Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemothoraks merupakan kumpulan darah di dalam rongga pleura yang
disebabkan karena trauma tajam atau tumpul pada dada namun jarang terjadi karena
kondisi suatu penyakit. (Wim G 2010). Menurut Diane C (2000), hemothoraks adalah
akumulasi darah dalam ruang pleura yang sering kali timbul pada trauma dada yang
hebat tetapi tidak selalu disertai pneumothorax. Hemothoraks dapat disebabkan oleh
cedera dari vaskular dinding dada, pembuluh-pembuluh darah besar atau ogan-organ
intrathorax seperti paru,jantung dan esofagus. Perdarahan di dalam rongga pleura
dapat terjadi akibat cidera eekstrapleural atau intrapleural.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka penderita hematothorax
selama 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan, dari 177 juta penduduk dunia
yang menderita Hematothorak, sekitar 76% diantaranya berada di negara
berkembang, dan 62 % disebabkan karena trauma. Pada tahun 2006 penduduk
Amerika Serikat yang menderita hematothorax sebanyak 7,8 juta orang. Tingkat
mortalitas pada kasus trauma tumpul mencapai 57,1% dan tingkat morbiditas
padatrauma dada yang menembus mencapai 8,51%. Di Asia, prevalensi penduduk
Cina, angka penderita hematothorax sebanyak 1,5%, di hongkong 4,3% dan untuk
Cina Singapura sebanyak 6,2%. Pada tahun 2000 penderita hematothorax di
Indonesia mencapai 1,6 juta adapun prevalensi kejadian hematothorax ini tersebar
diberbagai kota di Indonesia.
Respon perdarahan dari dalam rongga pleura bisa terjadi secara respon
hemodinamik dan respon pernafasan. Perdarahan akan menyebabkan pasien
mengalami syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah. Penatalaksaan
pasien hemothoraks harus mendapat prioritas utama dengan menerapkan
thoracostomy tabung. Penatalaksaan lebih lanjut tergantung pada stabilitas
hemodinamik pasien serta volume darah yang dikeluarkan. Tindakan bedah dengan

1
VATS atau thoracostomy diperlukan jika darah yang terakumulasi >1500ml atau
produksi darah >200ml tiap jam.
Melihat dari tingkat keparahan yang dapat diseabkan oleh hemothoraks, oleh
karena itu kami menyusun makalah ini agar bermanfaat untuk memberikan edukasi
bagi masyarakat khususnya bagi pembaca. Gambaran makalah ini juga dapat
dijadikan sebagai evaluasi agar kualitas perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan dapat ditingkatkan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan hemothoraks?
2) Apa saja etiologi dari hemothoraks?
3) Bagaimana patofisiologi dari hemothoraks?
4) Apa saja manifestasi klinis dari hemothoraks?
5) Apa saja klasifikasi dari hemothoraks?
6) Apa saja pemeriksaan diagnostik sari hemothoraks?
7) Bagaimana penatalaksaan dari hemothoraks?
8) Apa saja komplikasi dari hemothoraks?
9) Bagaimana prognosis dari hemothoraks?
10) Bagaimana proses asuhan keperawatan dari hemothoraks?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan hemothoraks.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi hemothoraks.
2) Menjelaskan etiologi hemothoraks.
3) Menyusun patofisiologi hemothoraks.
4) Menjelaskan manifestasi klinis hemothoraks.
5) Mengetahui klasifikasi hemothoraks.
6) Mengetahui pemeriksaan diagnostik hemothoraks.

2
7) Mengetahui penatalaksanaan hemothoraks.
8) Mengetahui komplikasi hemothoraks.
9) Mengetahui prognosis hemothoraks.
10) Menyusun proses asuhan keperawatan dari hemothoraks.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai
berikut:
1) Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang hemothoraks serta
mapu membuat asuhan keperawatan pada kasus hemothoraks.
2) Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana mahasiswa mampu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Hemothoraks
2.1.1 Definisi
Hemothoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber mungkin
darah dinding dada, parenkim paruparu, jantung atau pembuluh darah besar .
kondisi diasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit. (Puponegoro, 2001).
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada
dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.
Hemothoraks merupakan kemunculan darah pada rongga pleura. Sumber
darah bisa berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah
besar (Mary C Mancini, 2014). Hemothoraks biasanya merupakan suatu
konsekuensi dari trauma tumpul maupun trauma tajam. Sedikit banyak
Hemothoraks juga dapat disebabkan oleh penyakit baik diinduksi secara iatrogenik
maupun berkembang secara spontan (Mary C Mancini, 2014).

2.1.2 Etiologi
Sejauh ini, penyebab utama hemothoraks adalah trauma (Light RW, Lee YCG,
2010). Perlukaan yang menembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada, merupakan penyebab jelas dari hemothoraks. Hal-hal tersebut bisa
disbebkan karena kecelakaan, disengaja, atau karena komplikasi dari penanganan
atau pengobatan (iatrogenik). Hemothoraks dapat juga disebabkan oleh cedera dari
vaskular dinding dada, pembuluh-pembuluh darah besar atau organ-organ
intratoraks seperti paru, jantung atau esofagus. Hematoraks yang besar dapat

4
menimbulkan syok hipovolemik dan hipoksia akibat terganggunya ekspansi dari
paru. Hemothoraks juga bisa disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan
menyebabkan ruda paksa tumpul pada rongga thorak (Hemothoraks) dan rongga
Abdomen. Penyebab lain dari hemothoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh
cedera tajam atau cedera tumpul. Hematoraks juga disebabkan karena traumatik dan non
tramatik.
1) Traumatik
a) Trauma tumpul
b) Trauma tembus
2) Non Traumatik
a) Kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner
b) Emboli paru dengan infark
c) Neoplasma
d) Fistula ata vena pulmonal

2.1.3 Patofisiologi
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru
atau arteri yang menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam
seperti pisau atau peluru yang menembus paru-paru mengakibatkan pecahnya
membran serosa yang melapisi atau menutupi thoraks dan paru-paru. Pecahnya
membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi
toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Ditandai dengan perdarahan jaringan interstitium, pecahnya usus sehingga
perdarahan intra alveoler, kolaps sehingga terjadi pendarahan arteri dan kapiler-
kapiler kecil, takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun,
tekaa darah, suhu, nadi, Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas,
takipnea, sianosis, takikardi. Gejala atau tanda klinis hemothoraks tersebut tidak
menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura
viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovolemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis,
takipnea berat, takikardi dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan
hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

5
2.1.4 WOC (Web Of Caution)
Terlampir.

