Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PNEUMOTORAK

Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Aidul fitria P05120221003
2. Larenza puspa kiyanti P05120221027
3. Okta via P05120221035
4. Sultan kodri P05120221043
5. Yanda depriansyah P05120221050

Dosen Pembimbing:
Ns.Hendri Heriyanto,S.Kep.,M.Kep

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................1
Rumusan Masalah...........................................................................3
Tujuan
Tujuan Penulisan 4
Manfaat Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN TEORI
Konsep Asuhan Keperawatan Masyarakat Perkotaan.......................................................5
Definisi
Definisi Pneumothoraks 6
Klasifikasi dan Etiologi......................................................................................................6
Patofisiologi 8
Manifestasi Klinik 9
Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................................10
Penatalaksanaan Medis......................................................................................................11
Pathway 15

BAB 3 KASUS KEPERAWATAN


3.1 Kasus Keperawatan.........................................................................15

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan....................................................................................24

Daftar Pustaka.................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian cidera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika

tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian, kejadian trauma

dada terjadi seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta

sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi di berbagai rumah sakit.

Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering menyebabkan terjadinya trauma

pada toraks (Purnawaba dan Suarjaya, 2016).

Kurang dari 10% kasus trauma tumpul toraks dan sekitar 15-30%

trauma tembus toraks memerlukan tindakan torakotomi. Sebagian besar pasien

trauma toraks dapat ditatalaksana dengan prosedur teknik sesuai

kompetensi yang dimiliki oleh dokter umum. Letak trauma pun biasanya pada

toraks sebelah kanan dapat menyebabkan tension pneumotoraks, open

pneumotoraks, flail chest dan kontusio paru, hemotoraks massif sedangkan

pada toraks kanan dapat terjadi hal serupa disertai tamponade jantung (Putra

etc., 2015).

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam

rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya

paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks

terjadi karena ada hubungan antara paru dan rongga pleura atau hubungan

antara rongga dada dan dunia luar. Hubungan ini mungkin melalui luka di

dinding dada yang menembus pleura parietalis atau melalui luka di jalan napas

1
2

yang sampai ke pleura viseralis. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri dada

tajam yang muncul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik

napas atau terbatuk, sesak napas, dada terasa sempit, mudah lelah, denyut

jantung yang cepat, warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan

oksigen (Putra etc., 2015).

Pengetahuan identifikasi awal tentang gejala pneumotorak sangat

diperlukan untuk memberikan bantuan hidup dasar pada pasien pneumotoraks.

Karena penanganan awal yang tepat pada penderita pneumotoraks sangatlah

penting untuk mencegah terjadi kematian. Dikatakan pada sebuah penelitian

yang dikutip oleh (Punarbawa dan Suarjaya, 2016) penanganan awal pada

85% penderita pneumotorax dapat ditangani dengan menggunakan manover

bantuan hidup dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan.

Untuk mengidentifikasi gejala pnemutoraks, terlebih dahulu kita harus

mengetahui manifestasi klinis dan kriteria diagnosis dari pneumotoraks.

Pertama-tama melihat penyebab dari terjadinya pneumotoraks untuk

mengetahui tipe-tipe pneumotoraks apa yang kemungkinan terjadi ada

penderita. Di luar rumah sakit mungkin kita akan menemukan lebih banyak

kejadian pneumotoraks yang diakibatkan oleh terjadinya trauma, trauma yang

terjadi bisa secara langsung melukai dinding dada ataupun secara tidak

langsung.

Sebuah survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa di

Menostaangka kejadian pneumothorax tidak terlalu tinggi. Jumlah kasus ini

pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita pada pria kejadian kasus

pneumothorax sekitar 7/100000 sedangkan pada penduduk wanita


3

diperkirakan sekitar 1/100000. Hasil dari beberapa penelitian maka

menunujukkan bahwa jumlah pneumothorax pada laik-laki lebih banyak

(Lim,2012 dalam (Santoso, 2015)).

Mayoritas penderita pneumothoraks spontan tipe primer berada pada

golongan usia 21-30 tahun, sedangkan penderita pneumothoraks spontan tipe

sekunder banyak terlihat pada rentang usia 31 – 40 tahun. Fahad Alhameed

menyebutkan bahwa pneumothoraks spontan tipe sekunder banyak terjadi

pada penderita di atas 60 tahun karena usia di atas 60 tahun adalah puncak

insiden terjadinya penyakit paru yang merupakan pencetus pneumothoraks

spontan tipe sekunder, namun sebenarnya penyakit paru bisa terjadi pada

golongan usia manapun, baik muda maupun tua (Lim, 2012 dalam (Santoso,

2015)).

Penumothorax jika tidak segera mendapatkan penanganan maka akan

menyebabkan keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluh

darah kolaps sehingga pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan

darah menurun . Selain itu pneumothoraks juga dapat menyebabkan hipoksia

dan dispnea berat dan dapat menyebabkan kematian. Melihat bahaya dan

angka kejadian dari pneumothorax yang cukup besar maka kelompok kami

bermaksud menyusun sebuah makalah dengan masalah yang diangkat yaitu

penumothorax (Corwin,2009 (Santoso, 2015)).


4

Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Konsep Medis Pneumotorak?
1.2.2 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Dengan Pneumotorak?

Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Konsep Medis Pneumothorax
Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien dengan
Pneumothorax

Manfaat Penulisan

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Sebagai Bahan Diskusi pada Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Sebagai Referensi untuk Penulis Selanjutnya


BABII
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Asuhan yang dilakukan dalam Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan

kepada individu, keluarga, kelompok, maupun komunitas yang ada di

lingkungan perkotaan. Saat ini mayoritas populasi penduduk di dunia

mempunyai hidup dan menetap di kota yang merupakan pergeseran dari

dominasi pedesaan yang sudah lama terjadi. Pertumbuhan besar-besaran

kota di dunia terjadi dan daerah kumuh di kota pun berkembang dengan

cepat (Vlahov, et al., 2010 dalam Allender, Rector, & Warner, 2014).

Kondisi sosial yang kurang baik, gaya hidup yang monoton

(sedentary life style), kebiasaan dan pola makan yang lebih memilih junk

food, ketidakseimbangan kesehatan sudah menjadi kejadian yang biasa di

perkotaan. Bahkan dalam pelayanan kesehatan sudah digunakan tindakan-

tindakan yang modern dan masalah kesehatan meningkat insidensinya dari

dalam rumah sakit sendiri. Berbeda dengan negara miskin dan

berkembang yang dicirikan dengan perumahan yang kualitasnya buruk.

Perkembangannya berhubungan langsung dengan kesehatan mental dan

keterlambatan perkembangan. Dijelaskan oleh Marmot, Friel, Bell,

Houwelling, dan Taylor (2008) bahwa penduduk area di perkotaan

memiliki masalah kesehatan yang ditandai dengan banyaknya angka

kecelakaan, kekerasan, dan penyakit tidak menular.

5
6

Angka kecelakaan selama tindakan medis pun dapat terjadi sebagai

komplikasi tindakan yang menyebabkan panjangnya hari perawatan

bahkan kematian. Onuki, et al., (2017) menjabarkan kasus pneumothorax

primer dan sekunder pada 938 pasien di Tsuchiura Kyodo General

Hospital, terdapat 14 (87,5%) pasien meninggal karena respiratory

disease, dan 6 (37,5) meninggal karena pengembangan dari Pneumothorax

Spontan. Lalu rata-rata Length of Stay (LOS) 41 ± 65 hari, sedangkan

pasien yang terpasang continuous chest drain sebanyak 12 (75%) pasien

dan 2 (16,7%) di antaranya mendapatkan intervensi pembedahan.

Pada kasus pneumothorax akibat trauma atau tindakan medis disebut

iatrogenic pneumothorax (Papagiannis, et al., 2015). Selanjutnya

Papagiannis, et al. (2015) menjelaskan bahwa pneumothorax merupakan

keadaan emergency yang dapat terjadi baik di luar rumah sakit ataupun

ketika hospitalisasi dan mayoritas terjadi di rumah sakit. Pneumothorax

sendiri diartikan sebagai adanya udara di rongga dada dan secara spesifik

berada pada rongga pleura. Penyebab terjadinya pneumothorax pun

beragam. Dua penyebab mayoritas terjadinya pneumothorax ialah spontan

dan traumatik.

Definisi
Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam

rongga paru pleura (Muntaqqin, 2008). Pneumothoraks adalah adanya udara

dalam rongga pleura. Biasanya pneumothorak hanya ditemukan unilateral,

kecuali pada blast-injury yang hebat dapat ditemukan pneumothorak bilateral

(Danusantoso dalam Wijaya dan Putri, 2013). Dapat ditarik kesimpulan


7

bahwa pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura

akibat robeknya pleura.

Klasifikasi dan Etiologi

Menurut Wijaya (2013), berdasarkan penyebabnya penumotorak dapat dibagi


menjadi dua, yaitu :

Pneumothorak spontan
Pneumotorak spontan adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan suatu pneumotorak yang terjadi secara tiba-tiba dan tak

terduga atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya, pneumotorak

spontan ini dapat menjadi 2 yaitu :

a. Pneumotorak spontan primer

Pneumotorak spontan primer adalah suatu penumotorak yang

terjadi adanya penyakit paru yang mendasari sebelumnya umumnya

pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan

aktivitas belum diketahui penyebabnya.

b. Pneumotorak spontan sekunder

Pneumotorak spontan sekunder adalah suatu penumotorak

yang terjadi adanya riwayat penyakit paru yang mendasarinya

(pneumotorak, asma bronkial, TB paru, tumor paru dll). Pada klien

pneumotorak spontan sekunder bilateral, dengan resetasi torakoskopi

dijumpai metatasis paru yang primernya berasal dari sarkoma

jaringann lunak di luar paru.


8

Pneumothorak traumatik

Pneumotorak traumatik yaitu pneumotrak yang terjadi akibat penetrasi ke

dalam rongga pleura karena luka tembus, luka tusuk, luka tembak atau

tusukan jarum.

a. Pneumotorak traumatik bukan latrogenik

Peumotorak traumatik bukan latrogenik adalah penumotorak yang

terjadi karena jejas kecelakaan misalnya : jejas dada terbuka /

tertutup, barotrauma.

b. Pneumotorak trauma letrogenik

Pneumotorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis

 Pneumotorak traumatik latrogenik aksidental

Pneumotorak yang terjadi pasa tindakan medis karena

kesalahan/ komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan

biopsi pleural, biopsi transbronkial biopsi/ aspirasi paru

perkutaneus,barotrauma

 Pneumotorak traumatik latrogenik artifisial (deciberate)

Penumotorak yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara

kedalam pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxuell Box biasanya

untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik) atau untuk menilai

permukaan paru.

Sedangkan menurut Alsagaff (2009), Pneumothorak jika dibagi berdasarkan

jenis fistulanya adalah sebagai berikut:

1. Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan
9

di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun

berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.

Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih

ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali

negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga

pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan

paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena

tekanan vakum pleura negatif.

2. Pneumotoraks tertutup (Simple Pneumothorax)

Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura

yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di

pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk

melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus

menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam

rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan

atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan

paru sehingga sering menimbulkan gagal napas

Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan

intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks

dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga

sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada

sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus


10

maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.

Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan

intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan

mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian

perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau

alveolus itu akan pecah dan robek (Wijaya, 2013).

Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak

mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi

yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan

membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan

dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi

terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga

pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat

dari ekspirasi biasa (Wijaya, 2013).

Manifestasi klinik

Menurut Sarwiji (2011), manifestasi klinis pneumotorak bergantung pada ada

tidaknya tension pneumotorak serta berat ringannya pneumotorak, namun

berdasarkan anamnesa, gejala-gejala yang sering muncul adalah sebagai

berikut:

1. Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.

2. Pernafasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum

terjadi.
11

3. Apabila pnumothorax meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension

pneumothorax dan ada udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan

pembuluh besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada

tampak asimetris.

4. Deviasi trakea juga dapat terjadi.

5. Sesak nafas (bernafas terasa berat), sesak sering mendadak dan makin

lama makin berat.

6. Nyeri berat, memburuk pada gerakan pernafasan.

7. Jejas di balik kulit (emfisema subkutaneus).

8. Sianosis.

9. Bunyi nafas melemah atau lenyap di paru-paru yang mengalami kolaps.

10. Fremitus vokal menurun.

11. Hiperresonansi di sisi yang diserang.

12. Hipotensi dan takikardia dalam pneumotorax tensi.

13. Overekspansi dan rigiditas sisi dada yang diserang.

14. Pergeseran mediastinal dan distensi vena jugular dalam pneumotorax

tensi.

15. Denyut nadi lemah dan cepat

Pemeriksaan diagnostik

Menurut Wijaya (2013), untuk menentukan diagnosa pada pneumothorak

dapat dilakukan cara sebagai berikut:

1. GDA
12

Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan

mekanisme pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. P4CO2

mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun.

2. Sinar X dada

Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru

yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru

yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai

dengan lobus paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut

hanya tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini

menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak

selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan

jantung atau trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah

terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

3. Torasentesis

Menyatakan darah atau cairan sero anguinora (hemothorak).

4. HB

5. Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan pneumototrak bergantung pada jenis pneumotorak yang

dialaminya, derajat kolaps,berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan

penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi :

1. Tindakan dekompresi
13

a. Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar

dengan cara menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke

rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di

rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan

karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah

melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :

 Penggunaan pipa wter Sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke

rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan

klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks)

dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan

bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis klavikula

tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca

WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung

pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah

permukaan air supaya gelembung udara dapat mudah keluar

melalui perbedaan tekanan tersebut.

 Pengisapan kontinu (continous suction)

Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan

intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara

memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cmH2O. Tujuannya

adalah agar paru cepat mengaembang dan segera terjadi

perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis


14

 Pencabutan drain

Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan

negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain

ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila

paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.

2. Tindakan bedah

Pembedahan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat

dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothorak, lau lubang

tersebut di jahit. Pada pembedahan jika dijumpai adanya penebalan

pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat

dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.

Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang

mengalami robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga

paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.

3. Penatalaksanaan tambahan

Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan

terhadap penyebabnya, yaitu:

a. Terhadap proses tuberculosis paru diberi obat OAT

b. Untuk pencegahan obtipasi dan memperlancar defekasi penderita

diberi obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi

penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.

c. Istirahat total, klient dilarang melakukan kerja keras (mengangkat

barang), batuk dan bersin terlalu keras, serta ,mengejan.


15

PATHWAY

Komplikasi PPOK
Trauma tajam atau tumpul

Pecahnya blab Viselaris

Robekan Pleura

Pneumothorak

Akumulasi udara dalam kacum pleura

Penurunan ekspansi paru

Ketidak efektifan pola napas Pemasangan WSD

Diskontinuitas jaringan Pemasangan WSD


Kerusakan integritas kulitResiko infeksi

Merangsang reseptor
Merangsang
nyeri pada pleura viselaris
reseptor nyeri
dan parietalis
pada perifer
kulit

Nyeri akut
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAX

Pengkajian

A. Pengumpulan Data

1. Identifikasi Pasien

Identitas pasien yang harus diketahui perawat meliputi nama,

umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku

bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan

klien/asuransi kesehatan.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada

dada, dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.

3. Riwayat Penyakit Saat Ini

Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin

lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa

berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.

Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga

dada seperti peluru yang menembus dada dan paru. Penyebab

peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak

menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas

biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda

tajam langsung menembus pleura.

4. Riwayat Alergi

Perlu dikaji apakah pasien ada riwayat alergi terhadap obat

maupun obat.
17

5. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti

TB paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti

kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.

7. Pengkajian Psikososial

Pengkajian psikososial meliputi perasaan pasien terhadap

penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku

klien pada tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaa Umum

a. Kesadaran :

Penilaian tingkat respon kesadaran secara umum dapat

mempersingkat pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi

pasien dan waktu pengumpulan data penilaian tingkat kesadaran

sangat terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma Scale/GCS dapat

memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut

memngkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respon

utama pasien terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata,

mengucapkan kata, dan gerakan.

b. TTV : meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan

c. B1(Breathing)
18

1) Inspeksi

Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta

penggunaan otot bantu pernpasan. Gerakan pernapasan

ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal

pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris

(cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang

produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung

terdorong ke sisi yang sehat.

2) Palpasi

Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di

samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan

dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada

sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal atau

melebar.

3) Perkusi

Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai

timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah

thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.

4) Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi

yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan

maka akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar

amforis, bila ada fistel brongkhopleura yang cukup besar

pada pneumotoraks terbuka.


19

d. B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status

kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,

tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.

e. B2 (Brain)

Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu,

diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis,

somnolen atau koma.

f. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan

intake cairan. Oleh kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya

oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari syok.

g. B5 (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan

muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

h. B6 (Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya

kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan

resiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam

memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari disebabkan adanya sesak

napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.


Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Ds: Trauma Pola nafas tidak efektif


Pasien mengeluh sesak
nafasa dan batuk Robekan Pleura
Do:
Pneumothorax
-Gerakan dada tidak
simetris Akumulasi udara
-Penggunaan otot bantu
penafasan Penurunan ekspansi paru
-ICS yang sakit melebar
-Fokal fremitus melemah Pola nafas tidak efektif
-Perkusi hipersonor
-Frekuensi nafas
meningkat >100x/mnt

Ds: Trauma Nyeri akut


Pasien mengeluh nyeri
P= Robekan Pleura
Q=
Pneumothorax
R=
S= Akumulasi udara
T=
Do: Pemasangan WSD
-Nadi cepat dan lemah
-Pasien tampak meringis Merangsang reseptor nyeri
kesakitan
- Frekuensi nafas
meningkat >100x/mnt

Ds :- Trauma Resiko Infeksi


Do:
-Terdapat balutan pada Robekan Pleura
luka operasi
Pneumothorax
Rubor –
Dolor – Akumulasi udara
Color –
Rembesan - Pemasangan WSD
21

Diskontinuitas jaringan

Resiko infeksi

Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d gerakan tidak

simetris dan penggunaan otot bantu nafas (D.0005)

2. Nyeri Akut b.d dengan agen pencedera fisiologis d.d. pemasangan WSD

(D.0077)

3. Resiko infeksi dibuktikan dengan adanya balutan pada luka operasi

(D.0142)
Intervensi Keperawatan

TG DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL


L
Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Managemen jalan nafas 1. Untuk mengetahui
efektif b.d hambatan selama 3 jam, maka pola nafas perkembangan status kesehatan
Observasi :
upaya nafas d.d membaik, dengan kriteria pasien dan mencegah komplikasi
gerakan tidak hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, lanjutan
simetris dan kedalaman, usaha nafas) 2. Adanya bunyi nafas tambahan
- Dispnea menurun
penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas tambahan dapat mengindikasikan adanya
bantu nafas (D.0005) - Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor sputum (jumlah, sumbatan jalan nafas
menurun warna, aroma) 3. Ronki indikasi akumulasi sekret
- Frekuensi nafas membaik Terapeutik : atau ketidakmampuan
membersihkan jalan napas
- Kedalaman nafas membaik 4. Posisikan semi-fowler atau
sehingga otot aksesori digunakan
fowler
- Ekskursi dada membaik dan kerja pernapasan meningkat.
5. Berikan oksigen bila perlu
4. Meningkankan ekspansi paru
dan memudahkan pernapasan
5. Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas,
23

memberikan kelembaban pada


membrane mukosa, dan
membantu pengenceran sekret.

Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri 1. Pengkajian yang optimal akan
dengan agen selama 3 jam, maka kontrol memberikan perawat data yang
Observasi :
pencedera fisiologis nyeri meningkat, dengan obyektif untuk mencegah
d.d. pemasangan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, kemungkinan komplikasi dan
WSD karakteristik, durasi, frekuensi, melakukan intervensi yang tepat.
-Melapor nyeri terkontrol
kualitas dan intensitas nyeri. 2.
meningkat
2. Identifikasi respon nyeri non 3. Untuk mengetahui
- Kemampuan menggunakan verbal perkembangan status kesehatan
teknik non-farmakologis 3. Identifikasi faktor yang pasien dan mencegah komplikasi
meningkat memperberat dan lanjutan
memperingan nyeri 4. Mengalihkan perhatian nyerinya
- Keluhan nyeri menurun
Terapeutik ke hal-hal yang menyenangkan.
- Penggunaan analgesik
5. Lingkungan yang aman akan
menurun 4. Berikan teknik non
memberikan perasaan nyaman
farmakologis untuk
pada pasien dn tidak
24

mengurangi rasa nyeri memperburuk tingkat nyerinya.


5. Kontrol lingkungan yang 6. Pengetahuan yang akan
memperberat rasa nyeri dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu
Edukasi
mengembangkan kepatuhan
6. Jelaskan penyebab, periode, klien terhadap rencana
dan pemicu nyeri teraupetik.
Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi 1. Mengetahui adanya infeksi bila
dibuktikan dengan selama 3 jam, maka tingkat terjadi peningkatan
Observasi :
adanya balutan pada infeksi menurun, dengan 2. Mencegah perpindahan kuman
luka operasi kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala dari pasien ke perawat ataupun
infekai lokak dan sistemik peawat ke pasien
- Demam menurun
Terapeutik : 3. Untuk mencegah terjadinya
-Kemerahan menurun infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan
-Nyeri menurun 4. Dengan pemahaman hal-hal
sesudah kontak dengan pasien
yang dapat menimbulkan infeksi,
-Bengkak menurun dan lingkungan pasien.
pasien dan keluarga dapat
3. Pertahankan teknik aseptik
mencegah terjadinya infeksi.
pada pasien beresikotinggi
25

Edukasi : 5. Pemenuhan nutrisi yang baik


membantu proses penyembuhan
4. Jelaskan tanda dan gejala
luka
infeksi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
BAB 4
PENUTUP

KESIMPULAN

Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di

dalam rongga paru pleura (Muntaqqin, 2008). Pneumothoraks adalah

adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya pneumothorak hanya

ditemukan unilateral, kecuali pada blast-injury yang hebat dapat

ditemukan pneumothorak bilateral (Danusantoso dalam Wijaya dan

Putri, 2013).

Menurut Wijaya (2013), berdasarkan penyebabnya penumotorak

dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Pneumothoraks Spontan

2. Pneumothoraks Traumatik
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty HA. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan

Kusnanto. 2014. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta: EGC.

Punarwarba, I. W. A., Suarjaya, P. P., 2016. Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar
Pada Pneumothoraks. Bagian/SMF Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Denpasar.

Putra, Wildan Prima., Lokarjana, Lukmana., Nurrokhmawati, Yanti. 2015. Gambaran


Pneumothoraks pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Bagian Bedah Thoraks
RSUD dr. Hasan Sadikin Bandung Periode 2014-2015. Bandung.

Santoso, Imam Aji. 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan


Pneumothorak di ruang dahlia RSUD Banyumas. Jawa Barat.
Sarwiji, B. (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks
Wijaya, S. A dan Putri, Y.M .(2013). KMB Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai