PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum wanita yang
memperhatikan kesehatan reproduksi karena hal tersebut berdampak pada
berbagai aspek kehidupan. Salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang
insidensinya terus meningkat adalah mioma uteri. Mioma uteri menempati urutan
kedua setelah kanker serviks berdasarkan jumlah angka kejadian penyakit.
Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan
penyakit multifaktor karena memiliki banyak faktor dan resikonya meningkat
seiiring dengan bertambahnya usia.
Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus mioma uteri dari 341
wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Penelitian
Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348
wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan (2006) di
Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi dengan
prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria (Departement of
Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan mioma
uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%. Penelitian
Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology,
Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri, dan 77
kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan 45 kasus
terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%.
Berdasarkan multifaktor tersebut, kewaspadaan wanita terhadap resiko mioma
uteri sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat berpengaruh dalam
menjawab kebutuhan klien dengan mioma uteri. Yaitu memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien dengan mioma uteri serta menjalankan fungsi
perannya sebagai health educator.
1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari Mioma Uteri?
2) Apa etiologi dan faktor penyebab terjadinya Mioma Uteri?
3) Bagaimana patofisiologi dari Mioma Uteri?
4) Apa saja manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan Mioma Uteri ?
5) Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan Mioma Uteri ?
6) Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosa Mioma
Uteri ?
7) Apa komplikasi dari Mioma Uteri?
8) Bagaimana prognosis dari Mioma Uteri?
9) Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan Mioma Uteri ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Mioma Uteri.
2
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien dengan
Mioma Uteri
8. Megetahui dan memahami dari prognosis pada Mioma Uteri
9. Mengetahui, memahami dan menyusun asuhan keperawatan pada
klien dengan Mioma Uteri
1.4 Manfaat
1) Mahasiswa mampu memahami tentang Mioma Uteri sehingga dapat
menunjang pembelajaran perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan
Reproduksi I.
2) Mahasiswa mampu memahami proses asuhan keperawatan yang
dilakukan pada klien dengan Mioma Uteri sehingga dapat menjadi
bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan selama dirumah
sakit.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mioma Uteri
Leiomioma (mioma) adalah tumor benigna yang berasal dari sel-sel otot
dan mengandung sejumlah jaringan fibroid. (Yabokus,2006)
Mioma adalah tumor jinak yang letaknya di rahim. Ada tiga jenis mioma, yaitu :
a) mioma yang terletak di lapisan luar (subserosum)
b) mioma yang letaknya di jaringan otot (intramuskular)
c) mioma yang berada di dalm rahim (submukosum).
Sering, gangguan ini tidak menimbulkan gejala di awal keberadaannya.
Namun, jika mioma semakin membesar akan timbul rasa nyeri di sekitar perut.
Gejala lain yang mungkin muncul , seperti masa menstruasi yang lama dan
gangguan saat menstruasi . akibat mioma , seorang wanita akan sulit hamil.
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus (tumor jinak
uterus yang berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga
berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya
dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos yang imatur
dan elemen jaringan penyambung fibrosa sehingga dapat disebut juga
leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005).
Leiomyoma atau mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas
tegas, disebut juga fobroid, mioma, fibroma, dan fibromioma (Pierce, 2005).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya,
sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak
serta otot rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
4
Gambar 1. Mioma Uteri
5
Posisi Mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%,
sisanya adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat
ditemukan sebagai berikut:
1. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt.
2. Mioma Intramural
Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut myometrium.
3. Mioma subserosa
Mioma subserosa apabila mioma tumbuh kearah keluar dinding uterus
sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma
subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus,
sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya
ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol
ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk
bulan sabit.
6
Leiomyoma adalah tumor pelvis yang paling banyak ditemukan (20-25%) pada
wanita umur reproduktif.(Yabokus,2006)
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum
diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri,
yaitu:
1. Teori Stimulasi : berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi
dengan alasan :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma
uteri
2. Menurut teori Cell Nest, mioma terjadi karena perubahan hormone
estrogen yang berlebihan meskipun sering mioma dikarenakan faktor
genetic. Penelitian menyebutkan, 20% atau satu dari lima wanita
mengalami hal itu. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap wanita
melakukan pemeriksaan dalam secara teratur. Utamanya, wanita yang
keluarganya mempunyai riwayat mioma. Dokter biasanya akan melakukan
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan dengan menggunakan USG.
Menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan
pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil
dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa
hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level
yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa
7
konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi
dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase
proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2005).
c. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF- (a myoma-
related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang
tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini
mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi
esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005).
Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu
meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
e. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan
prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging
sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan
insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden
mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau
phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007)
f. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus
kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri
(Manuaba, 2007).
8
g. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi
melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
h. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan
penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen
menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin
(Parker, 2007).
9
Penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum masa pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormone reproduksi,
dan hanya bermanifestasi selama usia produktif. Umumnya mioma terjadi di
beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam
penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan tampak secara mikroskopik
yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi. Walaupun seringkali
asimptomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi seperti
metroragia, nyeri, menoragia,hingga infertilitas. Perdarahan yang disebabkan oleh
mioma merupakan indikasi utama histerektomi di amerika serikat.
10
kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapiran
endometrium.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri
dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan
perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural
(58%:13%) dan mioma submukosum (21%:1%) dibanding dengan wanita
penderita mioma uteri yang asimtomatik (Hadibroto, 2005).
3) Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat
dan peradangan (Prawirohardjo, 2007).
Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan
degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai
maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan
bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa
nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior
(Hadibroto, 2005).
4) Gejala tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat
menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2007).
Penekanan pada rahim yang membesar dapat mengakibatkan:
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Gejala traktus urinarius: urine frekuensi, retensi urine, obstruksi
ureter, dan hidronefrosis.
c. Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal
11
d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf
5) Infertilitas dan Abortus
Infertilitas akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang letaknya
pada komu. Perdarahan secara kontinu pada pasien mioma submukosa dapat
menghalangi implantasi. Pada pasien mioma intramural dan submukosa dapat
terjadi peningkatan aborsi dan kelahiran prematur.
6) Kongesti vena
Disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas
bawah, hemorrhoid, nyeri, dan dyspareunia.
7) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Pengaruh kehamilan dan persalinan dapat menimbulkan perubahan pada
mioma uteri:
1. Tumor cepat bertambah besar karena pengaruh hormon estrogen yang
meningkat pada kehamilan.
2. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas dan
degenerasi karnosa. Tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan
berwarna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi
perdarahan.
3. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi
(terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan
nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasakan nyeri hebat pada perut
(sindrom abdomen akut).
4. Kehamilan dapat mengalami keguguran.
5. Persalinan prematuritas.
6. Gangguan proses persalinan.
7. Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
8. Dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
12
2.6 Penatalaksanaan Mioma Uteri
1. Uterine-sparing surgery
Pengangkatan mioma hanya direkomendasikan bila terdapat hal-hal
berikut
a. Subserosa moma uteri dengan modifikasinya
b. Bila perdarahan cukup banyak dan membahayakan penderita, sebagian
besar dilakukan histerektomi sehingga akan merugikan penderita bila
ingin dilakukan enuklisasi mioma harus dapat dilakukan dengan teknik
operasi khusus.
2. Miomektomi
Dianjurkan apabila pasien hendak mempertahankan atau meningkatkan
potensinya untuk hamik. Polip fibroid yang sudah keluar melalui serviks yang
dilatasi dapat diambil melalui vagina dengan menjepit dan memotong
pendikelnya.
Gambar 4. Miomektomi
13
mengukur akurasi diagnostic ketebalan endometrium untuk deteksi patologi
intra uteri.
3. 3 dimensional sonography
Transvaginal 3-D ultrasonography sangat akurat untuk diagnosis dan
klasifikasi dari kelainan congenital uterus lebih dari hysteroscopy dan MRI.
14
4. Darah lengkap
5. Urine lengkap
6. Pemeriksaan beta-hCG dan serum
7. Pemeriksaan T3 dan T4 : Tampak tanda tiroksikosis atau hipertiroid
15
4. Perlekatan pasca miomektomi
5. Terjadinya rupture/ robekan rahim, apabila pederita hamil setelah
miomektomi
Menurut Faisal, Yatim (2005) komplikasi mioma uteri antara lain:
1. Perdarahan pervagina berat juga menimbulkan kondisi kurang darah
(anemia).
2. Penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan sulit BAB (konstipasi)
atau hemorrhoid. Gejala ini bisa dikurangi dengan makan sayur dan buah
setiap hari disertai minum air sehari-hari serta makanan banyak biji-bijian.
Bila perlu diberikan obat pencahar untuk mengatasi konstipasi.
3. Uterus robek (rupture) dalam keadaan hamil atau plasenta acreta (akar
jaringan plasenta menyusup sampai otot jaringan plasenta) dan increta atau
tonus uterus kurang dan kemudian perdarahan uterus.
16
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI
3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan,
dan pekerjaan
2. Keluhan utama
Klien biasanya merasakan nyeri panggul kronik.Nyeri bisa terjadi saat
menstruasi, setelah berhbungan seksual, atau ketika terjadi penekanan
pada panggul.Nyeriterjadi karena terpuntirnya mioma yang bertangkai,
pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi
(kematian sel) dari mioma.pasien biasanya mengalami perdarahan
akibat penekanan pembuluh darah pada area uterus. Keluhan lain yang
dirasakan pasien dapat berupa lemah, lelah dan lesu akibat perdarahan
yang dialami pasien.
2. Riwayat kesehatan klien
Sejak kapan klien menderita penyakit, Apakah klien pernah
mengalami tindakan operasi pengangkatan sel tumor atau rahim.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit mioma uteri.
17
6. System musculoskeletal : merasa lemah,
C. Pemeriksaan penunjang
1. USG
Pemeriksaan USG menghasilkan gambaran yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun perbesaran uterus
2. Histeroskopi
Terlihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta
bertangkai
3. MRI
Mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium normal.
18
membrane mukosa
kering, kelemahan
dan penurunan berat Perdarahan berulang
badan secara tiba-tiba
Deficit volume cairan
3. DS: pasien Perbesaran uterus Gangguan eliminasi
mengatakan tidak urin/retensi
dapat berkemih dan Menekan kandung
kandung kemih terasa kemih
penuh
DO: distensi
kandung kemih, urin Gangguan eliminasi
menetes, terdapat urin urin/retensi
residu, haluaran urin
sering dan sedikit atau
tidak ada
4. DS: pasien Perbesaran uterus Gangguan eliminasi
menyatakan nyeri saat fekal/konstipasi
defekasi, perasaan Menekan rektum
penuh atau tekanan
pada rectum, merasa
tidak nafsu makan Gangguan eliminasi
(anoreksia) fekal/konstipasi
DO: terjadi
perubahan pola
defekasi; terdapat
distensi abdomen;
feses yang kering,
keras, dan padat;
flatus berat; mengejan
saat defekasi
5. DS: - Ruptur pembuluh darah Deficit perawatan diri
19
3.3 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan spasme reflek otot uterus
2. Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung kemih
4. Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum
5. Deficit perawatan diri, berhubungan dengan keletihan akibat anemia
20
2. Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
Tujuan/ kriteria evaluasi dari NOC:
1. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan
a. Hemoglobin dan hematokrit pasien dalam batas normal
b. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam
waktu 24jam
c. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembab maupun
berkeringat)
d. Memiliki asupan cairan oral/intravena yang adekuat
2. Keseimbangan elketrolit dan asam-basa akan tercapai, dibuktikan dengan:
frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan, elektrolit serum
(Na, K, Ca,Mg, dll) dalam batas normal
Intervensi :
1. Pengkajian
a. Pantau jumlah, warna dan frekuansi kehilangan cairan
b. Pantau perdarahan yang dikeluarkan melalui daerah vagina
c. Pantau status hidrasi (misalnya kelembapan mukosa oral, keadekuatan
nadi,dan tekanan darah ortostatik)
d. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas
serum, dan berat jenis urin)
2. Aktivitas kolaboratif:
a. Laporkan abnormalitas elektrolit
b. Pengaturan cairan (NIC): atur ketersediaan darah untuk transfuse, bila
perlu; berikan ketentuan penggantian NGT berdasarkan haluaran,
sesuai dengan kebutuhan; berikan terapi IV, sesuai anjuran
3. Aktivitas lain:
a. Tentukan jumlah cairan yang masuk selama 24 jam, hitung asupan
yang diinginkan sepanjang siang sore, dan malam hari.
21
b. Pengaturan cairan (NIC): tentukan asupan oral (misalnya, berikan
cairan oral yang disukai pasien; letakkan pada tempat yang mudah
dijangkau; dan berikan air segar), sesuai dengan keinginan
c. Pasang kateter urin bila perlu
d. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan
22
c. Perawatan retensi urin (NIC): berikan privasi untuk eliminasi,
stimulasi reflek kandung kemih dengan menmpelkan es ke abdomen
dana menekan bagian dalam paha atau mengalirkan air, berikan cukup
waktu untuk pengosongan kandung kemih (10 menit), lakukan
kateterisasi untuk mengeluarkan urin residu (jika diperlukan), dan
pasang kateter urin (jika diperlukan).
4. Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum
Tujuan / criteria evaluasi NOC:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan; feses lembut dan
berbentuk
2. Pasien dapat mengeluarkan feses tanpa bantuan obat-obatan maupun
yang lainnya
3. Pasien akan menunjukkan pengetahuan program defekasi yang
dibutuhkan untuk mengatasi efek samping pengobatan
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan frekuensi, warna, konsistensi feses, keluarnya
flatus, ada atau tidaknya bising usus dan distensi abdomen 0pada
keempat kuadran.
2. Informasikan kepada pasien kemungkinann konstipasi yang dirangsang
oleh obat
3. Ajarkan pasien tentang efek diet (misalnya cairan dan serat) pada
eliminasi
4. Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah
perubahan tanda vital, sakit kepala atau perdarahan.
5. Kolaborasi: pemberian obat pelembut feses seperti enema dan laksatif,
konsultasikan kepada ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan
dalam diet
23
1. Pasien akan menerima bantuan atau perawatan total dari pemberi
asuhan, jika diperlukan
2. Pasien dapat mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan hygiene oral
3. Pasien dapat mempertahankan mobilitas yang diperlukan utnuk ke
kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
4. Pasien mampu menghidupkan dan mengatur pancaran dan suhu air
5. Pasien mampu membersihkan dan mengeringkan tubuh
6. Pasien mampu melakukan perawatan mulut
7. Pasien mampu menggunakan deodorant
Intervensi NIC:
1. Pengkajian:
a. Kaji kemampaun untuk menggunakan alat bantu
b. Kaji membrane mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari
c. Kaji kondisi kulit saat mandi
d. Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi
e. Pantau kebersihan kuku sesuai kemampuan perawatan diri pasien
2. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga : anjurkan pasien dan keluarga
penggunaan metode alternative untuk mandi dan hygiene oral
3. Aktivitas kolaboratif: rujuk pasien dan keluarga ke layanan social untuk
perawatan di rumah, gunakan ahli fisioterapi dan terapi okupasi sebagai
sumber-sumber dalam merencanakan tindakan perawatan pasien
(misalnya, untuk menyediakan perlengkapan adaptif)
4. Aktivitas lain:
a. Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan hygiene oral,
bantu pasien hanya jika diperlukan
b. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
c. Akomodasi pilihan dan kebutuhan klien seoptimal mungkin
(misalnya, mandi rendam vs. shower, waktu mandi, dll.)
24
d. Bantuan perawatan diri : Mandi/Higiene (NIC): berikan bantuan
sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan diri,
letakkan sabun, handuk, deodorant, alat cukur, dan peralatan lain
yang dibutuhkan disamping tempat tidur atau kamar mandi; fasilitasi
pasien untuk menyikat gigi jika perlu.
e. Cukur pasien, jika diindikasikan
f. Tawarkan untuk mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum
makan.
25
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Kasus
Ny. M berumur 37 tahun merasakan ada benjolan kecil pada perut bagian bawah
sejak 2 tahun yang lalu, pasien menganggap hal itu biasa saja, semakin lama
semakin bertambah besar disertai dengan rasa nyeri yang hilang timbul saat
menstruasi. Lalu pada tanggal 17 April 2014 Ny. M mengalami perdarahan dari
vagina dengan 34x ganti pembalut per hari disertai nyeri hebat di perut bagian
bawah yang menetap dengan perdarahan yang segar, bau amis dan encer. Pasien
merasa takut dan pergi berobat ke RSU Dr. Soetomo pada 19 April 2014, pasien
terlihat lemas dan pucat dan saat dilakukan pengkajian didapati tekanan darah
=100/70 mmHg, RR =26 x/mnt, Nadi=55 x/mnt, Suhu =380C, BB = 45kg,
Compos Mentis dengan skala nyeri 7.
b. Keluhan Utama
Nyeri hebat di perut bagian bawah.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu : -
26
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M berumur 37 tahun merasakan ada benjolan kecil pada perut
bagian bawah sejak 2 tahun yang lalu, pasien menganggap hal itu
biasa saja, semakin lama semakin bertambah besar disertai dengan
rasa nyeri yang hilang timbul saat menstruasi. Lalu pada tanggal 17
April 2014 mengalami perdarahan abnormal dari vagina dengan34x
ganti pembalut/hari disertai nyeri hebat di perut bagian bawah yang
menetap dengan perdarahan yang segar, bau amis dan encer.
e. Riwayat Menstruasi
- Siklus : Tidak teratur
- Lama : 7-8 hari
- Banyaknya : Ganti 3 4 pembalut/hari
- Warna Darah : darah segar, bau amisdan encer
- Dysmenorrhea : Sebelum, selama maupun setelah haid
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut keterangan suami, Ny. M pasien tidak pernah mengalami
penyakit serius dan menurut anggota keluarga tidak ada anggota
keluarga yang mengalami penyakit seperti yang diderita pasien dan
tidak ada penyakit keturunan.Pasien memiliki 2 anak.