2.1.5 Klasifikasi
Hemothoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :
a) Hemothoraks kecil (minimal)
Hemothoraks minimal didefinisikan sebagai kehilangan darah tanpa
perubahan hemodinamik yang signifikan. Tampak sebagian bayangan kurang
dari 15 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah
sampai 300 ml, sehingga tidak memerlukan perawatan karena darah biasanya
diserap kembali selama beberapa minggu. Jika pasien stabil dan mengalami
gangguan pernafasan minimal, intervensi operasi tidak diperlukan.
b) Hemothoraks sedang (moderate)
Tampak 15-35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
c) Hemothoraks besar (massive)
Hemothoraks massive didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 30%
volume darah (1500-2000 ml) dan biasanya berhubungan dengan syok
hemoragik. Tampak lebih dari 35% pada foto rontgen, perkusi pekak iga IV.
Hemothoraks ini sering berkembang setelah trauma tumpul atau tembus.
Penyebab paling umum dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas.
Jatuh, cedera tekan dan trauma toraks langsung adalah penyebab trauma
tumpul lainnya. Prosedur pilihan dalam situasi kritis dengan hemothoraks
massive dan kecurigaan adanya cedera jantung dan pembuluh darah hebat
adalah thoracotomy.

Gambar 1. Klasifikasi Hemothoraks


Hemothoraks berdasarakan derajat perdarahannya dibagi menjadi 4, yaitu:

6
a) Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal. Biasanya tidak terjadi
perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10%
b) Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler,
dan anxietas ringan. Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c) Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah
sistolik, oliguria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti
kebingungan atau agitasi. Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan
cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik. Sebagian besar pasien ini
membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah
seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
d) Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan
nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak
ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan
kulit dingin dan pucat. Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan
secara cepat.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan besarnya
perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perlu diperhatikan adanya tanda
dan gejala dari instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan. Pada penderita
hematotoraks keluhannya nyeri dan sesak napas. Bila ada keluhan yang progresif,
curigai adanya tension pneumothorax. Pada inspeksi biasanya tidak tampak
kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pucat karena perdarahan. Fremitus

7
sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain. Pada perkusi didapatkan pekak
dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak jelas, tergantung pada jumlah
darah yang ada di rongga toraks. Bunyi napas mungkin tidak terdengar atau
menghilang.
Sedangkan menurut Barbara (2010) secara klinis, pasien menunjukkan distres
pernafasan berat. Agitasi, sianosis, dan takipnea berat. Takikardi dan peningkatan
awal tekanan darah diikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung. Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan hemothoraks
biasanya ditemukan interpretasi hasil meliputi adanya bunyi dullness saat perkusi,
suara nafas yang berkurang secara unilateral, wheezing. (Bastos, 2010). Dari
beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa manifestasi klinis yang timbul
pada pasien dengan hemothoraks antara lain:
1) Nyeri pleuritik
2) Takipnea
3) Sianosis
4) Takikardi dan peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan hipotensi.
5) Bunyi perkusi dullnes
6) Suara nafas berkurang
7) Wheezing

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan yang utama pada kondisi akut untuk evaluasi hemothoraks ialah
radiografi dada (Mowery, 2011). Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ini adalah
adanya bayangan putih pada sisi toraks yang sakit, sudut kostoprenikus menjadi
tumpul, gambaran normal sudut kostoprenikus adalah tajam, dan permukaan
diafragma yang terlihat samar. Selain radiografi dada, ultrasonografi dada dan CT
scan juga dijadikan sebagai evaluasi diagnostik yang pertama pada pasien dengan
hemothoraks.
Pemeriksaan radiografi dada juga dilakukan setelah tindakan pemasangan
selang dada guna membantu mengidentifikasi posisi selang dada, membantu
menentukan apakah evakuasi darah dari pleura sudah menyeluruh, dan dapat
memberikan gambaran masalah patologi intratoraks lain. (Mowery, 2011). Reddy
(2008) menyatakan bahwa VATS (Video-assited Thoracoscopy) dapat digunakan

8
sebagai pemeriksaan untuk mengevaluasi hemothoraks yang menetap. CT scan
thoraks dengan atau tanpa kontras lebih dapat menjelaskan apakah bayangan putih
yang terdapat pada radiografi dada merupakan indikasi kolaps paru sekunder atau
adanya hemothoraks yang menetap.
Penegakan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari
anmnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penujang. Dari anamesa didapatkan
penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak nafas. Pada pemeriksaan
fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan
nafas yang tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan kecuali hemothoraks
akibat trauma. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan
pada auskultasi didapatkan bunyi nafas menurun atau bahakan menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostic, antara lain:
1) Chest X-Ray
Adanya gambar hipodense pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya
mediastinum shift. Chest X-Ray sebagai penegak iagnostik yang paling utama
dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 2. Hasil Chest X-Ray pada Hemothoraks

2) CT-Scan
Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk evaluasi lokasi
clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan
darah di rongga pleura.

9
Gambar 3. Hasil CT-Scan pada Hemothoraks

3) Ultrasonografi
USG yang digunakan adalah jenis FAST (Focused Assessment Sonography
for Trauma) dan diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil dengan
hemothoraks minimal.

Gambar 4. Hasil Ultrasonografi pada Hemothoraks

4) Nilai BGA
Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis
respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi
biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
5) Cek darah lengkap
Menurunnya Hb menunjukkan jumlah darah yang hilang pada hemothoraks.

Diagnosis Banding

Kondisi Penilaian
Tension pneumothorax 1) Deviasi Tracheal
2) Distensi vena leher
3) Hipersonor
4) Bising nafas (-)
Massive hemothoraks 1) Deviasi Tracheal

10
2) Vena leher kolaps
3) Perkusi : dullness
4) Bising nafas (-)
Cardiac tamponade 1) Distensi vena leher
2) Bunyi jantung jauh dan
lemah
3) EKG abnormal
2.1.8 Penatalaksanaan
Terapi awal hemotoraks massif adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dan kemudian pemberian darah dengan golongan
spesifik sesuai dengan yang diperlukan klien secepatnya. Darah dari rongga pleura
dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotrnasfusi.
Bersamaan dengan pemberian infuse, sebuah selang dada dipasang setinggi putting
susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi eongka pleura selengkapnya.
Jika pasien sudah ditegakkan diagnose hemotoraks massif, maka pertimbangkan
untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1500mL,
kemungkinana besar pasien membutuhkan torakotomi segera.
Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus
menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2-4 jam, tetapi status fisiologi pasien
tetap lebih diutamakan. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah atau dokter
yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan. Beberapa penderita yang
pada awalnya darah yang keluar <1500 cc, tetapi perdarahan tetap berlangsung. Ini
juga membutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan
kehilangan darah terus-menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2-4 jam,tetapi
status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama
ada indikasi untuk torakotomi.
Pada hemotoraks dapat ditatalaksanai dengan sucking wound. Luka dada
terbuka dapat menyebabkan udara akan terhisap ke rongga pleura waktu inspirasi
dan bila rongga dada berkontraksi waktu ekspirasi maka udara akan terdorong ke
luar. Sehingga udara yang masuk melalui jalan napas normal akan berkurang akibat

11
tidak adekuatnya ventilasi dan ekspansi paru. Luka tembus perlu segera ditutup
dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum
jelly atau plastik yang bersih. Pembalut plastik yang steril meupakan alat yang baik,
namun plastik pembungkus kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita
selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan terbuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Celah kecil dibiarkan
terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
Setiap pasien dengan luka tembus dada harus diawasi sepanjang waktu
terhadap kegawatan sistem pernapasan yang mengancam jiwa. Pasien tidak boleh
ditinggalkan sendirian. Bisa juga diobati dengan selang dada yang dihubungkan
dengan WSD atau bila perlu intervensi bedah untuk memperbaiki kerusakan
struktur dinding dada. Jika tidak ditangani maka akan mengalami hipoksia yang
mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan
aliran vena kava superior maupun inferior dan mengurangi cardiac preload serta
menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, maka akan semakin berat dan
dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Penatalaksanaan hemothoraks terdiri dari fase awal misalnya syok hemoragik,
kompromi pernafasan atau bekuan darah dan fase akhir misalnya fibrotoraks dan
empiema. Kumpulan darah minimal (< 300 ml) di rongga pleura tidak memerlukan
perawatan karena darah biasanya diserap kembali selama beberapa minggu. Jika
pasien stabil dan mengalami gangguan pernafasan minimal, intervensi operasi tidak
diperlukan. Kelompok pasien ini dapat diobati dengan analgesia sesuai kebutuhan
dan diamati dengan radiografi dada berulang pada 4-6 jam dan 24 jam. Dalam kasus
fistula parenkim paru setelah penyisipan tabung torakostomi kemungkinan
pendekatan thoracoscopic harus dievaluasi dan dipertimbangkan. Menurut pedoman
Advanced Trauma Life Support (ATLS), 1500 ml drainase darah dalam 24 jam atau
>250 ml drainase darah per jam selama tiga jam berturut-turut setelah penyisipan
tabung dada adalah kriteria untuk eksplorasi bedah setelah menembus trauma dada.
Indikasi lain yang diterima untuk eksplorasi bedah adalah penanganan dan
pencegahan komplikasi akhir seperti fibrotoraks dan empiema. Jika thoracotomy

12
muncul ditunjukkan eksposur yang adekuat dari keseluruhan rongga pleura
diperlukan.
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan, dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infuse, transfuse darah,
dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotic. Langkah selanjutnya untuk
penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari
rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:
1) Chest tube
Merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube
melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama
beberapa hari untuk mengembangkan paru-paru ke ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thorax tube antara lain:
a) Adanya udara pada rongga dada (pneumothoraks).
b) Perdarahan di rongga dada (hemothoraks).
c) Post operasi ata trauma pada rongga dada.
d) Abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

Gambar 5. Chest tube


2) Video-Assisted Thoracoscopy (VATS)
Thoracoscopy dibantu VATS memberikan keseluruhan penglihatan rongga
pleura lengkap dengan kemungkinan untuk memperbaiki penempatan tabung
dada, kontrol perdarahan dan pemindahan bekuan darah. Sebagian besar ahli
menyarankan VATS dalam kasus hemothoraks dengan lebih dari 300 ml
karena hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak
menerima VATS.

13
Gambar 6. Video-Assisted Thoracoscopy (VATS)

3) Thoracotomy
Merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothoraks masif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat
mengontrol perdarahan sehingga thoracotomy diperlukan untuk
menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang
segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan
diantaranya seperti rupture aorta pada trauma berat. Bila diperlukan adanya
thoracotomy darurat dalam keadaan darurat, pilihan sayatan dipengaruhi oleh
banyak faktor termasuk indikasi operasi, mekanisme cedera dan temuan
radiografi. Indikasi untuk thoracotomy antara lain:
a) Drainase dada >1500 ml awal atau >200 ml/jam.
b) Hemothoraks besar yang belum dievakuasi.
c) Mengembangkan tamponade jantung.
d) Kerusakan dinding dada.
e) Cedera pembuluh darah yang besar.
f) Cedera akibat esophagus.
g) Cedera diafragma.
h) Cedera jantung (trauma septal atau cedera katup).

14
Gambar 7. Thoracotomy

4) Trombolitik agen
Trombolitik agen digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest tube
atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini
sangat beresiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu
tindakan operasi segera.

2.1.9 Komplikasi
Ketidakadekuatan dan kesalahan dalam penempatan tabung dada dapat
menyebabkan drainase hemothoraks yang tidak memadai. Kontaminasi bakteri pada
bekuan darah yang tertahan dalam tabung thoracostomy atau hemothoraks yang
tidak didrainase dapat mendorong terjadinya empiema. Fibrotoraks berkembang
sebagai komplikasi akhir karena lapisan inflamasi pleura viseral dan parietal dan
mengurangi fungsi ventilasi.
Salah satu komplikasi yang akan timbul pada pasien dengan hemothoraks
ialah syok hipovolemik. Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang ditandai
dengan penurunan volume intravaskular. Syok hipovolemik pada pasien dengan
hemothoraks ini terjadi karena adanya perdarahan sehingga tubuh kehilangan
banyak cairan eksternal. Syok hipovolemik dimulai dengan penurunan dalam
volume intravaskular. Hal ini diakibatkan oleh penurunan arus balik darah vena ke
jantung dan akibat lanjut penurunan pengisian ventrikular. Ketika pengisian
ventrikular menurun, maka jumlah darah yang dipompakan ke jantung akan
menurun (volume sekuncup menurun) dan terjadi penurunan curah jantung. Hal ini
mengakibatkan tekanan darah juga menurun, dam perfusi pada jaringan tidak
adekuat. (Smeltzer, 2001). Pada keadaan syok hipovolemik karena adanya
hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan, penggantian cairan
dan juga darah.

15
Selain itu komplikasi yang dapat terjadi adalah pleural sepsis atau pleural
empyema. Kejadian pleural empyema ini biasanya disebabkan oleh adanya
hemothoraks yang menetap dan terus-menerus atau karena kontaminasi bakteri dari
luka insisi saat torakotomi. Pada hemothoraks yang masif, sulitnya pengeluaran
darah secara menyeluruh menimbulkan kemungkinan adanya bekuan darah yang
menetap di area pleura sehingga lama-lama menyebabkan timbulnya pleural
empyema. Namun pencegahan akan kejadian ini bisa dilakukan dengan menjaga
tekhnik steril saat tindakan operasi thoraks, penggunaan antibiotik sebagai
pencegahan sebelum dan sesegera mungkin setelah pemasangan selang dada. Selain
itu komplikasi lain yang dapat ditimbulkan ialah fibrosis atau parut dari membran
pleura, kegagalan pernafasan akut akibat kerusakan ventilasi dan perfusi. Bahkan
dalam keadaan yang parah dan tidak ditangani dengan tepat dan cepat, hemothoraks
dapat menyebabkan kematian..
Selain itu, terdapat kemungkinan komplikasi lainnya yang dapat terjadi
meliputi :
a) Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal nafas dan meninggal,
b) Fibrosis atau skar pada membrane pleura,
c) Atelektasis,
d) Shock,
e) Pneumothoraks,
f) Pneumonia,
g) Septisemia.

2.1.10 Prognosis
Prognosis berdasarakan pada hemothora dan seberapa cepat penanganan
diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat
bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga thorax yang
menyebabkan paru-paru klaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang
sehat.

2.2 Asuhan Keperawatan Umum Hemothoraks


2.2.1 Pengkajian / Anamnesa

16
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
A) Identitas pasien, meliputi:
1) Nama
2) Umur, biasanya sering terjadi pada usia 18 30 tahun akibat trauma/
injury.
3) Jenis kelamin
4) Agama
5) Status perkawinan
6) Pendidikan
7) Suku/Bangsa
8) Pekerjaan
B) Keluhan utama
Meliputi sesak nafas, bernapas terasa berat pada dada dan keluhan susah
untuk melakukan pernapasan (Arif, 2008).
C) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Kaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga
dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang
menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan pada dada yang
mendadak menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat, kecelakaan lalu
lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau masukan benda
tajam langsung menembus pleura.
D) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah merokok, terpapar polusi udara yang
berat. Perlu ditanyakan apakah ada riwayat alergi pada keluarga.
E) Riwayat Penyakit Keluarga

17
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan hemothoraks.

F) Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku klien pada tindakan yang akan dilakukan terhadap
dirinya.

2.2.2 Pemeriksaan fisik


1) B1 (Breathing)
Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris).
Listen : vesikular paru, suara jantung, suara tambahan.
Feel : nyeri tekan.
Kesulitan bernapas, terdengar hiperresonan pada perkusi, pada bagian yang
sakit bunyi napas jauh atau tidak terdengar, gerakan dada asimetris, takipnea.
a) Inspeksi
Pada hematothoraks, akumulasi darah dan adanya udara akan memberikan
tekanan yang positif dari rongga pleura, sehingga berdampak pada
peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, Serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Pengkajian gerakan pernapasan berupa ekspansi dada yang
asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar,
dan rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).Pengkajian
batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat dan terdapat retraksi klavikula/dada.
b) Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga bisa saja normal atau melebar.

18
c) Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit mulai pekak dan semakin ke atas akan
didapatkan unti hiperresonan karena adanya darah dan udara di rongga
pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan
intrapleura tinggi.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2) B2 (Blood)
Syok hipovolemik, takikardia, hipotensi dan pucat. Perawat perlu memonitor
dampak hemothoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.
3) B3 (Brain)
Nyeri pada bagian dada yang sakit, tingkat kesadaran perlu dikaji,
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, somnolen atau koma.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Perawat perlu mengkaji bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena
dapat merangsang asma, meningkatkan frekuensi pernapasan, serta konstipasi.
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


1) Sinar X dada / Chest-Ray

19
Menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung). adanya gambaran hipodense
pada rongga pleura disisi yang terkena dan adanya mediastinum shift. Chest-
Ray digunakan sebagai penegak diagnostik yang paling utama dan lebih
sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya.
2) CT Scan
Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk evaluasi lokasi
clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan
darah di rongga pleura.
3) USG
USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien yang
tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
4) Nilai BGA
Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis
respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi
biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam. Variable tergantung pada
derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2
mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
5) Cek darah lengkap
Dilakukan berdasarkan nilai kadar Hb yang menunjukkan jumlah darah yang
hilang pada hemothoraks.
6) Torasentesis
Menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks).

Primary Survey pada keadaan kegawatan pada klien dengan hematotoraks sebagai
berikut:
1) Airway
Assessment :
a) Perhatikan patensi airway : Paten

20
b) Obstruksi : pada jalan nafas
c) Dengar suara napas : Menurun/tidak ada
d) Keluhan Lain :-
2) Breathing
Assesment :
a) Periksa frekwensi napas : Takipnea
b) Perhatikan gerakan respirasi : Asimetris
c) Palpasi toraks :-
d) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas : Menurun / tidak ada
3) Circulation
Assesment :
a) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi : Takikardi
b) Periksa tekanan darah : Hipertensi/HIpotensi
c) Pemeriksaan pulse oxymetri :-
d) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis) : Ada Sianosis
e) Keluhan Lain : Tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)
4) Disability
Assessment :
a) Respon : Alert
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) GCS : 456
d) Pupil : Isokor
e) Refleks Cahaya : Ada
f) Keluhan Lain :-
g) Management :-
5) Exposure
Assessment :
a) Deformitas : Tidak
b) Kontisio : Ya
c) Abrasi : Tidak

21
d) Penelitian : Tidak
e) Laserasi : Tidak
f) Edema : Tidak
g) Keluhan lain : Tidak Ada

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


A) Pre-operasi :
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
sekunder terhadap adanya darah didalam rongga pleura.
2) Nyeri akut berhubungan trauma jaringan sekunder dengan adanya darah
didalam rongga pleura.
3) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hb sekunder
dengan ketidak adekuatan oksigen.
B) Post operasi :
1) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan O2 sekunder terhadap pemasangan WSD
2) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree
akibat luka penusukan tindakan WSD

2.2.5 Intervensi Keperawatan


A) Pre-operasi
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
adanya darah di dalam rongga pleura.
NOC NIC
Tujuan : 1) Identifikasi faktor penyebab kolaps:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola trauma, infeksi komplikasi mekanik
napas kembali efektif pernapasan.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
napas, laporkan setiap perubahan yang
Kriteria hasil : terjadi

22
1) Keluhan sesak napas berkurang, ringan, 3) Baringkan klien dalam posisi yang
tidak nyeri saat melakukan pernapasan nyaman, atau dalam posisi duduk.
2) Tidak tampak sesak napas dan nyeri saat 4) Observasi tanda vital.
melakukan pernapasan 5) Lakukan auskultasi tiap 1-2 jam
3) Bentuk dada simetris 6) Catat pengembangan dada dan posisi
4) Gerakan dada saat bernapas simetris trakhea :
5) Tidak menggunakan otot bantu a) Kaji fremitus.
pernapasan b) Kaji adanya area nyeri tekan bila
6) Pola napas normal batuk, napas dalam.
7) TTV dalam batas normal c) Pertahankan posisi nyaman
8) Perkusi sonor simetris (peninggian kepala tempat tidur)
9) Auskultasi vesikuler simetris d) Pertahankan perilaku tenang, Bantu
10) Radiologi: Paru yang kolaps sudah klien untuk kontrol diri dengan
ekspansi gunakan pernapasan lambat/dalam.
7) Bila selang dada dipasang :
a) Periksa pengontrol pengisap untuk
jumlah hisapan yang benar (batas air,
pengatur dinding/meja disusun tepat).
b) Periksa batas cairan pada botol
pengisap.
c) Pertahankan pada batas yang
ditentukan.
d) Observasi gelembung udara botol
penampung.
8) Berikan posisi yang nyaman, biasanya
dnegan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin.
9) Kolaborasi :
a) Mengkaji foto thorak klien.

23
b) Observasi BGA dan nadi oksimetri,
kaji kapasitas vital/pengukuran
volume tidal.
c) Berikan oksigen tambahan melalui
kanul/masker sesuai indikasi.

Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap adanya darah didalam rongga
pleura.
NOC NIC
Tujuan : 1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
kenyamanan pasien terpenuhi. invasif.
Kriteria hasil: 2) Ajarkan Relaksasi : Teknik-teknik untuk
1) Nyeri berkurang bahkan hilang menurunkan ketegangan otot rangka,
2) TTV kembali normal yang dapat menurunkan intensitas nyeri
3) Skala nyeri nol dan juga tingkatkan relaksasi masase
3) Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.
4) Berikan kesempatan waktu istirahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
5) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-
sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.

Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hb sekunder dengan ketidak


adekuatan oksigen.
NOC NIC
Tujuan : 1) Kaji perubahan tiba-tiba (misalnya :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas, bingung, letargi, pingsan).

24
perfusi jaringan klien kembali ke normal 2) Observasi adanya pucat, sianosis, belang,
Kriteria Hasil : kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi
1) Klien tampak tidak lemas perifer
2) Hb dalam rentang normal 3) Kaji tanda Homan (nyeri pada betis
3) Klien tidak mengalami sianosis dengan posisi dorsofleksi), eritema,
4) Ekstremitas hangat dan merah edema.
4) Membantu dan mengajarkan latihan kaki
aktif/pasif
5) Pantau pernafasan.
6) Kaji fungsi GI, catat apakah ada
anoreksia, penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen,
konstipasi
7) Pantau intake dan output cairan
B) Post-operasi
Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan O2
sekunder terhadap pemasangan WSD.
NOC NIC
Tujuan : 1) Monitor respon emosi, sosial, dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan spiritual terhadap aktivitas.
pasien tidak menunjukkan kelelahan saat 2) Pantau asupan nutrisi.
melakukan aktivitas 3) Pantau/dokumentasikan pola istirahat
Kriteria Hasil: pasien dan lamanya waktu tidur.
1) Menyadari keterbatasan energi. 4) Bantu dengan aktivitas fisik teratur.
2) Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat. 5) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi,
3) Tingkat daya tahan adekuat untuk fisik.
beraktivitas. 6) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan
teknik manajemen waktu.
7) Jelaskan pentingnya istirahat dalam
rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.

25
Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree akibat luka penusukan
tindakan WSD.
NOC NIC
Tujuan : 1) Pantau tanda-tanda vital.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2) Kaji tanda-tanda infeksi dan lakukan
klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi perawatan terhadap prosedur invasif.
selama pemasangan WSD Lakukan perawatan luka dengan teknik
Kriteria Hasil: aseptik.
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi 3) Monitor Leukosit dan LED.
2) TTV dalam batas normal 4) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotik.

26
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS HEMOTHORAKS

3.1 Kasus Semu


Tn. M 44 tahun mengalami kecelakaan mobil, dengan keluhan nyeri dada sebelah
kiri, pasien juga mengeluh sulit bernafas, pada pemeriksaan fisik didapatkan terlihat
adanya ketinggalan gerak dada sebelah kiri dan pada palpasi terdapat tanda krepitasi
pada clavicula dan costa, dan juga didapatkan redup pada perkusi bagian basal paru
kiri, pada auskultasi dada kiri lebih redup dari dada kanan. Pada pemeriksaan
penunjang dengan foto rontgen didapatkan gambaran fraktur clavicula sinistra,
fraktur scapula sinintra, fraktur costa 4,5,6 sinistra, dan hemothoraks sinistra 35 %.
Diputuskan pemasangan Water Seal Drainage. Saat ini klien terpasang WSD, infus,
Oksigen 2 It/ menit, posisi tidur semi Fowlers. Keluhan nyeri saat bernapas.
Pernapasan 32 x/ mnt, nadi 90 x/ mnt, TD 100/ 70 mmHg. Sebagian besar aktivitas
dibantu ditempat tidur, dan pasien masih belum boleh turun dari tempat tidur.

3.2 Pengkajian
A) Identitas Penderita
1) Nama Lengkap : Tn. M
2) Umur : 44 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : Tamat SLTA
6) Pekerjaan : Karyawan
7) Status Perkawinan: Kawin

B) Keluhan Utama
Nyeri pada dada sebelah kiri.

27
C) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mobil pasien menabrak truk yang sedang berhenti. Dadanya membentur stir
mobil. Kemudian dibawa ke IGD, mengeluh sesak, tampak laserasi dan lebam
pada dada, lebam lebih hitam diarea kanan, mengeluh nyeri saat bernapas, dan
pada palpasi terdapat tanda krepitasi pada clavicula dan costa, pergerakan
dada kiri tertinggal dari kanan sehingga gerakan dada tidak simetris.

D) Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti yang diderita sekarang
sebelumnya.

E) Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien.

F) Riwayat Psikososial
Pasien merasa bersyukur karena masih dapat selamat dari kecelakaan. Klien
menerima setiap pengobatan yang diberikan oleh tim medis.

3.3 Pemeriksaan Fisik


1) Status Kesehatan Umum
a) Keadaan umum : Lemas
b) Vital sign : N : 90 x/ mnt, TD : 100/ 70 mmHg, RR : 32x/menit, suhu : 36
o
C
2) Kepala dan leher
a) Kepala : Conjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)
b) Leher : Limfono di leher tidak teraba, pembesaran kelenjar tiroid (-)
3) Sistem Intergumen
Telapak tangan basah (-), berkeringat (-)
4) Sistem pernafasan
Sesak napas, nyeri saat bernafas, terdapat retraksi klavikula/dada,
pengambangan paru tidak simetris, pada perkusi ditemukan adanya suara

28
hipersonor, hematotraks (redup), pada auskultasi suara nafas dada sebelah kiri
lebih redup disbanding kanan.
5) Sistem Kardiovaskuler : TD : 100/ 70 mmHg
6) Sistem gastrointestinal : Tidak ada kelainan
7) Sistem Urinary : Tidak ada kelainan
8) Sistem muskuloskeletal :
Lemah, kemampuan sendi terbatas, tirah baring.
9) Sistem neurologis : Tidak ada kelainan
10) Sistem Endokrin : Tidak ada riwayat diabetes melitus

3.4 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS : Trauma pada Thoraks Pola nafas tidak efektif
Pasien mengeluh sesak
nafas, sulit dalam Pendarahan jaringan interstitium,
melakukan pernafasan perdarahan intraalveolar

DO : Reabsorpsi darah oleh pleura

1) Pasien Nampak sesak tidak optimal

nafas, dan menggunakan

otot bantu nafas. Akumulasi darah di kantong

2) TTV : RR= 32 x/ mnt, pleura



N= 90 x/ mnt, TD= 100/
Gangguan ventilasi :
70 mmHg, T= 36oC
pengembangan paru tidak
3) Palpasi : getaran
optimal
menurun di dada kiri

4) Auskultasi : redup di
Pulmo distusisi kolaps
dada sebelah kiri

5) Radiologi: foto thorax
Hipoksia, Takipnea, dyspnea

29
kolaps pada paru kiri
Ketidakefektifan pola napas
2. DS : Trauma pada toraks Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri
pada dada sebelah kiri Cedera jaringan lunak,
cedera/hilangnya kontinuitas
DO : struktur tulang
1) Pasien Nampak
meringis kesakitan Adanya luka pascatrauma,
sambil memegangi pergerakan fragmen tulang
dada kirinya.
2) P : trauma dada akibat Nyeri Akut
kecelakaan
3) Q : seperti tertekan atau
tertimpa benda yang
berat
4) R : dada sebelah kiri
5) S : 7
6) T : hilang timbul,
meningkat jika ada
aktivitas.
3. DS : Trauma pada toraks Intoleransi aktivitas
1) Klien merasa lemah
2) Sesak Cedera jaringan lunak,
cedera/hilangnya kontinuitas
DO : struktur tulang
1) Pasien sesak
2) Pasien tirah baring Adanya luka pasca trauma
dan pemasangan WSD

Intoleransi Aktivitas

30
4. DS : - Trauma pada toraks Resiko tinggi infeksi
DO :
1) Adanya pemasangan Cedera jaringan lunak,
WSD cedera/hilangnya kontinuitas
2) TTV : RR= 32 x/ mnt, struktur tulang
N= 90 x/ mnt, TD=
100/ 70 mmHg, T= Adanya luka pasca trauma
36oC dan pemasangan WSD
3) Area pemasangan WSD
kemerahan. Ketidak adekuatan perawatan
luka dan WSD

Resiko tinggi infeksi

3.5 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
terhadap adanya darah di rongga pleura.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pemasangan WSD.
4) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree akibat
luka penusukan tindakan WSD.

3.6 Intervensi Keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
terhadap adanya darah di rongga pleura.
Domain 12 Kenyamanan
Kelas 1 Kenyamanan Fisik

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (1400)

31
keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat 1) Lakukan pengkajian nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: komprehensif yang meliputi lokasi,
Kontrol Nyeri (1605) karakteristik, onset/durasi,frekuensi,
1) 160501 Menggambarkan faktor kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
penyebab (4) atau faktor pencetus.
2) 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi 2) Observasi adanya petunjuk nonverbal
(4) mengenai ketidaknyamanan terutama
3) 160505 Menggunakan analgesik yang pada mereka yang tidak dapat
direkomendasikan (4) berkomunikasi secara efektif.
4) 160507 Melaporkan gejala yang tidak 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
terkontrol pada profesional kesehatan (4) pasien dilakukan perawatan yang ketat
5) 160509 Mengenali apa yang terkait 4) Evaluasi pengalaman nyeri di masa
dengan gejala nyeri (4) lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau nyeri yang
Nyeri: Efek yang Mengganggu (2101) menyebabkan disability atau
1) 210113 Gangguan pergerakan fisik (4) ketidaknyamanan atau kecacatan
2) 210127 Ketidaknyamanan (4) dengan tepat.
3) 210134 Gangguan aktifitas fisik (3) 5) Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lainnya, mengenai
Tingkat Nyeri (2102) efektifitas tindakan pengontrolan nyeri
1) 210201 Nyeri yang dilaporkan yang pernah digunakan sebelumnya.
2) 210204 Panjangnya episode nyeri 6) Berikan informasi mengenai nyeri,
3) 210206 Ekspresi nyeri wajah seperti penyebab nyeri, berapa nyeri,
akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan.
7) Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (misalnya farmakologi,
nonfarmakologi, interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai
dengan kebutuhan.

32
Terapi Latihan : Mobilitas
(Pergerakan) Sendi (0224)
1) Tentukan batasan pergerakan sendi dan
efeknya terhadap fungsi sendi
2) Monitor lokasi dan kecenderungan
adanya nyeri dan ketidaknyamanan
selama pergerakan/aktivitas
3) Bantu pasien mendapatkan posisi
tubuh yang optimal untuk pergerakan
sendi pasif maupun aktif
4) Bantu untuk melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan teratur sesuai
kadar nyeri yang bisa ditoleransi,
ketahanan dan pergerakan sendi
5) Tentukan perkembangan terhadap
pencapaian tujuan
Terapi Latihan : Kontrol Otot (0226)
1) Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik,
okupasional dan rekreasional dalam
mengembangkan dan menerapkan
program latihan sesuai kebutuhan
2) Inisiasi pengukuran kontrol nyeri
sebelum memulai latihan atau aktivitas
3) Ulangi instruksi yang dilakukan pada
pasien mengenai cara yang tepat dalam
melakukan latihan untuk
meminimalkan cedera dan
memaksimalkan efeknya
4) Latih pasien secara visual untuk
melihat bagian tubuh yang sakit ketika

33
melakukan ADL (kegiatan sehari-hari)
atau latihan jika diindikasikan
5) Bantu pasien untuk membuat protokol
latihan (meningkatkan) kekuatan,
ketahanan dan kelenturan

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak


maksimal karena trauma.
Domain 4 : Actrivity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Domain 2 Psychological : Complex
2x24 jam diharapkan pola nafas pasien Class K. Respiratory Management
menjadi efektif dengan kriteria hasil : 3350 Respiratory Monitoring
0403 Respiratory Status: Ventilation 1) Monitor rate, ritme, kedalaman napas.
1) 040301 respirasi rate 2) Catat jika ada perubahan bentuk dada.
2) 040302 ritme respirasi 3) Monitor adanya gangguan pola napas
3) 040324 kapasitas tidal seperti hiperventilasi, napas kusmaul.
4) 040309 penggunaan otot bantu napas 4) Monitor kelemahan dari otot
diafragma.
5) Monitor level saturasi oksigen.
Domain 4. Safety
Skala 1 : Severe deviation from normal Class V. Risk Management
range 6680 Vitl Signs Monitor
Skala 2 : Substantial deviation from normal 1) Monitor tekanan darah, nadi,
range temperatur daan RR.
Skala 3 : Moderate deviation from normal 2) Monitor adanya tanda hipotermi
range maupun hipertermi.
Skala 4 : Mild deviation from normal range 3) Monitor warna kulit, suhu.
Skala 5 : None deviation from normal
range

34
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pemasangan WSD.
Domain 4 : Actrivity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Domain 2 Psychological : Complex
2x24 jam diharapkan pasien bertoleransi Class K. Respiratory Management
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil : 3320 Oxygen Thearpy
Domain I Functional Health 1) Pastikan kepatenen jalan napas.
Class A-Energy Maintenance 2) Instruksikan pasien untuk
0005 Activity Tolerance : mendapatkan terapi oksigen.
1) 000502 nadi saat aktivitas 3) Observasi tanda-tanda vital.
2) 000508 Mudah untuk bernapas 4) Monitor kemampuan pasien untuk
3) 000504 tekanan darah systole saat mengembalikan kemampuan
aktivitas oksigenasi.
4) 000505 tekanan darah diastole saat 5) Observasi adanya pembatasan klien
aktivitas dalam melakukan aktivitas.
6) Bantu klien untuk mengidentivikasi
0007 Fatigue Level : aktivitas yang mampu dilakukan.
1) 000708 sakit kepala 7) Monitor respon kardiovaskuler
2) 000711 nyeri otot terhadap aktivitas (takikardi, distrimia,
3) 000712 nyeri sendi sesak nafas, diaporesis, pucat,
4) 000713 malaise perubahan hemodinamik).
5) 040301 respirasi rate
6) 040302 ritme respirasi
7) 040324 kapasitas tidal
8) 040309 penggunaan otot bantu napas

Skala 1 : Severe compromised


Skala 2 : Substantial compromised

35
Skala 3 : Moderate compromised
Skala 4 : Mild compromised
Skala 5 : None compromised

4) Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree akibat
luka penusukan tindakan WSD.
Domain 11 : Safety/Protection
Kelas 1 : Infection
NOC NIC
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Wound Care (3660):
selama 3x24 jam klien mendapatkan 1) Monitor karakteristik luka termasuk
tindakan penyembuhan luka (1103) dengan drainase, warna, ukuran dan bau
kriteria hasil: 2) Membersihkan luka dengan normal
1) Klien dapat menjaga drainase purulen saline
dengan baik (4) 3) Menggunakan dressing sesuai dengan
2) Terlihat penurunan ukuran luka (4) tipe luka
3) Granulasi tampak pada luka (5) 4) Mempertahankan teknik steril ketika
4) Peradangan luka berkurang (5) perawatan luka
5) Merubah posisi klien setiap 2 jam
6) Memberi informasi kepada klien dan
keluarganya mengenai tanda dan
gejala infeksi
7) Menggunakan alat pengurang tekanan
pada tumpuan luka seperti pemberian
gel, bantalan tangan dan kaki

36
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada
bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengaikibatkan darah
mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Hemothoraks dibagi berdasarkan klasifikasi menjadi hemothoraks kecil (minimal),
hemothoraks sedang (moderate), dan hemothoraks besar (massive). Gejala yang
ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah
yang terakumulasi.
Pemeriksaan dapat dilakukan untuk evaluasi hemothoraks ialah radiografi dada.
Selain radiografi dada, ultrasonografi dada dan ct-scan juga dijadikan sebagai
evaluasi diagnostik yang pertama pada pasien dengan hemothoraks. Komplikasi yang
akan timbul pada pasien dengan hemothoraks ialah syok hipovolemik dan pleural
sepsis atau pleural empyema. Penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah
dengan mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara
chest tube, video-assisted thoracoscopy (vats), thoracotomy, dan trombolitik agen.
Penting bagi seorang perawat melakukan penanganan secara tepat dan cepat
dengan memperhatikan tanda-tanda kegawatan pernafasan pada trauma dada,
sehingga diharapkan perawat mampu secara profesional mencegah akibat buruk dari
hemothoraks. Selain itu, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
untuk pasien dengan hemothoraks.

4.2 Saran
Diharapkan dengan penulisan makalah ini, mahasiswa mampu memahami dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien hemothoraks secara komprehensif,
sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup pasien.

37
DAFTAR PUSTAKA

Boersma, Wim G. 2010. Treatment of Haemothorax. Elsevier, Volume 104 Issue 11.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611110003513 (diakses
tanggal 9 September 2017).

Diane C. Baughman, JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakata:


EGC.

Gloria M. Bulechek et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). St Louis,


Missouri. Mosby.

John Wiley & Sons. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification 2015-
2017. UK: Wiley Blackwell.

Khoschnau, et al. 2012. Delayed Post Traumatic Haemothorax. Hamad, Vol. 10.
http://www.qscience.com/doi/pdf/10.5339/jemtac.2012.10?cookieSet=1. (diakses
10 September 2017).

Mahoozi, Hamid Reza, et al 2016. Modern Management of Traumatic Hemothoraks.


J Trauma Treat, Vol. 5 Issue 3. https://www.omicsonline.org/open-access/modern-
management-of-traumatic-hemothoraks-2167-1222-1000326.pdf (diakses tanggal
10 September 2017).

Mancini, Marry C. 2017. Haemothorax.


http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a8 (diakses tanggal 9
September 2017).

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Oncel, et al. 2017. Recognition and Management of Traumatic Massive


Haemothorax: Evaluation of 67 Cases. Remedy Publications LLC, Vol. 2 Article

38
1555. https://www.clinicsinsurgery.com/pdfs_folder/cis-v2-id1555.pdf (diakses
tanggal 10 September 2017).

Rodolfo, Valentin, et al. 2013. Thoracoscopy and Massive Haemothorax in


Hemodynamically Stable Patients. J Trauma Treat, Vol. 2 Issue 1.
https://www.omicsonline.org/open-access/thoracoscopy-and-massive-
hemothoraks-in-hemodynamically-stable-patients-2167-1222.1000161.pdf
(diakses tanggal 10 September 2017).

Sue Moorhead et al . 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement


of Health Outcomes. St Louis, Missouri. Mosby.

39
LAMPIRAN 1

WOC (Web of Caution) Hemothoraks

Traumatik

Trauma Tumpul Trauma Tajam

Tulang rusuk menyayat Robeknya selaput


jaringan paru-paru/arteri pembungkus paru
(membrane serosa)

Trauma pada thorax Pendarahan jaringan Darah berkumpul di


interstitium, perdarahan rongga pleura
intraalveolar
Cedera jaringan lunak /
hilangnya kontinuitas Tindakan pemasangan WSD
struktur tulang Reabsorpsi darah oleh
pleura tidak optimal
Adanya luka pasca Perawatan luka dan portal
trauma, pergerakan WSD yang tidak adekuat
fragmen tulang Darah berkumpul di dalam
rongga pleura > 1,5 L
MK : Resiko Infeksi
MK : Nyeri Akut
HEMOTORAKS

Adanya pemasangan WSD

Klien mengatakan lemah, dan Cedera jaringan lunak / Hipoksia


tidak mampu beraktivitas hilangnya kontinuitas
struktur tulang
Pasokan darah ke
MK : Intoleransi Aktivitas Pulmo distusisi kolaps jaringan menurun (O2 ke
jaringan juga menurun)

Hipoksia, Takipnea,
dyspnea Sianosis pada ekstremitas
dan lemas

MK : Ketidakefektifan
Pola Napas 40 MK : Penurunan Perfusi
Jaringan

Anda mungkin juga menyukai