SISTEM RESPIRASI
Disusun Oleh:
FARIDDAH FAHMI
NIM. 2121312037
TUGAS APLIKASI I
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAK
RSUP M DJAMIL PADANG
Disusun Oleh:
FARIDDAH FAHMI
NIM. 2121312037
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta kemudahan yang berlimpah, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan pada pasien Pneumothorak dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy di
Ruangan Paru RSUP DR. M. Djamil Padang. Salawat Kepada Rahmatan lil’alamin,
Rasulullah SAW yang telah membawa kita menuju alam yang penuh
pengetahuan.Semoga Rahmat selalu tercurah buat beliau, keluarga dan seluruh
pengikutnya.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumothoraks merupakan salah satu jenis trauma dada yang umum
ditemukan pada kejadian trauma di luar rumah sakit. Dimana, pneumothoraks
merupakan kegawatdaruratan yang harus diberikan penanganan secepat mungkin
untuk menghindari kemungkinan kematian. Insiden pneumothoraks sendiri tidak
diketahui secara pasti di populasi, hal disebabkan di beberapa literatur menyebutkan
bahwa insiden pneumothoraks dimasukkan ke dalam insiden trauma dada. Sebuah
literatur menyebutkan bahwa 5,4% dari seluruh pasien yang menderita trauma
merupakan pasien yang mengalami pneumothoraks (Punarbawa & Suarjaya, 2019).
Pada penderita pneumothoraks, umumnya penderitanya akan mengeluh sesak
napas, nyeri dada, batuk dan ada beberapa penderita yang mengalami emfisema
subkutis. Pada saat pemeriksaan ditemukan takipnea, hiperresonansi saat dilakukan
perkusi, dan suara napas terdengar menurun atau tidak ada sama sekali pada saat
dilakukan auskultasi pada pasien pneumothoraks (White & Eaton, 2017). Kelemahan
yang terjadi pada otot-otot bantu pernapasan mengakibatkan pasien pneumothoraks
mengalami sesak napas parah dan mempengaruhi diafrgama. Terjadinya retraksi
jaringan lunak dan otot-otot di sekitar dinding dada akan menyebabkan keterbatasan
ekspansi dada yang menyebabkan pasien akan mengeluh sesak (Rekha et al., 2016).
Penumothorax jika tidak segera mendapatkan penanganan maka akan
menyebabkan keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluh darah kolaps
sehingga pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah menurun.
Selain itu pneumothoraks juga dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat dan
dapat menyebabkan kematian (Punarbawa & Suarjaya, 2019).
.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pneumothorak
Foundation, 2019)
B. Etiologi Pneumothorak
Etiologi Terdapat beberapa jenis pneumothorak yang diklasifikasikan
berdasarkan penyebabnya dan mekanisme terjadinya, antara lain :
1. Pneumothorak berdasarkan penyebabnya :
a) Pneumothoraks spontan
Pneumothorax ini terjadi secara spontan tanpa adanya kecelakaan atau
trauma. Pneumothorax spontan dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Primary Spontaneous Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan Primer).
Pneumothorax jenis ini biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada
paru-paru yang biasanya terjadi pada orang sehat tanpa didahului oleh
suatu penyakit paru.
2) Secondary Spontaneus Pneumothorax (Pneumothoraks Spontan
Sekunder).
Pneumothorax jenis ini seringkali sebagai akibat dari komplikasi
beberapa penyakit paru-paru seperti Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD), infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity
carinii, cystic fibrosis, interstitial lung disease, dan lain sebagainya
(Papagiannis et al., 2015).
b) Pneumothorak trauma
Pneumothorak ini merupakan jenis pneumothorax yang disebabkan karena
adanya trauma yang secara langsung mengenai dinding dada baik benda tajam
maupun benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumothorax karena trauma
tajam disebabkan oleh terjadinya penetrasi benda tajam pada dinding dada
sehingga merobek pleura parietal kemudian udara masuk melalui luka
tersebut ke dalam rongga pleura sehingga terjadilah pneumothorax.
Sedangkan mekanisme terjadinya pneumothorax trauma tumpul disebabkan
karena terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak yang
kemudian menyebabkan alveolar menjadi rupture sebagai akibat dari
kompresi yang timbul akibat trauma tumpul tersebut. Pecahnya alveolar ini
kemudian akan menyebabkan udara menumpuk di pleura visceral dan
terperangkap, terperangkapnya udara akan menyebabkan pleura visceral
rupture atau robek sehingga menyebabkan terjadinya pneumothorax (Utama,
2018).
c) Iatrogenik pneumothorak
Pneumothorak jenis ini biasanya disebabkan karena komplikasi tindakan atau
tertusuknya paru-paru karena prosedur tindakan medis yang baik disengaja
maupun tidak disengaja. Tindakan medis yang dapat menyebabkan
pneumothorax antara lain pemangan subclavian vein cannulation, aspirasi dan
biopsy pleura, transthoracic or transbronchial lung biopsy, lung injury yang
disebabkan karena penggunaan dari positive airway pressure selama tindakan
mechanical ventilation (Papagiannis et al., 2015).
2. Pneumothorak berdasarkan mekanisme terjadinya :
a) Tension Pneumothorax (Pneumothorak Terdesak)
Tension Pneumothorax terjadi akibat adanya kerusakan yang menyebabkan
udara masuk ke dalam rongga pleura dan terperangkap di dalam pleura,
dimana keadaan ini disebut dengan fenomena ventil. Udara yang terperangkap
di dalam rongga pleura ini akan menyebabkan tekanan intrapleura meningkat
sehingga menyebabkan kolaps pada paru-paru kemudian menggeser
mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral sehingga terjadi penekanan
pada aliran vena balik yang menimbulkan hipoksia. Jika gejala hipoksia tidak
segera ditangani maka akan mengarah ke asidosis kemudian terjadi penurunan
cardiac output hingga terjadi henti jantung.
b) Open Pneumothorax (Pneumothorak Terbuka)
Open Pneumothorax sering kali disebabkan karena adanya penetrasi langsung
dari benda tajam mengenai dinding dada sehingga menimbulkan defek pada
dinding dada. Defek tersebut kemudian merobek pleura parietal yang
mengakibatkan udara masuk ke rongga pleura. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya hubungan antara udara di lingkungan luar dengan udara yang ada
pada rongga pleura yang kemudian menyebabkan samanya tekanan pada
rongga pleura dan udara yang ada di atmosfer. Jika keadaan ini dibiarkan
maka akan menyebabkan sianosis sampai distress respirasi (Utama, 2018).
C. Manifestasi Klinis Pneumothorak
Menurut Sarwiji (2011), manifestasi klinis pneumotorak bergantung pada ada
tidaknya tension pneumotorak serta berat ringannya pneumotorak, namun berdasarkan
anamnesa, gejala-gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.
2. Pernafasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum terjadi.
3. Apabila pnumothorax meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothorax dan ada udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh
besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris.
4. Deviasi trakea juga dapat terjadi.
5. Sesak nafas (bernafas terasa berat), sesak sering mendadak dan makin lama makin
berat.
6. Nyeri berat, memburuk pada gerakan pernafasan.
7. Jejas di balik kulit (emfisema subkutaneus).
8. Sianosis.
9. Bunyi nafas melemah atau lenyap di paru-paru yang mengalami kolaps.
10. Fremitus vokal menurun.
11. Hiperresonansi di sisi yang diserang.
12. Hipotensi dan takikardia dalam pneumotorax tensi.
13. Overekspansi dan rigiditas sisi dada yang diserang.
14. Pergeseran mediastinal dan distensi vena jugular dalam pneumotorax tensi.
15. Denyut nadi lemah dan cepat.
D. Pemeriksaan Penunjang Pneumothorak
1. Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan
hematocrit dari cairan pleura:
a. Pengukuran hematocrit
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Pada analisa gas darah dilakukan untuk melihat PaO 2 dan PaCO2. Tergantung
pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat, PaO2
mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
2. Diagnostik
a. Rontgen Thorax
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus
paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti
massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakhea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi (Wijaya, 2013)
b. Computerized Tomography (CT) Scan
CT scan dapat membantu menentukan apakah penyakit yang mendasarinya
mungkin telah menyebabkan paru-paru kolaps seperti pneumonia, abses paru
atau tumor paru. CT scan dapat dengan jelas menggambarkan paru-paru dan
udara (DiGuilio,e t al, 2014).
c. Ultrasoundgraphy (USG)
USG dada dapat membantu menentukan letak dari terjadinya penumpukan
cairan maupun dalam julah sedikit, sehingga dapat melakukan pengeluaran
udara (DiGuilio,e t al, 2014).
E. Penatalaksanaan Pneumothorak
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks menurut Jainurakhma (2018) yaitu tergantung
pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala,
penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang
meliputi
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara
menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara
lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion
set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1) Penggunaan pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan
pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis
klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.
2) Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengaembang
dan segera terjadi perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis
3) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif kembali,
drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh,
drain dapat dicabut.
c. Tindakan Bedah
Pembedahan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang menyebabkan terjadinya pneumothorak, lau lubang tersebut di jahit.
Pada pembedahan jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau
dekortisasi. Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang
mengalami robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu:
a. Terhadap proses tuberculosis paru diberi obat OAT
b. Untuk pencegahan konstipasi dan memperlancar defekasi penderita diberi
obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
c. Istirahat total, klient dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang),
batuk dan bersin terlalu keras, serta,mengejan.
F. Pathway Pneumothorak
Terbuka Tertutup
Alveoli/Bleb/bula berisi
udara pada paru yang ruptur Trauma dada Rusuk fraktur (merobek
penetrasi membrane plasma
Tekanan pleura
Kolaps Pada Paru
meningkat Menurunnya
ambang nyeri
Tekanan pleura
Kolaps Pada Paru
meningkat Menurunnya
ambang nyeri
Pola Napas Tidak
Efektif Penurunan Ekspansi Paru Mendorong dan
menekan paru yang Nyeri
sehat
Intoleransi
Hipertermi Aktivitas
G. Askep Teoritis Pneumothorak
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
b. Keluhan utama
meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah
untuk melakukan pernapasan.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan
terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada
riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru. Penyebab peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di
dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat.
Kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti kanker paru,asma,
TB paru dan lain-lain.
f. Riwayat Alergi Obat
Perlu dikaji apakah pasien ada riwayat alergi terhadap obat maupun obat.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran umumnya menurun, keadaan lemah,
ansietas, bingung dan gelisah
2) Tanda-tanda Vital : tekanan darah meningkat, nadi meningkat dan napas
meningkat
3) Pemeriksaan kulit : pucat sianosis, berkeringat
4) Pemeriksaan Thorax
a) Inspeksi
Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke
sisi yang sehat.
b) Palpasi
Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal
atau melebar.
c) Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani, dan tidak
bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
h. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan tata laksana hidup sehat
Saat mendapatkan perawatan medis dan dirumah sakit dapat
mempengaruhi perubahan persepsi terhadap masalah kesehatan. Dapat
juga ditanyakan kebiasaan hidup sehat, atau kebiasaan merokok, minum
alcohol, penggunaan obat-obatan yang memungkinkan menjadi penyebab
terjadinya pneumothorax
2) Pola nutrisi dan metabolism
Dapat melakukan ukur tinggi badan dan berat badan untuk status nutrisi
pasien, begitu pula dengan kebiasaan makan dan minum sebelum masuk
RS dan selama di rawat di RS. Pasien pneumothorak biasanya akan
mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan adanya sesak nafas.
3) Pola Elimininasi
Perlu ditanyakan dalam pengkajian eliminasi akan kebiasaan defekasi
sebelum dan setelah masuk RS. Saat pasien lemah, pasien akan banyak
bedrest ditempat tidur sehingga dapat menimbulkan konstipasi, selain itu
dapat juga diakibatkan karena pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan peristaltic otot-otot tractus digestivus mengalami
penurunan.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sesak nafas akan menjadi penyebab pasien mengalami kelelahan pada
saat beraktivitas. Begitu pula dengan adanya nyeri dada akan membuat
pasien mengurangi aktivitasnya.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Karena adanya sesak nafas dan nyeri dada pasien akan mengalami
kesulitan untuk tidur. Berada di RS juga membuat pasien menjadi tidak
tenang karena perbedaan suasana dengan rumah.
6) Pola Hubungan dan Peran
Karena pasien sedang sakit maka akan mengalami perubahan peran, baik
itu di keluarga maupun dimasyarakat.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Saat sakit persepsi pasien akan dirinya menjadi berubah. Pasien yang
mulanya sehat, kemudian mengalami sakit seperti sesak nafas dan nyeri
dada, kemungkinan akan menganggap bahwa penyakit yang dideritanya
adalah penyakit yang berbahaya dan mematikan. Sehingga pasien akan
mengalami kehilangan gambaran positif akan dirinya.
8) Pola Sensori dan Kognitif
Biasanya fungsi panca indera tidak mengalami perubahan, begitu pula
dengan proses berpikirnya.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
Dalam hal ini kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara
waktu dikarenakan pasien berada di RS dan dalam kondisi yang lemah.
10) Pola Koping
Pasien dapat mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Pasien akan sering bertanya kepada perawat dan dokter atau
orang lain yang dianggap mengetahui tentang penyakitnya.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kegiatan beribadah dan kehidupan beragama pasien dapat terganggu
karena proses penyakitnya.
(Wilkinson, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada,
hambatan upaya nafas, posisi tubuh menghambat ekspansi paru, sindrom
hipoventilasi
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi, trauma)
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, mencerna dan
mengabsorbsi makanan
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
3. Intervensi keperawatan
Pola Napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24
dengan deformitas jam pasien menunjukkan Observasi:
dinding dada, posisi pola nafas adekuat Monitor pola napas (frekuensi,
tubuh menghambat (L.01004) dibuktikan kedalaman dan usaha napas)
ekspansi paru, dengan kriteria hasil: Monitor bunyi napas tambahan
sindrom a. Dispnea menurun Monitor sputum
hipoventilasi b. Penggunaan otot bantu Terapeutik:
napas menurun
c. Ortopnoe menurun Pertahankan kepatenan jalan
d. Pernapasan pursed lip napas
menurun Posisikan semi fowler atau
e. Pernapasan cuping fowler
hidung menurun Berikan minuman hangat
f. Frekuensi napas Lakukan fisioterpai dada, jika
membaik perlu
g. Kedalaman napas Lakukan penghisapan lender
membaik Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi:
Observasi:
4. Evaluasi keperawatan
Dilakukan saat proses keperawatan berlangsung dan ada yang diakhir,biasanya
evaluasi keperawatan memakai format SOAP yaitu subjek dari pernyataan pasien
pneumothorak atau dari pihak keluarga, selanjutnya dari objek yaitu dari hasil
observasi dan pemeriksaan langsung, selanjutnya assessment yaitu tingkat
keberhasilan dalam pemberian asuhan keperawatan dan terakhir planning yaitu
perencanaan selanjutnya yang akan dilakukan pada pasien pneumothorak oleh
perawat.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. GAMBARAN UMUM
Pasien bernama Ny D, usia 36 tahun, MR:01.14.99.98 bertempat tinggal di Jalan Bukit Bintang Sungai Rumbai Pariaman Utara.
Pasien suku minang, beragama islam dengan status menikah. Pasien masuk RS Dr. Jamil Padang tanggal 15 Oktober 2022 jam
18.26 dengan keluhan sesak nafas 8 jam SMRS dengan GCS E4M6V5, 118/ 90 mmHg, Nadi 105x/menit RR 32 X/ menit. Pasien
di diagnosa dengan CAP + Pneumothorax Spontan Sekunder berulang ec bekas TB
3. Mode Interdepensi
Pengkajian Perilaku Pengkajian stimulus Diagnosa Keperawatan
Ny. D memiliki suami dengan 6 orang anak. Keluarga mengatakan hubungan Ny D dengan Stimulasi fokal : Adaptif -
keluarga sangat dekat dan saling menyayangi. Suami Ny.D selalu menemani di rumah Stimulus kontekstual : adaptif
sakit. Keluarga sangat bersyukur karena kondisi Ny. D sudah mulai membaik. Keluarga Stimulus residual : adaptif
memdukung semua tindakan yang diberikan selama proses pengobatan. Untuk biaya di RS
ditanggung BPJS
4 Ampicilin 3 x 3 gr IV antibiotik
sulbactam
C. ANALISA DATA
D. Diagnosis Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d tanda dan gejala dyspnea,
hasil pemeriksaan fisik dan hasil rotgent
2. Resiko intoleran aktifitas d.d gangguan pernafasan
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasive dan ketidakadekuatan pertahanan
tubuhh sekunder d.d terpasang chest tube, pasien dengan bekas TB
E. Rencana Intervensi
Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
hambatan upaya nafas d.d keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi:
tanda dan gejala dyspnea, pasien menunjukkan pola nafas Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman dan
hasil pemeriksaan fisik dan adekuat (L.01004) dibuktikan usaha napas)
hasil rotgent dengan kriteria hasil: Monitor bunyi napas tambahan
Dispnea menurun Monitor sputum
Penggunaan otot bantu Terapeutik:
napas menurun Pertahankan kepatenan jalan napas
Ortopnoe menurun Posisikan semi fowler atau fowler
Pernapasan pursed lip Berikan minuman hangat
menurun Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernapasan cuping hidung Lakukan penghisapan lender
menurun Berikan oksigen, jika perlu
Frekuensi napas membaik Pemantauan Respirasi:
Kedalaman napas Observasi:
membaik Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
nafas
Monitor pola napas
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor hasil AGD
Monitor hasil X-Ray thorax
Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
Informasikan hasil pemantauan
Pengaturan posisi
Observasi:
Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
mengubah posisi
Terapeutik:
Tempatkan pada posisi terapiutik
Atur posisi yang disukai, jika tidak ada
kontrindikasi
Berikan posisi untuk memudahkan ventilasi
Minimalkan tarikan dan gesekan saat merubah
posisi
Edukasi
Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan
perubahan posisi,
Resiko intoleran aktifitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
d.d gangguan pernafasan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
toleransi aktivitas adekuat Identifikasi gangguan fungus tubuh yang
(L.05047) dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
Frekuensi nadi meningkat Monitor kelelahan fisik dan emosional
Saturasi oksigen Monitor pola tidur dan jam tidur
meningkat Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Kemudahan dalam melakukan aktifitas
melakukan aktivitas Terapeutik:
sehari-hari meningkat Sediakan lingkungan yang nyaman dan renddah
Kekuatan tubuh bagian stimulus
atas dan bawah meningkat Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
Keluhan lelah menurun Edukasi:
Dyspnea saat beraktivitas Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
menurun Ajarkan strategi koping untuk menguragi kelelahan
Dyspnea setelah Menganjurkan menghubungi petugas jika tanda dan
beraktivitas menurun gejala kelelahan tidak berkurang
Perasaan lemah menurun Pemantauan Respirasi
Warna kulit membaik Latihan pernafasan
Tekanan darah membaik Observasi
Frekuensi nafas membaik Idintifikasi indikasi dilakukan latihan pernafasan
Monitor frekuensi, irama dan kedalaman nafas
sebelum dan sesudah latihan
Terapeutik
Posisikan pasien nyaman dan rilek
Tematkan satu tangan didada, satu tangan diperut
Pastikan tangan didada mundur kebelakang dan
tangan di perut maju ke depan saat menarik nafas
Ambil nafas secara berlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan
Hitungan ke delapan hembuskan melalui mulut
dengan berlahan
Edukasi’
Jelaskan tujuan dan prosedur latihan nafas
Anjurkan mengulangi 4-5 kali
Resiko infeksi d.d efek Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
ketidakadekuatan tingkat infeksi menurun (L.14137) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
dengan kriteria hasil: Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien
Kadar sel darah putih Monitor kebocoran udara dari selang dada
membaik
Kemampuan mencari Monitor jumlah cairan ditabung
Edukasi:
G. LOOG BOOK
No Hari/tgl/ Inisial pasien/ Pengkajian Masalah Tindakan yang Prosedur Tindakan Fisiologi tindakan
jam umur/diagnos Fokus Keperawatan dilakukan
a medis
3 selasa/ Ny. D/ 36 Aktifitas Intoleran Latihan nafas Teknik Latihan nafas diagfragma Diagfragma adalah
18/10/2 th/01.14.99.98 aktifitas (SIKI,2017) Posisikan pasien nyaman dan
/pneumothor otot besar yang terletak
022/10. (SDKI,2017)
ax spontan rilek
di dasar paru-paru.
30 wib sekunder Tempatkan satu tangan didada,
Ketika menarik nafas
satu tangan diperut
diagfragma akan
Pastikan tangan didada mundur
berkontraksi dan
kebelakang dan tangan di perut
bergerak kebawah
maju ke depan saat menarik
yang memciptakan
nafas
ruang bagi paru-paru
Ambil nafas secara berlahan
untuk mengembangkan
melalui hidung dan tahan
dan terisi udara. Ketika
selama tujuh hitungan mengembuskan nafas
Hitungan ke delapan diagfragma rilek dan
hembuskan melalui mulut bergerak ke atas yang
dengan berlahan (SIKI ,2017) membantu
mengeluarkan udara
dari paru paru
(Sukartini et al., 2007)
4 Rabu/ Ny. D/ 36 perlindung Resiko Perawatan Drain Monitor tanda dan gejala infeksi WSD merupakan suatu
19/10/2 th/01.14.99.98 an infeksi WSD tindakan invasive
/pneumothor local dan sistemik
022/10. (SDKI, (SIKI,2017) dengan memasukkan
ax spontan
30 wib sekunder 2017) selang khusus
Cuci tangan sebelum dan setelah
kedaladm rongga dada
kontak dengan pasien dan untuk mengeluarkan
cairan, udara, darah
lingkungan pasien yang terdapat didalam
rongga pleura.Tujuan
Pertahankan teknik aseptic perawatan WSD
adalahmengganti
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
balutan dan botol
Monitor kebocoran udara dari WSD, memonitor
kepatenan dan fungsi
selang dada sistem WSD dan
mencegah agar kuman
Monitor jumlah cairan tidak masuk kedalam
rongga dada. Tindakan
ditabung
ini dilakukan setelah
Monitor krepitasi di sekitar hari ke tiga (WSD
( WATER SEAL DRAINAGE ),
selang dada n.d.)
tabung
tertutup sempurna
A. Pertanyaan klinis
Berdasarkan kasus diatas maka dapat dijelaskan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana mengefektifkan kembali pernapasan klien sehingga penulis mengambil
kesimpulan dengan menerapkan evidence base nursing “Pengaruh program terapi
latihan terhadap penurunan sesak pada kasus Pneumothorax spontan sekunder terkait
TB paru?” berikut penjelasan yang akan digambarkan dalam bentuk PICO:
Tabel Analisis PICO
Putri, P. P., Dwi, T., Evaluasi, K. |, Pneumotoraks, R., Sekunder Pada Pasien, S., Paru, T.,
Relaps, K., & Kaniya, T. D. (n.d.). Evaluasi Radiologis Pneumotoraks Spontan
Sekunder pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru Kasus Relaps.
Sukartini, T., Dian, N. K., & Sukrisno, A. (2007). LATIHAN NAFAS MODIFIKASI MENIUP
BALON TERHADAP PENGEMBANGAN PARU PADA PASIEN HEMATOTHORAKS
DAN PNEUMOTHORAKS. In Jurnal Ners (Vol. 2, Issue 1).
Umar Shahzad, M., Han, J., Ramtoola, M. I., Lamprou, V., & Gupta, U. (2021). Spontaneous
Tension Pneumothorax as a Complication of COVID-19. Case Reports in Medicine, 2021.
https://doi.org/10.1155/2021/4126861