g. Riwayat / Keadaan Psikologis
Pasien merasa takut dalam menghadapi penyakitnya.
h. Pemeriksaan Fisik
KU : lemas, pucat
1) B1 (breathing) :-
2) B2 (blood) : TD=100/70 mmHg, nadi=55x/mnt, terdapat
perdarahan pervaginam
3) B3 (brain) : Tingkat kesadaran = compos mentis
4) B4 (bladder) : Warna urine kekuningan dengan bau khas
amoniak, nyeri tekan pada vesika urinaria.
27
5) B5 (bowel) : saat palpasi abdomen teraba adanya benjolan padat
dan kenyal pada perut bagian bawah.
6) B6 (bone) :-
28
4.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. pembesaran organ.
2. Ansietas b.d. perubahan status kesehatan.
3. Risiko tinggi gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan masif pervaginam
4. Atur posisi senyaman mungkin Mengurangi rasa tertekan pada perut bagian
bawah dan mengontrol rasa nyeri
29
2. Berikan informasi akurat, konsisten Dapat menurunkan ansietas dan
mengenai prognosis memungkinkan pasien membuat keputusan /
pilihan berdasarkan realita
2. Observasi jumlah perdarahan yang Menentukan jumlah darah yang hilang untuk
terjadi menentukan tindakan selanjutnya
30
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus (tumor jinak
uterus yang berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga
berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya
dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos yang imatur
dan elemen jaringan penyambung fibrosa sehingga dapat disebut juga
leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan
lamban laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun
semacam pseudekapsula atau simpai yang mengelilingi tumor didalam uterus
mungkin terdapat satu mioma atau banyak. Walaupun mioma tidak mempunyai
kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan snagat mudah dibebskan
dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas(enuklasi).
5.2 Saran
1. Makalah ini adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan
pasien dengan Mioma Uteri sehingga diharapkan bermanfaat bagi pembaca
yang membutuhkan.
2. Makalah ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan
perbaikan makalah ini agar lebih baik dan lengkap.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Mioma Uteri.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bosteels, Jan, et al. 2013. Hysteroscopy for Treating Subfertility Associated with
Suspected Major Uterine Cavity Abnormalities. Cochrane Library. 31 Januari
2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD009461.pub2/abstract
8 September 2015 10:35 WIB
Faivre, Erika MD. 2012. Accuracy of Three-Dimensional Ultrasonography in
Differential Diagnosis of Septate and Bicornuate Uterus Compares with Office
Hysteroscopy and Pelvic Magnetic Resonance Imaging Journal of Minimally
Invasice Gynecology Volume 19 Issue 1, January-February 2012, Pages 101-
106. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1553465011011812 9
September 2015 11:53 WIB
Giannella, L., et al. 2014. Diagnostic Accuracy of Endometrial Thickness for The
Detection of Intra-Uterine Pathologies and Appropriateness of Performed
Hysteroscopies Among Asymptomatic Postmenopausal Women. European
Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. Volume 177,
June 2014, Pages 2933.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0301211514001754 8915
1038 9 September 2015 13:18 WIB
Horng, Huann Cheng. 2014. Uterine-Sparing Surgery for Adenomyosis and/or
Adenomyoma. Taiwanese Journal of Obstetrics and Gynecology. Volume 53,
Issue 1, March 2014, Pages 37.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1028455914000035?np=y
diakses 9 September 2015 13:13 WIB
Manuaba, Ida Bagus Gde, Prof. dr. Sp. OG. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik
Obstetri & Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Manuaba, I. B., 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
32
Parker, W. H., 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine
Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School
of Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine.
Serno, J., et al. 2015. Does Any Imaging Method Allow Distingishing Between
Myoma and Sarcoma?. Cross Mark. Curr Obstet Gynecol Rep (Juli 2015)
4:149-151. http://link.springer.com/article/10.1007/s13669-015-0121-3#page-1
9 September 2015 11:47 WIB
Siswadi, Yakobus.2006. Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas .
Jakarta: EGC.
Stamatopoulos, Charalampos P. 2012. Value of Magnetic Resonance Imaging in
Diagnosis of Adenomyosis and Myomas of the Uterus. Journal of Minimally
Invasive Gynecology. Volume 19, Issue 5, September-October 2012, pages 620-
626. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1553465012002956 9
September 2015 11:51 WIB
Taber, Ben-Zion, M.D. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiryoharjo. Jakarta
33