Anda di halaman 1dari 73

APLIKASI I KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SISTEM RESPIRASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMOTHORAK SPONTAN


DEXTRA ec BEKAS TB DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY DI
RUANGAN PARU RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Pembimbing Akademik : Ns. Dally Rahman, M. Kep, Sp. Kep.M


Pembimbing Klinik : Ns. Wesnawati, M.Kep

Disusun Oleh:
FARIDDAH FAHMI
NIM. 2121312037

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
UNIVERSITAS ANDALAS

TUGAS APLIKASI I

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAK
RSUP M DJAMIL PADANG

Disusun Oleh:
FARIDDAH FAHMI
NIM. 2121312037

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta kemudahan yang berlimpah, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan pada pasien Pneumothorak dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy di
Ruangan Paru RSUP DR. M. Djamil Padang. Salawat Kepada Rahmatan lil’alamin,
Rasulullah SAW yang telah membawa kita menuju alam yang penuh
pengetahuan.Semoga Rahmat selalu tercurah buat beliau, keluarga dan seluruh
pengikutnya.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada dosen pembimbing


akademik dan CI RSUP Dr. M. Djamil Padang yang telah memberikan masukkan dan
kritik dalam makalah ini. Terimaksih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu
saya membutuhkan kritikan dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah
saya kedepannya. Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Atas
semua perhatian pembaca, saya ucapkan terimakasih.

Padang, 17 Oktober 2022


Hormat kami,

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumothoraks merupakan salah satu jenis trauma dada yang umum
ditemukan pada kejadian trauma di luar rumah sakit. Dimana, pneumothoraks
merupakan kegawatdaruratan yang harus diberikan penanganan secepat mungkin
untuk menghindari kemungkinan kematian. Insiden pneumothoraks sendiri tidak
diketahui secara pasti di populasi, hal disebabkan di beberapa literatur menyebutkan
bahwa insiden pneumothoraks dimasukkan ke dalam insiden trauma dada. Sebuah
literatur menyebutkan bahwa 5,4% dari seluruh pasien yang menderita trauma
merupakan pasien yang mengalami pneumothoraks (Punarbawa & Suarjaya, 2019).
Pada penderita pneumothoraks, umumnya penderitanya akan mengeluh sesak
napas, nyeri dada, batuk dan ada beberapa penderita yang mengalami emfisema
subkutis. Pada saat pemeriksaan ditemukan takipnea, hiperresonansi saat dilakukan
perkusi, dan suara napas terdengar menurun atau tidak ada sama sekali pada saat
dilakukan auskultasi pada pasien pneumothoraks (White & Eaton, 2017). Kelemahan
yang terjadi pada otot-otot bantu pernapasan mengakibatkan pasien pneumothoraks
mengalami sesak napas parah dan mempengaruhi diafrgama. Terjadinya retraksi
jaringan lunak dan otot-otot di sekitar dinding dada akan menyebabkan keterbatasan
ekspansi dada yang menyebabkan pasien akan mengeluh sesak (Rekha et al., 2016).
Penumothorax jika tidak segera mendapatkan penanganan maka akan
menyebabkan keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluh darah kolaps
sehingga pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah menurun.
Selain itu pneumothoraks juga dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat dan
dapat menyebabkan kematian (Punarbawa & Suarjaya, 2019).
.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pneumothorak

Gambar 2.1 Rongga Pleura


Pneumothoraks adalah keadaan dimana udara mengisi ruang antara bagian luar
paru dan bagian dalam dinding dada. Pneumothoraks ialah kondisi dimana
terdapatnya udara atau terjebaknya udara di dalam rongga pleura, yang menyebabkan
paru-paru terjadi kolaps dan gagal napas. Pneumothoraks merupakan suatu kondisi
gawat darurat yang disebabkan terdapatnya akumulasi udara di dalam rongga pleura
yang biasanya disebabkan oleh proses suatu penyakit ataupun cedera (British Lung

Foundation, 2019)

Gambar 2.2 Pneumothorak


Pada kondisi yang normal, rongga pleura dipenuhi dengan paru-paru yang
mengembang saat inspirasi yang disebabkan karena tegangan permukaan (bertekanan
negative) antara kedua permukaan pleura. Terdapatnya udara pada rongga potensial
antara pleura visceral dan pleura parietal akan mengakibatkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura. Semakin banyak
udara yang terperangkap dalam rongga pleura maka akan mengakibatkan paru-paru
kolaps karena terjadi peningkatan tekanan pada rongga pleura

B. Etiologi Pneumothorak
Etiologi Terdapat beberapa jenis pneumothorak yang diklasifikasikan
berdasarkan penyebabnya dan mekanisme terjadinya, antara lain :
1. Pneumothorak berdasarkan penyebabnya :
a) Pneumothoraks spontan
Pneumothorax ini terjadi secara spontan tanpa adanya kecelakaan atau
trauma. Pneumothorax spontan dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Primary Spontaneous Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan Primer).
Pneumothorax jenis ini biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada
paru-paru yang biasanya terjadi pada orang sehat tanpa didahului oleh
suatu penyakit paru.
2) Secondary Spontaneus Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan
Sekunder).
Pneumothorax jenis ini seringkali sebagai akibat dari komplikasi
beberapa penyakit paru-paru seperti Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD), infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity
carinii, cystic fibrosis, interstitial lung disease, dan lain sebagainya
(Papagiannis et al., 2015).
b) Pneumothorak trauma
Pneumothorak ini merupakan jenis pneumothorax yang disebabkan karena
adanya trauma yang secara langsung mengenai dinding dada baik benda tajam
maupun benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumothorax karena trauma
tajam disebabkan oleh terjadinya penetrasi benda tajam pada dinding dada
sehingga merobek pleura parietal kemudian udara masuk melalui luka
tersebut ke dalam rongga pleura sehingga terjadilah pneumothorax.
Sedangkan mekanisme terjadinya pneumothorax trauma tumpul disebabkan
karena terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak yang
kemudian menyebabkan alveolar menjadi rupture sebagai akibat dari
kompresi yang timbul akibat trauma tumpul tersebut. Pecahnya alveolar ini
kemudian akan menyebabkan udara menumpuk di pleura visceral dan
terperangkap, terperangkapnya udara akan menyebabkan pleura visceral
rupture atau robek sehingga menyebabkan terjadinya pneumothorax (Utama,
2018).
c) Iatrogenik pneumothorak
Pneumothorak jenis ini biasanya disebabkan karena komplikasi tindakan atau
tertusuknya paru-paru karena prosedur tindakan medis yang baik disengaja
maupun tidak disengaja. Tindakan medis yang dapat menyebabkan
pneumothorax antara lain pemangan subclavian vein cannulation, aspirasi dan
biopsy pleura, transthoracic or transbronchial lung biopsy, lung injury yang
disebabkan karena penggunaan dari positive airway pressure selama tindakan
mechanical ventilation (Papagiannis et al., 2015).
2. Pneumothorak berdasarkan mekanisme terjadinya :
a) Tension Pneumothorax (Pneumothorak Terdesak)
Tension Pneumothorax terjadi akibat adanya kerusakan yang menyebabkan
udara masuk ke dalam rongga pleura dan terperangkap di dalam pleura,
dimana keadaan ini disebut dengan fenomena ventil. Udara yang terperangkap
di dalam rongga pleura ini akan menyebabkan tekanan intrapleura meningkat
sehingga menyebabkan kolaps pada paru-paru kemudian menggeser
mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral sehingga terjadi penekanan
pada aliran vena balik yang menimbulkan hipoksia. Jika gejala hipoksia tidak
segera ditangani maka akan mengarah ke asidosis kemudian terjadi penurunan
cardiac output hingga terjadi henti jantung.
b) Open Pneumothorax (Pneumothorak Terbuka)
Open Pneumothorax sering kali disebabkan karena adanya penetrasi langsung
dari benda tajam mengenai dinding dada sehingga menimbulkan defek pada
dinding dada. Defek tersebut kemudian merobek pleura parietal yang
mengakibatkan udara masuk ke rongga pleura. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya hubungan antara udara di lingkungan luar dengan udara yang ada
pada rongga pleura yang kemudian menyebabkan samanya tekanan pada
rongga pleura dan udara yang ada di atmosfer. Jika keadaan ini dibiarkan
maka akan menyebabkan sianosis sampai distress respirasi (Utama, 2018).
C. Manifestasi Klinis Pneumothorak
Menurut Sarwiji (2011), manifestasi klinis pneumotorak bergantung pada ada
tidaknya tension pneumotorak serta berat ringannya pneumotorak, namun berdasarkan
anamnesa, gejala-gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.
2. Pernafasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum terjadi.
3. Apabila pnumothorax meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothorax dan ada udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh
besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris.
4. Deviasi trakea juga dapat terjadi.
5. Sesak nafas (bernafas terasa berat), sesak sering mendadak dan makin lama makin
berat.
6. Nyeri berat, memburuk pada gerakan pernafasan.
7. Jejas di balik kulit (emfisema subkutaneus).
8. Sianosis.
9. Bunyi nafas melemah atau lenyap di paru-paru yang mengalami kolaps.
10. Fremitus vokal menurun.
11. Hiperresonansi di sisi yang diserang.
12. Hipotensi dan takikardia dalam pneumotorax tensi.
13. Overekspansi dan rigiditas sisi dada yang diserang.
14. Pergeseran mediastinal dan distensi vena jugular dalam pneumotorax tensi.
15. Denyut nadi lemah dan cepat.
D. Pemeriksaan Penunjang Pneumothorak
1. Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan
hematocrit dari cairan pleura:
a. Pengukuran hematocrit
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Pada analisa gas darah dilakukan untuk melihat PaO 2 dan PaCO2. Tergantung
pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat, PaO2
mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
2. Diagnostik
a. Rontgen Thorax
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus
paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti
massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakhea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi (Wijaya, 2013)
b. Computerized Tomography (CT) Scan
CT scan dapat membantu menentukan apakah penyakit yang mendasarinya
mungkin telah menyebabkan paru-paru kolaps seperti pneumonia, abses paru
atau tumor paru. CT scan dapat dengan jelas menggambarkan paru-paru dan
udara (DiGuilio,e t al, 2014).
c. Ultrasoundgraphy (USG)
USG dada dapat membantu menentukan letak dari terjadinya penumpukan
cairan maupun dalam julah sedikit, sehingga dapat melakukan pengeluaran
udara (DiGuilio,e t al, 2014).
E. Penatalaksanaan Pneumothorak
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks menurut Jainurakhma (2018) yaitu tergantung
pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala,
penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang
meliputi
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara
menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara
lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion
set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1) Penggunaan pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan
pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis
klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.
2) Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengaembang
dan segera terjadi perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis
3) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif kembali,
drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh,
drain dapat dicabut.
c. Tindakan Bedah
Pembedahan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang menyebabkan terjadinya pneumothorak, lau lubang tersebut di jahit.
Pada pembedahan jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau
dekortisasi. Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang
mengalami robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu:
a. Terhadap proses tuberculosis paru diberi obat OAT
b. Untuk pencegahan konstipasi dan memperlancar defekasi penderita diberi
obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
c. Istirahat total, klient dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang),
batuk dan bersin terlalu keras, serta,mengejan.
F. Pathway Pneumothorak

Idiopatik: Penyakit Dasar: TB Paru, Trauma


predisposisi Cystic fibrosis, fibrosis
familial paru, keganasan, dll

Terbuka Tertutup

Alveoli/Bleb/bula berisi
udara pada paru yang ruptur Trauma dada Rusuk fraktur (merobek
penetrasi membrane plasma

Inpirasi udara masuk


Membuka ruang
kedalam rongga pleura Terputusnya
intrapleura kedalam
tekanan atmosfer kontinuitas tulang
dan jaringan
Ekspirasi udara
terperangkap dirongga
Udara terhisap kedalam
pleura Nosiseptor
ruang intrapleura
mengeluarkan zat
brakinin

Tekanan pleura
Kolaps Pada Paru
meningkat Menurunnya
ambang nyeri
Tekanan pleura
Kolaps Pada Paru
meningkat Menurunnya
ambang nyeri
Pola Napas Tidak
Efektif Penurunan Ekspansi Paru Mendorong dan
menekan paru yang Nyeri
sehat

Paru-paru tidak Proses Inpirasi dan Mobilitas usus


berfungsi secara optimal ekspirasi tidak optimal menurun

Pertukaran gas tidak Pasokan Oksigen Anoreksia


optimal keseluruh tubuh
berkurang
drainase Peradangan pada
Defisit Nutrisi
rongga dada
Gangguan Pertukaran
gas Terjadi kelemahan
Resiko Infeksi dan keletihan
Febris

Intoleransi
Hipertermi Aktivitas
G. Askep Teoritis Pneumothorak
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
b. Keluhan utama
meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah
untuk melakukan pernapasan.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan
terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada
riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru. Penyebab peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di
dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat.
Kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti kanker paru,asma,
TB paru dan lain-lain.
f. Riwayat Alergi Obat
Perlu dikaji apakah pasien ada riwayat alergi terhadap obat maupun obat.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran umumnya menurun, keadaan lemah,
ansietas, bingung dan gelisah
2) Tanda-tanda Vital : tekanan darah meningkat, nadi meningkat dan napas
meningkat
3) Pemeriksaan kulit : pucat sianosis, berkeringat
4) Pemeriksaan Thorax
a) Inspeksi
Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke
sisi yang sehat.
b) Palpasi
Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal
atau melebar.
c) Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani, dan tidak
bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
h. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan tata laksana hidup sehat
Saat mendapatkan perawatan medis dan dirumah sakit dapat
mempengaruhi perubahan persepsi terhadap masalah kesehatan. Dapat
juga ditanyakan kebiasaan hidup sehat, atau kebiasaan merokok, minum
alcohol, penggunaan obat-obatan yang memungkinkan menjadi penyebab
terjadinya pneumothorax
2) Pola nutrisi dan metabolism
Dapat melakukan ukur tinggi badan dan berat badan untuk status nutrisi
pasien, begitu pula dengan kebiasaan makan dan minum sebelum masuk
RS dan selama di rawat di RS. Pasien pneumothorak biasanya akan
mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan adanya sesak nafas.
3) Pola Elimininasi
Perlu ditanyakan dalam pengkajian eliminasi akan kebiasaan defekasi
sebelum dan setelah masuk RS. Saat pasien lemah, pasien akan banyak
bedrest ditempat tidur sehingga dapat menimbulkan konstipasi, selain itu
dapat juga diakibatkan karena pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan peristaltic otot-otot tractus digestivus mengalami
penurunan.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sesak nafas akan menjadi penyebab pasien mengalami kelelahan pada
saat beraktivitas. Begitu pula dengan adanya nyeri dada akan membuat
pasien mengurangi aktivitasnya.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Karena adanya sesak nafas dan nyeri dada pasien akan mengalami
kesulitan untuk tidur. Berada di RS juga membuat pasien menjadi tidak
tenang karena perbedaan suasana dengan rumah.
6) Pola Hubungan dan Peran
Karena pasien sedang sakit maka akan mengalami perubahan peran, baik
itu di keluarga maupun dimasyarakat.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Saat sakit persepsi pasien akan dirinya menjadi berubah. Pasien yang
mulanya sehat, kemudian mengalami sakit seperti sesak nafas dan nyeri
dada, kemungkinan akan menganggap bahwa penyakit yang dideritanya
adalah penyakit yang berbahaya dan mematikan. Sehingga pasien akan
mengalami kehilangan gambaran positif akan dirinya.
8) Pola Sensori dan Kognitif
Biasanya fungsi panca indera tidak mengalami perubahan, begitu pula
dengan proses berpikirnya.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
Dalam hal ini kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara
waktu dikarenakan pasien berada di RS dan dalam kondisi yang lemah.
10) Pola Koping
Pasien dapat mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Pasien akan sering bertanya kepada perawat dan dokter atau
orang lain yang dianggap mengetahui tentang penyakitnya.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kegiatan beribadah dan kehidupan beragama pasien dapat terganggu
karena proses penyakitnya.
(Wilkinson, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada,
hambatan upaya nafas, posisi tubuh menghambat ekspansi paru, sindrom
hipoventilasi
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi, trauma)
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, mencerna dan
mengabsorbsi makanan
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
3. Intervensi keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan

Pola Napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24
dengan deformitas jam pasien menunjukkan Observasi:
dinding dada, posisi pola nafas adekuat  Monitor pola napas (frekuensi,
tubuh menghambat (L.01004) dibuktikan kedalaman dan usaha napas)
ekspansi paru, dengan kriteria hasil:  Monitor bunyi napas tambahan
sindrom a. Dispnea menurun  Monitor sputum
hipoventilasi b. Penggunaan otot bantu Terapeutik:
napas menurun
c. Ortopnoe menurun  Pertahankan kepatenan jalan
d. Pernapasan pursed lip napas
menurun  Posisikan semi fowler atau
e. Pernapasan cuping fowler
hidung menurun  Berikan minuman hangat
f. Frekuensi napas  Lakukan fisioterpai dada, jika
membaik perlu
g. Kedalaman napas  Lakukan penghisapan lender
membaik  Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi:

Observasi:

 Monitor frekuensi, irama,


kedalaman dan upaya nafas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan
napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor hasil AGD
Monitor hasil X-Ray thorax
Terapeutik:

a. Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:

a. Informasikan hasil pemantauan


Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen injury keperawatan selama 3x 24 Observasi:
fisik (prosedur jam tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik,
operasi, trauma) (L.08066) dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil: intensitas nyeri
 Indentifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi respon nyeri
 Meringis menurun
nonverbal
 Gelisah menurun
 Identifikasi factor yang
 Kesulitan tidur
memperberat dan memperingan
menurun
nyeri
 Anoreksia menurun
 Identifikasi pengetahuan dan
 Ketegangan otot
keyakinan tentang nyeri
menurun
 Monitor keberhasilan terapi
 Frekuensi nadi
komplementer yang sudah
membaik
 Pola napas membaik diberikan
 Tekanan darah  Monitor efek samping
membaik penggunaan analgetik
 Fungsi berkemih Terapeutik:
membaik
 Nafsu makan membaik a. Berikan teknik non
 Pola tidur membaik farmakologis untuk
mengurangi nyeri (TENS,
hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeesback, terapi pijat,
aromathepay, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:

a. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik non
farmakologi untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi:

a. Kolaborasi pemberian analgetik

Defisit nutrisi Setelah dilaukan tindakan Manajemen nutrisi (I.03119)


berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 Observasi:
ketidak mampuan jam diharapkan status a. Identifikasikan status nutrisi
menelan, mencerna nutrisi terpenuhi (L.03030) b. Monitor asupan makanan
dan mengabsorbsi dengan kriteria hasil : c. Monitor berat badan
d. Monitor hasil pemeriksaan
makana a. Porsi makan yang
laboratorium
dihabiskan meningkat
Terapeutik:
b. Serum albumin
meningkat a. Lakukan oral hygiene sebelum
c. Nafsu makan membaik makan
d. Berat badan membaik Edukasi:
e. Indeks masa tubuh
membaik a. Ajarkan diet yang diprogramkan
f. Kekuatan otot menelan
meningkat
g. Frekuensi makan Kolaborasi:
membaik
h. Bising usus membaik a. Kolaborasi dengan ahli gizi
i. Membrane mukosa untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi, jika perlu
membaik
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas (I.05186)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi:
ketidakseimbangan jam, toleransi aktivitas  Monitor respon fisik, emosi
suplai dengan adekuat (L.05047) dengan social dan spiritual terhadap
kebutuhan oksigen, kriteria hasil: aktivitas
Terapeutik:
tirah baring, a. Frekuensi nadi
kelemahan meningkat  Fasilitasi focus pada
b. Saturasi oksigen kemampuan pasien
meningkat  Fasilitasi aktivitas motoric untuk
c. Kemudahan dalam merelaksasikan otot
melakukan aktivitas Edukasi:
sehari-hari meningkat
d. Kekuatan tubuh bagian  Anjurkan melakukan aktivitas
atas dan bawah fisik, social spiritual dan kognitif
meningkat dalam menjaga fungsi dan
e. Keluhan lelah menurun kesehatan
f. Dyspnea saat  Anjurkan terlibat dalam aktivitas
beraktivitas menurun kelompok atau terapi
g. Dyspnea setelah Kolaborasi:
beraktivitas menurun
h. Perasaan lemah a. Kolaborasi dengan terapis
menurun okupasi dalam merencanakan
i. Warna kulit membaik dan memonitor program aktivitas
j. Tekanan darah
membaik
k. Frekuensi nafas
membaik
Resiko Infeksi Seelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi:
efek prosedur jam tingkat infeksi  Monitor tanda dan gejala infeksi
invasif menurun (L.14137) dengan local dan sistemik
kriteria hasil: Terapeutik:
 Kebersihan tangan  Cuci tangan sebelum dan setelah
meningkat kontak dengan pasien dan
 Kebersihan badan lingkungan pasien
meningkat  Pertahankan teknik aseptic
 Nafsu makan Edukasi:
meningkat
 Demam menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Kemerahan menurun  Ajarkan cara mencuci tangan
 Nyeri menurun dengan benar
 Bengkak menurun
 Kadar sel darah putih
membaik

4. Evaluasi keperawatan
Dilakukan saat proses keperawatan berlangsung dan ada yang diakhir,biasanya
evaluasi keperawatan memakai format SOAP yaitu subjek dari pernyataan pasien
pneumothorak atau dari pihak keluarga, selanjutnya dari objek yaitu dari hasil
observasi dan pemeriksaan langsung, selanjutnya assessment yaitu tingkat
keberhasilan dalam pemberian asuhan keperawatan dan terakhir planning yaitu
perencanaan selanjutnya yang akan dilakukan pada pasien pneumothorak oleh
perawat.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. GAMBARAN UMUM
Pasien bernama Ny D, usia 36 tahun, MR:01.14.99.98 bertempat tinggal di Jalan Bukit Bintang Sungai Rumbai Pariaman Utara.
Pasien suku minang, beragama islam dengan status menikah. Pasien masuk RS Dr. Jamil Padang tanggal 15 Oktober 2022 jam
18.26 dengan keluhan sesak nafas 8 jam SMRS dengan GCS E4M6V5, 118/ 90 mmHg, Nadi 105x/menit RR 32 X/ menit. Pasien
di diagnosa dengan CAP + Pneumothorax Spontan Sekunder berulang ec bekas TB

B. PENGKAJIAN PERILAKU DAN STIMULUS


Model Adaptasi Fisiologis
Aspek yang Pengkajian Perilaku Pengkajian Stimulus
dikaji

Oksigenasi Pasien claim: Stimulus fokal:


dan sirkulasi  Pasien mengatakan saat ini nafas terasa sesak (dyspnea), sesak meningkat jika pasien
 Pola nafas tidak efektif
mengalami batuk dan tidur berbaring. Pasien juga mengatakan batuk berdahak
Stimulus kontektual:
dengan warna putih ke kuningan. Frekuensi batuk meningkat pada malam dan pagi
hari.  Penurunan ekspansi
Riwayat: paru
 Pada saat pengkajian tanggal 17 Oktober 2022 jam 10.00 ditemukan pasien dalam Stimulus residual:
kondisi sedikit sesak dengan RR 26 x/ menit, penggunaan otot-otot pernafasan (+),
TD 98/65 mmHg, HR 92 x/ menit, akral hangat, CRT < 2dt. Terpasang oksigen NRM Ada udara di pleura
8 L/menit. Terpasang chest tube pada ruang intercostal 7 dextra. Cairan WSD
bewarna merah, undulasi (+), Buble (+), drain (+) 20cc.
 Hasil pengukuran TD setelah dari kamar mandi TD 120/70 mmHg, HR 103 x/ menit,
RR 28 x/ menit
 Pasien masuk RS M Jamil pada tanggal 15 Oktober 2022 jam 18.26 dengan keluhan
sesak 8 jam SMRS. Keluarga klien mengatakan pasien sebelumnya pernah dirawat di
RS M jamil Padang sebanyak 2 kali dengan jarak rawat yang berdekatan yaitu pada
tanggal 26 s/d 3 oktober 2022) dan (3 s/d 13 oktober 2022) dengan keluhan yang
sama.
 Pasien sudah terdiagnosa TB semenjak tahun 2019 berdasarkan hasil analisa sputum
dan minum terapi OAT selama 6 bulan dari puskesmas.
Pemeriksaan fisik:
Paru
I: Pergerakan dada tidak simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (-), terpasang WSD
di RIC 4 dektra
Pa: Taktil fremitus kanan rendah pada kiri.
Pe: Hipersonor pada seluruh lapangan paru (D), Sonor pada lapangan paru sinistra.
A: Kiri: Suara nafas broncho vesikuler dengan (Rh +/-), Kanan: suara nafas menghilang
Jantung
I : dada simetris kiri kanan, ictus tidak terlihat.
Pa : ictus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : tidak dapat dikaji , pasien tidak bisa berbaring.
A : BJ I dan BJ II regular
Pemeriksaan Diagnostik (tgl 15/10/2022)
 Lab: (-)
 EKG: HR: 70 x/menit, P wave 0,04 dtk, PR interval tidak dapat dinilai, QRS;0,08
dtk, axis RAD, Kesan Atrial fluter
 Ro Thorak: (15/10/2022 jam 18.02) Cor dalam batas normal, tampak hipolusen pada
hemithorak dectra dengan ujung tumpul pada digfragma kanan dengan trakea
terdorong ke kiri, tanpak fibro infiltrate pada perihilar kiri. Kesan: pneumothorax
spontan sekunder berulang e.c bekas TB
Masalah keperawatan; Pola nafas tidak efektif

Nutrisi Pasien claim Stimulus fokal:


Pasien mengatakan mampu menghabiskan diet yang diberikan RS habis  Adaptif
Riwayat: Stimulus kontektual:
Pengkajian tanggal 17 Oktober 2022 jam 10.30 wib ditemukan pasien mampu  adaptif
menghabiskan dieT yang disediakan. Diet yang diberikan RS LDD 1800 kkal TKTP. Hasil
pengukuran status gizi dengan tinggi badan 160 cm, BB 42 kg, m², dengan IMT 15,6 kg/ m2 Stimulus residual:
(kurang gizi). Saat dilakukan pengkajian pasien terlihat kurus, konjungtiva tidak  adaptif
anemis,kondisi rongga mulut: bersih, mukosa mulut terlihat lembab, bau (-), stomatitis (-),
jumlah gigi tidak lengkap, karies (+), lesi mulut (-). Keluarga mengatakan sebelum sakit
berat badan pasien berkisat 45-50 kg.
Pemeriksaan fisik abdomen
I: terlihat ada bekas skatrik pada abdomen
Pa: Abdomen supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), acites (-)
Pe: Tympani
A : Bising usus 12 x/menit
Pemeriksaan Diagnostik
Labor darah (15/10/2022)
HB ;11,9 g/dL, GD :116 mg/dL
Masalah keperawatan; (-)

Eliminasi Pasien claim: Stimulus fokal:


pasien mengatakan sering ke kamar mandi untuk BAK. Pasien mengatakan BAB rutin 1 x/  Adaptif
hari tiap pagi hari. Stimulus kontektual:
Riwayat:  Adaptif
Pengkajian tanggal 17 Oktober 2022 jam 10.30 wib,BAK pasien 4-7 x/ hari dengan jumlah Stimulus residual:
100 cc tiap kali berkemih, warna kuning jernih. BAB 1 x per hari, konsistensi lunak, warna  Adaptif
kuning.
Masalah keperawatan; (-)
Aktifitas dan Patient claims: Stimulus fokal
istirahat  Intoleran aktifitas
Pasien mengatakan jika melakukan aktifitas yang berlebih sesak akan meningkat. Pasien Stimulus kontekstual:
mengatakan sering terbangun dimalam hari karena batuk. Pasien juga mengatakan aktifitas Ketidakseimbanga
sedikit terganggu karena terpasang WSD, infus dan alat bantu nafas. n suplai oksigen
Riwayat: Stimulus residual
Hasil pengkajian tanggal 17/10/2022 jan 10.30 wib,keluarga mengatakan aktifitas pasien Penurunan ekspansi paru
dibantu sebahagian oleh keluarga. Pasien saat ini terpasang WSD di punggung sebelah
kanan, infus ditangan sebelah kanan dan terpasang oksigen NRM 8 l/ menit.
Pemeriksaan Fisik:
Skor Barthel index: 70 (ketergantungan sedang)
Kriteria arthel index Dengan bantuan Mandiri
Makan 5 10 √
Aktivitas di toilet 5√ 10
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/ 5 – 10 15√
sebaliknya, termasuk duduk di tempat tidur
Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir rambut, 0 √ 5
menggosok gigi
Mandi 0√ 5
Berjalan dipermukaan datar 10 15√
Naik turun tangga 5√ 10
Berpakaian 5√ 10
Mengontrol defekasi 5 10√
Mengontrol berkemih 5 5√
Total 70
Kesimpulan: ketergantungan sedang.
Kekuatan otot: 555 555
555 555
Masalah keperawatan : Intoleran aktifitas

Patient claims Stimulus fokal:


Pasien mengatakan sudah tiga kali dilakukan tindakan pemasangan WSD
Proteksi dan  Resiko infeksi
Riwayat:
perlindungan Stimulus kontekstual:
 Pengkajian tanggal 17 Oktober 2022 jam 10.30, pasien terpasang chest tube pada
punggung sebelah kanan. Slang ches tube langsung masuk ke daerah paru paru pasien  Prosedur invasif
guna membantu pengembangan rongga paru. Keluarga mengatakan tindakan ini Stimulus residual
merupakan tindakan yang ketiga kali yang dilakukan pada pasien.
 Sistem pertahanan
 Pasien post TB Paru
tubuh yang lemah
Pemeriksaan fisik:
Pada saat pemeriksaan fisik didapatkan kulit klien bersih, ada lesi pada punggung sebelah
kanan yang ditutupi verban. Perawatan luka dilakukan tidak tiap hari. Tidak ditemukan
tanda-tanda inflamasi.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan satuan Interpretasi
Leukosit 13.98 5.0- 10.0 10^/mm^3 H
Eosinofil 0.00 1-3 % L
Netrofil segmen 85 50-70 % H
Limfosit 10 20-40 % H
Globulin
Masalah keperawatan ; Resiko infeksi
Sensori Patient claims Stimulus fokal:
 Pasien mengatakan tidak ada mempunyai masalah dengan penglihatan, pendengaran,  adaptif
maupun sensasi rasa Stimulus kontekstual:
Riwayat:  adaptif
 Pengkajian tanggal 17/10/2022 jam 10.30 wib, pasien mampu berkomunikasi dengan Stimulus residual
petugas, mampu menghabiskan diet  adaptif
Pemeriksaan Fisik:
 Penglihatan : RC +/+, RC tidak langsung +/+, Gerakan bola mata bebas
 Pendengaran : tidak terdapat gangguan
 Penciuman : normosmia
 Klien; meringis: jika WSD tertarik jika berubah posisi
 Kulit : mukosa lembab
Masalah keperawatan; (-)
Keseimbanga Patient claims Stimulus fokal:
n cairan Pasien mengatakan banyak minum karena batuk  adaptif
elektrolit dan Riwayat Stimulus kontekstual:
asam basa Pengkajian tanggal 15 sep 2022, terpasang infus Nacl 0,9% ditangan kanan.  adaptif
 Intake = cairan minum 1500 cc/ hari (makanan cair + air putih) + infus 12 jam/koft Stimulus residual
(1000cc)  adaptif
= 2500 cc
 Output = urine 1000 cc cc/ 24 jam + IWL 420 cc + sputum 20 cc + drain 100 cc
= 1780 cc
Pemeriksaan fisik
 Membran mukosa lembab. Turgor kulit baik. Tidak ada edema.
Pemeriksaan Diagnostik: (15/10/2022)
 Na: 139 mmol/L, Kalium 4, 0 mmol/L, Clorida 106 mmol/L
Masalah keperawatan : (-)

Fungsi Patients claim: Stimulus fokal:


neurologi Pasien mengatakan dalam kondisi sadar dan tidak mengalami kelemahan pada tubuh  adaptif
Riwayat (-) Stimulus kontekstual:
Pemeriksaan fisik:  adaptif
a. Status mental: Stimulus residual
1) Kesadaran:  adaptif
 Kuantitatif: GCS E4M6V5
 Kualitatif: Composmetis kooperatif
2) Memori jangka panjang dan janka Panjang (mampu mengingat)
3) Mood: sesuai
4) Intelektual (judgment): bagus
b. Saraf kranial:
 Olfaktorius (N: I): normal
 Optikus (N: II) +/+,
 Okulomotorius (N: III) +/+, toklearis (N: IV) normal dan abdusen (N: VI) normal.
 Trigeminus (N: V) (+) fungsi menelan (+)
 Fasialis (N VII), wajah simetris, mampu mengerutkan kening, mampu merasakan
adanya elusan pada wajah
 Vestibulotoklearis (N V III) klien mampu mendengar dan mampu menjawab
komunikasi
 Glosofaringeus (N IX) mampu mengecap dan Vagus (N: X) mampu menelan
 Aksesorius (N XI) tidak ada gangguan pada pergerakan leher dan kepala
 Hipoglosus (N XII) tidak ada masalah dengan menelan dan Gerakan lidah
c. Status sensori baik
d. Status motoric baik
kekuatan otot: 555 555
555 555
Tonus otot: normal pada kedua ekstremitas
e. Refleks: Refleks fisiologis: +2/+2, Reflek patologis: (-/-)
f. Rangsang meningeal:(-)
Pemeriksaan diagnostic (-).
Masalah keperawatan: (-)
Endokrin Pemeriksaan fisik; Stimulus fokal:
 pembesaran kelenjar tiroid: tidak ada  adaptif
 tremor; tidak ada Stimulus kontekstual:
Pemeriksaan diagnostik: (2/10/2022)  adaptif
 Gula darah sewaktu: 116 mg/dl Stimulus residual
 adaptif
Model konsep diri
Pengkajian Perilaku Pengkajian Stimulus Masalah Keperawatan

1. Fisik diri Stimulus fokal: adaptif Fisik diri: -


 Pasien mengatakan mampu melakukan aktifitas untuk makan, minum, mandi Stimulus Kontekstual: adaptif
Personal diri: -
dibantu, Stimulus residual: adaptif
2. Personal diri
 Pasien mengatakan akan lebih memperhatikan kesehatan diri dengan rajin control
ke rs
 Pasien kooperatif dengan perawat saat dilakukan pengkajian
Mode fungsi peran

Pengkajian Perilaku Pengkajian Stimulus Diagnosa Keperawatan


Ny. D merupakan seorang ibu rumah tangga, Peran Ny dalam keluarga terganggu karena Stimulus fokal: adaptif -
kondisi tidak mampu mengurus anak-anak yang masih kecil Stimulus kontekstual: adaptif
Stimulus residual: adaptif

3. Mode Interdepensi
Pengkajian Perilaku Pengkajian stimulus Diagnosa Keperawatan
Ny. D memiliki suami dengan 6 orang anak. Keluarga mengatakan hubungan Ny D dengan Stimulasi fokal : Adaptif -
keluarga sangat dekat dan saling menyayangi. Suami Ny.D selalu menemani di rumah Stimulus kontekstual : adaptif
sakit. Keluarga sangat bersyukur karena kondisi Ny. D sudah mulai membaik. Keluarga Stimulus residual : adaptif
memdukung semua tindakan yang diberikan selama proses pengobatan. Untuk biaya di RS
ditanggung BPJS

Hasil pemeriksaan diagnostic: foto rotgent


Tgl 12/10/2022 Tgl 15/10/2022 (IGD) Tgl 15/10/2022 (post chest tube)

 Trakea berada ditengah  Trakea terdorong ke kiri  Trakea berada ditengah


 Terlihat plural line  Terlihat plural line  Terlihat plural line
 Hiperlusen pada paru dectra (RIC  Hiperlusen pada paru dextra  Hiperlusen pada paru dextra, terpasang
III)  Jantung terdorong ke kiri WSD pada RIC 4
 Corakan bronchovaskuler (+)  Corakan broncho vaskuler tidak  Jantung terdorong ke kiri
 Sinus costoprnicus melebar terlihat pada paru dectra  Corakan bronchovaskuler terlihat pada
 Terlihat infiltra pada lapangan paru  Sudut costoprenicus melebar pada paru
kiri dan kanan dextra paru kanan
 Kesan: pneumo thorak kanan  Infiltrat pada lapangan paru kiri  Infiltra pada kedua lapangan paru
dengan ujung WSD setinggi RIC 3  Kesan : pneumothorak pada paru  Kesan: pneumothorak pada paru
kanan dengan TB paru dextra dengan TB paru kanan dengan TB paru dengan
ujung WSD setinggi RIC IV.
Terapi pengobatan

N Nama Dosis Rute Indikasi


o Obat

1 levofloxacin 1 x 750 mg IV antibiotik

2 N acetil sistein 2 x 20 mg oral

3 Asam mefenamat 500 mg K/P analgetik

4 Ampicilin 3 x 3 gr IV antibiotik
sulbactam

C. ANALISA DATA

Symtomp Etiologi Masalah


Keperawatan

Pasien claim: Hambatan upaya Pola nafas


 Pasien mengatakan saat ini nafas terasa sesak bernafas tidak efektif

(dyspnea), sesak meningkat jika pasien


mengalami batuk dan tidur berbari
Pemeriksaan fisik
 Pergerakan dada tidak simetris kiri dan kanan,
 Taktil fremitus kanan rendah pada kiri.
 Hipersonor pada seluruh lapangan paru (D),
Sonor pada lapangan paru sinistra.
 Kiri: Suara nafas broncho vesikuler dengan (Rh
+/-), Kanan: suara nafas menghilang
 Ro Thorak: (15/10/2022 jam 18.02) Cor dalam
batas normal, tampak hipolusen pada
hemithorak dectra dengan ujung tumpul pada
digfragma kanan dengan trakea terdorong ke
kiri, tanpak fibro infiltrate pada perihilar kiri.
Kesan: pneumothorax spontan
sekunderberulang e.c bekas TB
 Pasien mengatakan jika melakukan aktifitas Gangguan Resiko
yang berlebih sesak akan meningkat. Pasien pernafasan intoleran
mengatakan sering terbangun dimalam hari aktifitas

karena batuk. Pasien juga mengatakan aktifitas


sedikit terganggu karena terpasang WSD, infus
dan alat bantu nafas.
 Skor Barthel index: 70 (ketergantungan
sedang)
 Hasil pemeriksaan Rot horax tgl 15/10/2022
jam 18.20 wib: pneumothorak pada paru kanan
dengan TB paru dengan ujung WSD setinggi
RIC IV.
 Hasil pengukuran tekanan darah sebelum ke
kamar mandi TD 98/65 mmHg, HR 92 x/
menit, akral hangat, CRT < 2dt.
 Hasil pengukuran TD setelah dari kamar mandi
TD 120/70 mmHg, HR 103 x/ menit, RR 28 x/
menit
Efek prosedur Resiko infeksi
 Pasien mengatakan sudah tiga kali dilakukan invasive,
Ketidakadekuata
tindakan pemasangan WSD
n pertahanan
 Pengkajian tanggal 17 Oktober 2022 jam tubuh sekunder
10.30, pasien terpasang chest tube pada
punggung sebelah kanan. Slang ches tube
langsung masuk ke daerah paru paru pasien
guna membantu pengembangan rongga paru.
 Pasien post TB Paru
 ada lesi pada punggung sebelah kanan yang
ditutupi verban.
 Perawatan luka dilakukan tidak tiap hari.
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Leukosit 13.98 5.0- 10.0
Eosinofil 0.00 1-3
Netrofil segmen 85 50-70
Limfosit 10 20-40
Globulin

D. Diagnosis Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d tanda dan gejala dyspnea,
hasil pemeriksaan fisik dan hasil rotgent
2. Resiko intoleran aktifitas d.d gangguan pernafasan
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasive dan ketidakadekuatan pertahanan
tubuhh sekunder d.d terpasang chest tube, pasien dengan bekas TB
E. Rencana Intervensi

Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


(SDKI)

Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
hambatan upaya nafas d.d keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi:
tanda dan gejala dyspnea, pasien menunjukkan pola nafas  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman dan
hasil pemeriksaan fisik dan adekuat (L.01004) dibuktikan usaha napas)
hasil rotgent dengan kriteria hasil:  Monitor bunyi napas tambahan
 Dispnea menurun  Monitor sputum
 Penggunaan otot bantu Terapeutik:
napas menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Ortopnoe menurun  Posisikan semi fowler atau fowler
 Pernapasan pursed lip  Berikan minuman hangat
menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Pernapasan cuping hidung  Lakukan penghisapan lender
menurun  Berikan oksigen, jika perlu
 Frekuensi napas membaik Pemantauan Respirasi:
 Kedalaman napas Observasi:
membaik  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
nafas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor hasil AGD
Monitor hasil X-Ray thorax
Terapeutik:
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
 Informasikan hasil pemantauan
Pengaturan posisi
Observasi:
 Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
mengubah posisi
Terapeutik:
 Tempatkan pada posisi terapiutik
 Atur posisi yang disukai, jika tidak ada
kontrindikasi
 Berikan posisi untuk memudahkan ventilasi
 Minimalkan tarikan dan gesekan saat merubah
posisi
Edukasi
 Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan
perubahan posisi,
Resiko intoleran aktifitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
d.d gangguan pernafasan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
toleransi aktivitas adekuat  Identifikasi gangguan fungus tubuh yang
(L.05047) dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
 Frekuensi nadi meningkat  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Saturasi oksigen  Monitor pola tidur dan jam tidur
meningkat  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
 Kemudahan dalam melakukan aktifitas
melakukan aktivitas Terapeutik:
sehari-hari meningkat  Sediakan lingkungan yang nyaman dan renddah
 Kekuatan tubuh bagian stimulus
atas dan bawah meningkat  Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
 Keluhan lelah menurun Edukasi:
 Dyspnea saat beraktivitas  Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
menurun  Ajarkan strategi koping untuk menguragi kelelahan
 Dyspnea setelah  Menganjurkan menghubungi petugas jika tanda dan
beraktivitas menurun gejala kelelahan tidak berkurang
 Perasaan lemah menurun Pemantauan Respirasi
 Warna kulit membaik Latihan pernafasan
 Tekanan darah membaik Observasi
 Frekuensi nafas membaik  Idintifikasi indikasi dilakukan latihan pernafasan
 Monitor frekuensi, irama dan kedalaman nafas
sebelum dan sesudah latihan
Terapeutik
 Posisikan pasien nyaman dan rilek
 Tematkan satu tangan didada, satu tangan diperut
 Pastikan tangan didada mundur kebelakang dan
tangan di perut maju ke depan saat menarik nafas
 Ambil nafas secara berlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan
 Hitungan ke delapan hembuskan melalui mulut
dengan berlahan
Edukasi’
 Jelaskan tujuan dan prosedur latihan nafas
 Anjurkan mengulangi 4-5 kali

Resiko infeksi d.d efek Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)

prosedur invasive dan keperawatan selama 3x24 jam Observasi:

ketidakadekuatan tingkat infeksi menurun (L.14137)  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

pertahanan tubuh sekunder dan control resiko meningkat Terapeutik:

dengan kriteria hasil:  Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien

 Kebersihan tangan meningkat dan lingkungan pasien

 Kebersihan badan meningkat  Pertahankan teknik aseptic

 Nafsu makan meningkat Edukasi:

 Demam menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi

 Kemerahan menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

 Nyeri menurun Perawatan selang dada

 Bengkak menurun Observasi:

 Kadar sel darah putih  Monitor kebocoran udara dari selang dada

membaik
 Kemampuan mencari  Monitor jumlah cairan ditabung

informasi tentang factor resiko  Monitor krepitasi di sekitar selang dada

meningkat  Monitor tanda-tanda infeksi

 Kemampuan mengidentifikasi  Monitor penurunan undulasi, gelembung dan

factor resiko meningkat gelombang pada tabung penampung cairan

 Kemampuan melakukan Terapeutik:

strategi factor resiko  Lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah

meningkat melakukan perawatan dada’

 Klem selang saat penggantian tabung

 Lakukan penggantian tabung secara berkala

 Pastikan sambungan selang tertutup sempurna

 Lakukan perawatan disekitar area selang setiap 48-

72 jam atau sesuai dengan kebutuhan

Edukasi:

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan selang


F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Nama/ paraf
tanggal/
jam
Senin/ Pola nafas tidak efektif b.d  Memonitor pola napas Evaluasi pukul 14.00 wib
17/10/2022 hambatan upaya nafas (frekuensi, kedalaman dan Subjektif
usaha napas)  Pasien mengatakan nafasnya masih
 Memonitor bunyi napas terasa sesak
tambahan  Sesak masih meningkat jika sering
 Memonitor adanya sputum batuk
 Mempalpasi kesimetrisan Objektif
ekspansi paru  RR 24 x/ menit
 Memonitor ex ray thorax  Suara nafas bronchovesicular pada
paru kiri, tidak ada suara nafas pada
paru kanan
 Penggunaan otot-otot pernafasan (+)
 Terpasang NRM 10 L/ menit
 Pasien terlihat lebih nyaman duduk
dengan posisi membungkuk
Analisa;
Pola nafas tidak efektif
Perencanaan (18/10/2022)
Pola nafas meningkat 2 x/ 24 jam dengan
kriteria hasil:
 Dyspnea menurunan
 Suara nafas simetris kiri dan kanan
Perencanaan
 Monitor pola nafas pasien
 Berikan posisi untuk memudahkan
ventilasi
 Minimalkan tarikan dan gesekan saat
merubah posisi
 Monitor pola nafas (frekuensi,
kedalaman dan usaha nafas)
Senin/ Intoleran aktifitas b. d  Mengidentifikasi gangguan Evaluasi pukul 14.00 wib
17/10/2022 ketidakseimbangan suplai fungsi tubuh mengakibatkan Subjektif
oksigen kelelahan  Pasien mengatakan nafas masih
 Memonitor pola tidur dan jam terasa sesak jika melakukan aktifitas
tidur yang berat
 Merencanakan pasien untuk  Pasien mengatakan tidak nyaman
atihan nafas karena terpasang WSD
 Pasien mengatakan ada tidur dimalam
hari, namun sering terbangun karena
takut selang tertarik dan batuk
Objektif
 RR 24 x/ menit, Nadi 100 x/ menit,
TD 110/60 mmHg
 Suara nafas bronchovesicular pada
paru kiri, tidak ada suara nafas pada
paru kanan
 Penggunaan otot-otot pernafasan (+)
 Terpasang NRM 10 L/ menit
 Pasien terlihat lebih nyaman duduk
dengan posisi membungkuk
Analisa
 Resiko intoleran aktifitas
Perencanaan
Teloransi aktifitas meningkat 2 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
 Dyspnea menurun
 Lelah menurun
 Kemanpuan melakukan aktifitas
meningkat
Rencana;
 Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
nafas
 Posisikan pasien nyaman dan rilek
 Tematkan satu tangan didada, satu
tangan diperut
 Pastikan tangan didada mundur
kebelakang dan tangan di perut maju
ke depan saat menarik nafas
 Ambil nafas secara berlahan melalui
hidung dan tahan selama tujuh
hitungan
 Hitungan ke delapan hembuskan
melalui mulut dengan berlahan
Selasa/ Pola nafas tidak efektif b.d  Memonitor pola nafas Evaluasi pukul 14.00 wib
18/10/2022 hambatan upaya nafas pasien Subjektif
 Memberikan posisi untuk  Pasien mengatakan sesak mulai
memudahkan ventilasi berkurang
 Minimalkan tarikan dan Objektif
gesekan saat merubah  RR 22 x/ menit
posisi  Suara nafas bronchovesicular pada
paru kiri, tidak ada suara nafas pada
paru kanan
 Penggunaan otot-otot pernafasan (-)
 Terpasang NRM 10 L/ menit
 Pasien terlihat lebih nyaman duduk
dengan posisi membungkuk
Analisa;
Pola nafas tidak efektif
Perencanaan (19/10/2022)
Pola nafas meningkat 2 x/ 24 jam dengan
kriteria hasil:
 Dyspnea menurun
 Suara nafas simetris kiri dan kanan
Perencanaan
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Ajarkan cara menggunakan postur
yang baik dan mekanika tubuh yang
baik selama melakukan perubahan
posisi,
Selasa/ Intoleran aktifitas b. d  Menjelaskan tujuan dan Evaluasi pukul 14.00 wib
18/10/2022 ketidakseimbangan suplai prosedur latihan nafas Subjektif
oksigen  Memposisikan pasien  Pasien mengatakan sedikit lelah
nyaman dan rilek setelah melakukan laithan nafas
 Menganjurkan pasien Objektif
menempatkan satu tangan  RR 22 x/ menit
didada, satu tangan diperut  Dyspnea terlihat saat melakukan
 Memastitikan tangan latihan nafas
didada mundur kebelakang  TD; 110/60 mmHg setelah latihan
dan tangan di perut maju nafas
ke depan saat menarik Analisa
nafas  Intoleran aktifitas
 Ambil nafas secara Perencanaan
berlahan melalui hidung Teloransi aktifitas meningkat 1 x 24 jam
dan tahan selama tujuh dengan kriteria hasil:
hitungan  Lelah menurun
 Hitungan ke delapan Rencana:
hembuskan melalui mulut  Lakukan Latihan nafas 4-5 x
dengan berlahan
18/10/2022 Resiko infeksi d.d efek  Memonitor tanda dan Evaluasi jam 14.-00
prosedur invasive dan gejala infeksi local dan Subjektif 9
ketidakadekuatan sistemik  Pasien mengatakan masih batuk
pertahanan tubuh  Mencuci tangan sebelum berdahak
sekunder dan setelah kontak dengan Objektif
pasien dan lingkungan  WSD terpasang, undulasi (+), buble
pasien (+), krepitasi(-)
 Mempertahankan teknik  Verban pada daerah sekitar dada
aseptic belum diganti
 Memonitor kebocoran Analisa
udara dari selang dada  Resiko infeksi
 Memonitor jumlah cairan Perencanaan
ditabung Infeksi tidak terjadi 2 x 24 jam dengan
 Memonitor krepitasi di kriteria hasil:
sekitar selang dada  Tanda-tanda infeksi tidak terlihat
 Monitor tanda-tanda  Leukositosis tidak terjadi
infeksi Intervensi:
 Memonitor penurunan  Perawatan luka
undulasi, gelembung dan  Edukasi tentang pencegehan infeksi
gelombang pada tabung
penampung cairan
 Mengklem selang saat
penggantian tabung
 Memastikan sambungan
selang tertutup sempurna
19/10/2022 Pola nafas tidak efektif b.d  Posisikan semi fowler Evaluasi pukul 14.00 wib
hambatan upaya nafas atau fowler Subjektif
 Ajarkan cara  Pasien mengatakan sesak mulai
menggunakan postur yang berkurang
baik dan mekanika tubuh Objektif
yang baik selama  RR 22 x/ menit
melakukan perubahan  Suara nafas bronchovesicular pada
posisi, paru kiri, ada suara nafas pada paru
 Memonitor pola nafas kanan lemah (vesikuler)
pasien  Penggunaan otot-otot pernafasan(-)
 Terpasang NRM 10 L/ menit
 Pasien terlihat lebih nyaman duduk
dengan posisi bersandar dengan satu
bantal
Analisa;
Pola nafas tidak efektif
Perencanaan (20/10/2022)
Pola nafas meningkat 1 x/ 24 jam dengan
kriteria hasil:
 Dyspnea menurun
 Suara nafas simetris kiri dan kanan
Perencanaan
 Memonitor pola nafas pasien
19/10/2022 Intoleran aktifitas b. d  Mengajarkan pasien Evaluasi pukul 14.00 wib
ketidakseimbangan suplai melakukan latihan nafas 4-5 x Subjektif
oksigen  Mengukur tanda-tanda  Pasien mengatakan sedikit lelah
vital sebelum dan sesudah setelah melakukan laithan nafas
latihan nafas Objektif
 RR 22 x/ menit
 TD; 98/60 mmHg setelah latihan
nafas
 Nadi 88 x/ menit
Analisa
 Intoleran aktifitas
Perencanaan
Teloransi aktifitas meningkat 1 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
 Lelah menurun
Rencana:
Anjurkan pasien melakukan aktifitas ringan
19/10/2022 Resiko infeksi d.d efek  Melakukan perawatan Evaluasi jam 11.00 wib
prosedur invasive dan luka Subjektif
ketidakadekuatan  Memberikan eduksasi  Pasien mengatakan nyaman pada
pertahanan tubuh sekunder tentang pencegehan daerah drain yang sudah dilakukan
infeksi perawatan luka
 Pasien mengatakan sudah memahami
tentang bagaimana agar terhindar dari
infeksi
 Pasien masih mengatakan batuk,
kadang masih berdahak
Objektif
 Tidak terlihat adanya tanda-tanda
infeksi pada daerh pemasangan drain
WSD
Analisa
 Resiko infeksi
Perencanaan
Infeksi tidak terjadi 3 x 24 jam dengan
kriteria hasil;
 Batuk berdahak (-)
Intervensi
 Manajemen pengobatan
20/10/2022 Pola nafas tidak efektif b.d  Memonitor pola nafas Evaluasi jam 14.00 wib
hambatan upaya nafas pasien Subjektif
 Pasein mengatakan nafasnya tidak
terasa sesak
Objektif
 RR 20 x/ menit
 Suara nafas bronchovesicular pada
paru kiri, ada suara nafas pada paru
kanan lemah (vesikuler)
 Penggunaan otot-otot pernafasan(-)
 Terpasang binasal 3/ menit
 Pasien terlihat lebih nyaman duduk
dengan posisi bersandar dengan satu
bantal
Analisa
 Pola nafas tidak efektif
Perencanaan
Pola nafas kembali membaik 2 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
 Suara nafas simetris kiri dan kanan
Intervensi:
 Berikan posisi untuk memudahkan
ventilasi
20/10/2022 Intoleran aktifitas b. d  Anjurkan pasien Evaluasi pukul 14.00 wib
ketidakseimbangan suplai melakukan aktifitas ringan Subjektif
oksigen  Pasien mengatakan sesak sudah tidak
ada lagi
 Pasien mengatakan sudah tidak
tergantung pada alat bantu nafas
Objektif
 RR 20 x/ menit
 TD; 100/60 mmHg
 Nadi 78 x/ menit
 Pasien tidak terpasang oksigen
Analisa
 Intoleran aktifitas ringan
Perencanaan
Teloransi aktifitas meningkat 1 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
 Lelah menurun
Rencana:
Anjurkan pasien melakukan aktifitas ringan
Resiko infeksi d.d efek  Memberi penjelasan Evaluasi jam 11.00 wib
prosedur invasive dan tentang jenis obat, alasan Subjektif
ketidakadekuatan pemberian, tindakan yag  Pasien mengatakan memahami
pertahanan tubuh sekunder diharapkan dan efek terhadap penjelasan yang diberikan
samping  Pasien masih mengatakan batuk,
 Memberi penjelasan kadang masih berdahak
tentang factor yang dapat Objektif
meningkatkandan  Pasien terlihat masih batuk
menurunkan efektifitas Analisa
obat  Resiko infeksi
Perencanaan
Infeksi tidak terjadi 3 x 24 jam dengan
kriteria hasil;
 Batuk berdahak (-)
Intervensi
Manajemen pengobatan

G. LOOG BOOK

No Hari/tgl/ Inisial pasien/ Pengkajian Masalah Tindakan yang Prosedur Tindakan Fisiologi tindakan
jam umur/diagnos Fokus Keperawatan dilakukan
a medis

1 Senin/ Ny. D/ 36 Oksigenas Pola nafas Pemeriksaan Pemeriksaan fisik paru


th/01.14.99.98 i tidak efektif
117/10/ fisik paru pada Inspeksi:
/pneumothor (SDKI,2017)
2022/10 pasien dengan  Pergerakan dinding dada
ax spontan
.30 sekunder
pneumothorax menurun, tertinggal disalah
satu sisi
Palpasi:
 Penurunan atau tidak ada
fremitus
Perkusi:
 Hipersonor
Auskultasi:
 Penurunan bunyi nafas atau
tidak ada sama sekali pada sisi
dada yang menglami pneumo
thorax
2 Selasa/ Ny. D/ 36 Oksigenasi Pola nafas Intrepretasi hasil Membaca ro pasien dengan Pada pasien
18/10/2 th/01.14.99.98 tidak efektif ro thorak
/pneumothor (SDKI,2017) pneumothorax pneumothotax tampak
022/10.
ax spontan  Deviasi trakea kearah yang perselubungan opak
30 wib sekunder
sehat pada hemitoraks
 Bagian thorax lebih distensi sinistra/ dektra disertai
pada bagian yang sehat penarikan trakea dan
 Hiperlusen pada avascular pada mediastinum ke
hemithorax yang disertai arah kiri/ kanan.
dengan plural line yang Berdasarkan
menunjukkan gambaran paru kepustakaan, gambaran
yang kolap(Umar Shahzad et tersebut memberikan
al., 2021) kesan atelektasis.
Atelektasis adalah
keadaan kolapsnya
paru
sebagian atau komplit
yang masih reversibel.
Hal tersebut
menyebabkan
gangguan
pertukaran CO2 dan
O2. Gambaran
langsung
atelektasis pada foto
toraks adalah
penumpukan
pembuluh darah
pulmoner, air
bronchogram
memadat, serta
berpindahnya
fisura lobaris.
Sementara tanda tak
langsungnya adalah
opasitas pulmoner,
elevasi diafragma,
bergesernya trakea,
jantung, dan
mediastinum ke sisi
yang sakit,
pergeseran hilus dan
kompensasi
hiperekspansi paru,
sekitar tulang iga.
Pada
pasien pneumothorax
dengan Riwayat TB,
diperoleh adanya
atelektasis pasif
. Tampak
infiltrat pada perihiler
dekstra dan kalsifikasi
pada hemithoraks
dekstra dengan kesan
suspek TB paru lama
aktif(Putri et al., n.d.)

3 selasa/ Ny. D/ 36 Aktifitas Intoleran Latihan nafas Teknik Latihan nafas diagfragma Diagfragma adalah
18/10/2 th/01.14.99.98 aktifitas (SIKI,2017)  Posisikan pasien nyaman dan
/pneumothor otot besar yang terletak
022/10. (SDKI,2017)
ax spontan rilek
di dasar paru-paru.
30 wib sekunder  Tempatkan satu tangan didada,
Ketika menarik nafas
satu tangan diperut
diagfragma akan
 Pastikan tangan didada mundur
berkontraksi dan
kebelakang dan tangan di perut
bergerak kebawah
maju ke depan saat menarik
yang memciptakan
nafas
ruang bagi paru-paru
 Ambil nafas secara berlahan
untuk mengembangkan
melalui hidung dan tahan
dan terisi udara. Ketika
selama tujuh hitungan mengembuskan nafas
 Hitungan ke delapan diagfragma rilek dan
hembuskan melalui mulut bergerak ke atas yang
dengan berlahan (SIKI ,2017) membantu
mengeluarkan udara
dari paru paru
(Sukartini et al., 2007)
4 Rabu/ Ny. D/ 36 perlindung Resiko Perawatan Drain  Monitor tanda dan gejala infeksi WSD merupakan suatu
19/10/2 th/01.14.99.98 an infeksi WSD tindakan invasive
/pneumothor local dan sistemik
022/10. (SDKI, (SIKI,2017) dengan memasukkan
ax spontan
30 wib sekunder 2017) selang khusus
 Cuci tangan sebelum dan setelah
kedaladm rongga dada
kontak dengan pasien dan untuk mengeluarkan
cairan, udara, darah
lingkungan pasien yang terdapat didalam
rongga pleura.Tujuan
 Pertahankan teknik aseptic perawatan WSD
adalahmengganti
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
balutan dan botol
 Monitor kebocoran udara dari WSD, memonitor
kepatenan dan fungsi
selang dada sistem WSD dan
mencegah agar kuman
 Monitor jumlah cairan tidak masuk kedalam
rongga dada. Tindakan
ditabung
ini dilakukan setelah
 Monitor krepitasi di sekitar hari ke tiga (WSD
( WATER SEAL DRAINAGE ),
selang dada n.d.)

 Monitor tanda-tanda infeksi

 Monitor penurunan undulasi,

gelembung dan gelombang

pada tabung penampung cairan

 Lakukan kebersihan tangan

sebelum dan setelah

melakukan perawatan dada’

 Klem selang saat penggantian

tabung

 Lakukan penggantian tabung

secara berkala (SIKI, 2017)

 Pastikan sambungan selang

tertutup sempurna

 Lakukan perawatan disekitar


area selang setiap 48-72 jam

atau sesuai dengan kebutuhan


BAB 4

PENELUSURAN EVIDANCE BASED NURSING

A. Pertanyaan klinis
Berdasarkan kasus diatas maka dapat dijelaskan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana mengefektifkan kembali pernapasan klien sehingga penulis mengambil
kesimpulan dengan menerapkan evidence base nursing “Pengaruh program terapi
latihan terhadap penurunan sesak pada kasus Pneumothorax spontan sekunder terkait
TB paru?” berikut penjelasan yang akan digambarkan dalam bentuk PICO:
Tabel Analisis PICO

Unsur PICO Analisis Kata Kunci


(Terapi)
P Pasien Pneumotoraks spontan Patients with Secondary
sekunder spontaneous pneumothorax
I Exercise Therapy Program Exercise Therapy Program
C Standar intervensi pada Intervension with
pasien dengan Pneumotoraks pneumothorax
O menurunkan dyspnea dan Dyspnea, improve
meningkatkan aktivitas functional activity
fungsional

B. Sumber Penelusuran dan Kata Kunci


Dalam melakukan penelusuran jurnal terkait pemberian therapy pemberian napas
dalam dan peregangan untuk meningkatkan saturasi pasien pneumothorax
menggunakan internet online data base yaitu:
1. http://pubmed.com
2. http://sciencedirect.com
3. http://googleschoolar.com
C. Temuan Penelusuran
1. Judul
Exercise Therapy Program In Secondary Spontaneous Pneumothorax Associated
With Pulmonary Tuberculosis: A Case Report
2. Penulis dan tahun terbit
Winda Irayanti, Wijianto, Mulatsih Nita Utami, Ratna Nur Rahma Hidayati
(2021)
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh program pelatihan breathing
control (BC), deep breathing exercise (DBE), dan chest expansion resistance
exercise (CERE) selama 9 hari yang menjadi terapi modalitas dalam menangani
kasus Pneumothorax spontan sekunder terkait TB paru
4. Metode penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah case
report study dengan resume kasus dan masalah klinis. penelusuran kepustakaan
secara online menggunakan instrumen pencari Pubmed dan Science Direct. Kata
Kunci yang digunakan adalah deep breathing exercise, breathing control, dan
chest expansion resistance exercise, AND Dyspnea. Dengan menggunakan
batasan (limit): studi yang dilakukan pada manusia, publikasi Bahasa inggris,
kata kunci terdapat pada judul atau abstrak, serta jenis publikasi berupa uji klinis,
uji klinis terandomisasi, meta-analisis, dan review.
5. Hasil Penelitian
Pasien diberikan program terapi latihan seperti kontrol pernapasan, latihan nafas
dalam, dan latihan ketahanan ekspansi dada untuk 4x pengobatan, jadi sudah
mengurangi dispnea dan meningkatkan toleransi aktivitas pasien.
breathing control diberikan pada pasien dengan frekuensi pernafasan
>20x/menit, untuk membantu memperbaiki pola nafas yang tidak efisien atau
abnormal, sedangkan deep breathing exercise dapat meningkatkan ventilasi dan
oksigenasi, dan chest expansion resistance exercise diberikan untuk
memaksimalkan ekspansi paru dengan meningkatkan jumlah udara yang dapat
dipompa oleh paru-paru untuk mempertahankan kinerja otot-otot aksesori
pernapasan.
6. Kesimpulan
Terapi olahraga dapat mengurangi sesak napas dan meningkatkan aktivitas
fungsional pada pasien TB paru terkait pneumotoraks spontan sekunder
7. Aplikabilitas
Penerapan Evidence Based Nursing mengenai pengaruh program terapi latihan
terhadap penurunan sesak pada kasus Pneumothorax spontan sekunder terkait
TB paru dapat dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Penerapan EBN ini tidak memerlukan peralatan tambahan, hanya
membutuhkan bed pasien yang sudah dimiliki oleh rumah sakit saat ini.
2. Tindakan pada EBN ini merupakan tindakan mandiri perawat, berupa
pemberian edukasi napas dalam, control pernafasan, serta latihan ketahanan
ekspansi dada sehingga tidak bertentangan dengan tindakan profesi lain atau
tidak perlu mendapatkan izin dari profesi lain.
3. Dari segi biaya, tidak ada biaya tambahan yang dibutuhkan dalam penerapan
EBN.
DAFTAR PUSTAKA
Punarbawa, I. W. A., & Suarjaya, P. P. (2019). Early Identification and Basic
Life Support for Pneumothoraks.
Rekha, K., Rai, S., Anandh, V., & D, S. S. D. (2016). Effect Of Stretching
Respiratory Accessory Muscles In Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Asian
Journal of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 105–108.
British Lung Foundation. (2019). Pneumothorax. www.blf.org.uk/support -
foryou/ pneumothorax
Utama, S. Y. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Respirasi (1st ed.). Deeppublis.
Papagiannis, A., Lazaridis, G., Zarogoulidis, K., Papaiwannou, A., &
Karavergou, A. (2015). Pneumothorax : An Up To Date “Introduction.” Annals of
Translational Medicine, 3(4), 53. https://doi.org/doi : 10.3978/j.issn.2305-
5839.2015.03.23
Sarwiji, B. (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT
Indeks
Wijaya, S. A dan Putri, Y.M .(2013). KMB Keperawatan Dewasa.Jakarta :
Numed
DiGiulio, M., & Jackson, D. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Rapha Publishing
Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (E. Wahyuningsih
(ed.); 9th ed.). EGC.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Putri, P. P., Dwi, T., Evaluasi, K. |, Pneumotoraks, R., Sekunder Pada Pasien, S., Paru, T.,
Relaps, K., & Kaniya, T. D. (n.d.). Evaluasi Radiologis Pneumotoraks Spontan
Sekunder pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru Kasus Relaps.
Sukartini, T., Dian, N. K., & Sukrisno, A. (2007). LATIHAN NAFAS MODIFIKASI MENIUP
BALON TERHADAP PENGEMBANGAN PARU PADA PASIEN HEMATOTHORAKS
DAN PNEUMOTHORAKS. In Jurnal Ners (Vol. 2, Issue 1).

Umar Shahzad, M., Han, J., Ramtoola, M. I., Lamprou, V., & Gupta, U. (2021). Spontaneous
Tension Pneumothorax as a Complication of COVID-19. Case Reports in Medicine, 2021.
https://doi.org/10.1155/2021/4126861

WSD ( WATER SEAL DRAINAGE ). (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai