Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma dada merupakan salah satu kasus terbanyak yang terjadi pada unit
emergency. Trauma yang ditimbulkan mampu berdampak secara langsung pada tulang
rusuk, pleura, paru-paru, diafragma, dan organ lainya dalam mediastinum. Salah satu
akibat dari trauma dada dalah pneumothorax dan hematotorax. Pneumothorax adalah
adanya udara diantara pleura parietal dan pleura visceral. Hal ini merupakan salah satu
kelainan yang bisa timbul dalam banyak kasus medis dalam setiap usia. Keadaan dalam
setiap kasus pneumothorax bervariasi mulai dari adanya nyeri dada, kesulitan bernafas,
sampai pada keadaan mengancam jiwa dengan gejala kolaps kardiorespiratory (sharma
dan Jindal, 2008).
Terjadinya trauma membunuh sekitar 150.000 orang setiap tahun dan merupakan
perhatian utama dalam bidang kesehatan. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah
penyebab paling umum. Menurut WHO, pada tahun 2020 trauma yang timbul dari
kecelakaan berkendara akan menjadi penyebab nomor 2 untuk penyebab kemataian dan
morbiditas. Di Indonesia sendiri, angka kejahatan semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2004 kejahatan tindak pidana meningkat 12,2% dari 196,931 kasus,
dan pada tahun 2005 meningkat lagi sebesar 19,1% hingga mencapai 263,063 kasus
pidana. Jenis kejahatan yang paling banyak adalah kejahatan properti atau pencurian
seperti pencurian kendaraan bermotor, penjambretan, dan lain-lain yang meningkatkan
resiko terjadinya perilaku kekerasan dan pemaksaan dengan senjata baik terutama
senjata tajam (Ihdal Husnayain, 2007).
Pneumotoraks dapat dikategorikan sebagai primer, sekunder, iatrogenik atau
traumatis menurut etiologi. Kadang-kadang, orang bisa mengembangkan haemothorax
bersamaan karena perdarahan yang disebabkan oleh geser pembuluh subpleural
berdekatan ketika runtuh paru-paru. Mekanisme injuri dari pneumothorax bida
disebabkan oleh adanya trauma yang meliputi trauma tajam dan tumpul, barotrauma
pulmonal, dan iatrogenic.

Penanganan yang dilakukan pada setiap kasus harus

memperhatikan hal dasar seperti airway, breathing, dan circulation pada klien.
Selanjutnya akan ditangani berdasarkan penyebab dan manifestasi klinis yang muncul.

Sedangkan hematothorax merupakan suatu kondisi dimana adanya kehadiran


darah dalam rongga pleura. Sumber darah ini bisa berasal dari parenkim paru, jantung,
dan pembuluh darah. Kondisi ini biasanya merupakan akibat dari adanya trauma dan
bisa disebabkan oleh komplikasi dari beberapa penyakit (Puponegoro, 2001). Pada
tahun 2000 penderita hematothorax di Indonesia mencapai 1,6 juta jiwa. Pengumpulan
darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi
yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan
kematian. Penanggulangan hemothorax dengan pemasangan tube torakostomi dengan
WSD atau CSD untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.
Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru,
kronik atelektasis, pneumoni dan empiema.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Pneumothorax dan Hemothorax?
2. Apa etiologi Pneumothorax dan Hemothorax?
3. Bagaimana klasifikasi Pneumothorax dan Hemothorax?
4. Bagaimana mekanisme Pneumothorax dan Hemothorax?
5. Bagaimana patofisiologi Pneumothorax dan Hemothorax?
6. Bagaimana WOC Pneumothorax dan Hemothorax?
7. Apa saja manifestasi klinis Pneumothorax dan Hemothorax?
8. Apa pemeriksaan diagnostik pada Pneumothorax dan Hemothorax?
9. Apa penatalaksanaan Pneumothorax dan Hemothorax?
10.
Apa komplikasi pada Pneumothorax dan Hemothorax?
11.Bagaimana prognosis pada pasien dengan Pneumothorax dan Hemothorax?
12.
Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Pneumothorax dan Hemothorax?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan kristis pada kasus
Pneumothorax dan Hemothorax.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui dan memahami definisi Pneumothorax dan Hemothorax.


Mengetahui dan memahami etiologi Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami klasifikasi Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami mekanisme Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami patofisiologi Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami WOC Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Pneumothorax dan Hemothorax.

8.

Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik pada Pneumothorax dan

9.
10.

Hemothorax.
Mengetahui dan memahami penatalaksanaan Pneumothorax dan Hemothorax.
Mengetahui dan memahami komplikasi pada pasien dengan Pneumothorax dan

11.

Hemothorax.
Mengetahui dan memahami prognosis pada pasien dengan Pneumothorax dan

12.

Hemothorax.
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan Pneumothorax
dan Hemothorax.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
kasus pneumothotax dan hematothorax.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu mengerjakan
tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan pertimbangan dosen dalam
menilai mahasiswa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Pneumothorax
Pneumotarks adalah adanya udara masuk ke dalam rongga pleura secara
spontan yang mengakibatkan paru terdesak seperti halnya rongga pleura
kemasukan cairan atau lebih tepatnya disebut paru kolaps (Tambayong,2000). Hal
ini dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma tembus atau tidak tembus.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru
disertai fibrosis atau emfisema local, bronchitis kronis dan emfisema.
2.1.2 Hemothorax
Hemotoraks adalah akumulasi darah dalam ruang pleura yang sering kali
timbul pada trauma dada yang hebat dan terkadang disertai dengan penumotoraks.
Hemotoraks dapat juga disebabkan oleh cedera dari vascular dinding dada,
pembuluh-pembuluh darah besar atau organ-organ intratoraks seperti paru,
jantung atau esophagus. Hemotoraks yang besar dapat menyebabkan syok
hipovolemik dan hipoksia akibat terganggunya ekspansi paru (Eliastam,1998).
2.2 Etiologi
2.2.1 Pneumothorax
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatic dan klasifikasi
pneumothoraks berdasarkan penyebabnya dibagi sebagai berikut:
1. Pneumothoraks spontan
Pneumothoras spontan adalah setiap pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab yang jelas.
1) Pneumothoraks spontan primer (PSP)
Pneumothoraks yang terjadi tanapa adanya riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung
kecil berisi udara di dalam paru-paru (bulla). Faktor predisposisi dari
penyakit ini adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama.
2) Pneumothoraks spontan sekunder (PSS)
Terjadi karena adanya komplikasi dari penyakit paru-paru (penyakit paru
obstruktif menahun, asma, fibrosis, kistik, tuberkulosis paru, PPOK, asma
bronchial, dsb).

Gambar 1. Spontaneus Pneumothorax (Understanding Medical Surgical Nursing Fourth


Edition).
2. Pneumothoraks traumatik
Pneumothoraks yang terjadi akibat suatu penetrasi kedalam rongga pleura
karena trauma tusuk maupun tumpul.
1) Pneumothoraks traumatik bukan iatrogenik, terjadi karena kecelakaan
misalnya dinding dada terbuka.
2) Pneumothoraks traumatic iatrogenik, terjadi akibat tindakan medis tertentu
(torakosentesis).

Gambar 2. Traumatic Pneumothorax(Understanding Medical Surgical Nursing Fourth


Edition)
3. Pneumothoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapat tekanan berlebihan sehingga menyebabkan
paru-paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Gambar 3. Tension Pneumothorax (Understanding Medical Surgical Nursing Fourth


Edition).
2.2.2

Hemothorax
Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh

darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam
atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat
menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi.
Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari
1500 cc dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga
dapat disebabkan cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan
hipoksia.
Hemotoraks dapat juga terjadi pada pasien yang memiliki:
1) Sebuah cacat pembekuan darah.
2) Trauma tumpul dada.
3) Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark).
4) Kanker paru-paru atau pleura.
5) Menusuk dada (ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-paru).
6) Penempatan dari kateter vena sentral.
7) Operasi jantung.
8) Tuberkulosis

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Pneumothorax
Menurut Eliastam (1998), penumotoraks dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
6

1. Pneumotoraks simple
Dalam keadaan normal, pleura parietalis dan viseralis saling
bersentuhan akibat adanya kombonasi aksi dari tekanan intrapleura yang
negative dan atraksi kapiler yang dihasilkan oleh sejumlah kecil cairan pleura.
Apabila udara masuk kedalam ruang pleura, kedua faktor ini akan hilang dan
pada sisi paru yang terkena akan kolaps dan oksigenasi menjadi terganggu.
2. Pneumotoraks tension
Udara yang masuk ke ruang pleura selama inspirasi lebih banyak
daripada yang dikeluarkan selama ekspirasi dapat mengakibatkan tekanan
intrapleura yang terus meningkat meskipun paru sudah kolaps semua. Sehingga
tekanan ini menjadi begitu tinggi, dan mengakibatkan mediastinum terdorong
ke

sisi

yang

berlawanan

yang

menyebabkan

kompresi

pada

paru

kontralateral.hipoksia yang hebat pun dapat terjadi. Jika tekanan intrapleura


terus meningkat dan kedua paru mengalami kompresi, aliran balik vena ke
jantung menurun secara bermakna, dan akhirnya menimbulkan hipotensi
arterial dan syok. Pneumotoraks tension merupakan keadaan yang sangat gawat
dan darurat yang dapat berakibat fatal dalam waktu beberapa menit, jika tidak
dikoreksi dengan segera.
3. Pneumotoraks terbuka
Meskipun terjadi trauma tembus pada dinding dada, sebagian besar
udara masuk ke rongga pleura melalui jaringan paru yang rusak dibandingkan
elalui defke dinding dada. Dan apabila defek dinidng dada cukup besar, udara
dapat masuk dan keluar dari ruang pleura pad setiap pernapasan, sehingga
terjadi kolaps paradoks pada paru yang terkena selama inspirasi dan ekspansi
selama ekspirasi. Defek yang besar memiliki resistensi yang lebih kecil
dibandingkan aliran udara melalui mulut dan hidung, menyebabkan ventilasi
paru melalui jalan napas bagian atas. Defek dinding dada sebesar 2/3 dari
diameter trakea dapat menghalangi ventilasi paru yang efektif. Pneumotoraks
terbuka dapat cepat menjadi fatal, kecuali dikoresi dengan segera.

Gambar 4. Open Pneumothorax (Medical Surgical Nursing Ninth Edition).


2.3.2
No
.

Hemothorax
Klasifikasi

Luas Bayangan pada Foto


Rontgen

Perkusi Pekak

1.

Hemothorak Kecil

<15%

Costa IX

2.

Hemothorak Sedang

15-35%

Costa VI

3.

Hemothorak Besar

>35%

Costa IV

2.4 Mekanisme
2.4.1 Pneumothorax
Menurut Muttaqin (2008) mekanisme terjadinya pneumotoraks terjadi
akibat etiologi yang menyebabkannya lalu terjadi kebocoran di bagian paru yang
berisi udara melalui robekan/pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan
dengan bronkus, pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang
kemudian membentuk suatu bulla dan bulla pecah menembus pleura. Terbentuk
hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara luar, dan terjadi
peningkatan tekanan positif intrapleura yang menyebabkan terjadi gangguan
ventilasi pada klien dengan pneumotoraks.
2.4.2 Hemothorax
Menurut Muttaqin (2008) mekanisme terjadinya hematoraks adalah saat
terjadi trauma pada toraks, timbul perdarahan jaringan interstitium, intraalveolar,
kolaps arteri dan kapiler-kapiler kecil, sehingga tahanan perifer pembuluh darah
paru meningkat. Hal ini menyebabkan reabsorpsi darah oleh pleura tidak
memadai/tidak optimal, sehingga terjadi akumulasi darah di kantong pleura yang

kemudian menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi pada klien dengan


hemotoraks.
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Pneumothorax
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.
Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic
recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Pneumotoraks dapat
disebabkan oleh trauma dada (patah tulang iga yang menusuk pleura, rupture
spontan sebuah bleb (semacam gelembung) di permukaan paru, serta rupture
trakeobronkial, dll) yang mengakibatkan kebocoran atau laserasi pleura visceral
sehingga udara masuk ke dalam rongga pleura dan jaringan paru terdesak. Udara
dapat memasuki rongga pleura melalui lubang pada dinding thoraks atau paruparu. Volume di rongga pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks dan akan menyebabkan distress pernapasan
dengan gangguan pertukaran gas dan dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik. Selain itu volume udara yang besar dapat menimbulkan
emfisema atau robekan mediastinum yang selanjutnya akan menimbulkan
pneumothoraks. Penambahan tekanan mediastinum dapat menekan vena
pulmonalis pada hilus, mengganggu aliran balik vena ke jantung serta curah
jantung. Terkadang udara dapat mengembolisasi ke dalam sirkulasi, menimbulkan
sianosis, rontgen dada memperlihatkan jantung yang terisi udara dan kemudian
akan meninggal.
Bilamana terjadi hubungan antara alveoli atau ruang udara intrapulmoner
lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan
mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau
hubungan tersebut tertutup. Bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga
pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai
perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup. Distensi berlebih pada
paru normal akan menyebabkan rupture alveoli subpleural. Udara akan merembes
sepanjang lapisan bronkoalveolar ke arah mediastinum sehingga akan terjadi
emfisema subkutan atau pneumotoraks.
Pneumotoraks spontan terjadi bila pada seseorang dengan enfisema (paru
melebar abnormal akibat penyakit menahun,sehingga paru dalam keadaan
insepirasi terus), sebuah bleb pada permukaan paru pecah dan membebaskan
udara ke dalam rongga pleura. Udara juga dapat memasuki rongga pleura pada
inspirasi karena jaringan menutupi lubang pada saat ekspirasi sehingga udara
tidak dapat keluar. Hal ini menyebabkan tension pneumothoraks.
9

Tension pneumothorax terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah dari
paru ke ruang pleura melalui lubang kecil di struktur paru. Pada keadaan ini, udara
keluar dari paru dan masuk ke ruang pleura sewaktu inspirasi. Akan tetapi, udara
tersebut tidak dapat kembali ke paru pada waktu ekspirasi karena lubang kecil
kolaps saat paru mengempis. Kondisi ini juga memungkinkan udara masuk ke
rongga pleura dari cabang trakeobronkus yang rusak. Tension pnemothorax adalah
keadaan yang mengancam jiwa karena mengakibatkan peningkatan tekanan di
ruang pleura. Tekanan pleura yang meningkat dapat menyebabkan atelektasis
kompresi yang luas. Pergeseran jantung dan pembuluh besar di rongga toraks juga
dapat terjadi sehingga mengakibatkan gangguan hebat pada fungsi kardiovaskular.
(Elizabeth J Crown, 2009).
Perubahan fisiologis akibat pneumotoraks adalah penurunan kapasitas vital
dan PaO2 sehingga terjadi hipoventilasi dan asidosis respiratorik. Yang paling
berbahaya adalah pneumotoraks ventil. Pada keadaan ini tekanan di rongga pleura
akan meningkat terus hingga paru akan menguncup total selanjutnya mediastinum
akan terdorong ke sisi lawannya. Pendorongan mediastinum inilah yang dapat
menyebabkan gangguan aliran darah karena tertekuknya pembuluh darah. Bila
gangguannya hebat dapat terjadi syok sampai kematian.
2.5.2 Hemothorax
Hemothoraks merupakan kondisi dimana berkumpulnya darah di rongga
pleura. Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru
atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di rongga pleura. Benda tajam seperti
pisau atau peluru menembus paru-paru mengakibatkan pecahnya membran
serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini
memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat
menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Saat terjadi trauma thoraks, timbul perdarahan jaringan interstitium, intra
alveolar, kolaps arteri dan kapiler-kapiler kecil sehingga tekanan perifer pembuluh
darah paru meningkat dan aliran darah menurun yang mengakibakan
kadar Hb dalam darah menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas,
tahipnea, sianosis, tachikardia.

Hemotoraks luas terjadi jika darah yang

berkumpul didalam rongga pleura melebihi 1,5L (OReilly, M,2003). Manifestasi


klinisnya menyerupai manifestasi bunyi pekak. Gejala hemotoraks dapat meliputi
gejala syok karena kehilangan darah, seperti penurunan tekanan darah, takikardia,

10

pucat, kulit dingin atau lembab, pengisian kembali kapiler buruk, dan vena leher
datar, suara napas menurun atau tidak ada pada sisi yang terkena.
Respon

fisiologis

pada

perkembangan

sebuah

hemothorax

dimanifestasikan dalam dua area utama: hemodinamik dan respiratorik. Derajat


dari respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnya darah.
1. Respon Hemodinamik
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung dari jumlah pendarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Hilangnya darah sebanyak 750 mL pada
orang yang memiliki berat badan 70 kg tidak akan menimbulkan perubahan
hemodinamik yang signifikan. Namun hilangnya darah sebanyak 750-1500
mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal shock (seperti
takikardi, takipnea, dan penurunan tekanan darah). Tanda-tanda signifikan dari
shock dengan gejala buruknya perfusi timbul dengan hilangnya 30% dari
volume darah atau lebih (1500-2000mL). Karena kavitas pleural dari seorang
yang memiliki berat badan 70 kg dapat menyimpan 4 liter darah atau lebih,
pendarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari hilangnya darah.
2. Respon Respiratori
Efek penempatan ruang dari banyaknya akumulasi darah di dalam
kavitas pleural dapat menghambat pergerakan pernapasan. Pada kasus-kasus
trauma, keabnormalan ventilasi dan oksigenasi dapat terjadi, khususnya bila
dikaitkan dengan luka pada dinding dada. Pengumpulan darah yang banyak
akan menyebabkan pasien mengalami dispneu dan dapat juga menghasilkan
temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memunculkan
gejala-gejala ini bervariasi pada tiap individu tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk organ yang terluka dan keparahan luka. Dispneu merupakan gejala
umum pada kasus-kasus hemothorax yang berkembang secara tersembunyi,
seperti pada kasus sekunder atau penyakit metastasis. Hilangnya darah pada
kasus tertentu tidaklah terlalu akut untuk menghasilkan respon hemodinamis,
dan dispneu sangat sering menjadi keluhan utama.
3. Resolusi Fisiologi Hemothorax
Darah yang memasuki kavitas pleural akan ditunjukkan dalam
pergerakan diafragma, paru-paru, dan struktur intrathorax lainnya. Hal ini
berakibat pada derajat tertentu defibrinasi darah sehingga pembekuan darah
yang tdak sempurna akan terjadi. Dalam beberapa jam penghentian
pendarahan, lisis dari bekuan darah yang tersisa oleh enzim pleural dimulai.
11

Lisis sel darah merah berakibat pada peningkatan konsentrasi protein yang
nyata dari cairan pleural dan peningkatan tekanan osmotik di dalam kavitas
pleural. Peningkatan tekanan osmotik intrepleural ini menghasilkan perbedaan
osmotik antara rongga pelural dan jaringan di sekitarnya yang mendukung
transudasi cairan ke rongga pleural. Dengan cara ini, hemothorax yang kecil
dan asimptomatik dapat berubah menjadi pendarahan efusi pleural yang besar
dan simptomatik.

12

2.6 WOC
2.6.1 Pneumothorax

Penyakit penyerta (TB, asma, pneumonia, abses paru, infark paru, PPO m
Trauma tajam / trauma tumpul

Laserasi pleura visceral

Udara masuk ke rongga pleura & jaringan paru terdesak

PNEUMOTHORAKS

Post op

Injuri paru
Volume udara rongga pleura
penurunan ekspansi paru
Distress pernapasan

Pemasangan WSD & diskontinuitas jari

Kerusakan jaringan paru


Tekanan mediastinum
Peningkatan tekanan ruang pleura
MK : Nyeri
Gangguan aliran darah

Perawatan luka tidak adekuat

Kemampuan dilatasi alveoli


Port de entry kuman
Risiko Syok
atelektasis
MK : risiko infeksi
Sesak napas

MK : Ketidakefektifan pola napas

13

2.6.2

Hemothorax

Trauma tumpul

Non traumatik

Trauma tajam

neoplasia (primer atau metastasis)


Kelainan darah
emboli pulmonal dengan infark
lang rusuk menyayat jaringan
paru/arteri
Robeknya
selaput pembungkus paru
robeknya pelekatan pleural Bullous emphysema
infeksi nekrotisasi
Tuberculosis
Pulmonary arteriovenous fistulae
Pendarahan telangiectasia herediter
Nonpulmonary intrathoracic vascular pathology
pemisahan intralobar dan ekstralobar
patologi abdominal
perdarahan
MK : Nyeri
catamenial

Darah berkumpul di rongga pleura >1,5 L

HEMOTHORAKS
Pecahnya arteri & kapiler kecil
Pemasangan WSD

penurunan
pasokan darah ke jaringan
penurunan ekspansi
paru
MK : Nyeri
Perdarahan

Perawatan luka tidak adekuat


MK : Ketidakefektifan pola napas

Tekanan perifer pembuluh darah paru


Sianosis

Port de entry kuman


MK : Gangguan perfusi jaringan
Aliran darah
MK : Risiko Infeksi

PK : Anemia

Lemas

Hemoglobin

O2

MK : Intoleransi Aktivitas Dispneu, takipneu

14

2.7 Manifestasi Klinis


2.7.1 Pneumothorax
Menurut Asih dan Christantie (2003) pada pneumotoraks tertutup
(spontan), pneumotoraks yang kecil atau yang terjadi dengan lambat dapat tidak
menimbulkan gejala. Pneumotoraks yang lebih besar atau yang terjadi dengan
cepat dapat mengakibatkan:
1. Nyeri tajam saat inspirasi (nyeri pleuritik).
2. Dispnea, gelisah, diaforesis, hipotensi, dan takikardia.
3. Tidak tampak gerakan dada pada sisi yang sakit.
4. Hiperesonans dan tidak terdengar bunyi napas pada sisi yang sakit.
Pada pneumotoraks tension terdapat beberapa gejala, yaitu (Muttaqin
2008):
1. Sesak napas berat, penurunan sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang
sakit.
2. Pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit dan distensi
vena jugularis.
3. Hipersonans pada sisi sakit.
4. Penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang sakit.
Pada pneumotoraks terbuka terdapat beberapa gejala, yaitu (Muttaqin
2008):
1. Sesak napas berat, terlihat adanya luka terbuka dan suara mengisap di tempat
luka pada saat ekspirasi.
2. Pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit dan distensi
vena jugularis.
3. Hipersonans pada sisi sakit.
4. Penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang sakit.
2.7.2 Hemothorax
Menurut Eliastam, et al (1998) pada hematoraks dapat menimbulkan syok
hipovolemik dan hipoksia akibat terganggunya ekspansi dari paru, dengan
menimbulkan gejala yaitu:
1. Nyeri dada pleuritik
2. Dispnea
3. Bunyi napas yang berkurang
4. Bunyi perkusi dada terdengar redup kecuali disertai pneumotoraks yang
bermakna.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
2.8.1 Pneumothorax
Pada pneumothorax terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Foto Thoraks
Pneumotoraks Partial akan tampak gambaran foto dengan Paru kolaps
berwarna kehitaman dengan
pneumotoraks

garis kolaps berwarna abu abu.

Pada

total akan tampak gambaran foto dengan bentukan seperti

massa berwarna putih yang menempel pada hilus paru/dasar paru/di perifer.
15

2. Fluoroskopi
Selain dengan Foto Rontgen dada, diagnosa pneumotoraks dapat juga di
lakukan dengan alat Fluoroskopi. Dengan alat Fluoroskopi keadaan paru klien
langsung dapat dilihat. Namun seringkali garis kolaps paru pada pneumotoraks
tidak terlalu tampak jelas.
3. Prove pungsi / Pungsi Percobaan
Prove pungsi, artinya pungsi/aspirasi/penyedotan percobaan yang dilakukan
dengan memakai alat sederhana berupa spuit biasa.
2.8.2 Hemothorax
Pada pneumothorax terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Radiografi dada
Pemeriksaan yang utama pada kondisi akut untuk evaluasi hemotoraks ialah
radiografi dada. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ini adalah adanya
bayangan putih pada sisi toraks yang sakit, sudut kostoprenikus menjadi
tumpul, gambaran normal sudut kostoprenikus adalah tajam, dan permukaan
diafragma yang terlihat samar (Mowery, 2011).
2. Ultrasonografi dada dan CT-Scan
3. Torakosentesis
Torakosentesis dapat digunakan sebagai metode terapeutik sekaligus diagnostik
untuk hemotoraks. Pada tindakan torakosentesis, akan ditemukan adanya darah
yang teraspirasi apabila pasien tersebut menderita hemothoraks. Torasentesis
merupakan tindakan aspirasi cairan pleural untuk tujuan diagnosis dan
terapeutik (Smeltzer, 2001).
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Pneumothorax
1. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Umum)
Tujuan utama penatalaksanaan

pneumotoraks

adalah

untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan


untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah
sebagai berikut :
Primary Survey Airway
Assessment:
1) Perhatikan patensi airway.
2) Dengar suara napas.
3) Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
Management:
1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas.
2) Observasi dan Pemberian O2.
16

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah


menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2

(2)

. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto

toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.
3) Reposisi kepala, pasang collar-neck.
4) Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Primary Survey Breathing
Assesment:
1) Periksa frekwensi napas.
2) Perhatikan gerakan respirasi.
3) Palpasi toraks.
4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas.
Management:
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu.
2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks,
open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest.
Primary Survey Circulation
Assesment:
1) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa tekanan darah.
3) Pemeriksaan pulse oxymetri.
4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis).
Management:
1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 IV lines.
2) Torakotomi emergency bila diperlukan.
3) Operasi Eksplorasi vaskular emergency.
Tindakan Bedah Emergency:
1) Krikotiroidotomi
2) Trakheostomi
3) Tube Torakostomi
4) Torakotomi
5) Eksplorasi vascular
2. Penatalaksanaan Pneumothoraks Simpel
Pneumothoraks Simpel adalah pneumotoraks yang tidak disertai
peningkatan tekanan intra toraks yang progresif. Penatalaksanaan dengan
menggunakan WSD. Ciri-ciri pneumothoraks simpel antara lain:
1) Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
2) Tidak ada mediastinal shift.
3) PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada
3. Penatalaksanaan Pneumothoraks Tension
Pneumothoraks Tension adalah pneumotoraks yang disertai
peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah
(progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara
dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar). Penatalaksanaan
17

dengan menggunakan WSD dan Dekompresi segera: large-bore needle


insertion (sela iga II, linea mid-klavikula). Ciri-ciri pneumothoraks tension
antara lain:
1) Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps
total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral),
deviasi trakhea , venous return hipotensi & respiratory distress berat.
2) Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis.
3) Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
4. Penatalaksanaan Open Pneumothoraks
Open pneumothoraks terjadi karena luka terbuka yang cukup besar
pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan
mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal
juga sebagai sucking-wound . Terjadi kolaps total paru. Penatalaksanaan open
pneumothoraks yaitu:
1) Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
2) Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3) Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.
4) Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).
5. Penatalaksanaan WSD
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura ( rongga pleura). Tujuan penggunaan WSD yaitu mengalirkan atau
drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan
negatif rongga tersebut dan dalam keadaan normal rongga pleura memiliki
tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura atau lubrican.
Indikasi Pemasangan WSD:
1) Hemotoraks, efusi pleura.
2) Pneumotoraks (> 25 %).
3) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk.
4) Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator.
Kontra Indikasi Pemasangan:
1) Infeksi pada tempat pemasangan.
2) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
6. Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasuspneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan inibertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuathubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara:

18

1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,


dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil:
a) Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
b) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum
dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di
dalam botol.
c) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui
celah yang telah dibuatdengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada
lineamid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selainitu dapat
pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula. Setelah troakar masuk,
maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udaradapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut

(5,8)

. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan

intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi


tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura
sudah negative kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan
ujicoba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24
19

jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif


maka pipa belum bias dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
7. Pengobatan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.
2) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
3) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan,

untuk

mengurangi

insidensi

komplikasi,

seperti

emfisema.
8. Rehabilitasi
1) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
2.9.2

sesak napas.
Hemothorax
Kematian penderita hemothorax dapat disebabkan karena banyaknya darah

yang hilang dan terjadinya kegagalan pernapasan. Kegagalan pernapasan


disebabkan adanya sejumlah besar darah dalam rongga pleura menekan jaringan
paru serta berkurangnya jaringan paru yang melakukan ventilasi. Maka
pengobatan hemothorax sebagai berikut:
1. Pengosongan rongga pleura dari darah.
2. Menghentikan perdarahan.
3. Memperbaiki keadaan umum.
4. Lain-lain.
Pengobatan atau penatalaksanaan hemothorax juga bisa dilakukan dengan
cara yaitu:
1. Dipasang Chest tube dan dihubungkan dengan system WSD, hal ini dapat
mempercepat paru mengembang.
2. Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak behenti maka
dipertimbangkan untuk thorakotomi.
3. Pemberian oksigen 2 4 liter/menit, lamanya disesuaikan dengan perubahan
klinis, lebih baik lagi apabila dimonitor dengan analisa gas darah. Usahakan
sampai gas darah penderita normal kembali.
4. Pemberian tranfusi darah : dilihat dari adanya penurunan Hb. Sebagai patokan
dapat dipakai perhitungan sebagai berikut, setiap 250 cc darah (dari penderita
20

dengan Hb 15 g %) dapat menaikkan g % Hb. Diberikan dengan tetesan


normal kira-kira 20 30 tetes / menit dan dijaga jangan sampai terjadi
gangguan pada fungsi jantung atau menimbulkan gangguan pada jantung.
5. Pemberian antibiotika, dilakukan apabila ada infeksi sekunder.
1)
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.
2)
Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit
gawat, maka penderita dapat diberi broad spectrum antibiotic, misalnya
Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
3)
Juga dipertimbangkan dekortikasi apabila terjadi penebalan pleura.
2.10 Komplikasi
2.10.1 Pneumothorax
Komplikas pneumothorax antara lain:
1. Kegagalan respirasi akut
2. Pio-pneumothorax
3. Hemo-pneumothorax
4. Henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi)
5. Pneumodestinum dan efisema subcutan sebagai akibat komplikasi
pneumothorax spontan
6. Pecahnya esofagus atau bronkus
7. Pneumothorax kronik
2.10.2 Hemothorax
Komplikas pneumothorax antara lain:
1. Kehilangan darah.
2. Kegagalan pernapasan.
3. Kematian
4. Fibrosis atau parut dari membran pleura.
5. Syok
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot
besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak.
Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps.
Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko
infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut
pneumotoraks ).
2.11 Prognosis
2.11.1 Pneumothorax
Prognosis pneumothorax tergantung pada penyebabnya. Pada kebanyakan
kasus begitu pneumothorax telah sembuh, tidak ada efek jangka panjang terhadap
kesehatan, tetapi spontan pneumothorax dapat kambuh dalam hingga 50 %
masyarakat.
2.11.2 Hemothorax
Hasil atau tingkat kesembuhan tergantung pada penyebab hemothorax,
jumlah darah kerugian dan seberapa cepat pengobatan diberikan. Jika
berhubungan dengan trauma, tingkat keparahan keadaan tersebut dan tingkat dari
pendarahan akan menentukan hasil akhir .Bila dikaitkan dengan kanker atau
21

kondisi lain, yang prognosis yang mendasari penyakit biasanya akan menentukan
hasil.

22

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
PNEUMOTORAKS DAN HEMOTORAKS
3.1. Pengkajian
1. Data demografi
Data demografi meliputi identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,
status perknawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, nomer
register dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang seringkali dialami klien adalah sesak napas yang datang mendadak
dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa
berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Pada hemotoraks
biasanya klien mengeluh dada bengkak serta membiru.
Pengkajian menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
1)
2)
3)
4)

Kaji dan pertahankan jalan napas


Lakukan head tilt, chin tilt bila perlu
Gunakan alat bantu jalan napas bula perlu
Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi jika
tidak mampu mempertahankan jalan napas

Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan
2)
3)
4)
5)
6)
7)

saturasi > 92%.


Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non rebreath mask
Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Kaji RR
Periksa sistem pernapasan
Cari tanda deviasi trakea (tanda tension pneumotoraks)

Circulation
1)
2)
3)
4)

Kaji heart rate dan rhytem


Catat tekanan darah
Lakukan pemeriksaan EKG
Lakukan pemeriksaan IV akses
23

5) Lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan


elektrolit
Disability
1) Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan
AVPU
2) Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama klien dalam perburukan dan
membutuhkan pertolongan di ICU.
Exposure
Pada saat stabil kaji riwayat kesehatan secara detail dan lakukan pemeriksaan fisik
lainnya.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian dilakukan apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada
seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan
dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya juga menyebabkan trauma
tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan pada klien apakah dulu pernah menderita
penyakit TB paru dimana sering terjadi pada pneumotorakss spontan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat keluarga, tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorakss seperti kanker
3.

paru, asma, TB paru, dan lain-lain.


Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Klien akan mengalami dispnea saat aktivitas atau istirahat.
Terdapat gejala kesulitan bernapas dan batuk (mungkin gejala yang ada).
Riwayat bedah dada/ trauma sseperti penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru
(empiema/effusi), penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), dan keganasan.
Selain itu, terjadi takipnea, sehingga terdapat penggunaan otot-otot napas
tambahan pada dada dan leher, bunyi napas menurun atau tidak ada, fremitus
menurun. Pada perkusi dada ditemukan hiperresonan diatas area terisi udara
(pneumotorakss), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hemothoraks).
Pada observasi dan palpasi dada terdapat gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma, penurunan pengembangan thoraks
b. B2 (Blood)

24

Takikardia, frekuensi irama jantung tidak teratur/ disritmia, irama jantung gallop
(gagal jantung sekunder terhadap effuse), hipertensi/hipotensi.
c. B3 (Brain)
Klien merasakan ketakutan atau gelisah akan penyakit yang dideritanya. Klien
mengalami nyeri dada unilateral, meningkat saat bernapas dan batuk. Timbul
tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumotoraks spontan). Tajam
dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar

4.

ke leher, bahu, abdomen (efusi pleura).


d. B4 (Bladder)
Klien biasanya terpasang IV vena sentral.
e. B5 (Bowel)
Normal
f. B6 (Bone & Integumen)
Kulit klien biasanya pucat/ sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.
Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b. GDA : hasil tergantung derajat fungsi paru, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat, PaO2 kadang

normal/ menurun, SaO2 biasanya menurun.


c. Torasentesis : menyatakan darah/ cairan serosanguinosa (hemotorak).
d. HB: mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah.
e. Laboratorium (darah lengkap).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas b/d gangguan neuromuskular (00032).
2. Nyeri akut b/d agen injuri biologis (00132)
3. Resiko infeksi (00004).
3.3 Intervensi Keperawatan
No
1.

Diagnosa Keperawatan
NOC
Ketidak efektifan pola nafas Setelah
berhubungan
gangguan

NIC
dilakukan AIRWAY MANAGEMENT

dengan tindakan

keperawatan 1. Posisi

neuromuskular selama......x24

(00032)

status

respirasi

jam
klien

kembali normal dengan


Definisi
ekspirasi

inspirasi
tidak

untuk

memaksimalkan
ventilasi
2. Identifikasi

potensi

klien

yang

membutuhkan insersi aktual /

dan/atau indikator :

memberikan 1. Tingkat

klien

pernapasan

potensial napas
3. Berikan terapi fisik dada,

ventilasi yang cukup.

(5)
yang sesuai
2. Irama pernapasan (5)
4. Anjurkan pernapasan dalam
3. Kedalaman inspirasi
Batasan karakteristik :
dan lambat; berbalik; dan
(5)
1. Pola pernapasan abnormal 4. Suara
napas
batuk
5. Berikan bronkodilator, yang
25

(misalnya,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

tingkat,

irama,

auskultasi (5)
sesuai
5. Patensi jalan napas 6. Ajarkan

kedalaman)
Bradypnea
(5)
Penurunan tekanan ekspirasi 6. Kapasitas vital (5)
Penurunan tekanan inspirasi 7. Saturasi oksigen (5)
Penurunan menit ventilasi
8. Tes fungsi paru (5)
Penurunan kapasitas vital
Dyspnea
Peningkatan
anterior-

posterior diameter dada


9. Takipnea
10. Penggunaan otot aksesori

klien

bagaimana

menggunakan inhaler yang


ditentukan, yang sesuai
7. Berikan pengobatan aerosol,
yang sesuai
8. Berikan
nebulizer

pengobatan
ultrasonik,

yang

klien

untuk

sesuai
9. Posisikan

meringankan dyspnea

terlalu bernapas

OXYGEN THERAPY
1. Bersihkan mulut, hidung, dan
sekresi trakea, yang sesuai
2. Pertahankan patensi jalan
napas
3. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
4. Monitor liter aliran oksigen
5. Monitor posisi perangkat
pemberian oksigen
6. Pantau efektivitas
oksigen
2.

Nyeri

akut

(00132)

pulse

oximetry, gda), yang sesuai


dilakukan MANAJEMEN NYERI

berhubungan Setelah

dengan agen injuri biologis tindakan

(misalnya,

terapi

keperawatan Definisi: mengurangi nyeri dan

selama......x24 jam klien menurunkan tingkat nyeri yang


dapat mengontrol nyeri dirasakan klien.

Definisi: sensori

yang tidak dengan indikator:

menyenangkan
pengalaman
muncul
potensial,
atau

dan 1. Mengenali
emosional

secara

actual

kerusakan

menggambarkan

yang
atau

jaringan
adanya

kerusakan.

penyebab (5)
2. Mengenali

Intervensi :
faktor 1. kurangi faktor presipitasi
2. pilih
dan
lakukan
onset

(lamanya sakit) (5)


3. Menggunakan metode
pencegahan (5)
4. Menggunakan

Batasan karakteristik :

metode nonanalgetik

1. Laporan secara verbal atau

untuk

penanganan

nyeri

(farmakologi,
farmakologi

non
dan

inter

personal)
3. berikan
analgetik

untuk

mengurangi nyeri
mengurangi 4. ajarkan tentang teknik non
26

nonverbal
nyeri (5)
Fakta dan observasi
5. Menggunakan
Gerakan melindungi
analgetik
sesuai
Tingkah laku berhati-hati
Gangguan
tidur
(mata
kebutuhan (5)
6. Mencari
bantuan
sayu, tampak capek, sulit
tenaga kesehatan (5)
atau
gerakan
kacau,
7. Melaporkan
gejala
menyeringai)
pada
tenaga
6. Tingkah laku distraksi (jalankesehatan (5)
jalan, menemui orang lain,
8. Menggunakan
aktivitas berulang-ulang)
sumber-sumber yang
7. Respon
autonom
tersedia (5)
(diaphoresis,
perubahan
9. Mengenali
gejalatekanan darah, perubahan
gejala nyeri (5)
pola nafas, nadi dan dilatasi 10. Mencatat pengalaman
2.
3.
4.
5.

farmakologi
5. tingkatkan istirahat
6. kontrol lingkungan
dapat

yang

mempengaruhi nyeri

seperti

suhu

ruangan,

pencahayaan dan kebisingan


7. bantu klien dan keluarga
untuk

mencari

dan

menemukan dukungan
8. evaluasi pengalaman

nyeri

masa lampau
9. evaluasi bersama klien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan

kontrol

nyeri masa lampau


pupil)
nyeri sebelumnya (5) 10. evaluasi keefektifan kontrol
8. Tingkah laku
ekspresif 11. Melaporkan
nyeri
nyeri
(gelisah, marah, menangis,
sudah terkontrol (5)
11. kolaborasikan dengan dokter
merintih,

waspada,

napas

panjang, iritabel)
9. Berfokus pada diri sendiri
10. Muka topeng
11. Fokus
menyempit
(penurunan persepsi
waktu,

pada

kerusakan proses

berfikir, penurunan interaksi


dengan orang dan lingkungan)
12. Perubahan
nafsu
makan
dan minum

jika

keluhan

dan tindakan

nyeri tidak berhasil.


ANALGETIC
ADMINISTRATION
Definisi :

penggunaan

farmakologi

agen
untuk

menghentikan atau mengurangi


nyeri
Intervensi :
1. cek riwayat alergi
2. cek instruksi dokter tentang
jenis

obat,

frekuensi
3. berikan
waktu
hebat
4. tentukan

dosis

analgetik

terutama
pilihan

dan
tepat

saat nyeri
analgetik

tergantung tipe dan beratnya


nyeri
5. pilih

analgetik

yang
27

diperlukan
dari

atau

kombinasi

analgetik

ketika

pemberian lebih dari satu


6. tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal
7. tentukan lokasi,karakteristik,
kualitas,

dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat


8. pilih rute pemberian secara
IV,

IM

untuk pengobatan

nyeri secara teratur


9. monitor vital sign sebelum
dan

sesudah pemberian

analgetik pertama kali


10. evaluasi efektifitas analgetik,
tanda
3.

Resiko infeksi (00004)

Setelah

Definisi : rentan terhadap invasi tindakan


dan

multiplikasi

patogen,

yang

dilakukan

membahayakan kesehatan.

cara dapat

gejala

(efek

samping)
INFECTION CONTROL

keperawatan 1. Ajarkan cuci tangan untuk

organisme selama......x24 jam klien

dengan

dan

terhindar

dari

infeksi dengan indikator:


Kontrol resiko : proses
infeksi
1. Menyatakan

perawatan kesehatan personal


2. Instruksikan
klien
cuci
tangan dengan teknik yang
benar
3. Gunakan

sarung

tangan

sebagai universal precaution


resiko 4. Ajarkan klien dan keluarga

infeksi personal (5)


2. Identifikasi
resiko

cara

untuk

menghindari

infeksi
infeksi setiap hari (5) 5. Ajarkan klien dan keluarga
3. Identifikasi tanda dan
untuk mengenali tanda dan
gejala pada indikasi
gejala infeksi
resiko potensial (5)
6. Instruksikan
pengunjung
4. Monitor tingkah laku
untuk mencuci tangan pada
personal (5)
saat
mengunjungi
dan
5. Monitor lingkungan
meninggalkan ruang klien
(5)

28

BAB 1V
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Kasus
Tn. F Usia 45 thn datang ke IGD RS Universitas Airlangga diantar oleh anaknya
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 2,5 jam SMRS. Saat kejadian terdapat
jejas/luka di dada samping kiri bawah akibat trauma benda tumpul saat terjadi
kecelakaan. Tn. F saat ini dalam keadaan somnolen GCS 346. Tn. F kesakitan mengeluh
nyeri pada dada sebelah samping kiri bawah disertai sesak nafas. Pernapasan 34 x/ mnt,
nadi 110 x/ mnt, TD 190/160 mmHg. Dari hasil foto rontgen thorax didapatkan
akumulasi udara pada pleura paru-paru sebelah kiri.
4.2 Pengkajian
1. Identitas/biodata klien
1) Nama
: Tn. F
2) Umur
: 45 tahun
3) Jenis kelamin
: Laki-laki
4) Agama
: Islam
5) Warga Negara
: Indonesia
2. Keluhan utama
: Tn. F mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. F dibawa oleh anaknya ke RS Universitas Airlangga Surabaya pada
tanggal 19 September 2015 pukul 09:00 WIB akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 2
jam yang lalu. Tn. F saat dibawa ke RS dalam keadaan somnolen dengan GCS 346.
Saat di RS Tn. F mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri dikarenakan adanya jeja/luka
pada dada kiri bawah yang diduga akibat trauma benda tumpul saat kecelakaan.
Sampai seakrang Tn. F dirawat di IGD dengan diagnosa Pneumothorax dari hasil
foto polos.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak didapatkan riwayat sakit paru-paru, hipertensi (HT), diabetes mellitus (DM)
dan penyakit infeksi lainnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dari keluarga pasien yang mengalami penyakit genetik atau keturunan dan
penyakit infeksi menular lainnya
6. Tanda-tanda Vital (TTV)
1) Inspeksi : dengan melepaskan semua pakaian untuk melihat kondisi trauma dada
2) Suhu :dengan mempertahankan suhu tubuh Tn. F normal 36,5 C -37,5 C
3) Get mengukur tanda-tanda vital Tn. F diperoleh RR 34x/menit, Nadi 110x/menit,
TD 190/160 mmHg, Suhu 36, 5 C
4) Review of System
29

B1 (breathing) : Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot


bantu pernapasan, gerakan dinding dada asimetris, deviasi
trachea
B2 (blood)
: Monitor hemodinamik, takikardia 110x/menit
B3 (brain)
: Nyeri pada dada kiri dengan skala 7
B4 (bladder)
:B5 (bowel)
:B6 (bone)
: Adanya jejas/luka pada dada samping kiri bawah
5) Inspeksi pernapasan
Gerakan pernapasan dada asimetris
Adanya jejas (trauma) pada dada kiri bawah diduga oleh benda tumpul
Auskultasi dada didapatkan bunyi nafas vesikuler.
Palpasi didapatkan krepitasi pada area dada kiri bagian bawah.
Deformitas
: Tidak
Contusio
: Tidak
Abrasi
: Tidak
Penelitian
: Tidak
Laserasi
: Tidak
Edema
: Tidak
Keluhan lain
: Tidak Ada
7. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X dada : ditemukan adanya akumulasi udara pada pleura kiri (pneumothorax)
4.3 Analisa Data
Data

Mekanisme

DS: -

Kecelakaan

DO:

Trauma tumpul pada

1. Sesak nafas
2. Gerakan dada tidak
simetris
3. RR 34x/menit
4. Nadi 110x/menit
irreguler lemah
5. Retraksi otot
dinding dada

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan

pola

nafas

thorax sinistra
Robekan paru-paru dan
pleura
Udara dari paru masuk
ke pleura
Peningkatan tekanan
rongga plaura
Paru-paru tertekan
kolaps
Kesulitan nafas atau
sesak

30

DS: Tn. F mengeluh


nyeri

Kecelakaan

Nyeri akut

Trauma tumpul pada

DO:

thorax sinistra

1. Ekspresi wajah Tn.

Robekan pleura dan

F nampak kesakitan
2. Nadi cepat dan

paru-paru sinistra

lemah 110x/menit
3. Adanya jejas
trauma tumpul
4. P: trauma tumpul
Q: nyeri tumpul
R: dada kiri bagian

Pelepasan mediator nyeri


dan reseptor saraf
Rangsang hipotalamus
Sensasi nyeri tumpul

bawah
S: nyeri skala 7
T: nyeri saat
bernafas

4.4 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan supresi paru akibat akumulasi
udara dalam pleura.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma tumpul pada thorax.
4.5 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan supresi paru akibat akumulasi
udara dalam pleura.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam Tn. F
memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Kriteria Hasil:
a. RR dalam rentang normal 16-20 x/menit
b. Tidak ada tanda-tanda distres nafas
Tindakan
Kolaborasi tindakan WSD (water seal

Rasional
Dekompresi paru dengan jarum melalui sela

drainage) dengan teknik aseptik

iga untuk mengeluarkan udara rongga pleura

Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai Pemberian oksigenasi memenuhi kekurangan


indikasi

O2 pada dispnea

31

Posisikan Tn. F semifowler hingga 45O

Posisi fowler meningkatkan komplains paru


untuk mengembang

Kaji tingkat kesadaran Tn. F dengan Penurunan kesadaran merupakan tanda distres
GCS

pernapasan akut

Kaji tanda-tanda vital terutama tanda Megetahui tanda distres pernapasan sejak dini
kegawatan pada pernafasan

mengurangi risiko kegawatan

Monitor hemodinamik sirkulasi dan Sirkulasi


cairan tubuh
Kolaborasi

dan

cairan

tubuh

tambahan

menggantikan perdarahan yang hilang


pemberian

medikasi

: Antibiotik mencegah infeksi sekunder

antibiotik, analgesik sesuai instruksi

Analgesik membantu menurunkan nyeri

2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma tumpul pada thorax


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri hilang atau
berkurang
Kriteria Hasil :
a. Tn. F mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Skala nyeri 3
Tindakan
Rasional
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai Analgesik bekerja dengan menghambat
instruksi
stimulus hipotalamus untuk sensi nyeri
Ajarkan klien tehnik relaksasi nyeri Stimulas kutaneus mengurangi nyeri
dengan massase
dengan sentuhan
Ajarkan klien tehnik distraksi nyeri Pengalihan perhatian

ke

hal

yang

dengan mengalihkan perhatian


menyenangkan dapat menurunkan nyeri
Berikan posisi yang membuat klien Posisi
kenyamanan
membantu
merasa nyaman
manipulasi persepsi nyeri klien
Kaji penyebab nyeri, intensitas nyeri, Mengetahui tingkat respon nyeri dan
karakteristik nyeri dan skala nyeri

perencannan tatalaksana lanjutan

4.6 Evaluasi
S : Klien mengatakan nyeri di dada kiri berkurang.
O : Tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi pada pemasangan WSD.
A : Masalah teratasi sebagian.
32

P : Intervensi keperawatan dilanjutkan.

33

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pneumotarks adalah adanya udara masuk ke dalam rongga pleura secara spontan
yang mengakibatkan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan atau
lebih tepatnya disebut paru kolaps. Pneumotoraks terjadi akibat etiologi yang
menyebabkannya lalu terjadi kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui
robekan/pecahnya

pleura.

Klasifikasi

pneumothorax

menurut

Eliastam

yaitu

pneumothorax simple, pneumothorax tension, pneumothorax open.


Hemotoraks adalah akumulasi darah dalam ruang pleura yang sering kali timbul
pada trauma dada yang hebat dan terkadang disertai dengan penumotoraks. Penyebab
dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah intercostal atau
arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul.
Klasifikasi hemothorax berdasarkan luas bayang pada hasil foto rontgen dan letak suara
pekak saat diperkusi yaitu hemothorax kecil, hemothorax sedang dan hemothorax besar.
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui dan dapat melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatan sistem pernapasan trauma dada
pneumothorax dan hemothorax agar dapat menunjang keahlian perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara tepat, sehingga pelayanan yang
diberikan sesuai dan dapat menghindari kematian dan kecacatan pasien serta
memperbaiki kondisi klien.

34

DAFTAR PUSTAKA
ADAM, Inc. Hemothorax. http://www.healthscout.com/ency/1/000126.html. Diakses
pada tanggal 20 September pukul 08.16 WIB.
Alsagaff, H., H. Mukty, dan Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179.
Anita, S. dan J. Paul. 2008. Principles in Diagnosis and Management of Traumatic
Pneumothorax. Journal of Emergencies, Trauma and Shock. 34-38.
Asih, N.G.Y. dan E. Christantie. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC.
Baum GL. 1974. Textbook of Pulmonary Disease, Little Brown and Co Boston. p. 973
974.
Behrman, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1. Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddart. 2009. Medical Surgical Nursing Ninth Edition. Philadelpia:
Lippincott Campany.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May
27; cited 2011 January 10. Available.
Bulechek, Gloria M., el al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth
Edition. United States of America: Elsevier Mosby.
Corwn, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Eliastam, M., et al. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis, Edisi 5. (eds). Jakarta: EGC,
p.92.
Graham K. Crompton. 1980. Diagnosis and Management of Respiratory Disease.
Blackwell Scientific publications, p. 147.
Herdman, T. Heather, Shigemi Kamitsuru. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017 Tenth Edition. UK: Wiley Blackwell.
Ingram RH. Disease of The Pleura, Mediastinum and Diaphragma. In : Harrisons,
Principles of Internal Medicine, 10th edition,. Mc Graw Hill Book Co., Japan, p.
1582.
35

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
United States of America: Elsevier Mosby.
Mowery, N.T., et al. "Practice management guidelines for management of hemothorax
and occult pneumothorax." Journal of Trauma and Acute Care Surgery 70.2
(2011): 510-518.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Pare JAP and Fraser RG. 1983. Synopsis of Disease of The Chest. W.B Saunders Co.,
Philadelphia, p. 6833 6834.
Srillian, V. 2011. Pneumothorax. Diakses pada tanggal 19 September pukul 19.00 WIB.
http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax .

Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.
8. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. p. 1063.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Williams, Linda dan P. Hopper. 2011. Understanding Medical Surgical Nursing Fourth
Edition. Philadelphia: Davis Company.
http://medlinux.blogspot.co.id/2008/06/trauma-thorax.html Diakses pada tanggal 20
September pukul 08.06 WIB.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2600088/. Diakses pada tanggal 15
September pukul 18.00 WIB.
https://www.scribd.com/doc/52058150/pneumothorax.

Diakses pada tanggal 19

September pukul 19.00 WIB.


https://www.scribd.com/doc/96095560/Penatalaksanaan-Hemothorax.

Diakses

pada

tanggal 19 September pukul 19.10 WIB.

36

Anda mungkin juga menyukai