Disusun Oleh:
Menyetujui
2.6 Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien
dengan prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar
dari alat kelaminnya Wiknjosastro et.al., 2009). Pasien biasanya
mengeluhkan:
a. Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
b. Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau kadang-
kadang keluar dari vagina.
c. Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
d. Nyeri pada saat berhubungan.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan
Little menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok
disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah
portio uteri pada posisi normal atau portio telah sampai introitus vagina,
atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan
penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari ukuran normal
dinamakan elongasio kolli. Berikut adalah stadium untuk prolaps uteri:
Lima stadium untuk prolaps.
1) Stadium 0: Tidak ada prolaps.
2) Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas
himen.
3) Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.
4) Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm dibawah
himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
5) Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.
2.8 Penatalaksanaan
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala.
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang
lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi
lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala
untuk mencari perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air
kecil atau buang air besar terhambat, erosi vagina).
2. Terapi Konservatif
a. Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi
miksi. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of
conservative management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang
mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air
kencing dan tiba-tiba menghentikkanya (Schorge et.al., 2008).
b. Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh
karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh
86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina
bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus tidak
dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling
baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik.
Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier
(Schorge et.al., 2008).
Indikasi penggunaan pessarium:
a) Kehamilan.
b) Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
c) Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan.
d) Penderita menolak untuk dioperasi.
e) Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu perasi
dapat dilakukan.
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani
pula. Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274
operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan
bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina
pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan
untuk masih mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat
prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps uterus
sebagai berikut:
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
b. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo
ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus
prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya
uterus dapat dicegah
c. Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari
d. Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina
depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup
dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak
hilang
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan serviks uteri
menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat
laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjur.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, karena
tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh
darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang
terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
4. Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina
atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
2.10Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps
derajat awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama
sekali. Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah
perburukan prolaps derajat awal.
2.11WOC
Faktor Penyebab
- Partus berulang
- Partus dengan penyulit Menopause
- Meneran sebelum pembukaan lengkap
- Laserasi dinding vagina bawah
- Pengeluaran plasenta secara paksa Esterogen menurun
- Nulipara dengan kelainan bawaan
- Asites, tumor di area pelvis
Dinding
Kelemahan ligament dan otot dasar panggul Fascia dinding anterior
anterior
vagina vagina menurun
menurun
Dinding superior posterior vagina
Vesika menurun Rektokel
urunaria
penuh
Enterokel MK:
Penonjolan KONSTI
dinding anterior PASI
pesterior Inkaserta usus halus
Sistokel
PROLAPS
UTERI
MK: INKONTINENSIA
URINE
Infertilitas
Hipertrofi Dekubitus
Kurang Post
pengetahuan operasi
MK:
MK: DEFISIT NYERI
PENGETAHUAN AKUT
MK: ANSIETAS MK:
RISIKO
INFEKSI
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
1. Kasus
Ny. S berusia 55 tahun, datang seorang diri ke poli kandungan RSUD Dr.
Soetomo pada tanggal 20 Desember 2018 untuk kontrol rutin. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan turunya rahim hingga keluar dari vagina. Ibu tersebut
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. Keadaan ibu
sedang, rapi, bersih, dengan berat badan 80 kg, tinggi badan 156 cm, nadi 102
x/menit, suhu 36⁰C, RR 22x/menit. Diagnosa medis ibu tersebut adalah prolaps
uteri grade iv dengan hipertensi dan dibetes melitus tipe 2.
