Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN HEMOROID


DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

Di Susun Oleh :
Anton Aji Pangestu
A11501088

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang mempunyai gejala
perdarahan dan penonjolan saat defekasi. Kejadian hemoroid cenderung meningkat
seiring dengan bertambahnya usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah umur 45-
65 tahun. Hal ini di karenakan orang lansia sering mengalami konstipasi sehingga
terjadi penekanan yang berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses
mengejan. Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang adekuat dapat
menurunkan prevalensi, angka kekambuhan, serta timbulnya komplikasi.
Hemoroid merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak
zaman dahulu. Penyakit hemoroid dikenal oleh masyarakat umum sebagai penyakit
wasir atau ambeien. Penyakit ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor diantaranta
yaitu aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi,
pekerjaan, anatomi dan usia. Kasus hemoroid dapat dibedakan menjadi dua yaitu
hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna yaitu varises vena
hemoroidalis superior dan media sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises
vena hemoroidalis inferior. Hemororid dapat terjadi karena kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.
Kasus hemoroid memang tidak mengancam jiwa, akan tetapi dapat
menyababkan perasaan tidak nyaman pada seseorang yang mengalami penyakit ini.
Gejala yang dirasakan setiap individu berbeda-beda akan tetapi lebih sering gejala
yaitu rasa gatal, terbakar, perdarahan dan terasa menyakitkan. Dalam hal lain, kondisi
ini boleh memerlukan hanya self care perawatan sendiri dan gaya hidup. Hemororid
juga dapat terjadi pada semua orang. Tatalaksana pasien dengan hemoroid dapat
berbagai cara sesuai dengan derajat yang dialami oleh pasien dengan hemoroid.
Hemoroid stadium menengah dan akhir dapat dilakukan secara pembedahan.
Seperti pada pasien yang mengalami pelebaran vena ketika BAB namun dapat
kembali lagi setelah BAB itu dapat dilakukan pembedahan. Hal tersebut akan
menghilangkan rasa tidak nyaman. Namun pada stadium ini dapat pula dilakukan
dengan terapi pengobatan. Pada hemoroid stadium akhir dapat dilakukan dengan
pembedahan karena sudah tidak dapat kembali ke dalam anus. semua proses
pembedahan akan dilakukan dengan SOP asuhan keperawatan pasien perioperatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan suatu masalah yaitu bagaimanakah melakukan asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien Hemoroid.
C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini hanya akan membahas terkait asuhan keperawatan perioperatif
dengan kasus Hemoroid.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu mampu melaksanakan asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien dengan hemoroid.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien hemoroid
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Pre, Intra dan Post operasi.
c. Mempu membuat tindakan keperawatan pada pasien dengan hemoroid pada
Pre, Intra dan Post.
d. Mampu melaksanakan persiapan-persiapan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien hemoroid.
E. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dengan adanya tugas makalah ini diharapkan dapat membandingkan antara teori
yang didapatkan saat perkuliahan dengan kasus secara nyata dilapangan terkait
pelaksaan atau perawatan pada pasien khususnya kasus hemoroid.
2. Bagi Rumah Sakit
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit tentang asuhan keperawatan perioperatif pada pasien hemoroid dan
membantu mendukung pelayanan tindakan oerasi yang optimal.
3. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menambah bahan bacaan bagi mahasiswa lain terkait dengan
asuhan keperawatan perioperatif pada pasien hemoroid.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inchi
terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9
inchi). Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan
pada suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior mendarahi belahan
kanan (sekum, kolon asenden, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dan
arteria mesentrika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon asenden, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan
ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah

anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pleksus tersebut merupakan jaringan
normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Pelebaran pada pleksus ini berkaiatan dengan
peningkatan tekanan vena pada pleksus yang biasa terjadi pada usia 50 tahun keatas.
Dimana pelebaran ini tidak diikuti dengan perubahan kondisi anatomi dari kanalis
analis. Kanalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang berfungsi
untuk mengeluarkan feses. Secara anatomi, kanalis analis memiliki panjang kurang
lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm, yang berjalan ke bawah dan belakang dari ampula
rekti sampai anus. selain saat defekasi, dinding kanalis analis dipertahankan oleh
muskulus levator ani dan muskulus spingter ani supaya saling berdekatan. Mekanisme
spfingter ani memiliki tiga unsur pembentuk yakni muskulus sfingter ani externus,
muskulus sfingter ani internus dan muskulus puborektalis.
Muskulus sfingter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
sirculare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara involunter. Sedangkan
sfingter ani externus dilapisi oleh otot lurik sehingga bekerja secara volunter.
Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar diperoleh dari arteri hemeroidalis superior,
arteri hemoroidalis medialis, dan arteri hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis
superior merupakan kelanjutan langsung dari arteri mesentrika inferior. Arteri
hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna dan arteri
hemoroidalis inferior merupakan cabang arteri pudenda interna.
Sistem vena pada kanalis analis berasal dari vena hemoroidalis superior dan
vena hemoroidalis inferior. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus
hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesentrika inferior
dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah kedalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna
dan sistem cava.
B. Definisi
Hemoroid merupakan bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hal ini
sangat umum terjadi pada usia lima puluhan, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali
atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer, 2013).
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah anus
yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Dibawah atau diluar linea dentate pelebaran
vena yang berada dibawah kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna. Sedangkan
diatas atau didalam linea dentate, pelebaran vena yang berada dibawah mukosa
(submukosa) disebut hemoroid interna (Sudoyo, 2010).
Hemoroid merupakan vena-vena yang berdilatasi membengkak dilapisan
rektum (Potter & Perry, 2006).
Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hemoroid
merupakan pelebaran atau inflamasi pada pembuluh darah vena didaerah anus yang
dapat terjadi dibawah, diatas, diluar atau didalam linea dentate dimana hal tersebut
berasal dari pleksus hemoroidalis.
C. Tanda dan gejala
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan
nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis
merupakan pembekuan darah dalam hemoroid. Hal ini akan menimbulkan iskemik
pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid interna tidak selalu menimbulkan nyeri
sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps (Smeltzer,
2013). Gejala yang paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri,
pembengakakan atau penonjolan didaerah dubur, sekret atau keluar cairan melalui
dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar dan rasa tidak nyaman didaerah pantat
(Merdikoputro, 2006).
D. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Hal ini terjadi dengan berbagai penyebab seperti
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hari kronis yang disertai hipertensi
portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu, sistem portal tidak mempunyai katup
sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan menjadi dua yaitu hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid eksterna dibedakan menjadi bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma atau disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor
nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal atau dapat
diobati dengan kompres duduk panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau
skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah
(Price, 2012).
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1, bila
terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2 pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3 pembesaran
hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi kedalam anus dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4 prolaps hemoroid yang permanen renatan dan cenderung mengalami
trombosis dan infark (Sudoyo, 2006).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat
pembesaran hemoroid. Side viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang
optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid (Halverson, 2007).
2. Sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai
diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman sepert pada
fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker.
3. Barium Enema X Ray atau Kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan usia
diatas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid.
F. Terapi
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan personal
hygiene yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi
serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan yang
diperlukan. Bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air saat
melewati usus dapat membantu. Rendam duduk dengan salep dan supositoria yang
mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang
memungkinkan pembesaran berkurang.
Terdapat berbagai tindakan non operatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi
inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan
untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya. Injeksi larutan sklerotan juga
efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah, tindakan ini mencegah
terjadinya prolaps.
Hemoroidektomi kriosirurgi merupakan metode untuk mengangkat hemoroid
dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul
nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak
digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau menyengat
dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.
Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang
harus diatasi dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat
dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini.
Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya di dilatasi secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem atau kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah
prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah, penempatan gelfoan atau kasa oxygel
dapat diberikan diatas luka kanal (Smeltzer, 2013).
G. Fokus pengkajian
1. Biodata pasien meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan.
2. Keluhan utama yang dirasakan pasien saat dikaji.
3. Riwayat penyakit sekarang merupakan penyakit yang menyertainya pada pasien
saat dilakukan pengkajian atau dari awal masuk RS sampai dilakukan asuhan
keperawatan.
4. Riwayat penyakit dahulu meliputi adakah penyakit yang menyertainya berkaitan
dengan riwayat penyakit sekarang.
5. Riwayat penyakit keluarga meliputi riwayat penyakit keluarga yang diderita oleh
pasien.
6. Pemeriksaan fisik head to toe dilakukan supaya mengetahui letak benjolan yang
dirasakan oleh pasien.
7. Aktivitas atau istirahat dengan gejala kelemahan dan malaise
8. Sirkulasi dengan tanda takikardi (nyeri ansietas), pucat kemungkinan adanya
perdarahan.
9. Eliminasi dengan tanda dan gejala : rasa tidak puas saat defekasi, perdarahan
biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang dekat, hemoroid
interna seringkali berdarah saat defekasi sedangkan hemoroid eksterna jarang
berdarah.
10. Nutrisi dengan gejala biasanya terjadi anoreksia, mual dan muntah.
11. Nyeri/ kenyamanan biasanya terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan terus
menerus dan berjangka waktu, tajam dan berdenyut.
12. Keamanan biasanya gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan konstipasi.

H. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan hemoroid berdasarkan diagnosa yang
ditegakkan oleh perawat meliputi perioperatif. Diagnosa yang muncul pada hemoroid
yaitu :
1. Kecemasan
a. Kaji tingkat kecemasan
b. Orientasikan dengan tim anastesi/bedah
c. Jelaskan jenis prosedur tindakan pembedahan
d. Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan
e. Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
f. Ajarkan teknik relaksasi
2. Resiko infeksi area pembedahan
Kontrol infeksi : Intraoperatif
a. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20 dan 24 derajat.
b. Monitor dan jaga kelembapan relatif antara 20% dan 60%.
c. Monitor teknik isolasi yang sesuai
d. Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
e. Buka persediaan peralatan steril dengan menggunakan teknik aseptik
f. Lakukan tindakan pencegahan universal
g. Oleskan salep antimikroba pada lokasi pembedahan sesuai kebijakan
h. Monitor area yang steril untuk menghilangkan kesterilan dan penentuan
waktu istirahat yang benar sesaui indikator.
3. Risiko infeksi
Kontrol Infeksi
a. Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarka pasien mengenai cuci tangan
d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
e. Pakai sarung tangan steril ketika akan melakukan perawatan luka
f. Lakukan perawatan luka
g. Dorong intake pasien
h. Jaga lingkungan aseptik

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Hari : Jum’at
Tanggal : 30 November 2018
Tempat : Instalasi Bedah Sentral
Jam : 10.55 WIB
Metode : Langsung
Sumber : Bangsal
Oleh : Perawat A
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 39 Th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kalikajar, Wonosobo
Pekerjaan : Petani
Status : Kawin
Diagnosa : Hemoroid
No. RM :-
Tgl masuk : 29 November 2018
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 35 Tahun
Alamat : Kalikajar, Wonosobo
Hubungan dengan pasien : Istri
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada anus
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke IBS pada pukul 09.00 WIB dengan keluhan ada benjolan
di bagian anus. Pasien merasakan nyeri, BAB sakit tapi benjolan dapat
kembali setelah BAB selesai. Saat dibangsal pasien sudah mengenakan
pakaian Operasi dan sudah dipuasakan sejak pukul 00.00 WIB. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 110/70, S : 37,5, N : 80, RR : 20.
Pasien terpasang infus RL 500 ml 20 tpm, pasien sudah dilakukan injeksi
Intra Cutan dengan hasil tidak ada riwayat alergi obat-obatan.
c. Riwayat dahulu
Pasien mengeluh ada benjolan di anus sejak 1 bulan yang lalu, benjolan
tersebut muncul dan nyeri jika BAB namun setelah BAB selesai benjolan
tersebut kembali lagi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien.
4. Pola Fungsional Virginia Henderson
a. Keb. Bernafas dengan normal
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa
bantuan alat.
Saat dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa
menggunakan alat. RR : 20 x/mnt.
b. Keb. Nutrisi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan makan 2-3 x/hr, dengan lauk pauk
seadanya, porsi habis. Minum 6-8 gelas sedang perhari dengan minum air
putih dan kopi.
Saat dikaji : pasien mengatakan makan seperti biasanya 3 x/hr dengan
lauk pauk sesuai dengan diit yang diberikan rumah sakit, pasien
dipuasakan sejak pukul 06.00 WIB pada tanggal 15 November 2018. Porsi
habis dan minum 4-6 gelas perhari dengan air putih.
c. Keb. Eliminasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan BAK 5-6 x/hr, dengan warna
kekuningan, berbau khas. BAB 1 x/hr dengan konsistensi lembek, warna
kekuningan, berbau khas.
Saat dikaji : pasien mengatakan BAB tidak pernah, BAK 3-4 kali perhari
dengan warna kuning, berbau khas. Pasien tidak terpasang Down Cateter.
d. Keb. Gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mampu beraktivitas tanpa bantuan
orang lain, pasien tetap melakukan aktivitas sehari-hari.
Saat dikaji : pasien mengatakan aktivitasnya berkurang sejak dirawat di
Rumah sakit, pasien ke kamar mandi dibantu oleh keluarga, makan
sendiri, ganti baju dibantu oleh keluarganya.
e. Keb. Istirahat dan tidur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak tanpa
gangguan orang lain, sering begadang.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidur berkurang sering terbangun dengan
suasana rumah sakit yang kurang nyaman.
f. Keb. Berpakaian
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat mengenakan pakaiannya
sendiri tanpa bantuan orang lain atau keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan dibantu ketika mengenakan pakaian oleh
keluarganya.
g. Keb. Mempertahankan suhu tubuh dan temperatur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan jaket
ketika panas mengenakan kaos.
Saat dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan selimut, ketika
panas mengenakan kaos biasa. Suhu : 37, 5.
h. Keb. Personal hygiene
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, keramas 2 kali
sehari, menggosok gigi 2 kali sehari tanpa bantuan orang lain atau
keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan hanya diseka oleh keluarga.
i. Keb. Rasa aman dan nyaman
Sebelum dikaji : pasien mengatakan merasakan nyaman ketika berada
dilingkungan rumahnya.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak nyaman dengan kondisi rumah sakit.
j. Keb. Komunikasi dengan orang lain
Sebelum dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam
berkomunikasi kepada orang lain.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
k. Keb. Spiritual
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat melaksanakan ibadah sholat 5
waktu dengan berjamaah, akan tetapi kadang-kadang tidak berjamaah.
Saat dikaji : pasien mengatakan melaksanakan ibadah 5 waktu dengan
dududan tidak berjamaah.
l. Keb. Bekerja
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat bekerja sebagai buruh tanpa
ada gangguan.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak dapat bekerja karena sakit yang
diderita.
m. Keb. Rekreasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan jarang berpergian karena selalu
bekerja.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak pernah berpergian karena sakit yang
menyertainya.
n. Keb. Belajar
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mendapat informasi dari internet.
Saat dikaji : pasien mengatakan mendapat informasi kesehatan terkait
penyakitnya dari dokter dan perawat.
5. Pengkajian B6
a. Breathing
Pre Op : RR : 22 x/mnt, SpO2 : 96 %, pasien tidak terpasang O2, tidak ada
gangguan pernafasan, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak ada suara
nafas tambahan, dada simetris.
Intra Op : RR : 16 x/mnt, SpO2 : 98 %, pasien terpasang O2 binasal kanul,
tidak ada gangguan pernafasan, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak ada
suara nafas tambahan, dada simetris.
Post Op : RR : 20 x/mnt, SpO2 : 97 %, pasien terpasang O2, tidak ada
gangguan pernafasan, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak ada suara
nafas tambahan, dada simetris.
b. Blood
Pre Op : Nadi : 80 x/mnt, irama jantung : reguler, TD : 120/80, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada pitting edema, tidak ada bunyi
jantung tambahan.
Intra Op : Nadi : 65 x/mnt, irama jantung : reguler, TD : 100/80, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada pitting edema, tidak ada bunyi
jantung tambahan.
Post Op : Nadi : 80 x/mnt, irama jantung : reguler, TD : 110/80, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada pitting edema, tidak ada bunyi
jantung tambahan.
c. Brain
Pre Op : kesadaran : CM, KU : baik, GCS : 14, pupil isokor, ada reflek
cahaya.
Intra Op : kesadaran : ........., KU : baik, GCS : ..., pupil isokor, ada reflek
cahaya.
Post Op : kesadaran : CM, KU : baik, GCS : 10, pupil isokor, ada reflek
cahaya.
d. Bladder
Pre Op : pasien terpasang DC ukuran 16, tidak ada distensi VU, urin
berwarna kekuningan, berbau khas, urin :150 cc, pasien tidak minum
selama di ruang induksi.
Intra Op : pasien terpasang DC ukuran 16, tidak ada distensi VU, urin
berwarna kekuningan, berbau khas, urin :150 cc, pasien tidak minum
selama proses operasi.
Post Op : pasien terpasang DC ukuran 16, tidak ada distensi VU, urin
berwarna kekuningan, berbau khas, urin :150 cc, pasien tidak minum
selama di ruang RR.
e. Bowel
Pre Op : pasien dipuasakan selama 6 jam, tidak ada stomatitis, pasien
tidak terpasang NGT, tidak ada mual muntah, BAB tidak pernah selama
diruang induksi, turgor kulit baik, tidak ada konstipasi, tidak ada asites.
Intra Op : tidak ada stomatitis, pasien tidak terpasang NGT, tidak ada mual
muntah, BAB tidak pernah selama operasi, turgor kulit baik, tidak ada
konstipasi, tidak ada asites.
Post Op : tidak ada stomatitis, pasien tidak terpasang NGT, tidak ada mual
muntah, BAB tidak pernah selama diruang RR, turgor kulit baik, tidak ada
konstipasi, tidak ada asites.
f. Bone
Pre Op : warna kulit kecoklatan, suhu : 36,5, tidak ada lesi, mobilitas
dibantu keluarga, pasien terpasang infus disebelah kanan, akral dingin,
kekuatan otot baik, tidak ada deformitas tulang.
Intra Op : warna kulit kecoklatan, suhu : 35,5, ada lesi dianus, mobilitas
tidak ada, pasien terpasang infus disebelah kanan, akral dingin, kekuatan
otot menurun, tidak ada deformitas tulang.
Post Op : warna kulit kecoklatan, suhu : 37, ada lesi dianus, mobilitas
dibantu keluarga, pasien terpasang infus disebelah kanan, akral dingin,
kekuatan otot baik, tidak ada deformitas tulang.
6. Kesadaran Umum
Suhu : 37, 5o c
Nadi : 78 x/mnt
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
BB : 54 kg
TB : 160 cm
7. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : CM
Cepalo-Caudal
Kepala : bentuk simetris, tidak ada benjolan, distribusi rambut merata, rambut
berwarna hitam.
Wajah : wajah simetris, tidak ada moonface.
Mata : konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil anisokor.
Telinga : bentuk simetris kanan=kiri, tidak ada penumpukan serumen.
Hidung : bentuk simetris, tidak ada cuping hidung, tidak ada penumpukan
kotoran.
Mulut : bentuk simetris atas dan bawah, bibir kering, gigi bersih, tidak ada
stomatitis.
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan, reflek
menelan baik.
Jantung : I : Tidak ada jejas, bentuk simetris, P : Tidak ada nyeri tekan, P :
pekak di ICS 2- 4 lapangan paru kanan Sampai ICS ke 2-5 lapangan paru kiri,
A : suara jantung I dan II tidak ada suara tambahan.
Paru : I : bentuk simetris, tidak ada jejas, P : Tidak ada nyeri tekan pada kedua
lapang paru, stemfremitus kanan=kiri, P : sonor pada kedua lapang paru, A :
bunyi nafas vesikuler.
Abdomen : I : Tidak ada jejas, tidak ada benjolan, A : peristaltik usus 12
x/mnt, P : tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran, P : suara pekak.
Ekstremitas atas : dapat bergerak bebas, tangan kanan terpasang infus RL 20
tpm.
Ekstremitas bawah : dapat digerakkan bebas ke semua arah.
Kekuatan otot : 44 44
Kulit : turgor kulit kering.
8. Pemeriksaan Penunjang
USG
9. Terapi
Pre Medikasi : Infus RL 500 ml 20 tpm, Antibiotik Ceftriaxon, keterolak 30
mg/ml 1 amp, ondansetron 2 mg/ml 1 amp.
Intra Operasi : Asering 1 (500 ml)
Post Operasi : dexketopropen 25 mg/ml 2 amp, tutofusin 500 ml, granisetron 1
mg/ml 1 amp, salep Ikamicetin (Chloramfenikol 20 mg).

B. PRE OPERASI
1. Data Fokus
Subyektif : pasien mengatakan baru pertama kali dilakukan operasi, pasien merasa
takut dan khawatir dengan tindakan yang akan dilakukan.
Obyektif : pasien terlihat gelisah, wajah terlihat tegang, TD : 110/80, N : 80, RR :
20, S : 37, pasien dilakukan anastesi spinal.
2. Analisa data Pre OP

No Hari/tgl/jam Data Masalah Etiologi


1 Jum’at, 30 Ds : pasien Ansietas Ancaman pada
November mengatakan takut dan status terkini
2018, khawatir dengan
tindakan yang akan
dilakukan, pasien
baru pertama kali
dilakukan operasi.
Do : pasien terlihat
gelisah, wajah terlihat
tegang, TD : 110/80,
N : 80, RR :20, S : 37.

3. Rumusan diagnosa keperawatan


a. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini
4. Rencana Keperawatan Pre OP

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Untuk
berhubungan selama 1 x 1 jam diharapkan kecemasan mengetahui
dengan masalah ansietas dapat teratasi 2. Orientasikan tingkat
ancaman dengan kriteria hasil : dengan tim kecemasan
status terkini Tingkat Kecemasan anastesi/bed yang
Indikator Awal Tujuan ah dialami
Perasaan 3 5 3. Jelaskan oleh pasien
gelisah jenis 2. Untuk
Wajah 3 5 prosedur mengurangi
tegang tindakan rasa
Keringat 3 5 pembedahan khawatir
dingin 4. Beri dan takut
Peningkatan 3 5 dorongan pada pasien
TD pasien untuk dalam
Keterangan : mengungka pelaksanaan
1. Berat pkan proses
2. Cukup berat perasaan pembedaha
3. Sedang 5. Dampingi n.
4. Ringan pasien untuk 3. Untuk
5. Tidak ada mengurangi mengurangi
rasa cemas rasa
6. Ajarkan kecemasan
teknik pasien
relaksasi sehingga
pasien
mengerti
prosedur
yang
nantinya
akan
dilakuakan
4. Untuk
mengurangi
rasa
ketakutan
pada
pasien.
5. Untuk
mengurangi
rasa cemas
dengan
mengajak
obrolan
dengan
keluarga
atau
perawat
6. Untuk
menenangk
an perasaan
pasien
sehingga
tidak ada
rasa takut
dan
khawatir.

5. Pelaksanaan dan evaluasi Pre OP

No. Dx Tgl/ jam Implementasi Evaluasi


1 Jum’at, 30 November 1. Memberikan S : pasien
2018, motivasi kepada mengatakan
pasien dengan memahami apa
memberikan yang dijelaskan
penjelasan oleh perawat.
terkait operasi O : pasien tampak
yang akan rileks, KU : baik,
dilakaukan. wajah sudah
2. Memberikan terlihat ceria.
penjelasan
tentang prosedur S : pasien
tindakan dan mengatakan
pengenalan tim paham apa yang
bedah dan dijelaskan oleh
anestesi. perawat terkait
prosedur tindakan
yang akan
dilakukan.
O : pasien tampak
rileks, pasien
terlihat bingung,
KU : baik, TD :
110/70 mmHg.

C. INTRA OPERASI
1. Data fokus
Pasien dilakukan anastesi spinal, pasien dilakukan pembedahan di bagian anus, TD
: 110/70, N : 70, SpO2 : 98 %, suhu dingin diruang operasi, jumlah personel
berlebih selama prosedur pembedahan.
2. Analisa data intra OP

No Hari/tgl/jam Data Masalah Etiologi


1 Jum’at, 30 Ds : - Risiko infeksi Prosedur
November Do : pasien dilakukan area invasif
2018, pembedahan
pembedahan di anus,
TD : 110/70, N : 70,
SpO2 : 98 %, suhu
dingin diruang
operasi, jumlah
personel berlebih
selama prosedur
pembedahan.

3. Rumusan Diagnosa Keperawatan


a. Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasif
4. Rencana Intra OP

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1 Risiko Setelah dilakukan tindakan
Kontrol 1. Untuk
infeksi area keperawatan selama 1 x 1 infeksi : menguran
pembedaha jam, diharapkan masalah Intraoperatif gi
n risiko infeksi area
1. Monitor terjadinya
berhubunga pembedahan dapat teratasi dan jaga infeksi
n dengan dengan kriteria hasil ; suhu pada
prosedur Pengetahuan : Manajemen ruangan proses
invasif Risiko Infeksi antara 20 pembeda
Indikator Awa Tujua dan 24 han.
l n derajat. 2. Untuk
Cara 4 5 2. Monitor menguran
penularan dan jaga gi infeksi
Praktik 3 5 kelembap yang
yang an relatif berkemba
mengurang antara ng pada
i transmisi 20% dan proses
Pentingnya 3 5 60%. pembeda
sanitasi 3. Monitor han.
tangan teknik 3. Untuk
Prosedur 3 5 isolasi menguran
Pemantaua yang gi
n untuk sesuai penularan
infeksi 4. Pisahkan infeksi
Keterangan : alat-alat dari
1. Tidak ada yang steril penyakit
pengetahuan dan non menular
2. Pengetahuan terbatas steril atau tidak
3. Pengetahuan sedang 5. Buka menular.
4. Pengetahuan banyak persediaa 4. Untuk
5. Pengetahuan sangat n mencegah
banyak peralatan terjadinya
steril infeksi
dengan pada luka
mengguna operasi.
kan teknik 5. Untuk
aseptik menguran
6. Lakukan gi
tindakan terjadinya
pencegaha infeksi
n pada area
universal pembeda
7. Oleskan han.
salep 6. Untuk
antimikro menguran
ba pada gi infeksi
lokasi secara
pembedah menyelur
an sesuai uh.
kebijakan 7. Untuk
8. Monitor mencegah
area yang terajdinya
steril infeksi
untuk pada luka
menghilan operasi.
gkan 8. Untuk
kesterilan mencegah
dan infeksi
penentuan yang
waktu berkemba
istirahat ng.
yang
benar
sesaui
indikator.

5. Pelaksanaan dan Evaluasi Intra OP

No. dx Tgl/ jam Implementasi Evaluasi


1 Jum’at, 30 November 1. Memisahkan S:-
2018, alat-alat yang O : instrumen
steril dan non bedah diletakkkan
steril seperti meja operasi,
kassa (steril) dan kassa, betadin,
hipavik (non handscoon steril
steril). dan gown operasi.
2. Melakukan cuci Hipavik, gunting
tangan steril dan plester diletakkan
memakai APD diluar meja
sesuai SOP. operasi.
3. Membuka
peralatan steril S:-
dengan tepat O : perawat telah
sesuai dengan melakukan cuci
SOP. tangan steril
4. Melakukan sebelum memakai
setting suhu 20- sarung tangan dan
24 dan gown, perawat
kelembapan mengenakan
20% sesuai sarung tangan
dengan standar steril dan gown
kamar bedah. sesuai prosedur.

S:-
O : perawat
sirkuler membuka
peralatan seperti
kassa, benang
sesuai dengan
SOP.

S:-
O : suhu ruang 20
dan kelembapan
20%.

D. POST OPERASI
1. Data Fokus
Pasien terdapat bekas luka pada anus, Pasien tampak bingung, KU : sedang, TD :
120/78, N : 80, RR : 20, S : 35, 7, SpO2 : 100 %.
2. Analisa data Post OP

No Hari/tgl/jam Data Masalah Etiologi


1 Jum’at, 30 Ds : - Risiko Infeksi Prosedur
November Do : terdapat luka invasif
2018, pada anus, KU :
sedang, TD : 120/78,
N : 80, RR : 20, S :
35,7, SpO2 : 100%.
3. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4. Rencana Post OP

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Risiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi 1. Untuk
infeksi keperawatan selama 1 x 30 menit 1. Pertahankan mencegah
diharapkan masalah risiko infeksi teknik terjadinya
dapat teratasi dengan kriteria hasil : isolasi yang infeksi dari
Kontrol Risiko : Proses Infeksi sesuai penyakit
Indikator Awal Tujuan 2. Batasi menular dan
Identifikasi 3 5 jumlah tidak
faktor risiko pengunjung menular.
infeksi 3. Ajarka 2. Untuk
Mempertahankan 3 5 pasien mengurangi
lingkungan yang mengenai infeksi yang
bersih cuci tangan nantinya
Monitor 3 5 4. Gunakan berkembang.
perubahan status sabun 3. Untuk
kesehatan antimikroba mencegah
Mencuci tangan 3 5 untuk cuci terjadinya
Keterangan : tangan infeksi pada
1. Tidak pernah menunjukkan 5. Pakai area luka
2. Jarang menunjukkan sarung 4. Untuk
3. Kadang-kadang tangan steril mencegah
menunjukkan ketika akan terjadinya
4. Sering menunjukkan melakukan infeksi.
5. Secara konsisten perawatan 5. Untuk
menunjukkan luka mencegah
6. Lakukan terjadinya
perawatan infeksi pada
luka luka post op.
7. Dorong 6. Untuk
intake meminimalk
pasien an infeksi
8. Jaga yang terjadi
lingkungan pada luka
aseptik post op.
7. Untuk
mencegah
terjadinya
infeksi dan
meningkatka
n nutrisi
pada pasien.
8. Untuk
mempertaha
nkan
lingkungan
yang aseptik
tanpa
mikroorganis
me.

5. Pelaksanaan dan Evaluasi Post OP

No. Tgl/ jam Implementasi Evaluasi


Dx
1 Jum’at, 1. Melakukan monitoring S : pasien
30 status kesehatan (TTV) mengatakan hanya
November 2. Melakukan teknik aseptik mengeram dan
2018, pada lingkungan (Ruang menganggukkan
Pemulihan) kepala.
3. Melakukan cuci tangan O : TD : 118/80, N
: 80, RR : 22,
SpO2 : 100%.

S:-
O : menjauhkan
pasien dari
banyaknya
pengunjung,

S:-
O : perawat
melakukan cuci
tangan ketika akan
bersentuhan
dengan pasien.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jurnal penelitian, artikel atau naskah publikasi
yang berkaitan dengan kasus hemoroid atau tindakan keperawatan yang pernah dilakukan
penelitian sebelumnya. Selama proses asuhan keperawatan perioperatif ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan dari pre operasi, intra operasi dan post
operasi sehingga dapat berjalan dengan baik proses asuhan kepada pasien dengan hemoroid.
Proses asuhan tersebut dimulai dari pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Selain itu, adapun penelitian terkait dengan hemoroid yaitu :

1. Judul Penelitian : Upaya Penurunan Nyeri pada Pasien Post Hemoroidektomi di RS


PKU Muhammadiyah Delanggu.

2. Metode Penelitian : metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
deskriptif dengan pemaparan studi kasus melalui pendekatan asuhan keperawatan
yakni pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

3. Hasil Penelitian : tindakan yang dilakukan selama 3 x 24 jam pada pasien post
hemoroidektomi adalah mengajarkan teknik non farmakologi untuk menurunkan nyeri
yaitu menganjurkan klien untuk mengajarkan relaksasi nafas dalam dan mengajarkan
klien teknik distraksi, menganjurkan klien untuk memilih posisi yang nyaman dan
memberikan bantalan flotasi saat duduk. Masalah nyeri akut pada pasien post
hemoroidektomi belum teratasi sehingga membutuhkan perawatan lebih lanjut dan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain, klien, dan keluarga sangat diperlukan untuk
keberhasilan asuhan keperawatan.

Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan pasien


perioperatif hemoroidektomi tidak hanya pre op dan intra melainkan post op. Pada penelitian
diatas dapat peneliti melakukan penurunan nyeri pada post hemoroidektomi akan tetapi
tindakan tersebut belum teratasi dengan baik, karena perlu kerjasama antara tim kesehatan
lain, klien dan keluarga. Akan tetapi, hal ini dapat diterapkan pada saat di rumah sakit dan
perlu adanya penelitian lanjut terkait penurunan nyeri pada pasien hemoroid sebelum
dilakukan tindakan atau pengobatan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan teori dan kasus yang telah dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa selama proses asuhan keperawatan perioperatif perlu
memperhatikan komunikasi, persiapan alat dan persiapan mental yang baik sehingga
proses pembedahan dapat berjalan dengan baik. Proses asuhan tersebut didapatkan
tiga diagnosa keperawatan perioperatif yaitu ansietas berhubungan dengan status
terkini, risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasif dan
risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Selain itu, penanganan pada
pasien perioperatif dapat dilakukan dengan berbagai hal seperti yang telah dilakukan
penelitian diatas, bahwa dapat dilakukan tindakan pengurangan nyeri pada pasien post
hemoroidektomi.
B. Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan perioperatif perawat perlu
mempersiapkan pasien dari pre op, intra op sampai post op dengan baik. Apabila hal
ini dilakukan dengan baik sesuai standar prosedur operasional maka akan mengurangi
terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Mosby. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Edition. Singapura : Elsevier
Inc
Mosby. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC) 5th Edition. Singapura : Elsevier Inc

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik,
Volume 2, Edisi 4. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC

Saefudin. (2010). Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC

Sudoyo, A.W, Seiyohadi, B, dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai