Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PROLAPS UTERI DI POLI KANDUNGAN
RSUD DR SOETOMO
SURABAYA

Disusun Oleh:

Alif Arditia Yuda, S.Kep 131813143108


Ani Rihlatun Ni’mah, S.Kep 131813143038
Aviati Faradhika, S.Kep 131813143092
Desy Indah Nur Lestari, S.Kep 131813143029
Diana Rachmawati, S.Kep 131813143035

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Prolaps Uteri”


yang telah dilaksanakan pada tanggal 10 - 21 Desember 2018 dalam rangka
pelaksanaan Profesi Keperawatan Maternitas.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar kasus Profesi
Keperawatan Maternitas

Disahkan tanggal, 26 Desember 2018

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Tiyas Kusumaningrum, S.Kep.Ns.,M.Kep Ernawati, Amd.Kep


NIP. 19830703201404201 NIP. 196404211986022007
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Prolapsus uteri merupakan salah satu bentuk dari turunya peranakan, yaitu
turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang atau rongga vagina.
Turunnya peranakan dapat terjadi karena adanya kelemahan pada otot besar
panggul sehingga satu atau lebih organ didalam panggul turun (Pajario, 2004).
Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui
hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia
(sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. sehingga dinding vagina
depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar
akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina,
sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter.
Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang
membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan
dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,
reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu
prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua
anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara
berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan
saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus
prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada kasuskasus yang dapat
dideteksi dalam pemeriksaan medik (Koblinsky M, 2001).
Penentuan letak uterus normal dan kelainan dalam letak alat genital
bertambah penting artinya, karena diagnosis yang tepat perlu sekali guna
penatalaksanaan yang baik sehingga tidak timbul kembali penyulit pascaoperasi di
kemudian hari (Wiknjosastro, 2005).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti
dilaporkan di klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan
pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India,
dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan
Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih
sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan
pekerja berat. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara
(Winkjosastro, 2005).
Gejala yang timbul pada prolapsus uteri bersifat individual dan berbeda-
beda. Gejala yang biasa muncul adalah tekanan kuat pada vagina, low back pain,
serta terdapat pembengkakan pada introitus vagina dan ketika diperiksa dapat
ditemukan sistokel, rektokel atau enterokel (Andra, 2007). Partus yang berulang
kali dan terjadi terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya prolapsus uteri.
Wanita yang pernah melahirkan terutama yang mempunyai riwayat melahirkan
empat kali atau lebih akan mengalami kelemahan otot besar panggul sehingga
terjadi penurunan organ panggul (Suryaningdyah, 2011).
Prolapsus uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik terutama
ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli
disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokele. Pada keadaan ini fasia
pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang keregangannya. Faktor penyebab
lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang sulit,
meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala
dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak
baik. Diprediksi hampir setengah dari seluruh wanita yang pernah melahirkan akan
mengalami penurunan organ peranakan (Mazna, Shafinaz Sheikh. 2007).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Prolaps Uteri
Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia) (Faraj, 2009).
Prolaps uteri adalah turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul,
terutama otot-otot levator ani, ligamentum-ligamentum dan fasia yang
menyokong uterus, sehingga uterus turun kedalam vagina dan mungkin
keluar dari vagina. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup yang
merupakan akibat dari penekanan dan ketidaknyamanan dari prolaps uteri
tersebut. Prolaps uteri merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan
menjadi kasus nomor dua tersering setelah cystourethrocele (bladder and
urethral prolapse). Prolaps uterus dapat disebabkan karena kelemahan
otot, fasia, dan ligemen penyokongnya (Barsoom, 2011; Anhar, 2003)

2.2 Klasifikasi Prolaps Uteri


Untuk mengklasifikasikan prolaps organ panggul dikembangkan
beberapa sistem. Untuk keperluan praktis klinis, sistem Baden-Walker
dikembangkan secara luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse
Quantification (POP-Q) mulai banyak digunakan untuk praktik klinik dan
penelitian.Pada sistem Baden-Walker, pemeriksaan dilakukan pada pasien
dengan posisi litotomi. Kemudian pasien diminta meneran, setelah itu
dinilai penurunan prolaps dan dinilai sesuai dengan derajat prolaps sebagai
berikut Anatomy of Uterine, 2015; Standring et.al., 2008):
Stadium 0 : posisi normal untuk tiap lokasi
Stadium 1 : penurunan sampai dengan setengah jarak menuju himen
Stadium 2 : ujung prolaps turun sampai dengan himen
Stadium 3 : ujung prolaps setengahnya sampai diluar vagina
Stadium 4 : ujung prolaps lebih dari setengahnya ada diluar vagina
2.3 Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps
yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada
pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk
mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila
prolapsus genitalia terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas.
Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya
prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus (Wiknjosastro, et.al., 2009)
Beberapa Faktor Resiko Prolaps Uteri antara lain:
1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai
faktor risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu
kehamilan atau kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi
dasar panggul. Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan
bahwa melahirkan tidak meningkatkan kecenderungan wanita untuk
prolaps uteri. Misalnya, pada studi Organ Penyokong Panggul (POSST),
peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolaps (Swift,
2005). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis meningkat 1,2 kali pada
persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di Oxford pada
17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita yang
telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kali
lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis (Schorge, et.al.,
2008).
2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita
berusia 20 sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda
dengan setiap dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan
adalah proses yang kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari
penuaan fisiologis dan proses degeneratif serta hipoestrogenisme (Schorge,
et.al., 2008).
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil,
sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari
wanita dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ
pevis (Schorge, et.al., 2008).
4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko
terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras,
perbedaan ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran.
Misalnya, perempuan kulit hitam lebih sering memiliki lengkungan
kemaluan sempit dan panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk ini
adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis dibandingkan dengan
panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang paling (Schorge, et.al.,
2008).
5. Peninggian tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan
peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan
oleh obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-
ulang. Sejumlah penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko
independen untuk stres inkontinensia urin (Brown, 1996; Burgio, 1991;
Dwyer, 1988). Namun, hubungan
dengan perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix, 2002;
Nygaard,
2004). Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi Denmark
menunjukkan bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat berat
berulang berada pada peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah
untuk prolaps, dengan rasio odds 1,6 (Jorgensen, 1994).
Merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga telah
terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis, meskipun sedikit data
mendukung hubungan ini (Gilpin, 1989; Olsen, 1997). Demikian pula,
meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen,
tidak ada mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa kimia
dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan perubahan yang
menyebabkan POP daripada batuk kronis sendiri. (Wieslander, 2005).

2.4 Patofisiologi Prolaps Uteri


Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum
membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot
dan ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan
sehingga mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga
uterus dan organ pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja
terjadi secara tidak komplet, atau pada beberapa kasus yang berat, terjadi
prolaps yang komplet sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana
(Barsoom, 2011).
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu
dijumpai:
1) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna (Barsoom, 2011).
2) Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang (Barsoom, 2011).
3) Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
4) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri (Barsoom, 2011).
5) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri (Barsoom, 2011).

2.6 Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien
dengan prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar
dari alat kelaminnya Wiknjosastro et.al., 2009). Pasien biasanya
mengeluhkan:
a. Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
b. Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau kadang-
kadang keluar dari vagina.
c. Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
d. Nyeri pada saat berhubungan.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan
Little menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok
disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah
portio uteri pada posisi normal atau portio telah sampai introitus vagina,
atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan
penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari ukuran normal
dinamakan elongasio kolli. Berikut adalah stadium untuk prolaps uteri:
Lima stadium untuk prolaps.
1) Stadium 0: Tidak ada prolaps.
2) Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas
himen.
3) Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.
4) Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm dibawah
himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
5) Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan.
2. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain.

2.8 Penatalaksanaan
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala.
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang
lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi
lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala
untuk mencari perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air
kecil atau buang air besar terhambat, erosi vagina).
2. Terapi Konservatif
a. Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi
miksi. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of
conservative management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang
mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air
kencing dan tiba-tiba menghentikkanya (Schorge et.al., 2008).
b. Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh
karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh
86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina
bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus tidak
dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling
baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik.
Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier
(Schorge et.al., 2008).
Indikasi penggunaan pessarium:
a) Kehamilan.
b) Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
c) Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan.
d) Penderita menolak untuk dioperasi.
e) Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu perasi
dapat dilakukan.

3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani
pula. Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274
operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan
bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina
pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan
untuk masih mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat
prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps uterus
sebagai berikut:
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
b. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo
ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus
prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya
uterus dapat dicegah
c. Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari
d. Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina
depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup
dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak
hilang

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan serviks uteri
menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat
laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjur.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, karena
tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh
darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang
terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
4. Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina
atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.

2.10Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps
derajat awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama
sekali. Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah
perburukan prolaps derajat awal.
2.11WOC
Faktor Penyebab
- Partus berulang
- Partus dengan penyulit Menopause
- Meneran sebelum pembukaan lengkap
- Laserasi dinding vagina bawah
- Pengeluaran plasenta secara paksa Esterogen menurun
- Nulipara dengan kelainan bawaan
- Asites, tumor di area pelvis

Peningkatan tekanan intraabdominal

Dinding
Kelemahan ligament dan otot dasar panggul Fascia dinding anterior
anterior
vagina vagina menurun
menurun
Dinding superior posterior vagina
Vesika menurun Rektokel
urunaria
penuh
Enterokel MK:
Penonjolan KONSTI
dinding anterior PASI
pesterior Inkaserta usus halus

Sistokel
PROLAPS
UTERI
MK: INKONTINENSIA
URINE

GRADE 1 GRADE 2 GRADE 3

Turun sampai Serviks keluar sampai Uterus keluar vagina


inroitus vagina inoitus vagina

Infertilitas
Hipertrofi Dekubitus

Kurang Post
pengetahuan operasi

MK:
MK: DEFISIT NYERI
PENGETAHUAN AKUT
MK: ANSIETAS MK:
RISIKO
INFEKSI
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

1. Kasus
Ny. S berusia 55 tahun, datang seorang diri ke poli kandungan RSUD Dr.
Soetomo pada tanggal 20 Desember 2018 untuk kontrol rutin. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan turunya rahim hingga keluar dari vagina. Ibu tersebut
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. Keadaan ibu
sedang, rapi, bersih, dengan berat badan 80 kg, tinggi badan 156 cm, nadi 102
x/menit, suhu 36⁰C, RR 22x/menit. Diagnosa medis ibu tersebut adalah prolaps
uteri grade iv dengan hipertensi dan dibetes melitus tipe 2.

2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama Ibu: Ny. S Nama Suami: Tn S Ke: 1
Umur: 55 tahun Umur: 57 tahun
Agama: Islam Agama: Islam
Pendidikan: SMA Pendidikan: SMA
Pekerjaan: Tidak bekerja Pekerjaan: Swasta
Suku/Bangsa: Jawa Suku/Bangsa: Jawa
Alamat: Pacitan Alamat: Pacitan

b. Riwayat sakit dan kesehatan


a) Keluhan Utama : Turun rahim
b) Riwayat penyakit saat ini :
Pasien dengan riwayat hipertensi dan DM tipe 2, pada 2013-2017 pasien tidak
berobat, pada tanggal 5 November 2018 berobat ke RSIA di Pacitan dan dianjurkan
untuk operasi. Setelah itu Ny S. dirujuk ke poli kandungan RSUD Dr. Soetomo
pada tanggal 12 November 2018. Saat itu ibu berkonsultasi dengan dokter
mengenai penyakitnya. Ibu tersebut disetujui untuk operasi oleh DPJP, dan ibu
disarankan untuk konsultasi pada poli IPD, jantung dan endokrin. Lalu pasien
kembali lagi ke poli kandungan RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 20 desember
2018.

c) Riwayat menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Siklus : 28-30 hari
Banyaknya : ganti pembalut 2x/hari
Lama : 7-8 hari
Dismenorhea : tidak ada
Menopouse : usia 47 tahun
Lain-lain:

d) Riwayat obstetri
P2002
Usia
KB/
Hamil Usia Jenis anak
Penolong Penyulit BB/PB Jenis/
ke- kehamilan persalinan saat
Lama
ini
1 36 Spontan Bidan Tidak 3100gr/48 34
minggu ada cm tahun
2 37 Spontan Bidan Tidak 3400 30
minggu ada gr/48 cm tahun

e) Pemeriksaan Fisik
B1 = RR : 22x/menit pola napas teratur suara napas vesikuler, kelainan bentuk
hidung atau dada tidak ada
B2 = Tekanan darah 122/75 mmHg, nadi 102x/menit, irama jantung normal,
konjungtiva anemis, hasil ekg (03-12-18) sinus takikardi adanya infark pada
anterior.
B3 = Suhu 36 ⁰C tidak ada gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, pasien
tidur lebih kurang 5 jam/hari
B4 = genital bersih, adanya penurunan uteri hingga keluar dari vagina, tidak ada
laserasi, miksi sering tapi sedikit, tidak ada perdarahan
B5 = Peristaltik 22x/menit, BAB sedikit, BB 80, TB 156 cm, IMT 34,6 dengan
interpretasi obesitas
B6 = Pergerakan sendi bebas Kekuatan otot
5 5
4 4

f) Pemeriksaan Penunjang

3. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Prolaps uteri Ansietas
- Merasa khawatir ↓
ketika akan dioperasi Uterus keluar dari vagina
- Merasa bingung akan ↓
kondisinya Persiapan penjadwalan
tindakan operasi
DO : ↓
- Tampak gelisah Ansietas
- Sulit tidur (hanya 5
jam/hari)
- Frekuensi napas
bertambah 22x/menit
- Frekuensi nadi
bertambah
102x/menit

DS : Prolaps Uteri Defisit


- Menanyakan masalah ↓ pengetahuan
yang dihadapi Uterus keluar dari vagina

(bagaimana proses Ketidaktahuan akan penyebab
turunya vagina?) – penyebab turunya uterus
- Pasien jarang (penyakit yang diderita)
bertanya langsung ↓
sebelum kita yang Defisit Pengetahuan
memancing pasien
untuk bertanya

DO :
Menunjukkan persepsi keliru
tentang penyakitnya

4. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas b.d penyakit yang diderita d.d pasien sulit tidur (D.0080)
2) Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi d.d pasien bertanya akan
penyebab – penyebab penyakitnya (D.0111)

5. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan Anxiety Reduction
penyakit yang tindakan perawatan (penurunan kecemasan)
diderita d.d selama 1x2 jam ansietas 1. Gunakan
pasien sulit tidur berkurang pendekatan yang
(D.0080) Anxiety Self-Control menenangkan
Kriteria Hasil: 2. Nyatakan dengan
1. Pasien mampu jelas harapan
mengidentifikasi terhadap kondisi
dan pasien
mengungkapkan 3. Jelaskan semua
gejala cemas prosedur dan apa
2. Mengidentifikasi, yang dirasakan
mengungkapkan selama prosedur
dan menunjukkan 4. Dengarkan dengan
teknik untuk penuh perhatian
mengontrol cemas 5. Dorong pasien
3. Vital sign dalam untuk
batas normal. mengungkapkan
4. Postur tubuh, perasaan,
ekspresi wajah, ketakutan, persepsi
bahasa tubuh dan 6. Instruksikan pasien
tingkat aktifitas menggunakan
menunjukkan teknik relaksasi
berkurangnya
kecemasan.
2. Defisit Setelah dilakukan Teaching : Disease
pengetahuan b.d intervensi selama 1x2 jam Process
kurangnya defisit pengetahuan dapat 1. Jelaskan tentang
informasi d.d teratasi patofisiologi dari
pasien bertanya Knowledge : Disease penyakit dan
akan penyebab Process bagaimana hal ini
– penyebab Kriteria Hasil: berhubungan
penyakitnya 1. Pasien dan dengan anatomi
(D.0111) keluarga dan fisiologi
menyatakan tubuh.
pemahaman 2. Gambarkan tanda
tentang kondisi dan gejala yang
penyakit, biasa muncul pada
prognosis, dan penyakit, dengan
program cara yang tepat.
pengobatan. 3. Sediakan
2. Pasien dan informasi kepada
keluarga mampu
menjelaskan pasien tentang
prosedur yang kondisi pasien.
dijelaskan secara 4. Diskusikan
benar. perubahan gaya
3. Pasien dan hidup yang
keluarga mampu mungkin
menjelaskan diperlukan untuk
kembali tentang mencegah
kondisi penyakit, komplikasi dimasa
prognosis, dan yang akan datang.
program 5. Instruksikan
pengobatan. pasien untuk
melaporkan ke tim
medis jika ada
perubahan tanda
dan gejala.

6. Implementasi dan Evaluasi


Diagnosa Waktu Implementasi Waktu Evaluasi
Ansietas b.d 09.00 1. Menggunakan 11.00 S : pasien
penyakit pendekatan yang mengatakan
yang diderita menenangkan paham akan
d.d pasien 2. Menyatakan proses
sulit tidur dengan jelas penyakitnya dan
(D.0080) harapan terhadap merasa rasa
kondisi pasien cemasnya
3. Menjelaskan berkurang
semua prosedur O : hasil vital
tindakan operasi sign
dan apa yang RR: 20x/menit ,
Nadi 98x/menit,
dirasakan selama TD : 122/74,
tindakan operasi pasien mampu
4. mendengarkan menggunkan
perasaan, teknik relaksasi
ketakutan, A : Masalah
persepsi teratasi
5. Mengajarkan P : Hentikan
pasien intervensi
menggunakan
teknik relaksasi
napas dalam jika
merasa cemas
Defisit 09.15 1. Menjelaskan 11.15 S : pasien
pengetahuan tentang mengatakan
b.d patofisiologi dari mengetahui dan
kurangnya penyakit dan paham akan
informasi d.d bagaimana hal ini penyebab
pasien berhubungan penyakit dan
bertanya dengan anatomi cara
akan dan fisiologi menanganinya
penyebab – tubuh. O : hasil vital
penyebab 2. Menggambarkan sign
penyakitnya tanda dan gejala RR: 20x/menit ,
(D.0111) yang biasa Nadi 98x/menit,
muncul pada TD : 122/74,
penyakit, dengan Pasien dan
cara yang tepat. keluarga mampu
3. Memberikan menjelaskan
informasi kepada prosedur yang
pasien tentang dijelaskan
kondisi pasien. secara benar dan
menjelaskan
4. Mendiskusikan kembali tentang
perubahan gaya kondisi
hidup yang penyakit,
mungkin prognosis, dan
diperlukan untuk program
mencegah pengobatan
komplikasi A : Masalah
dimasa yang akan teratasi
datang. P : Hentikan
5. Menginstruksikan intervensi
pasien untuk
melaporkan ke
tim medis jika ada
perubahan tanda
dan gejala.
BAB 4
PEMBAHASAN

Ny. S berusia 55 tahun, datang seorang diri ke poli kandungan RSUD Dr. Soetomo
pada tanggal 20 Desember 2018 untuk kontrol rutin. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan turunya rahim hingga keluar dari vagina. Ibu tersebut memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. Keadaan ibu sedang, rapi, bersih,
dengan berat badan 80 kg, tinggi badan 156 cm, nadi 102 x/menit, suhu 36⁰C, RR
22x/menit. Diagnosa medis ibu tersebut adalah prolaps uteri grade IV dengan
hipertensi dan dibetes melitus tipe 2. Masalah keperawatan yang muncul pada Ny.
S adalah ansietas dan deficit pengetahuan.
1. Ansietas
Kelompok mengangkat masalah keperawatan ini karena berdasarkan SDKI (2016)
ansietas (kecemasan) merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Menurut SDKI (2016), dalam menegakkan masalah keperawatan ansietas harus
muncul gejala mayor dan gejala minor pada pasien. Gejala mayor diantaranya:
merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak
gelisah, sulit tidur, serta tampak tegang. Adapun gejala minor diantaranya:
frekuensi napas yang meningkat, frekuensi nadi yang meningkat, kontak mata yang
buruk, muka tampak pucat, serta suara yang bergetar.
Berdasarkan tanda klinis yang ditemukan pada Ny. S dalam menegakkan masalah
keperawatan ansietas yaitu klien merasa bingung dan tampak gelisah, sulit tidur,
serta terjadi peningkatan frekuensi napas (22x/menit). Tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Ny. S dalam mengatasi masalah keperawatan ansietas berdasarkan
NIC yaitu menggunakan pendekatan yang menenangkan, menyatakan dengan jelas
harapan terhadap kondisi pasien, menjelaskan semua prosedur tindakan operasi
dan apa yang dirasakan selama tindakan operasi, serta mengajarkan pasien
menggunakan teknik relaksasi napas dalam jika merasa cemas.
2. Defisit pengetahuan
Kelompok mengangkat masalah keperawatan ini karena berdasarkan SDKI (2016)
defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu. Penyebab dari masalah ini diantaranya adalah
keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran,
kurang terpapar informasi, serta ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Menurut SDKI (2016), dalam menegakkan masalah keperawatan defisit
pengetahuan harus muncul gejala mayor dan gejala minor pada pasien. Gejala
mayor diantaranya: klien menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan
perilaku tidak sesuai anjuran, dan menunjukkan persepsi keliru terhadap masalah.
Adapun gejala minor di antaranya adalah: menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,
dan menunjukkan perilaku berlebihan (apatis, agitasi, histeria).
Berdasarkan tanda klinis yang ditemukan pada Ny. S dalam menegakkan
masalah keperawatan defisit pengetahuan yaitu klien menanyakan masalah yang
dihadapi, serta menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah. Tindakan
keperawatan yang dilakukan pada Ny. S dalam mengatasi masalah keperawatan
defisit pengetahuan berdasarkan NIC yaitu menjelaskan tentang patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi tubuh,
menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat, memberikan informasi kepada pasien tentang kondisi pasien,
mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang, serta menginstruksikan pasien untuk
melaporkan ke tim medis jika ada perubahan tanda dan gejala.
DAFTAR PUSTAKA

Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult] 2010.


[diakses tanggal20 Desember 2018 jam 23.00]. Available from:
http://www.studentconsult.com/bookshop/chome/default.cfm?shortcut
=an atomy.
Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad
Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSMH Palembang. [database on the internet]. [20 Desember
2018 jam 23.15]. Available from: http://digilib.unsri.ac.id/download/
KASUS%20PROLAPSUS%20UTERI%20DI%20RUMAH%20SAKI
T% 20DR_%20MOHMMAD%20HOESIN.pdf.
Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape
Article. [database on the medscape] 2011. [diakses tanggal20 Desember
2018 jam 23.00]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.
Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for
Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal
of Medical Case Report 2009. [database on the NCBI]. [diakses tanggal
20 Desember 2018 jam 23.00]; 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC2783099/pdf/1752-
1947-3-99.pdf.
Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [diakses tanggal20 Desember
2018 jam 23.00]; 335:819-823. Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/en
g_po p.pdf.
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.
2008.
Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s Anatomy:
The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition. [textbook of
Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua,
Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009. Hal: 9-11,432,433,436,437.

Anda mungkin juga menyukai