Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT

PRE OP HEMORROID
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi
(Smeltzer dan Bare, 2002). Hemoroid atau “wasir” merupakan vena varikosa pada kanalis ani
dan dibagi menjadi 2 jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises
vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, hemoroid eksterna timbul disebelah
luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul disebelah atas (atau disebelah proksimal)
sfingter. Kedua jenis hemoroid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk
yang berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat
menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor
etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam
sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran
balik (Price dan Wilson, 2006).

Penelitian menunjukan bahwa ada 1,5 juta resep untuk penyakit hemoroid setiap tahunnya
dan disebutkan pula bahwa dari tahun ke tahun,jumlah penderita hemoroid yang menjalani rawat
inap di rumah sakit semakin berkurang. Berdasarkan statistik jumlah tindakan hemoroidektomy
menurun. Pada tahun 1974 merupakan puncak dimana hemoroidektomy dilakukan pada
sebanyak 117 per 100.000 orang dan menurun 13 tahun kemudian (1987) yaitu menjadi per
100.000 orang. Angka kejadiaan hemoroid yng cukup tinggi di masyarakat didukung oleh
beberapa hal diantaranya adalah kebutuhan makan atau kebutuhan eliminasi ( BAB ) masyarakat.
Pada umumnya klien hemoroid tidak mengetahui pentingnya makanan tinggi serat dan kebiasaan
BAB yang tidak teratur sering mengejan saat BAB. 2 Penyebab hemoroid antara lain kongesti,
peningkatan tekanan intra abdominal misal karena adanya fibroma
uteri,konstipasi,kehamilan,tumor rectum,pekerjaan yang terlalu lama duduk,penyakit hati kronik
serta pengaruh hiprtensi portal yang bisa mengakibatkan terjadinya aliran balik karena
peningkatan vena portal dan sistemik.(smeltzer,2002:1138)

Probosuseno tahun 2009 juga menjelaskan, semua orang dapat terkena wasir. Namun yang
paling sering adalah multipara (pernah melahirkan anak lebih dari sekali). Insidensinya sekitar 5-
35 % dari masyarakat umum dan terutama yang berusia lebih dari 25 tahun, dan jarang terjadi di
bawah usia 20 tahun kecuali wanita hamil. Hemoroid atau “wasir” merupakan vena varikosa
pada kanalis dan dibagi menjadi 2 jenis yaitu, hemorroid interna dan eksterna. Kedua jenis
hemoroid ini sangat sering dijumpai dan terjadi sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25
tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang
tidak nyaman. Hemoroid atau wasir memang menjadi momok bagi sebagian orang yang
menderitanya. Benjolan didalam anus sangat membuat rasa tidak nyaman, baik untuk posisi
duduk maupun berdiri. Apalagi kalau hendak buang hajat (BAB), seseorang sering meringis
kesakitan.

Data diatas menunjukkan jumlah penderita hemoroid dari tahun ke tahun mengalami kenaikan
dan penurunan. Pada tahun 2007 sampai tahun 2009 angka kejadian hemoroid mengalami
kenaikan 6,66-7,10 %, kemudian pada tahun 2010 mengalami penurunan sebanyak 0,70 %. Dan
mengalami kenaikan lagi pada tahun 2011 sebanyak 0,86 %. Keluhan yang biasanya dirasakan
oleh pasien hemoroid adalah nyeri, terdapatnya benjolan pada anus dan perdarahan. Adapun
keluhan dapat diatasi dengan berbagai tindakan. Ada beberapa alternatif lain untuk menangani
hemoroid yaitu dengan hemoroidektomi. komplikasi yang mungkin terjadi setelah tindakan
operasi yaitu perdarahan, trombosis, dan strangulasi hematoma (hemoragi) dan infeksi pada luka
setelah operasi. Sedangkan komplikasi sebelum pembedahan adalah berkurangnya sel darah
(anemia), dan hipotensi jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan perdarahan hebat
(Smeltzer dan Bare, 2002). Timbulnya berbagai manifestasi dan komplikasi pada pasien
hemoroid dapat mempengaruhi aspek bio-psiko-sosio-kultural spiritual. Pasien pre operasi
hemoroidektomi dapat mengalami nyeri, gatal, perdarahan dan cemas, sedangkan pasien post
operasi hemoroidektomi dapat mengalami resiko perdarahan, nyeri akibat pembedahan, cemas
akibat nyeri pasca pembedahan, kerusakan integritas kulit, resiko infeksi, dan resiko konstipasi.
Oleh karena itu pasien dengan hemoroid perlu dilakukan asuhan keperawatan dengan tepat.
Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien hemoroid antara lain sebagai pemberi
pelayanan kesehatan, pendidik, pemberi asuhan keperawatan, pembaharu, pengorganisasi
pelayanan kesehatan yang khususnya adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan.

1. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Hemoroid ?

2. Tujuan laporan
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran nyata tentang Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan
Hemoroid.

2. Tujuan Khusus
 Mampu menjelaskan konsep dan penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny.A
dengan Hemoroid.

 Mampu melaksanakan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang
benar pada Ny.A dengan Hemoroid.
 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data serta
mengidentifikasi masalah potensi pada pada Ny.A dengan Hemoroid..
 Mampu menyusun rencana dan menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh
sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah pemecahan
masalah pada Ny.A dengan Hemoroid
 Mampu melaksanakan rencana keperawatan secara menyeluruh sesuai dengan rencana
yang telah disusun pada Ny.A dengan Hemoroid.
 Mampu melaksanakan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan Asuhan
Keperawatan pada Ny.A dengan Hemoroid.
 Mampu mendomentasikan Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan Hemorroid

3. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi penulis

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam menerapkan asuhan
keperawatan kususnya pada pasien dengan Hemorroid.

2. Bagi STIKes MERCUBAKTIJYA Padang

Diperolehnya informasi tentang Laporan Pendahuluan ( LP ) sebagai bahan masukan bagi


mahasiswa yang melaksanakan pendidikan di STIKes MERCUBKTIJAYA Padang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep dasar Hemorroid


a. Pengertian

Hemoroid adalah dilatasi vena hemoroid interior atau superior.

(Kamus Saku Kedokteran Dorland: 1998).

Hemoroid (“wasir”) adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung
pleksus pada lubang vena, dan arteri kecil. Hemoroid interna hanya melibatkan jaringan lubang
anus bagian atas (Grace. Pierce A: 2004). Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi
pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid
eksterna adalah pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar linea
dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa)
diatas atau didalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009).

2. ANATOMI FISIOLOGI

Kolon merupakan sambungan dari usus halus, dengan panjang kira – kira satu setengah meter.
Dimulai pada katup ileosekal. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot
iliopsoas, kemudian kolon naik sebelah kanan lumbal yang disebut ; kolon asendens, lalu
dibawah hati berbeluk pada tempat yang disebut fleksura hepatika.

Selanjutnya kolon berjalan melalui tepi daerah epigastrium dan umbilikal sebagai kolon
transversal kemudian membelok sebagai fleksura lienalis dan berjalan melalui daerah kiri lumbal
sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid
dan dibentuk kolon sigmoideus dan kemudian masuk ke dalam pervis besar dan menjadi rektum.

Rektum kira – kira sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar. Dimulai dari kolon sigmoid dan
berakhir pada saluran anal yang kira – kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir pada anus
yang diapit oleh otot internus dan otot eksternus.

Usus besar menunjukkan empat morfologi lapisan seperti apa yang ditemukan juga pada usus
halus yaitu :

1) Lapisan serosa.

Merupakan lapisan paling luar, dibentuk oleh peritoneum. Mesenterium merupakan


lipatan peritoneum yang lebar, sehingga memungkinkan usus bergerak lebih leluasa.
Mesenterium menyokong pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf mensuplai usus.
Fungsi dari peritoneum adalah mencegah pergesekan antara organ – organ yang
berdekatan, dengan mengekskresikan cairan serosa, yang berfungsi sebagai pelumas.
2) Lapisan otot longitudinal

Meliputi usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita, yang disebut taenia
koli, taenia bersatu pada sigmoid distal sehingga rektum mempunyai selubung otot yang
lengkap.

3) Lapisan otot sirkuler

Diantara kedua lapisan otot tersebut, terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang
mensuplai usus.

4) Lapisan mukosa

Lapisan paling dalam tidak mempunyai vili atau rugae dan merupakan salah satu
perbedaan dengan usus halus.

Usus besar secara klinis, dibagi dalam separuh bagian kanan dan kiri, menurut suplai
darahnya. Arteri mesenterika superior memperdarahi separuh bagian kanan, yaitu sekum,
kolon asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversal. Arteri mesenterika inferior
mensuplai separuh bagian kiri yaitu sepertiga distal kolon mendatar (transversum).

Suplai darah lain pada rektum diselenggarakan oleh arterial haemoroidalis yang berasal
dari aorta abdominalis dan arteri iliaka interna.

Venous rektum dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan
inferior, dan vena haemorhoidalis superior yang menjadi bagian dari sistem porta yang
mengalirkan darah ke hati. Vena haemorhoidalis medial dan inferior mengalirkan darah
ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.

Suplai saraf usus besar, dilakukan oleh sistem saraf dengan mengecualikan sfingter
eksterna yang diatur oleh sistem volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui nervus
vagus, kebagian tengah kolon transversum dan nervus pervikus, yang berasal dari daerah
sakral mensuplai bagian distal Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan
sekresi, kontraksi dan perangsangan sfingter rektum sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek – efek berlawanan.

 Fisiologi kolon dan rektum

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi kolon yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit yang sebagian besar
dilangsungkan pada kolon bagian kanan, dan fungsi kolon sigmoid sebagai reservoir untuk
dehidrasi massa faeces, sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, sekitar 600 ml/hari dibandingkan dengan 8.000 ml air yang
diabsorbsi oleh usus halus. Akan tetapi kapasitas absorbsi usus besar sekitar 2.000 ml/hari.
bila jumlah ini dilampaui oleh pengiriman cairan yang berlebihan dari ileum mengakibatkan
diare.

Berat akhir faeces yang dikeluarkan perhari sekitar 2.000 gram, 75 % diantaranya berupa air dan
sisanya terdiri dari residua makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas
dan mineral yang tidak diabsorpsi.

Sangat sedikit pencernaan berlangsung dalam usus besar. Sekresi usus besar mengandung
banyak mukus, menunjukkan sekresi alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus bekerja
sebagai pelumas dan pelindung mukosa pada peradangan usus.

3. Etiologi

Menurut Sylvia Anderson P. (1994), Hemorroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau
inflamasi vena hemorroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti

1. Konstipasi/diare
2. Sering mengejan pada buang air besar yang sulit.
3. Kongesti pelvia pada kehamilan
4. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama
duduk, merokok)
5. Pembesaran prostat
6. Fibroama uteri
7. Tumor rectum
8. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal.
9. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
10. Kurang berolahraga/imobilisasi.

4. Klasifikasi
1. Hemorroid Interna

Hemoroid interna dikelompokan dalam 4 derajat :

1. Derajat satu

Tidak menonjol melalui anus dan hanya dapat ditemukan dengan protoskopi, lesi biasanya
terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-
cabang vena hemoroidalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan.

2. Derajat dua

Dapat mengalami prolapsus melalui anus saat defekasi hemoroid ini dapat mengecil secara
spontan atau dapat direduksi (dikembalikan ke dalam) secara manual.
3. Derajat tiga

Mengalami prolapsus secara permanen (kadang dimana varises yang keluar tidak dapat
masuk kembali) dengan sendirinya tapi harus didorong. Dalam hal ini mungkin saja varieses
keluar dan harus didorong kembali tanpa perdarahan.

4. Derajat empat

Akan timbul keadaan akut, dimana varieses yang keluar pada saat defekasi tidak dapat
didorong masuk kembali hal ini akan menimbulkan rasa sakit. Biasanya ini terdapat trombus
yang diikuti infeksi dan kadang-kadang timbul peningkatan rektum.

2. Hemoroid Eksterna.

Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi
hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1. Akut

Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah
hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:

– Sering rasa sakit dan nyeri

– Rasa gatal pada daerah hemorid

Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor rasa sakit.

2. Kronik

Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus
yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

5. Patofisiologi

Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan. Akan timbul bila
ada penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi. Hemoroid timbul akibat kongesti vena
yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang
melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan
nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar
berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul
akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan
darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan
nekrosis..

6. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami
trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yag keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces.
Dapat hanya berupa gejala pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena
kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif dipleksus hemoroidalis menyebabkan darah di
vena tetap merupakan ”darah arteri”.

Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid
yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps.
Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh reduksi
spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemoroid intern ini perlu
didorong masuk lagi. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai
pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.

Menurut Sudoyo Aru, dkk 2009, mengatakan bahwa Manifestasi Klinis hemorroid yaitu :

1. Timbul rasa gatal dan nyeri


2. Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi.
3. Pembengkakan pada area anus.
4. Nekrosis pada area sekitar anus.
5. Perdarahan atau prolaps.

7. Komplikasi

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan stranggulasi.
Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan colok dubur

Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid interna


tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri.
2. Anoskop

Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.

3. Proktosigmoidoskopi

Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses
keganasan di tingkat yang lebih tinggi karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja
atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

ü Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy

4. Pemeriksaan Hematologi

ü Laboratorium : – Leukosit

– Hb

9. Penatalaksanaan

1 ) Operasi Herniadectomy

2 ) Non operatif

Ø Untuk derajat I dan II

 Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.


 Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk melunakan
feces.
 Anti biotik bila terjadi infeksi.
 Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan timbul
fibrosis dan hemoroid lalu mengecil).
 “ Rubber Band Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastic kira – kira I
minggu, diharapkan terjadi nekrosis.

Ø Untuk derajat III dan IV

Dapat dilakukan sebagai berikut:

 Pembedahan
 Dapat dilakukan pengikatan atau ligation.
 Dapat dilakukan rendam duduk.
 Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan kolaps
(keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Bila seorang datang dengan derajat IV tidak boleh langsung di lakukan oprasi, harus di
usahakan menjadi derajat III dulu. Dengan cara duduk berendam dengan cairan PK
1/10.000 selama 15 menit, kemudian di kompres dengan larutan garam hipertonik
sehingga edema keluar dan kotoran keluar. Biasanya setelah dua minggu akan menjadi
derajat III.

Pada wanita hamil, karena akan sembuh setelah kehamilan berakhir, maka tidak perlu di
adakan oprasi karena akan membahayakan janin dan varisesnya pun juga akan hilang.
Bila ada perdarahan lakukan pengikatan sementara, setelah partus baru di adakan
tindakan defenitif.

3) Terapi Bedah

Ø Bedah Konvensional

Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan yaitu:

1. Teknik Milligan – Morgan

Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid
tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum.
Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis.
Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.

Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat
dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan
eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara
keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena
dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus
ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.

Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang
terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu
banyak jaringan.

2. Teknik Whitehead

Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas
seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi
sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.

3. Teknik Langenbeck

Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan
jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering
digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut
sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose
yang dalam karena sfingter ini harus benar-benar lumpuh.

Ø Bedah Laser

Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat
pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga
tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada
bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat
banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena
pada saat memotong jaringan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut
sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung
saraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas
operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan mengering.
Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.

Ø Bedah Stapler

Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri
dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.Pada dasarnya hemoroid merupakan
jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang
air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut
menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan
hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang
semua.

Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan
dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler
dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan
dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi
jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler.
Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan
yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke
jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.

Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi
anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian
sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga
rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
10. Prognosis

Dengan terapi yang tepat keluhan pasien dengan hemoroid dapat dihilangkan. Pendekatan
konservatif harus dilakukan pada hampir setiap kasus. Hasil dari hemoroidektomi cukup
memuaskan. Untuk terapi lanjutan, mengedan harus dikurangi untuk mencegah kekambuhan.
1. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan faktor kunci dalam kelangsungan kehidupan pasien dan
dalam pelayanan kesehatan dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi serta pencegahan (
Doengoes,2000). Proses keperawatan adalah kerja perawat saat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Proses keperawatan merupakan pendekatan kerja yang sistematis, terorganisasi,
fleksibel dan berkelanjutan. Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling ketergantungan satu
dengan lainya dan bersifat dinamis dan susunan secara sistematis untuk menggambarkan
perkembangan dari tahap yang satu dengan yang lain. Proses keperawatan adalah metode dimana
suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan
problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditunjukan
untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga (Nursalam,2001).

1. Pengakajian

Menurut Carpenito-Moyet dan Lynda Juall (2006), pengkajian keperawatan adalah langkah
awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio,psiko,sosial,spritual dan kultural serta
komprehensif. Pengkajian adalah pemikiran dasar dan proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Nasrul Efendy,1995). Maksud dari pengkajian ini adalah untuk
mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data tersebut berasal dari pasien( data
primer ),data dari keluarga (data sekunder), data dari catatan yang ada (data tersier), melalui
wawancara, observasi langsung dan melihat secara medis.

1. Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR,
serta penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

Pada umumnya klien mengeluh perih saat buang air besar, feses yang keluar keras, saat BAB
terdapat darah setelah feses keluar , dan rasa panas di sekitar rektum.

 Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

Kaji penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid seperti (Sembelit, genetic predisposisi,
infeksi anal, pembedahan rektal atau episiotomi, hipertensi portal (sirosis), gatal – gatal
disekitar rektum.) Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh atau
terulang kembali. Dan pada pasien waktu pengobatan terdahulu tidak dilakukan pembedahan
sehingga akan kembali kambuh.
 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)

Mengkaji apakah eluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama, penyakit
keturunan (seperti diabetes, hipertensi, asma, dll), penyakit menular (seperti hepatitis,
HIV/AIDS, TBC, dll)

1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
3. Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis coompertif.
4. Berat badan : Biasanya berat badan pasien ada mengalami penurunan dan biasanya juga
mengalami kenaikan berat badan.
5. Tekanan darah : Biasanya tekanan darah pasien rendah/meningkat.
6. Suhu : Biasanya suhu pasien meningkat yaitu ± 39°C
7. Pernafasan : Biasanya pernafasan pasien dengan frekuensi normal yaitu ± 20 x/i
8. Nadi : Biasanya pasien mengalami frekuensi denyut nadi meningkat yaitu 120 x/i

2. Kepala
1. a) Rambut

Rambut klien bersih, rambut hitam beruban, bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan
maupun lesi, tidak ada kelainan lain di kepala.

1. b) Mata

Bentuk kedua bola mata simetris, kelopak mata simetris, bulu mata ada, konjungtiva
anemis, reflek pupil normal, dibukti dengan cara memakai cahaya penlight didekatkan
pupil mengecil dan saat cahaya dijauhkan pupil kembali membesar. Pergerakan bola mata
pasien normal dibuktikan dengan cara saat mata pasien mengikuti arah jari pemeriksa.

1. c) Telinga

Kedua telinga simetris, telinga bersih tidak ada sekret/kotoran maupun perdarahan, tidak
ada lesi maupun massa, tidak ada peradangan, pendengaran pasien baik, terbukti saat
pemeriksa berbicara pelan / normal klien mendengar..

1. d) Hidung

Bentuk tulang hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada perdarahan maupun
sekret / kotoran, tidak ada massa dan nyeri di daerah hidung, penciuman klien normal,
dibuktikan dengan cara klien dianjurkan mencium wewangian (parfum, kayu putih,
sabun) dan klien menjawab dengan tepat.
1. e) Mulut, Lidah, Gigi

Bibir simetris, warna bibir merah muda, bibir lembab, tidak ada lesi, gigi utuh, warna gigi
putih, tidak ada karies, keadaan gigi bersih, tidak ada lesi di daerah gusi, tidak ada
pembengkakan atau stomatitis.

Bentuk lidah normal, warna lidah pucat, tidak ada kelainan di lidah. Saat dilakukan
palpasi di rongga mulut tidak ada pembengkakan maupun nyeri tekan.

Indra perasa klien masih normal, dibuktikan dengan cara saat pemeriksa memberikan
perasa dan klien menjawab dengan tepat. Saraf kranial hipoglosal klien normal, terbukti
saat klien dapat mengeluarkan dan menggerakan lidah. Gerak otot rahang klien masih
bekerja dengan baik.

2) Leher

Bentuk leher normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada massa, reflek menelan klien
baik, saraf kranial asesori klien baik, dibuktikan saat klien di minta untuk menengok ke
kiri / kanan kemudian ditahan oleh pemeriksa.

3) Dada, Payudara, dan Ketiak

Tidak ada kelainan di daerah dada, bentuk dada simetris, ekspansi dada seimbang,
terbukti saat pemeriksa merasakan getaran dan keseimbangan di punggung klien saat
klien bernafas. Traktil fremitus klien seimbang dibuktikan dengan cara saat pemeriksa
meletakan kedua tangan di punggung klien pada saat klien mengucapkan bilangan “tujuh
– tujuh”. Suara pernafasan jernih, tidak ada suara tambahan, irama nafas klien teratur dan
normal.

Tidak ada suara tambahan pada jantung, irama jantung teratur dan normal. Tidak ada
edema di daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak ada massa dan lesi, tidak ada
keluaran di daerah putting. Tidak ada edema, massa maupun lesi di daerah ketiak, tidak
ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan.

4) Abdomen

Bentuk perut datar, simetris, tidak ada kelainan lain, Nyeri tekan pada abdomen, bisa
terjadi konstipasi., bising usus klien normal yaitu 9x/menit, Posisi umbilikal normal,
tidak ada peradangan ataupun keluaran, keadaan umbilikal bersih, tidak ada kelainan lain
pada umbilikal.

5) Genitalia dan anus

Alat genetalia pasien biasanya kotor, Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada
anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
6) Kulit dan Kuku

Kulit tidak ada lesi maupun edema, warna kuku merah muda, bentuk kuku normal, kuku
tebal, tekstur kuku lembut, turgor kulit normal..

7) Ekstermitas

1. a) Atas

Bentuk kedua tangan simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien
normal, terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut menggunakan reflek
hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. tingkat kekuatan otot klien 4 dari 5
(cukup kuat tetapi tidak dengan kekuatan penuh dan dapat menahan tahanan)

1. b) Bawah

Bentuk kedua kaki simetris, tidak ada kelainan lain, reflek patella normal dibuktikan
dilakukan ketukan di lutut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung
ekstermitas. Tingkat kekuatan otot kaki klien yaitu 5 dari 5 (kekuatan kontraksi penuh
dan dapat menahan tahanan dengan baik)
1. Data Pola Kebiasaan Sehari-hari

No Kebutuhan Sebelum sakit Sesudah sakit


1. Nutrisi

a. BB/TB 47 kg/140 cm 47 kg/140 cm

b. Diit terakhir Nasi BN 1600 kal

c. Kemampuan mengunyah

– Mengunyah Baik Baik

– Menelan Baik Baik

– Bantuan total/sebagian Tidak ada Sebagian

d. Frekuensi makan 3x/hari 3x/hari


1
e. Porsi makan 1 porsi /2 porsi

f. Makanan yang di sukai Tidak terkaji Tidak terkaji

g. Makanan yang menimbulkan Tidak ada Tidak ada


alergi
2. Cairan

a. Intake Air putih Air putih

– Oral + 1000 cc + 600 cc

Jenis Tidak ada Sebagian

Jumlah Tidak ada RL

Bantuan total/sebagian Tida k ada + 400 cc

– Intervensi

Jenis Tidak ada Tidak ada

jumlah Tidak ada Tidak ada

b. Output Tidak ada Tidak ada


– Sunction

– Drain

– Muntah
3. Eliminasi

a. BAB

Frekuensi 1x/hari 2 hari 1 x

Warna Khas feses Khas feses

konsistensi Keras keras

Terdapat darah campur darah dan


terdapat benjolan

3 x/hari
b. BAK
Kuning jernih
Frekuensi 3 – 4 x/hari
+ 600 cc
Warna Kuning jernih

Jumlah + 800 cc
Istirahat

a. Lama tidur 8 – 9 jam 6 – 7 jam

b. Kesulitan mulai tidur Tidak ada Gelisah dan meringis

c. Kebiasaan mulai tidur Malam Siang + malam


5. Personal hygiene

a. Mandi 2x/hari Belum pernah

– Frekuensi Pagi + sore –


– Kebiasaan mandi Tidak ada –

– Bantuan 2x/hari –

b. Gosok gigi 1x/2 hari –

c. Cuci rambut 1x/minggu –

d. Gunting kuku 2x/hari –

e. Ganti pakaian 1x/hari


6. Aktivitas

a. Kesulitan dalam melakukan Tidak ada Ya


aktivitas

b. Anjuran badrest
Tidak ada Ya

2. Data sosial ekonomi

Hemoroid biasanya terjadi pada semua golongan masyarakat dan biasanya klien dan keluarga
mengelukan bahwa terjadi perubahan dalam penghasilan keluarga sehingga menimbulkan
masalah keuangan keluarga.

3. Data psikososial

Penampilan, status emosi, konsep diri, dan kecemasan. Biasanya pasien dan keluarga ditemui
perasaan takut, cemas, marah, dan pasien terlihat gelisah.

4. Data spritual

Penatalaksanaan ibadah klien selama sebelum sakit selalu taat beribadah dan selama dirawat
klien hanya bisa berdo’a untuk kesembuhannya.

1. Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan Hematologi (pemeriksaan darah lengkap) seperti Hb, Leukosit
3. Pemeriksaan sigmoskopi
4. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal
sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi vena hemoroidalis
3. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat
nyeri selama eliminasi.
5. Intervensi keperawatan NANDA NIC NOC

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri akut v Pain level Pain Management
berhubungan
dengan iritasi, Kriteria hasil : – Lakukan pengkajian
tekan dan nyeri secara komprehensif
sensitifitas pada v Mampu mengontrol nyeri ( termasuk lokasi, karakteristik,
area rectal/anal tahu penyebab nyeri, mampu durasi, frekuensi, kualitas dan
sekunder akibat menggunakan teknik non faktor presifitas
penyakit anorektal farmakologi untuk
dan spasme sfingter mengurangi nteri, (mencari – Observasi reaksi non
pada pasca operatif. bantuan) verbal dari ketidaknyamanan

v Melaporkan bahwa nyeri – Gunakan teknik


berkurang dengan komunikasi terpaeutik untuk
menggunakan menajemen mengtahui pengalaman nyeri
nyeri pasien

v Mampu mengenali nyeri – Kaji kultur yang


(skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi respon nyeri
dan tanda nyeri)
– Evaluasi pengalaman
v Menyatakan rasa nyaman nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang.
– Evaluasi brsama pasien
dan tim kesehatan lain tentang
ketidak efektifan kontrol nyeri
masa lampau

– Bantu pasien dan


keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan

– Kontrol ligkungan yang


dapat mmpengaruhi nyeri sperti
suhu ruangaan, pencahayaan
dan kebisingan

– Kurangi faktor presifitasi


nyeri

– Piih danlakukan
penanganan nyeri (
Farmakologi, non Farmakologi,
dan interpesonal)

– Kaji dan tipe dan sumber


nyeri untuk menentukan
intervensi

– Ajarkan tentang teknik


non farmakologi

– Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri

– Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri

– Tingkatkan istirahat

– Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

– Monitor penerimaan
pasien tentang managemen
nyeri

Analgesic Administration

– Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat

– Cek intruksi dokter


tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi

– Cek riwayat alergi

– Pilih analgesic yang


diperlukan atau kombinasi dari
anlgesic ketika pemberin lebih
dari satu

– Tentukan piihan
analgesic tergantung tipe dan
beratnya nyeri

– Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal

– Pilih rute pemberian


secara IV, IM untuk –engubatan
nyeri secara teratur

– Monitor vital sign


sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali

– Pemberin analgesic tepat


waktu terutama saat nyeri hebat

– Evaluasi efektifitas
analgesis, tanda dan gejala
2 Resiko infeksi v Knowledge : infecton Infection control (kontrol
berhubungan control infeksi)
dengan inflamasi
vena hemoroidalis Kriteria Hasil : – Bersihkan lingkungan
setelah di pakai oleh pasien lain
v Klien bebas dari tanda
gejala infeksi – Pertahankan tekhnik
isolasi
v Mendeskripsikan proses
pengeluaran penyakit, faktor – Batasi pengunjung bila
yang mempengaruhi perlu
penularan serta
penatalaksanaan – Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci
v Menunjukan kemampuan tangan saat berkunjung dan
untuk mencegah timbuhnya setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien

v Jumlah leukosit dalam – Gunakan sabun


batas normal. antimikrobia untuk cuci tangan

v Menunjukan perilaku – Cuci tangan setiap


hidup sehat. sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan

– Gunakan baju, sarung


tangan sebagai alat pelindung

– Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat

– Ganti letak IV perifer


line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum

– Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing

– Tingkatkan intake nutrisi

– Berikan terapi antibiotik


bila perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)

– Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal

– Monitor kerentanan
terhadap infeksi

– Hitung granulosit, Wbc

– Sering pengunjung
terhadap penyakit menular

– Pertahankan tekhnik
aspesis pada pasien yang
berisiko

– Pertahankan tehnik
isolasi k/p

– Berikan perawatan kulit


pada area epiderma

– Inspeksi kulit dan


membran mukosa terhadap
kemerahan, pansa, drainnase

– Inspeksi kondisi luka/


insis bedah

– Dorong masukan nutrisi


yang cukup

– Dorong masukan cairan

– Dorong istirahat

– Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik sesuai
resep

– Ajarkan pasien dan


kleuarga tanda dan grjala infeksi

– Ajarkan cara menghidari


infeksi

– Laporkan kecurigaan
infeksi

– Laporkan kultur positif


3 Konstipasi Bowel elimination Constipation / impaction
berhubungan Hydration management
dengan
mengabaikan Kriteria hasil : – Monitor tnda dan gejala
dorongan untuk konstipasi
defekasi akibat v Mempertahankan bentuk
nyeri selama feses – monitor bising usus
eliminasi.
v Lunak setiap 1-3 hari – monitor feses,
frekuensi, konsistensi dan
v Bebas dari volume
ketidaknyamanan dan
kostipasi – konsultasi dengan dokter
tentang penurunan dan
v Mengidentifikasi indicator peningkatan bising usus
untuk mencegah konstipasi
– monitor tanda dan gejala
v Feses lunak dan berbentuk ruptur usus/peritonitis

– jelaskan etiologi dan


rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
– indentifikasi faktor
penyebab dan kontribusi
konstipasi

– dukung intake cairan

– kolaborasi pemberian
laksative

– pantau tanda tanda


gejala konstipasi

– pantau tanda-tanda
gejala infeksi

– memantau gerakan usus,


termasuk konsistensi, frekuensi,
bentuk, volume dan warna

– memantau bising usus

– konsultasikan dengan
dokter tentang penurunan atau
kenaikan frekuensi bising usus

– pantau tanda-tanda dan


gejala pecahnya usus dan atau
peritonitis

– jelaskan etiologi masalah


dan pemikiran untuk tindakan
untuk pasien

– menyusun jadwal ke
toilet

– mendorong
meningkatkan asupan cairan,
kecuali di kontraindikasi kan

– evaluasi profil obat


untuk efek samping
gastrointestinal

– anjurkan pasien atau


keluarga untuk mencatat warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja

– ajarkan pasien atau


keluarga bagaimana menjaga
buku harian makanan

– anjurkan pasien/keluarga
untuk diet tinggi serat

– anjurkan pasien/keluarga
pada penggunaan yang tepat
dari obat pencahar

– anjurkan pasien/keluarga
pada hubungan asupan diet,
olahraga, dan cairan sembelit
atau infaksi

– menyarankan pasien
berkonsultasi dengan dokter jika
sembelit atau infaksi terus ada.

– Menginformasikan
pasien prosedur penghapusan
manual dari tinja, jika perlu

– Timbang pasien secara


teratur

– Ajarkan pasien atau


keluarga tentang proses
pencernaan yang normal

– Ajarkan pasien/keluarga
tentangkerangka waktu untuk
resolus sembelit.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah di tentukan, dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri, atau dilakukan secara
bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi atau fisioterapy.
Hal yang akan dilakukan sangat bergantung pada jenis tindakan, padakemampuan/keterampilan
dan keinginan pasien, serta tenaga perawat itu sendiri.Dengan demikian, tampak bahwa
pelaksanaan keperawatan bukan semata-matatugas perawat, tetapi melibatkan banyak pihak.
Namun demikian, yang memilikitanggung jawab secara keseluruhan adalah tenaga perawat.

Dalam tindakan keperawatan terdiri atas langkah-langkah yang harus di lakukan, yaitu persiapan
dan langkah pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan :

1. Langkah persiapan

Pada langkah persiapan perawat hendaknya :

1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan


2. Menyiapkan tenaga dan peralatan yang di perlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik, sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan
4. Langkah pelaksanaan

Pada langkah pelaksanaa, tenaga perawat harus mengutamakan keselamatan, keamanan


dan kenyamanan pasien.Oleh sebab itu perawat harus :

1. Menunjukkan sikap yang meyakinkan


2. Peka terhadap respon pasien dan efek samping dari tindakan keperawatan yang di
lakukan
3. Melakukan sistematika kerja dengan tepat
4. Mempertimbangkan hukum dan etika
5. Bertanggung jawab dan tanggung gugat
6. Mencatat semua tindakn keperawatan yang telah di lakukan

Pada waktu perawat harus memberikan asuhan keperawatan, proses pengumpulan dan
analisis data berjalan terus-menerus guna perubahan pelaksanaan keperawatan, antara lain
fasilitas dan alat yang ada, perorganisasian, pekerjaan perawat, serta lingkungan fisik dimana
asuhan keperawatan di lakukan (Suarli, 2012)

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta tujuan pengkajian ulang rencana
keperawatan. Evaluasi keperawatan bertujuanuntuk menentuan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang telahdi tentukan dan menilai aktivitas rencana keperawatan dan strategi
asuhan keperawatan. Hal-hal yang perlu di evaluasi antara lain :

1. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif


2. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat tertentu
3. Apakah perubahan pasien seperti yang di harapkan
4. Strategi keperawatan manakah yang efektif

Langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi adalah :


1. Mengumpulkan data perkembangan pasien
2. Menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien
3. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan
kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang
berlaku.

Ada tiga simpulan dalam menafsirkan hasil evaluasi yairu :

1. Tujuan tercapai
2. Tujuan sebagian tercapai
3. Tujuan sama sekali tidak tercapai

Penilaian tentang perkembangan pasien dibuat melalui observasi, interaksi, dan pemeriksaan
oleh tenaga keperawatan, pasien, dan keluarga serta tim kesehatan lainnya. Apabila kemampuan
tidak tercapai sesuai dengan tujuan, tenaga keperawatan mengkaji ulang dan memperbaiki
rencana keperawatan. Evaluasi kemajuan pasien dapat menunjukkan masalah asarana yang perlu
di kaji dan direncanakan kembali.

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan, namun tidak berhenti sampai disini.
Evaluasi hanya menunjukkan masalah mana yang telah dapat di pecahkan dan masalah mana
yang perlu dikaji ualang, di rencanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi kembali, jadi proses
keperawatan merupakan siklus dinamis yang berkelanjutan. (Suarli, 2012)

Istilah SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi tersebut memiliki pengertian sebagai
berikut:

S Subjektif : Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan pasien)


O Objektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat
A Assesment : Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien
P Plan of care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
pasien

I Implementasi : Bagai mana di lakukan


E Evaluation : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan
R Revised : Apakah rencana keperawatan akan di ubah

6. Dokumentasi Keperawatan

Secara keselurahan asuhan keperawatan dapat dievaluasi sesuai dengan tujuan yang diharapkan
dan dapat di dokumentasikan secara tepat dan benar dalam status klien sebagai bahan
penanggung jawaban atau tindakan yang telah dilakukan dan studi kasus untuk perkembangan
ilmu pengetahuan selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari berbagai definisi yang dikemukakan dalam BAB II, penulis menyimpulkan bahwa
hemoroid adalah suatu benjolan yang tidak wajar yang terdapat di daerah anus yang dapat
menyebabkan nyeri pada saat BAB. Gejala utama hemoroid adalah perdarahan melaui anus yang
berupa darah segar tanpa rasa nyeri dan prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai
gradasinya. Kasus hemoroid pada Pasien. A dengan keluhan utama yaitu BAB bercampur
/dilumuti darah.

Diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal
sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi vena hemoroidalis
3. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri
selama eliminasi.

2. Saran

Diharapkan klien dapat memotivasi dirinya sendiri dan mengubah pola hidup yang lebih sehat
agar terhindar dari komplikasi penyakit hemoroid. Diharapkan keluarga klien dapat respon yang
positif bagi klien demi peningkatan status kesehatan klien dan diharapkan keluarga klien
waspada terhadap resiko pada keluarga klien sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Askanda, Sumitro. 1989, Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta : PT. Bina Aksara
2. Dongoes Moorhouse Geissle, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2., FK UI, Media
Aesculapius, Jakarta
4. Nurarif Huda Amin, dkk. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan dignosa medis dan
NANDA NIC-NOC edisi revisi Jild 2. Jogjakarta : Penerbit Mediaction Jogja
5. Price, Sylvia Anderson. 1989. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC
6. Schrock, Theodore R. 1991. Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
7. http://debyrahmad.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-hipertiroidisme.html (
Diakses pada tanggal 27 September 2016 ) http:// bumiirwan.blogspot.com/2013/09/lp-
hemoroid.html ( Diakses pada tanggal 27 September 2016 )
8. http://detikautik.blogspot.com/2013/07/askep-hemoroid.html ( Diakses pada tanggal 27
September 2016 )

Anda mungkin juga menyukai