke iskemik
yaitu aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 setelah onset stroke. Pada
pasien yang alergi terhadap aspirin atau telah mengonsumsi aspirin secara teratur,
dapat diberikan clopidogrel 75 mg/hari.11
• Neuroproteksi
Obat-obatan neuroproteksi yang dapat dibeirkan untuk pasien stroke
diantaranya citicoline dengan dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari,
piracetam dengan dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr IV sampai hari ke empat,
hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr PO sampai minggu ke empat, minggu ke lima
sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr PO, obat golongan statin, dan cerebrolisin
dengan dosis 30 – 50 cc selama 21 hari.4
c. Tatalaksana intervensi/operatif
• Carotid Endarterectomy (CEA), sesuai indikasi
• Carotid Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi
29
• Stenting pembuluh darah intracranial, sesuai indikasi
Secara umum, kecacatan yang ditimbulkan akibat stroke adalah kelumpuhan atau
gangguan mengatur gerakan (motorik), gangguan perasa (sensorik) termasuk nyeri,
gangguan bahasa (aphasia), gangguan berpikir atau daya ingat (memori), dan gangguan
emosi. Oleh karena itu terapi rehabilitasi medik yang dapat dilakukan pada pasien stroke
diantaranya terapi bicara, terapi fisik, terapi okupasi dan terapi psikososial.11
30
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini adalah seorang wanita berusia 69 tahun, dimana jenis kelamin
dan usia pasien menjadi faktor risiko stroke infark. Insiden stroke meningkat seiring
peningkatan usia, dan stroke lebih sering terjadi pada wanita. Pasien juga memiliki riwayat
hipertensi, yang menjadi faktor risiko terjadinya stroke infark.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak sisi kiri 14 jam
SMRS yang muncul secara tiba-tiba, Tidak ada nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran, dan
muntah yang merupakan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, sehingga diagnosis
stroke hemoragik mungkin dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemiparesis sinistra, nn.craniales dalam batas
normal, tidak didapatkan tanda-tanda rangsang meningeal, tidak didapatkan refleks patologis.
Jika diaplikasikan dengan skor Siriraj, didapatkan hasil -3 yang interpretasinya adalah stroke
non hemoragik/infark. Jika dilihat dari algoritma Gajah Mada, pasien tidak memiliki 3
gejala/tanda yang disebutkan dalam algoritma (penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan refleks
Babinski). Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis mengarah ke stroke infark.
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala non kontras, hasilnya
adalah tampak lesi hipodens multiple di ganglia basalis, thalamus, corona radiata bilateral serta
di pons, sehingga semakin mendukung diagnosis stroke infark.
Selama perawatan, pasien ini diberikan terapi IVFD asering 1000cc/24 jam untuk
stabilisasi hemodinamik dan memelihara keseimbangan elektrolit, citicolin 2x500 mg IV dan
simvastatin 1x10 mg PO sebagai neuroprotektor, miniaspi (aspilet) 4 tab (320 mg) dilanjutkan
1x80 mg PO serta clopidogrel 1x75 mg PO dengan tujuan untuk mencegah trombosis. Obat
antihipertensi juga diberikan pada pasien ini yaitu amlodipin 1x10 mg PO, karena pasien ada
riwayat hipertensi. Pasien ini tidak termasuk kandidat pemberian rtPA karena onset gejala
sudah >4,5 jam saat datang ke RS. Pasien ini juga diberikan terapi KSR 1x600 mg PO sebagai
tatalaksana hipokalemia. Fisioterapi untuk melatih kekuatan otot juga dilakukan pada pasien
ini. Pasien dipulangkan setelah ada perbaikan KU selama 4 hari perawatan, diberi obat pulang
yaitu citicolin 2x500 mg PO, omeprazole 2x20 mg PO, miniaspi 1x80 mg PO, simvastatin 1x10
mg PO, dan disolf 3x1 PO.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Truelsen, T., Begg, S., Mathers, C., 2000. Global burden of cardiovascular disease.
2. Boehme, A., Esenwa, C. and Elkind, M., 2017. Stroke Risk Factors, Genetics, and
Prevention. Circulation Research, 120 (3), pp.472-495.
3. Bachr, Frontcher. 2005. Duus Tropical Diagnosis in Neurologi: Anatomy, Fisiologi, Sign,
Symptom (4th ed). Mc-Graw Hill Companies, New York.
4. Pramukarso, DT, Retnaningsih, Kurnianto, A. 2018. Stroke A-Z. Semarang : Undip Press.
5. Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi
6, Vol. 2, Jakarta : EGC.
6. Musuka TD, Wilton SB, Traboulsi M, Hill MD. Diagnosis and management of acute
ischemic stroke: speed is critical. CMAJ. 2015;187(12):887–93.
7. Hui C, Tadi P, Patti L. Ischemic Stroke.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499997/. 2020
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
9. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke.
11. Arifputera A, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4 Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius.
32