PNEUMOTORAKS
Disusun Oleh:
NAMA : CHAYRUNISA
NIM : N 111 22 145
PEMBIMBING KLINIK:
dr. Andi Fitrah Muhibbah. Sp. Rad
Nama : chayrunisa
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Bagian : Radiologi
Bagian Radiologi
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 3
A. Pneumotoraks ............................................................................................... 3
1. Definisi.......................................................................................................... 3
2. Epidemiologi ................................................................................................. 3
3. Etiologi ......................................................................................................... 3
5. Mekanisme ................................................................................................... 5
6. Diagnosis....................................................................................................... 5
8. Terapi ........................................................................................................ 6
9. Prognosis .................................................................................................... 10
KESIMPULAN ...................................................................................................... 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumotoraks adalah kondisi terjadinya kumpulan udara atau gas dalam
rongga pleura dari dada antara paru paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi
secara spontan pada orang tanpa kondisi paru paru kronis (primer) serta pada
mereka dengan penyakit paru paru (sekunder) dan banyak pneumothoraks
terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan atau sebagai komplikasi dari
perawatan medis (Setiati, 2017).
Di negara maju, pneumotorak masih terjadi walaupun angkanya relatif
kecil. Insidensi pneumotorak spontannya adalah 14,3 per 100.000 penduduk
per tahun. Pneumotorak traumatik terjadi pada 10-30% dari kasus trauma
tumpul torak dan 95% dari kasus trauma tajam torak. Di Indonesia, angka
kejadian pneumotorak cukup banyak dan memiliki angka mortalitas yang
tinggi. Di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2011 didapatkan pasien
dengan pneumotorak spontan primer 25%, pneumotorak spontan sekunder
47,1%, pneumotorak traumatik 13,5% dan pneumotorak tension 14,4%.
Angka mortalitas pneumotoraknya pun tinggi yaitu sebanyak 33,7% dengan
penyebab kematian terbanyak gagal napas (45,8%) (Muttaqien, 2019)
Pneumotorak yang luas dapat menyebabkan paru tertekan atau kolaps
sehingga terjadi gangguan pertukaran gas. Hal berakibat pada turunnya partial
pressure of arterial oxygen (PaO2) atau hipoksemia. Proses patofisiologinya
melibatkan penurunan kapasitas vital paru, terjadinya shunting intrapulmoner,
penurunan rasio ventilasi perfusi pada alveoli paru dan hipoventilasi alveolar.
Sebagian besar pasien dengan pneumotoraks luas memiliki penurunan PaO2
arteri dan peningkatan perbedaan tekanan oksigen alveolar-arteri. Terdapat
sebuah penelitian pada 12 pasien dengan pneumotoraks spontan, didapatkan
PaO2 arteri berada di bawah 80 mmHg pada 9 pasien (75%) dan di bawah 55
mmHg pada 2 pasien. Hipoksemia dapat terjadi pada pneumotorak bila luas
nya lebih dari 25%. Pada pneumotorak spontan sekunder hipoksemia lebih
1
mudah lagi terjadi walaupun luas pneumotorak kurang dari 25% karena
adanya penyakit paru yang mendasarinya (Muttaqien, 2019)
Pada pneumotorak juga dapat terjadi hipoksia dan hipoksemia karena
kolapsnya paru akibat penekanan udara. Belum diketahui bagaimana stress
oksidatif paru karena hipoksia yang disebabkan pneumotorak. Durasi
pneumotorak juga berkaitan dengan durasi hipoksianya (Muttaqien, 2019)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumotoraks
1. Definisi
Pneumotoraks adalah kondisi terjadinya kumpulan udara atau gas
dalam rongga pleura dari dada antara paru paru dan dinding dada. Hal ini
dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru paru kronis
(primer) serta pada mereka dengan penyakit paru paru (sekunder) dan
banyak pneumothoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan
atau sebagai komplikasi dari perawatan medis (Setiati, 2017).
2. Epidemiologi
Insidensi tahunan dari Pneumotoraks spontan adalah 18-28 kasus
dan 1,2-6 kasus per 100.000 laki-laki dan perempuan. Sementara untuk
insidensi Pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4-18 dan 1,2-6 kasus
per 100.000 populasi masing-masing dan Pneumotoraks spontan sekunder
sekitar 6,3 dan 2 kasus per 100.000 laki-laki dan perempuan (Simamora,
2020).
Cukup banyak gangguan pernapasan telah dijelaskan sebagai
penyebab dari Pneumotoraks. Penyebab paling sering, yaitu penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) dengan empyema, fibrosis kistik, tuberkulosis
(Tb), kanker paru-paru, dan HIV terkait dengan pneumonia Pneumokistik
carinii, dan juga terdapat sedikit kasus dengan kelainan “atipikal”, seperti
limfangiomiomatosis dam histiosis X (Simamora, 2020)
3. Etiologi
a. Airway disease
• Emphysema
• Cystic fibrosis
• Severe asthma
b. Infectious lung disease
3
• Pneumocystis carinii pneumonia
• Tuberculosis
• Necrotising pneumonia
c. Interstitial lung disease
• Idiopathic pulmonary fibrosis
• Sarcoidosis Histiocytosis X
• Lymphangioleiomyomatosis
d. Connective tissue disease
• Rheumatoid arthritis, scleroderma and ankylosing spondylitis
• Marfan’s syndrome
• Ehlers Danlos syndrome
e. Malignant disease
• Lung cancer
• Sarcoma (Noppen, 2010)
4. Jenis dan Gejala Klinis
Gejala gejala dari Pneumotoraks ditentukan oleh ukuran kebocoran
udara dan kecepatan dengan yang terjadi. Gejala yang biasa terjadi berupa
rasa nyeri dada yang biasanya terjadi secara mendadak. Rasa sakit dapat
berupa tajam dan menyebabkan perasaan sesak didada (sesak nafas),
takikardi, batuk, dan mudah lelah serta sianosis (Setiati, 2017)
Berdasarkan klinisnya Pneumotoraks dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP), Kondisi in terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronsi yang mendasarinya seperti penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), penyakit paru interstisial, cystic fibrosis,
kanker paru, atau kondisi akut seperti Pneumocystis jirovecii
pneumonia atau pneumonitis Covid-19 (Sihombing, 2023)
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder (SSP), merupakan permasalahan
klinis yang cukup sering dijumpai di Instalasi Gawat Darurat (IGD),
4
Pasien mungkin datang dengan gejala seperti takikardia dan sesak
napas. Pneumotoraks spontan dapat berkembang menjadi tension
Pneumotoraks dengan temuan hipoksia, hipotensi, dan deviasi trakea.
Diagnosis Pneumotoraks didasarkan pada kecurigaan klinis dan dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi (Sihombing, 2023)
c. Trauma Pneumotoraks
d. Tension Pneumotoraks (setiati, 2017)
5. Mekanisme
Keseimbangan antara kecenderungan jaringan paru untuk kolaps
dan kecenderungan dinding dada secara alamiah untuk mengembang
menghasilkan tekanan negatif dalam rongga pleura. Apabila terdapat udara
pada rongga pleura maka paru akan kolaps. Pada pneumotoraks simpel,
tekanan intrapleura menyamai tekanan atmosfir sehingga jaringan paru
yang kolaps dapat mencapai 30%. Pada kondisi yang lebih berat (tension
pneumotoraks), kebocoran yang terus terjadi akan menyebabkan
peningkatan tekanan positif pada rongga pleura yang lebih jauh dapat
menyebabkan kompresi paru, pendorongan struktur mediastinum ke
kontra lateral, penurunan venous return, dan penurunan cardiac output
(Setiati, 2017)
6. Diagnosis
Diagnosis Pneumotoraks ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan kondisi
pasien bertambah sesak, dapat disertai nyeri dada hebat, dan penurunan
kesadaran jika terjadi tension pneumothoraks Riwayat penggunaan
ventilasi mekanik ataupun pemberian oksigen bertekanan tinggi lainnya
bisa menjadi salah satu faktor risiko (Liusen, 2022)
Mungkin tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik, Dari
pemeriksaan fisik, pada inspeksi bisa didapatkan deviasi trakea ke sisi
sehat, bagian thorax lebih distensi dibandingkan bagian sehat, didapatkan
hipersonant pada pemeriksaan perkusi dan pada auskultasi tidak terdengar
vesikuler pada bagian paru yang mengalami Pneumotoraks, sonansi vocal
5
dan fremitus taktil. Sedangkan pada kondisi tension pneumotoraks
ditandai dengan takipnea, sianosis hingga hipotensi (Setiati, 2017 dan
Liusen, 2022)
Dari pemeriksaan penunjang baik foto thorax maupun CT scan
thorax bisa didapatkan gambaran hiperlusen avaskular pada hemithorax
yang mengalami Pneumotoraks, disertai gambaran pleural visceral line
yang menunjukkan gambaran paru yang kolaps. Selain itu, bisa ditemukan
tanda-tanda tension Pneumotoraks berupa deviasi trakea ke sisi sehat,
jantung dan mediastinum terdorong ke sisi sehat (Liusen, 2022)
7. Diagnosa Banding
• Aspiration, bacterial or viral pneumonia
• Acute aortic dissection
• Myocardial infarction
• Pulmonary embolism
• Acute pericarditis
• Esophageal spasm
• Esophageal rupture
• Rib fracture
• Diaphragmatic injuries (Cathrine, 2023)
8. Terapi
Untuk pasien dengan gejala terkait dan menunjukkan tanda-tanda
ketidakstabilan, dekompresi jarum adalah pengobatan pneumotoraks. Hal
ini biasanya dilakukan dengan angiokateter berukuran 14 hingga 16 dan
panjang 4,5 cm, tepat di atas tulang rusuk di ruang interkostal kedua di
garis midklavikula. Setelah dekompresi jarum atau pneumotoraks stabil,
pengobatannya adalah memasang selang torakostomi. Ini biasanya
ditempatkan di atas tulang rusuk di ruang interkostal kelima di anterior
garis midaxillary. Ukuran selang torakostomi biasanya bervariasi
tergantung pada tinggi dan berat badan pasien serta ada tidaknya
hemotoraks yang terkait (Catherine, 2023)
6
Pada pneumotoraks spontan primer kecil tanpa gejala (kedalaman
kurang dari 2 cm), pasien biasanya dipulangkan dengan rawat jalan
lanjutan setelah 2-4 minggu. Jika pasien bergejala atau
kedalaman/ukurannya lebih dari 2cm, dilakukan aspirasi jarum; setelah
aspirasi, jika kondisi pasien membaik dan kedalaman sisa kurang dari 2
cm, maka pasien dipulangkan; jika tidak, dilakukan torakostomi tabung
(Catherine, 2023).
Pada pneumotoraks spontan sekunder, bila ukuran/kedalaman
pneumotoraks kurang dari 1 cm dan tidak terdapat dispnea, pasien dirawat
inap, diberikan oksigen aliran tinggi, dan dilakukan observasi selama 24
jam. Jika ukuran/kedalaman antara 1-2cm dilakukan aspirasi jarum, maka
terlihat ukuran sisa pneumotoraks; apabila kedalaman setelah aspirasi
jarum kurang dari 1cm maka penatalaksanaannya dilakukan dengan
inhalasi oksigen dan observasi, dan bila lebih dari 2cm dilakukan tube
thoracostomy. Jika kedalamannya lebih dari 2cm atau sesak napas,
dilakukan torakostomi tabung (Catherine, 2023)
Udara dapat diserap kembali dari rongga pleura dengan kecepatan
1,5%/hari. Menggunakan oksigen tambahan dapat meningkatkan laju
reabsorpsi ini. Dengan meningkatkan fraksi konsentrasi oksigen yang
diinspirasi, nitrogen dari udara atmosfer digantikan, mengubah gradien
tekanan antara udara di rongga pleura dan kapiler. Pneumotoraks pada
radiografi dada kurang lebih 25% atau lebih besar biasanya memerlukan
penanganan dengan aspirasi jarum jika menimbulkan gejala, dan bila gagal
maka dilakukan tube thoracostomy. Indikasi untuk intervensi bedah
(VATS vs torakotomi)
• Kebocoran udara terus menerus selama lebih dari tujuh hari
• Pneumotoraks bilateral
• Episode pertama pada pasien profesi berisiko tinggi, yaitu Penyelam,
pilot
• Pneumotoraks ipsilateral berulang
• Pneumotoraks kontralateral
7
• Pasien yang mengidap AIDS
Pasien yang menjalani bedah toraks dengan bantuan VATS,
menjalani pleurodesis untuk menutup ruang pleura. Pleurodesis mekanis
dengan bleb/bullektomi menurunkan angka kekambuhan pneumotoraks
hingga <5%. Pilihan untuk pleurodesis mekanis termasuk mengupas
pleura parietal dibandingkan menggunakan "scratchpad" yang abrasif atau
kain kasa kering. Pleurodesis kimia merupakan pilihan bagi pasien yang
tidak dapat mentoleransi pleurodesis mekanis. Pilihan untuk pleurodesis
kimiawi termasuk bedak, tetrasiklin, doksisiklin, atau minosiklin,
semuanya mengiritasi lapisan pleura (Catherine, 2023)
8
Gambar 2. Medical Management Decision Tree (Gilday, 2021)
9
Gambar 5. Thoracostomy Tube Placement (Seldinger Technique) (Gilday, 2021)
9. Prognosis
Prognosis pneumotoraks tergantung pada tingkat dan jenis
pneumotoraks. Sebuah pneumotoraks spontan kecil umumnya akan hilang
dengan sendirinya tanpa pengobatan. Sebuah pneumotoraks sekunder yang
terkait dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, jauh
10
lebih serius dan membawa kematian 15% (kematian) tingkat. Sebuah
pneumotoraks sekunder membutuhkan perawatan mendesak dan segera.
Tingkat kekambuhan untuk kedua pneumotoraks primer dan sekunder
adalah sekitar 40%, kambuh paling banyak yang terjadi dalam waktu 1,5
sampai 2 tahun (Setiati, 2017 dan Masayuki, 2023).
11
B. Gambaran Radiologi dan Pengukuran
1. Foto Thorax
Biasanya, gambar radiologi sagital dilihat dari kiri pasien seperti yang
ditunjukkan pada gambar CT ini. Perhatikan kepadatan CT yang sangat rendah
(ditandai dengan warna hitam) pada udara di paru-paru dan saluran napas, hal ini
terjadi karena udara tidak menghentikan atau menghamburkan banyak foton
(Weber, 2014)
12
Gambar 8. Foto polos toraks menunjukkan adanya gambaran Pneumotoraks di
sisi kanan paru-paru (Sihombing, 2023).
Pemeriksaan radiologi foto polos toraks on site di lakukan di IGD, dan hasil
yang didapat adalah gambaran Pneumothoraks di sisi paru-paru kanan, dengan
ukuran sekitar 28%. Bercak infiltrat diffuse pada lapangan paru-paru bilateral,
terutama lapangan atas kedua paru-paru. Efusi pleura bilateral. Tidak tampak
kelainan pada jantung saat ini (Sihombing, 2023)
13
bercak infiltrat pada lapangan paru-paru sisi kanan. Bercak infiltrat pada lapangan
paru-paru sisi kiri tidak tampak perubahan. Efusi pleura bilateral relatif status quo
ad anthem. Tidak tampak kelainan pada cor saat dilakukan pemeriksaan
(Sihombing, 2023)
Gambar 10. Foto toraks pasien dengan proyeksi PA sebelum pemasangan WSD.
14
Gambar 11. Foto toraks pasien dengan proyeksi PA setelah pemasangan WSD.
15
Gambar 13. X-ray thoraks AP mengungkapkan tidak ada bukti adanya
pneumothoraks (Panel A). CT dada dilakukan segera setelah X-ray menunjukkan
pneumothoraks pada sisi kanan (Panel B) (Putra)
16
Gambar 15. X-ray thoraks AP dengan pasien diintubasi, menggambarkan ruang
udara berdifusi opasitas pada paru kiri bawah (panel A). Kesan pneumothoraks
karena garis pleura terlihat di apeks paru-paru dan terlihat sulkus kardiophrenik.
CT-Scan thoraks menggambarkan pneumothoraks sisi kiri dengan kolaps paru
(Panel B).
Gambar 16. CT chest (axial view) Menunjukkan abses paru kanan nekrotik
dengan fistula bronkopleural (Panah) dilobus kiri yang menyebabkan terjadinya
Pneumothoraks Spontan (Huan, 2021)
17
Gambar 17. Chest radiograph menujukkan pnuemothoraks sisi kanan iatrogenic
setelah ablasi frekuensi radio (RFA) pada tumor lobus kanan atas (A). CT-Scan
Thoraks (Tampilan Aksial dan Koronal) menunjukkan fistula bronkopleural dan
melewati pleura visceral (panah) yang disebabkan oleh RFA yang menyebabkan
terjadinya Pneumothoraks Iatrogenik (B, C) (Huan, 2021)
18
Gambar 19. Pneumothoraks
19
Gambar 21. Process of performing lung US (Marini, 2021)
Gambar 22. Atas, A: tanda batas pengumpulan retroparietal udara. Kiri bawah, B:
anterior pneumothoraks pada CT-Scan dengan batas (panah). Kanan bawah, C:
titik paru pada USG pada pasien yang sama. MCL pertengahan garis koronal
(Putra)
20
Gambar 23. Physics of lung US (Marini, 2021)
21
A, Radiografi dada posteroanterior dan B, gambar CT aksial dari
Pneumotoraks spontan pada pasien berusia 26 tahun. Gambar C, M-mode US
menunjukkan tanda barcode, di mana garis horizontal halus yang berhubungan
dengan dinding dada stasioner tidak terputus karena kurangnya pergeseran paru,
yang merupakan diagnostik untuk Pneumotoraks. Klip film menunjukkan tidak
adanya pergeseran paru-paru di paru-paru kanan (Film 5) dan pergeseran paru-paru
normal di paru-paru kiri (Film 6), yang tidak dapat dilihat pada gambar diam. Panah
menunjukkan lokasi pleura pada keadaan Pneumothoraks (Marini, 2021)
22
2. Mengukur Pneumotoraks
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Noppen, M. 2010. Spontaneous Pneumotoraks: epidemiology,
pathophysiology and cause. Eur Respir Rev. 19 (117).
Setiati, S. dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI.
Jakarta. Interna Publishing.
26