2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama Ibu: Ny. S Nama Suami: Tn S Ke: 1
Umur: 55 tahun Umur: 57 tahun
Agama: Islam Agama: Islam
Pendidikan: SMA Pendidikan: SMA
Pekerjaan: Tidak bekerja Pekerjaan: Swasta
Suku/Bangsa: Jawa Suku/Bangsa: Jawa
Alamat: Pacitan Alamat: Pacitan
c) Riwayat menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Siklus : 28-30 hari
Banyaknya : ganti pembalut 2x/hari
Lama : 7-8 hari
Dismenorhea : tidak ada
Menopouse : usia 47 tahun
Lain-lain:
d) Riwayat obstetri
P2002
Usia
KB/
Hamil Usia Jenis anak
Penolong Penyulit BB/PB Jenis/
ke- kehamilan persalinan saat
Lama
ini
1 36 Spontan Bidan Tidak 3100gr/48 34
minggu ada cm tahun
2 37 Spontan Bidan Tidak 3400 30
minggu ada gr/48 cm tahun
e) Pemeriksaan Fisik
B1 = RR : 22x/menit pola napas teratur suara napas vesikuler, kelainan bentuk
hidung atau dada tidak ada
B2 = Tekanan darah 122/75 mmHg, nadi 102x/menit, irama jantung normal,
konjungtiva anemis, hasil ekg (03-12-18) sinus takikardi adanya infark pada
anterior.
B3 = Suhu 36 ⁰C tidak ada gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, pasien
tidur lebih kurang 5 jam/hari
B4 = genital bersih, adanya penurunan uteri hingga keluar dari vagina, tidak ada
laserasi, miksi sering tapi sedikit, tidak ada perdarahan
B5 = Peristaltik 22x/menit, BAB sedikit, BB 80, TB 156 cm, IMT 34,6 dengan
interpretasi obesitas
B6 = Pergerakan sendi bebas Kekuatan otot
5 5
4 4
f) Pemeriksaan Penunjang
3. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Prolaps uteri Ansietas
- Merasa khawatir ↓
ketika akan dioperasi Uterus keluar dari vagina
- Merasa bingung akan ↓
kondisinya Persiapan penjadwalan
tindakan operasi
DO : ↓
- Tampak gelisah Ansietas
- Sulit tidur (hanya 5
jam/hari)
- Frekuensi napas
bertambah 22x/menit
- Frekuensi nadi
bertambah
102x/menit
DO :
Menunjukkan persepsi keliru
tentang penyakitnya
4. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas b.d penyakit yang diderita d.d pasien sulit tidur (D.0080)
2) Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi d.d pasien bertanya akan
penyebab – penyebab penyakitnya (D.0111)
5. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan Anxiety Reduction
penyakit yang tindakan perawatan (penurunan kecemasan)
diderita d.d selama 1x2 jam ansietas 1. Gunakan
pasien sulit tidur berkurang pendekatan yang
(D.0080) Anxiety Self-Control menenangkan
Kriteria Hasil: 2. Nyatakan dengan
1. Pasien mampu jelas harapan
mengidentifikasi terhadap kondisi
dan pasien
mengungkapkan 3. Jelaskan semua
gejala cemas prosedur dan apa
2. Mengidentifikasi, yang dirasakan
mengungkapkan selama prosedur
dan menunjukkan 4. Dengarkan dengan
teknik untuk penuh perhatian
mengontrol cemas 5. Dorong pasien
3. Vital sign dalam untuk
batas normal. mengungkapkan
4. Postur tubuh, perasaan,
ekspresi wajah, ketakutan, persepsi
bahasa tubuh dan 6. Instruksikan pasien
tingkat aktifitas menggunakan
menunjukkan teknik relaksasi
berkurangnya
kecemasan.
2. Defisit Setelah dilakukan Teaching : Disease
pengetahuan b.d intervensi selama 1x2 jam Process
kurangnya defisit pengetahuan dapat 1. Jelaskan tentang
informasi d.d teratasi patofisiologi dari
pasien bertanya Knowledge : Disease penyakit dan
akan penyebab Process bagaimana hal ini
– penyebab Kriteria Hasil: berhubungan
penyakitnya 1. Pasien dan dengan anatomi
(D.0111) keluarga dan fisiologi
menyatakan tubuh.
pemahaman 2. Gambarkan tanda
tentang kondisi dan gejala yang
penyakit, biasa muncul pada
prognosis, dan penyakit, dengan
program cara yang tepat.
pengobatan. 3. Sediakan
2. Pasien dan informasi kepada
keluarga mampu
menjelaskan pasien tentang
prosedur yang kondisi pasien.
dijelaskan secara 4. Diskusikan
benar. perubahan gaya
3. Pasien dan hidup yang
keluarga mampu mungkin
menjelaskan diperlukan untuk
kembali tentang mencegah
kondisi penyakit, komplikasi dimasa
prognosis, dan yang akan datang.
program 5. Instruksikan
pengobatan. pasien untuk
melaporkan ke tim
medis jika ada
perubahan tanda
dan gejala.
Ny. S berusia 55 tahun, datang seorang diri ke poli kandungan RSUD Dr. Soetomo
pada tanggal 20 Desember 2018 untuk kontrol rutin. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan turunya rahim hingga keluar dari vagina. Ibu tersebut memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. Keadaan ibu sedang, rapi, bersih,
dengan berat badan 80 kg, tinggi badan 156 cm, nadi 102 x/menit, suhu 36⁰C, RR
22x/menit. Diagnosa medis ibu tersebut adalah prolaps uteri grade IV dengan
hipertensi dan dibetes melitus tipe 2. Masalah keperawatan yang muncul pada Ny.
S adalah ansietas dan deficit pengetahuan.
1. Ansietas
Kelompok mengangkat masalah keperawatan ini karena berdasarkan SDKI (2016)
ansietas (kecemasan) merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Menurut SDKI (2016), dalam menegakkan masalah keperawatan ansietas harus
muncul gejala mayor dan gejala minor pada pasien. Gejala mayor diantaranya:
merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak
gelisah, sulit tidur, serta tampak tegang. Adapun gejala minor diantaranya:
frekuensi napas yang meningkat, frekuensi nadi yang meningkat, kontak mata yang
buruk, muka tampak pucat, serta suara yang bergetar.
Berdasarkan tanda klinis yang ditemukan pada Ny. S dalam menegakkan masalah
keperawatan ansietas yaitu klien merasa bingung dan tampak gelisah, sulit tidur,
serta terjadi peningkatan frekuensi napas (22x/menit). Tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Ny. S dalam mengatasi masalah keperawatan ansietas berdasarkan
NIC yaitu menggunakan pendekatan yang menenangkan, menyatakan dengan jelas
harapan terhadap kondisi pasien, menjelaskan semua prosedur tindakan operasi
dan apa yang dirasakan selama tindakan operasi, serta mengajarkan pasien
menggunakan teknik relaksasi napas dalam jika merasa cemas.
2. Defisit pengetahuan
Kelompok mengangkat masalah keperawatan ini karena berdasarkan SDKI (2016)
defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu. Penyebab dari masalah ini diantaranya adalah
keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran,
kurang terpapar informasi, serta ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Menurut SDKI (2016), dalam menegakkan masalah keperawatan defisit
pengetahuan harus muncul gejala mayor dan gejala minor pada pasien. Gejala
mayor diantaranya: klien menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan
perilaku tidak sesuai anjuran, dan menunjukkan persepsi keliru terhadap masalah.
Adapun gejala minor di antaranya adalah: menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,
dan menunjukkan perilaku berlebihan (apatis, agitasi, histeria).
Berdasarkan tanda klinis yang ditemukan pada Ny. S dalam menegakkan
masalah keperawatan defisit pengetahuan yaitu klien menanyakan masalah yang
dihadapi, serta menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah. Tindakan
keperawatan yang dilakukan pada Ny. S dalam mengatasi masalah keperawatan
defisit pengetahuan berdasarkan NIC yaitu menjelaskan tentang patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi tubuh,
menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat, memberikan informasi kepada pasien tentang kondisi pasien,
mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang, serta menginstruksikan pasien untuk
melaporkan ke tim medis jika ada perubahan tanda dan gejala.
DAFTAR PUSTAKA