Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wknjosastro, 2008). Panjang siklus haid yang
normal (siklus yang klasik) adalah 28 hari, tetapi cukup bervariasi tidak sama untuk
setiap wanita (Guyton, 2006). Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari
diikuti darah sedikit-sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari. Jumlah darah normal yang
keluar rata-rata 33,2 16 cc. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun
ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari dan pada wanita usia 55
tahun ialah 51,9 hari (Wknjosastro, 2008).
Prevalensi gangguan saat menstruasi dapat terjadi pada perempuan sekitar
85% (Shreeve 1989). Biasanya berlangsung antara satu minggu sebelum dan sesudah
mentruasi atau haid. Sekitar 40% perempuan dengan rentan umur 14-50 tahun
beresiko mengalami sindrom pra menstruasi (PMS) dan banyak perempuan yang
mengalami gejala sindrom pra menstruasi (PMS) dalam rentan waktu yang cukup
lama. Pada wanita usia subur gejala sindrom pra menstruasi terjadi sebesar 75%
(Priyo 2010). Mereka dapat merasakan gejala tersebut lebih dari dua minggu dalam
satu bulan dengan gangguan mulai dari yang ringan hingga berat. Gejala yang dapat
dirasakan yaitu pusing, mual, pembengkakan payudara, perut kembung sampai
pingsan, ledakan emosi dalam bentuk amarah, sensitivitas yang tinggi, sedih, sunyi
dan hingga rasa ingin bunuh diri (Shreeve 2010).
Beberapa studi, menyatakan bahwa prevalensi pada populasi wanita usia 15-
55 tahun mengalami gangguan dengan menstruasinya dan juga hasil penelitian pelajar
lebih sering menunjukkan variasi menstruasi yang bermasalah, seperti menstruasi
tidak teratur. Karena beberapa penyebab, menstruasi mengalami penyimpangan yang
akibatnya perempuan bisa menderita anemia hingga jurang subur. Gangguan
menstruasi dapat berdampak serius, menstruasi yang tidak teratur menjadi pertanda
bahwa seseorang kurang subur (infertil) (Sibagariang, 2010).

1
Tahun-tahun awal menstruasi merupakan periode yang rentan terhadap
terjadinya gangguan. Sekitar 75% perempuan pada tahap remaja akhir mengalami
gangguan yang terkait dengan menstruasi. Menstruasi yang tertunda, tidak teratur,
nyeri, dan perdarahan yang banyak pada waktu menstruasi merupakan keluhan
tersering yang menyebabkan remaja perempuan menemui dokter.
Dalam penelitiannya Cakir M et al (2007) menemukan bahwa dismenorea
merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti oleh
ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%).
Pada pengkajian terhadap penelitian-penelitian lain didapatkan prevalensi dismenorea
bervariasi antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja. Mengenai
gangguan lainnya, Bieniasz J et al. mendapatkan prevalensi amenorea primer
sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%,
dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.
Pada wanita yang mengkonsumsi diet vegetarian terjadi peningkatan frekuensi
gangguan menstruasi. Praevalensi ketidakteraturan menstruasi 26,5% pada vegetarian
dan 4,9% pada non vegetarian (Paath et al, 2004). Penelitian yang dilakukan di
sejumlah negara, termasuk negara-negara berkembang lainnya, mengungkapkan
bahwa gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh
wanita, terutama pada usia remaja (Sianipar et al., 2009). Kunsi siklus haid
(menstruasi) tergantung dari perubahan-perubahan estrogen maka segala keadaan
yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus
reproduksi yang normal (Wiknojosastro, 2009).
Gangguan menstruasi memerlukan evaluasi yang seksama karena gangguan
menstruasi yang tidak ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas
sehari-hari. Pada sebuah studi yang dilakukan terhadap mahasiswa didapatkan data
bahwa sindrom pramenstruasi (67%) dan dismenorea (33%) merupakan keluhan yang
dirasakan paling mengganggu. Efek gangguan menstruasi yang dilaporkan antara lain
waktu istirahat yang memanjang (54%) dan menurunnya kemampuan belajar (50%).
Endometriosis, salah satu entitas penyakit yang paling umum dihadapi oleh
ginekolog, didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium dan stroma jaringan di

2
luar sisi rahim. Adanya jaringan ektopik ini membangkitkan proses inflamasi kronis
yang tergantung estrogen. Penyakit ini mempengaruhi 5% sampai 10% dari wanita
usia reproduksi. (Rowe, 2010) Endometriosis banyak terdiagnosa pada wanita usia 30
dan 40 tahun (American Colleges of Obstetricians and Gynecologist, Oktober 2012).
Menurut Jacoeb (2007),angka kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan
karena belum ada studi epidemiologic, tapi dari data temuan di rumah sakit, angkanya
berkisar 13,6 - 69,5 % pada kelompok infertilitas. Bila presentase tersebut dikaitkan
dengan jumlah penduduk sekarang, maka negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta
penderita endometriosis pada wanita usia produktif. Kaum perempuan tampaknya
perlu mewaspadai penyakit yang seringkali ditandai dengan nyeri hebat saat haid ini
(Widhi, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari gangguan haid dan endometriosis dan endometriosis?
1.2.2 Bagaimana klasifikasi dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.3 Apa etiologi dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.5 Apa manifestasi klinis dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada klien dengan gangguan haid dan
endometriosis?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan gangguan haid dan
endometriosis?
1.2.8 Apa komplikasi dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.9 Bagaimana prognosis dari gangguan haid dan endometriosis?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan haid dan
endometriosis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan mengimplementasikan asuhan keperawatan klien
dengan gangguan haid dan endometriosis
1.3.2 Tujuan Khusus

3
1.3.2.1 Mahasiswa memahami definisi gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.2 Mahasiswa memahami klasifikasi gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.3 Mahasiswa memahami etiologi gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.4 Mahasiswa memahami patofisiologi gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.5 Mahasiswa memahami manifestasi klinis gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.6 Mahasiswa memahami pemeriksaan diagnostik gangguan haid dan
endometriosis
1.3.2.7 Mahasiswa memahami penatalaksanaan klien dengan gangguan haid dan
endometriosis
1.3.2.8 Mahasiswa memahami komplikasi dari gangguan haid dan endometriosis
1.3.2.9 Mahasiswa memahami prognosis klien dengan gangguan haid dan
endometriosis
1.3.2.10 Mahasiswa memahami asuhan keperawatan klien dengan gangguan haid dan
endometriosis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Organ reproduksi interna pada wanita yang berperan dalam proses menstruasi
adalah sebagai berikut :
a. Ovarium
Panjang 3-5 cm, lebar 2-3 cm dan tebal 1 cm, dengan bentuk seperti kacang
kenari. Masing-masing ovarium terletak pada dinding samping rongga pelvis
posterior dalam sel (permukaan) jaringan ovarium yang tersusun dari :
1) Medula ovarium : merupakan area terdalam yang mengandung pembuluh
darah dan limfatik, serabut saraf, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat.

5
2) Korteks : merupakan lapisan stroma luar yang rapat, yang mengandung folikel
ovarium (unit fungsional pada ovarium)
b. Tuba fallopii
Fungsi menerima dan mentransport oosit ke uterus setelah ovulasi. Panjangnya
10 cm dan diameter 0,7 cm yang ditopang ligament besar uterus. Salah satu
ujungnya melekat pada uterus dan ujung lainnya membuka kedalam rongga
pelvis. Fertilisasi biasanya terjadi di 1/3 bagian atas tuba fallopi.
Tuba fallopii terdiri dari :
1) Infundubulum adalah ujung terbuka yang menyerupai corong (ostium pasa
tuba uterin). Bagian ini memiliki prosesus motil menyerupai jaring (fimbria)
yang merentang diatas permukaan ovarium untuk membantu menyapu oosit
terovulasi kedalam tuba.
2) Ampula, merupakan bagian tengah segmen tuba
3) Istimus, merupakan segmen terdekat dari uterus
c. Uterus
Uterus merupakan organ tunggal muscular dan berongga berbentuk seperti buah
pir terbalik dengan ukuran saat tidak hamil panjang 7 cm, lebar 5 cm dan
diameter 2,3 cm. organ ini terletak dalam rongga pelvis diantara rectum dan
kandung kemih. Bagian-bagian uterus yaitu :
1) Dinding uterus, terdiri dari bagian terluar serosa (perimetrum), bagian tengah
(meometrium) yang merupakan lapisan otot polos dan bagian terdalam
(endometrium), bagian inilah yang menjalani perubahan siklus selama menstruasi
dan membentuk lokasi implantasi untuk ovum yang dibuahi.
2) Fundus uterus, yang merupakan bagian bundar yang letaknya superior
terhadap mulut tuba fallopii.
3) Badan uterus, merupakan luas berdinding terbal yang membungkus rongga
uterus.
4) Serviks, merupakan leher bawah uterus yang terkonstriksi.
5) Portio vaginalis, merupakan bagian serviks yang menonjol kedalam ujang
bagian atau vagina.

6
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14
hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus
(Bobak, 2004). Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada
jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan
penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam
pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak,
2004).
Siklus menstruasi atau haid tidak sama untuk setiap wanita (Guyton, 2006).
Siklus normalnya yaitu berada pada interval 21-35 hari, dengan rata-rata panjang
siklus 28 hari (Cohen,2003). Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal
mulainya haid yang lalu dan mulainya siklus haid berikutnya, hari pertama
pendarahan dikatakan hari pertama siklus haid (Wknjosastro, 1994). Siklus
menstruasi terdiri dari dua fase, fase di ovarium dan fase di endometrium
(Guyton, 2006; Sherwood, 1997).
a. Siklus Endometrium
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :
1) Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar
estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru
mulai meningkat.
2) Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak
sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24
hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium
secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan
berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm atau

7
sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
3) Fase sekresi atau luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru
yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar.
4) Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah
ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang
mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga
suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
b. Siklus ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran
FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan
kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer
primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu
sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik
hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus
luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional
endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
c. Siklus Hipofisis-hipotalamus

8
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron
darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini
menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone
(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai
puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak
terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut,
oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
2.2 Definisi Gangguan Haid
Siklus menstruasi yang terjadi diluar keadaan normal, atau dengan kata lain
tidak berada pada interval pola haid pada rentang kurang dari 21 atau lebih dari
35 hari dengan interval pendarahan uterus normal kurang dari 3 atau lebih dari7
hari disebut siklus menstruasi/haid yang tidak teratur (Berek, 2002). Gangguan
menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di
bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan
dengan lamanya siklus haid, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seorang
wanita dapat mengalami kedua gangguan itu (Jones, 2002).
Menurut Wknjosastro(2008), Gangguan Haid dan siklusnya dapat digolongkan
dalam: a.Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid
(Hipermenorea atau menoragia, Hipomenorea )
b. Kelainan siklus (polimenorea, oligomenorea, amenorea )
c. Perdarahan di luar haid (metroragia)
d. Gangguan haid nyeri yang berlangsung saat haid (premenstrual tension
(ketegangan prahaid), mastodinia, mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) dan
dismenorea).
2.3 Klasifikasi Gangguan Haid
2.3.1 Perdarahan bukan haid

9
a. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)
Merupakan perdarahan yang terjadi pada masa diantara dua (waktu
terjadinya proses) perdarahan haid. Beberapa kelainan fungsional dari alat-alat
genetalia yang dapat menyebabkan terjadinya PUA adalah pengaruh
gangguan hormonal terutama yang berhubungan dengan poros hipotalamus-
hipofisis-ovarium.
Perdarahan uterus abnormal dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
manifestasinya :
a) Jenis PUA berupa kelainan pada siklus haid seperti polimenorea,
oligomenorea, amenorea, dan ketidakteraturan siklus haid.
b) Jenis PUA berupa kelainan pada volume darah yang dikeluarkan, seperti
hipomenorea, hipermenorea atau menoragia, dan perdarahn bercak-bercak
(spotting blood).
c) Jenis PUA yang terjadinya tidak berhubungan dengan siklus haid
(metroragia).
b. Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD)
Merupakan PUA yang terjadi didalam dan diluar siklus haid atau dapat
dikatakan juga sebagai gabungan dari dua jenis kelainan PUA. PUD adalah
kondisi perdarahan di uterus yang banyak atau tidak teratur tanpa penyebab
yang jelas perdarahan ini bisa berupa perdarahan yang terlalu banyak,
menstruasi berlangsung lama dan perdarahan diantara menstruasi.
Perdarahan uterus disfungsional dapat dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan sifat manifestasinya :
a) Perdarahan ovulator merupakan sebagian (sekitar 10%) dari PUD yang
bersifat polimenorea atau oligomenorea. Perdarahan ini berasal dari lapisan
endometrium uteri yang terjadi tanpa adanya sebab-sebab kelainan organic
dari alat-alat genetalia.
b) Perdarahan anovulator merupakan PUD yang bersifat siklis atau terkadang
tidak teratur dan disebabkan oleh penurunan kadar hormone estrogen pada
level-level tertentu (secara fluktuatif) yang menimbulkan kelainan atau

10
gangguan proliferasi dari folikel-folikel (di ovarium) dan lapisan
endometrium uteri. Perdarahan ini dapat terjadi disetiap waktu, tetapi paling
sering dijumpai pada masa perimenarche dan perimenopause (masa
klimakterium)
2.3.2 Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid
a. Hipermenorea/ menoragia
Menoragia adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari normal,
atau lebih dari normal. Menoragia disebabkan oleh kondisi didalam uterus,
misalnya adanya mioma uteri, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu haid (Wknjosastro, 2008). Pada hipermenore
perdarahan menstruasi berat berlangsung sekitar8-10 hari dengan kehilangan
darah lebih dari 80ml.
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan haid yang lebih pendek dan atau
lebih kurang dari biasa. Hai ini disebabkan oleh gangguan endokrin dan
sesudah miomektomi (Wknjosastro, 2008).
2.3.3 Kelainan siklus (polimenorea, oligomenorea, amenorea )
a. Polimenorea
Polimenorea adalah siklus haid yang lebih pendek dari biasa (kurang
dari 21 hari). Pendarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid yang
biasa. Polimenorea disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan
gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah
kongesti ovarium karena peradangan,endometriosis dan sebagainya
(Wknjosastro, 2008) .
b. Oligomenorea
Oligomenorea adalah dimana siklus haid lebih panjang, lebih dari 35
hari. Dimana kesehatan wanita tidak terganggu dan fertilitas cukup baik. Hal
ini disebabkan karena masa proliferasi lebih panjang dari biasa (Wknjosastro,
2008).
c. Amenorea

11
Amenorea dibagi menjadi 2 yaitu, amenorea primer dan amenorea
sekunder. Amenorea primer apabila seorang perempuan berumur 18 tahun ke
atas tetapi belum pernah mendapatkan haid, sedangkan amenorea sekunder
pernah mendapat haid tetapi kemudian sedikitnya 3 bulan berturut-turut tidak
mendapatkannya lagi. Amenorea primer umumnya penyebabnya lebih sulit
untuk diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik.
Amenorea sekunder biasanya disebabkan karena kehidupan wanita, pada
keadaan patologis seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor
dan penyakit infeksi, sedangkan pada keadaan fisiologis pada saat menarche,
hamil, menyusui dan menopause (Wknjosastro,2008).

2.3.4 Perdarahan di luar haid (metroragia)


Metroragia adalah periode pendarahan menstruasi lebih dari 7
hari(Berek, 2002). Kejadian ini dapat disebabkan oleh luka, karsinoma korpus
uteri, peradangan, hormonal,hipofisis, psikis, neurogoen, tumor atau ovarium
yang polikistik dan kelainan gizi, metabolic, penyakit akut maupun kronis
(pernol, 2001).
2.3.5 Gangguan haid yang berlangsung saat haid (ketegangan
prahaid/premenstrual tension, mastodinia, mittelschmerz (rasa nyeri pada
ovulasi) dan dismenorea)
a. Ketegangan prahaid (premenstrual tension)
Ketegangan prahaid adalah keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu
minggu sampai beberapa hari sebelumdatangnya haid dan menghilang
sesudah haid datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid
berhenti. Biasanya ditandai dengan gejala-gejala fisik,emosional dan perilaku
dan berkurang pada saat menstruasi. Gejala fisik yang dapat ditemui seperti:
nyeri pada perut, sakit kepala,mual atau muntah, nyeri pada
payudara,jerawat,dan bengkak pada ekstremitas. Gejala emosional yang
didapat seperti: mudah tersinggung, pemarah, cemas atau gelisah, dan depresi.

12
Gejala perilaku yang didapat seperti: meningkat atau berkurangnya nafsu
makan, mudah lelah dan hipersomnia (Yamamoto,2009).
b. Mastodinia/ Mastalgia
Mastalgia adalah gejala nyeri pada payudara tanpa adanya
abnormalitas fisiologi dan patologi pada parenkim atau stroma
payudara.Sekitar 15-20% kasus termasuk dalam klasifikasi sedang sampai
berat (berlangsung lebih dari 5 hari setiap bulan, menimbulkan gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan membutuhkan pengobatan),
sedangkan sisanya merupakan kasus ringan (berlangsung 2-3 hari setiap
bulandan hanya membutuhkan psikoterapi dan/atau terapi diet)
c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d. Dismenorea
Dismenorhea merupakan rasa sakit dibagian bawah abdomen pada saat
menstruasi yang mengganggu aktivitas wanita. Selama dismenorhea terjadi
kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan
vasospasme dari arteriol urin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram
pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat
menstruasi (Llewellyn,2001).
Disminorea adalah nyeri haid menjelang atau selama haid, sampai
membuat wanita tersebut tidak dapatbekerja dan harus tidur. Nyeri sering
bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas
marah. Suzannec (2001) mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat
menstruasi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram. Menurut
Manuaba dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai
menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari.
Dysmenorrhea merupakan menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama
terjadi pada perut bagian bawah dan punggung bawah yang terasa seperti
kram (Varney, 2004).
Klasifikasi Disminorea
a) Disminorea primer

13
Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan anatomis
genitalis yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer timbul pada masa
remaja, yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal
antara usia 15-25 tahun. Akan tetapi, dysmenorrhea primer juga mengenai
sekitar 50-70% wanita yang masih menstruasi. Dysmenorrhea primer diduga
sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebih, yang
menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga
mengakibatkan vasospasme anteriolar. Nyeri dymenorrhea primer seperti
mirip kejang spasmodik, yang dirasakan pada perut bagian bawah (area
suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah dapat juga
disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah,
iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri mulai dirasakan 24 jam saat
menstruasi dan bisa bertahan selama 48-72 jam (Baradero, 2006 & Suzannec,
2001).
b) Disminorea sekunder
Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri haid sebelum menstruasi
yang disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea sekunder terjadi
pada wanita berusia 30-45 tahun dan jarang sekali terjadi sebelum usia 25
tahun. Nyeri dysmenorrhea sekunder dimulai 2 hari atau lebih sebelum
menstruasi, dan nyerinya semakin hebat serta mencapai puncak pada akhir
menstruasi yang bisa berlangsung selama 2 hari atau lebih. Secara umum,
nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di
sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi
peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari
menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi
pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab
dysmenorrhea sekunder seperti: endometriosis, adenomiosis, radang pelvis,
sindrom menoragia, fibroid dan polip dapat pula disertai dengan dispareuni,
kemandulan, dan perdarahan yang abnormal.
Berdasarkan derajat nyerinya disminorea dibedakan menjadi :

14
a) Disminorea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu
menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh
hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian,
rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.
b) Disminorea sedang
Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut
merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di
bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal
nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
c) Disminorea berat
Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada
saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai
pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat
memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas
sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan
dysmenorrhea.
2.3.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Haid
Penyebab perdarahan yang tidak normal bisa disebabkan oleh berbagai
hal. Yang paling umum adalah ketidakseimbangan hormon. Menstruasi terjadi
karena adanya hormon FSH, LH, estrogen, progesteron, prolaktin dan
testosteron. Hormon FSH dan LH itu keluar atas perintah hipotalamus dan
hipotalamus memerintahkan indung telur untuk mengeluarkan estrogen dan
progesteron. Estrogen dan progesteron memiliki pengaruh terhadap selaput
dalam rahim untuk mengeluarkan darah mentruasi. Seandainya regulasi ini
bermasalah, outputnya jadi bermasalah juga.
Perubahan pola haid dipengaruhi usia seseorang (Wknjosastro, 2008),
stres (Barron dkk,2008), pemakaian kontrasepsi (Llewellyn, 2005), penyakit
pada ovarium misalnya: tumor (Benson, Ralph C. dan Pernoll, Martin L.,

15
2009), gangguan pada sistem saraf pusat- Hipotalamus-Hipofisis (Benson,
Ralph C. dan Pernoll, Martin L., 2009).
Panjang siklus haid tidak sama untuk setiap wanita. Perubahan pola
haid normalnya terjadi pada kedua ujung siklus haid ,yaitu waktu remaja dan
menjelang menoupase. rata-rata pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada
wanita usia 43 tahun ialah 27,1 hari dan pada wanita usia 55 tahun ialah 51,9
hari.
Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi
biasanya dipakai oleh wanita usia subur (Llewellyn,2001). Kontrasepsi
mempengaruhi hormonal dan hipotalamus. Dimana hipofisis mengeluarkan
FSH dan LH. Hormon-hormon ini dapat merangsang ovarium untuk membuat
estrogen dan progesteron. Dua hormone ini menumbuhkan endometrium
pada waktu daur haid, dalam keseimbangan yang tertentu menyebabkan
ovulasi, dan akhirnya penurunan kadarnya mengakibatkan disintegrasi
endometrium dan haid (Wknjosastro, 2008).
Gangguan di hipofisis, hal ini dapat membuat nekrosis karena spasme
atau thrombosis arteriola-arteriola pada pars anterior hipofisis. Dengan
nekrosis fungsi hipofisis terganggu dan menyebabkan menurunnya pembuatan
hormon-hormon gonadotropin, tireotropin, kortikotropin, somatotropin, dan
prolaktin (Wknjosastro, 2008).
Endometriosis atau adanya kelenjar atau stroma pada endometrium,
hanya 10-20% yang menyerang wanita yang aktif menstruasi. Stres
mempengaruhi fungsi normal menstruasi (Yamamoto dkk, 2009). Pada
keadaan stres, mengaktifkan hipotalamus menyekresikan CRH. CRH
mempunyai pengaruh negatif terhadap pengaturan sekresi GnRH. Pelepasan
GnRH inilah menyebabkan pengeluaran LH dan FSH sebagai hormon
pengatur menstruasi (Guyton,2006).
Stres diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit salah
satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada menstruasi.
Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi,

16
stres melibatkan sistem endokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya
dalam reproduksi wanita (Yamamoto,2009).
2.4 Etiologi Gangguan Haid
Berdasarkan klasifikasinya
2.4.1 Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid
a. Hipermenorea/ menoragia
Dalam beberapa kasus, penyebab pendarahan menstruasi yang berat tidak
diketahui, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan menoragia. Penyebabnya
umum termasuk:
1. Ketidakseimbangan hormonal.
Dalam siklus menstruasi yang normal, keseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron akan mengatur penumpukan pada lapisan rahim
(endometrium), yang dikeluarkan saat menstruasi. Jika terjadi
ketidakseimbangan hormon, endometrium dapat menyimpan darah secara
belebihan dan akhirnya (kelebihan tersebut) dikeluarkan dalam bentuk
pendarahan menstruasi berat.
2. Disfungsi dari indung telur.
Jika ovulasi tidak terjadi dalam siklus menstruasi (anovulasi), maka
progesteron tidak akan diproduksi. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan hormon dan dapat mengakibatkan menoragia.
3. Uterine fibroid.
Tumor kanker rahim yang bersifat jinak ini muncul selama tahun-tahun
usia subur seseorang. Uterine fibroid dapat menyebabkan pendarahan
menstruasi berat atau berkepanjangan.
4. Polip
Pertumbuhan daging kecil & jinak pada lapisan dinding rahim (polip
rahim) dapat menyebabkan pendarahan menstruasi berat atau
berkepanjangan. Polip rahim paling sering terjadi pada wanita usia
reproduksi sebagai akibat dari kadar hormon yang tinggi.
5. Adenomyosis

17
Kondisi ini terjadi ketika kelenjar yang berasal dari endometrium tertanam
dalam otot rahim, hingga menyebabkan perdarahan menstruasi yang berat
dan menyakitkan. Adenomyosis paling mungkin terjadi pada wanita
setengah baya yang telah memiliki anak.
6. Intrauterine device (IUD)
Menoragia juga banyak dikenal sebagai efek samping dari alat kontrasepsi
nonhormonal untuk pengendalian kelahiran. Ketika IUD adalah penyebab
dari perdarahan menstruasi yang berlebihan, maka sebaiknya anda tidak
menggunakan IUD kembali.
7. Komplikasi kehamilan
Periode menstruasi yang berat dan terlambat mungkin dapat menjadi
indikasi terjadi keguguran. Jika pendarahan terjadi pada saat menstruasi
biasa, maka penyebabnya tidak mungkin keguguran. Sebuah kehamilan
ektopik - implantasi telur yang dibuahi di dalam tuba fallopi, bukan rahim
juga dapat menyebabkan menoragia.
8. Kondisi medis lain
Sejumlah kondisi medis lainnya, termasuk penyakit radang panggul (PID),
masalah tiroid, endometriosis, dan penyakit hati atau penyakit ginjal,
dapat berhubungan dengan menoragia.
b. Hipomenorea
Kesuburan endometrium kurang atau endometrium yang abnormal akibat dari
kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal (kekurangan
estrogen maupun progesteron).
2.4.2 Kelainan siklus (polimenorea, oligomenorea, amenorea )
a. Polimenorea
Disebabkan oleh gangguan hormonal yang mempengaruhi gangguan ovulasi dan
dapat juga diakibatkan oleh peradangan dan endometritis yang dapat
menyebabkan kongesti ovarium
b. Oligomenorea

18
Biasa disebabkan oleh gangguan hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis,
obat-obatan tertentu, status penyakit, nutrisi yang buruk, olahraga yang berat,
penurunan berat badan yang signifikan.
c. Amenorea
1. Fisiologis yaitu sebelum menarche, hamil dan laktasi, dan menopause
senium.
2. Kelainan congenital
3. Infeksi genitalia, kelainan hormonal, tumor pada poros hipotalamus-
hipofisis atau ovarium, kelainan dan kekurangan gizi (Manuaba, 2008).
2.4.3 Perdarahan di luar haid (metroragia)
Disebabkan oleh penyakit organic misalnya fibroid dan karsinoma.
2.4.4 Gangguan haid yang berlangsung saat haid (ketegangan
prahaid/premenstrual tension, mastodinia, mittelschmerz (rasa nyeri pada
ovulasi) dan dismenorea)
1. Ketegangan prahaid (premenstrual tension)
2. Mastodinia
3. Mittelschmerz
4. Dismenorea
a. Faktor psikis
Ada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah
terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat
menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan
dysmenorrhea hilang, dan jarang sekali dysmenorrhea menetap setelah
melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan)
membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis.
Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan dysmenorrhea
primer.
b. Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat tinggi
dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin pada

19
saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran
darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, peranan pasti vasopresin
dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas.
c. Prostaglandin
Prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dysmenorrhea.
Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2
(PGF2). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan
rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin menyebabkan
peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan
miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan
menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi
miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah,
sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya
nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke
dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan
muntah.
d. Faktor hormonal
Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea primer
dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Tetapi teori ini tidak
menerangkan mengapa dysmenorrhea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi
anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya
progesteron. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2
dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus
luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator
dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam
archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti
turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan
tonus miometrium dan kontraksi

20
2.5 Patofisiologi Gangguan Haid
Patofisiologi pada gangguan menstruasi pada gangguan haid masing-masing
berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung dari penyebab dan jenis
gangguannya, dari beberapa proses jalannya penyakit ini.
2.5.1 Premenstrual Tension (Ketegangan Prahaid)
Meningkatnya kadar estrogen dan menurunnya kadar progresteron di dalam
darah akan menyebabkan gejala deprese dan khususnya gangguan mental. Kadar
estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin
B6 (piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti-depresi karena berfungsi
mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf,
dan kurangnya persediaan zat ini dapat mengakibatkan depresi.
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala premenstruasi adalah
prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi
jumlah estrogen dan progresteron yang dihasilkan pada setiap siklus.Jumlah
prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme
tubuh yang mengontrol produksi kedua hormone tersebut. Wanita yang
mengalami sindroma pre-menstruasi dapat memiliki kadar prolaktin yang tinggu
atau normal.
Selanjutnya adalah karena gangguan metabolisme prostaglandin akibat
kurangnya gamma linolenic acid (GLA).Fungsi prostaglandin adalah untuk
mengatur sistem reproduksi (mengatur efek hormone estrogen dan progresteron),
sistem saraf, dan sebagai anti peradangan.
2.5.2 Disminorea
a. Disminorea Primer
Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami
regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progresteron.
Penurunan ini akan menyebabkan labilisasi membrane lisosom, sehingga
mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 ini akan
menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium
dan menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama

21
dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat
yang akan menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa.
Wanita dengan disminorea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE
dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan
akibat terjadinya pningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan
terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia.
Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan
selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen
nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia.
b. Disminorea Sekunder
Adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma uteri,
stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD akan menyebabkan kram
pada uterus sehingga timbul rasa nyeri.
2.5.3 Perdarahan Uterus Abnormal
Perdarahan abnormal biasanya merupakan gejala dari penyakit lain.
Banyak penyebab perdarahan uterus abnormal, yang dapat dikelompokkan
dalam empat kategori utama, yaitu komplikasi kehamilan, lesi organic,
penyakit konstitusional, dan perdarahan uterus disfungsi sejati. Berikut ini
adalah patofisiologi beberapa kasus terkait perdarahan uterus abnormal yang
paling sering terjadi :
a. Hipermenorea (Menorraghia)
Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi gonadotropin
releasing hormone (GnRH), yang menstimulasi pituitary agar melepaskan
follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini pada gilirannya akan
menyebabkan folikel di ovarium tumbuh dan matur pada pertengahan siklus,
pelepasan leteinzing hormone (LH) dan FSH menghasilkan ovulasi.
Perkembangan folikel menghasilkan estrogen yang berfungsi menstrimulasi
endometrium agar berproliferasi.Setelah ovum dilepaskan, kadah FSH dan LH
rendah. Folikel yang telah kehilangan ovum akan berkembang menjadi korpus
luteum yang akan mensekresi progresteron. Progresteron menyebabkan

22
poliferasi endometrium untuk berdeferensiasi dan stabilisasi.14 hari setelah
ovulasi terjadilah menstruasi. Menstruasi berasal dari peluruhan endometrium
sebagai akibat dari penurunan kadar estrogen dan progresteron akibat involusi
korpus luteum.
Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun pertama setelah
menstruasi awal yang disebabkan oleh HPO axis yang belum matang.Siklus
anovulasi juga terjadi pada beberapa kondisi patologis.
Pada siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya
stimulasi dari FSH, tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak
terjadi.Akibatnya tidak ada korpus luteum yang terbentuk dan tidak ada
progresteron yang disekresi.Endometrium berproliferasi dengan cepat, ketika
folikel tidak terbentuk produksi estrogen menurun dan mengakibatkan
perdarahan.Kebanyakan siklus anovulasi berlangsung dengan perdarahan
yang normal, namun ketidakstabilan poliferasi endometrium yang
berlangsung tidak mengakibatkan perdarahan hebat.
b. Amenorea
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagau bagian
dari sindrom hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab
utama dari amenore primer.Testicular feminization disebabkan oleh kelainan
genetic.Pasien dengan amenorea primer yang diakibatkan oleh hal ini
menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal,
memiliki tubuh feminism.Vagina kadang-kadang tidak ada atau mengalami
kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina.Vagina tersebut berakhir sebagai
kantong kosong dan tidak terdapat uterus.Gonad, yang secara morfologi
adalah testis berada di kanal inguinalis.Keadaan seperti ini yang menyebabkan
pasien mengalami amenorea yang permanen.
Amenorea primer juga dapat disebabkan karena kelainan pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hypogonadotropik amenorrhoea
menunjukkan keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan LH
dalam serum. Akibatnya, ketidakadekuatan hormone ini menyebabkan

23
kegagalan stimulus terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan
progresteron. Kegagalan pembentukan estrogen dan progresteron akan
menyebabkan tidak menebalnya endometrium karena tidak ada yang
merangsang. Terjadilah amenorea.Hal ini adalah tipe keterlambatan pubertas
karena disfungsi hipotalamus atau hipofisis anterior, seperi adenoma pituitary.
Hypergonadotropik amenorrhoea merupakan salah satu penyebab
amenorea primer. Hypergonadotropik amenorrhoea adalah kondisi dimana
terdapat kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi
ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan progresteron. Hal ini
menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan
FSH dan LH dari hipofisis anterior.Disgenesis gonad atau premature
menopause adalah penyebab yang mungkin.Pada tes kromosom seorang
individu yang masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropik
amenorrhoea.Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah
mengalami menstruasi dan tidak memiliki tanda seks sekunder.Hal ini
dikarenakan gonad (ovarium) tidak berkembang dan hanya berbentuk
kumpulan jaringan pengikat.
Amenorea sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-
hipofisis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenorea yang terjadi
mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang
akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi
ovarium seperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary
syndrome.
2.6 Manifestasi Klinis Gangguan Haid
a. Perdarahan Uterus Abnormal
PUA ditandai dengan ketidakteraturan siklus haid dan perdarahan pervagina
yang berkepanjangan akibat kerusakan jaringan dan pembuluh darah uterus.
b. Perdarahan Uterus Disfungsional
1) Perdarahan pervagina (yang terkadang disertai pembesaran ovarium)

24
2) Pengeluaran bercak-bercak darah sebelum masa perdarahan haid
(premenstrual spotting)
3) Adanya apopleksia uteri
4) Adanya kelainan darah seperti anemia dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.
c. Amenorea
Tanda amenorea primer adalah tidak didapatkannya haid pada usia remaja
atau pubertas,antara 14-16 tahun ke atas, dengan atau tanpa perkembangan
seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut,serta
perubahan bentuk tubuh.), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak
mendapatkan haid padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan
haid,tanda amenorea primer. Gejala lainnya tergantung dari apa yang
menyebabkan terjadinya amenorea.
d. Oligomenorea
1) Periode siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari sekali, dimana hanya
didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun.
2) Haid yang tidak teratur dengan jumlah yang tidak tentu.
3) Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin
mengalami osteoporosis
e. Polimenorea
1) Gejala berupa siklus kurang dari 21 hari (lebih pendek dari 25 hari).
2) Dalam satu bulan bisa mengalami 2 kali menstruasi
f. Menoragia atau Hipermenore
1) Perlu mengganti pembalut hampir setiap jam selama beberapa hari
berturut- turut
2) Perlunya mengganti pembalut di malam hari atau pembalut ganda di
malam hari
3) Haid berlangsung lebih dari 7 hari maka daya regenerasi selaput lendir
kurang.Misalnya pada endomeritis,myoma,atau carcinoma dari corpus
uteri.

25
4) Darah haid dapat berupa gumpalan-gumpalan darah.
5) Haid yang berlangsung berkepanjangan dengan jumlah darah yang terlalu
banyak untuk dikeluarkan setiap harinya dapat menyebabkan tubuh
kehilangan terlalu banyak darah sehingga memicu terjadinya anemia.
Terdapat tanda-tanda anemia, seperti napas lebih pendek, mudah lelah,
pucat, kurang konsentrasi, dll.
g. Hipomenorea
Hipomenorea ditandai dengan perdarahan haid yang lebih pendek dan atau
lebih kurang dari biasa dimana jumlah darah haid sangat sedikit (<30cc).
h. Metroragia
Ditandai oleh perdarahan vagina antara periode menstruasi teratur yang
merupakan bentuk disfungsi disfungsi menstruasi yang paling signifikan
karena hal itu dapat menunjukkan adanya kanker, tumor jinak uterus, dan
masalah-masalah psikologi lainnya.
i. Dismenorea
Secara umum dismenorea memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
1) Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan permulaan
haid dan berlangsung beberapa jam atau lebih. Sifat rasa nyeri ialah
kejang yang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah. tetapi
dapat merambat ke daerah pinggang dan paha
2) Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit
kepala, diare, dan mudah tersinggung.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Gangguan Haid
a. Pemeriksaan umum
Keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk, penderita pendek atau
tinggi, ciri kelamin sekunder, hirsutisme.
b. Pemeriksaan ginekologik
Biasanya didapatkan adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, tumor
ovarium
c. Pemeriksaan Psikologi (distress/tidak)

26
d. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinis tidak memberikan gambaran yang jelas dapat
dilakukan pemeriksaan :
1) Rontgen : thorax terhadap tuberkulosis serta sella tursika
2) Sitologi vagina
3) Tes toleransi glukosa
4) Pemeriksaan mata untuk mengetahui tanda tumor hipofise
5) Kerokan uterus
6) Pemeriksaan metabolisme basal atau T3 dan T4 tiroid
7) Laparoskopi
8) Pemeriksaan kromatin seks
9) Pemeriksaan kadar hormon
10) Tes laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan
urinalisis dan hasilnya normal
11) Tes diagnostik tambahan adalah laparaskopi yaitu untuk melihat adanya
endomeriosi atau kelainan pelvis yang lain
2.8 Penatalaksanaan Gangguan Haid
1. Perdarahan Uterus Abnormal
a. Kuretase endometrium terhadap produk konsepsi yang tertahan.
b. Antibiotika untuk infeksi pelvis.
c. Penamponan vagina atau serviks unutk lesi-lesi serviks maligna.
d. Laparotomi untuk kehamilan ektopik.
e. Penjahitan laserasi vagina.
f. Radiasi untuk lesi-lesi keganasan.
g. Pengeluaran AKDR.
h. Histerektomi untuk leiomiomata.
2. Perdarahan Uterus Disfungsional
a. Perbaikan keadaan umum
Pada keadaan perdarahan uterus disfungsional akut anemia yang terjadi harus
segera diatasi dengan transfusi darah. Pada perdarahan uterus disfungsional

27
kronis keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan
sediaan besi, sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah.
b. Penghentian perdarahan
Pemakaian hormon steroid seks : estrogen, progestin, androgen
Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin.
Pemakaian antifibrinolitik
Pengobatan operatif : dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan
histerektomi.
c. Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi
Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal,
pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana.
3. Amenorea
Penatalaksanaan untuk kasus amenore tergantung kepada
penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis
atau obesitas, penderita dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat.
Pengobatan di berikan bergantung pada penyebab amenorea. Terapi
hormonal dan konseling sebagai gangguan konsep diri dapat diberikan
kepada pasien Jika penyebabnya adalah olah raga yang berlebihan, penderita
dianjurkan untuk menguranginya. Jika seorang anak perempuan yang belum
pernah mengalami menstruasi (amenore primer ) dan selama hasil
pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 6 bulan untuk
memantau perkembangan pubertasnya.
Untuk merangsang menstruasi bisa diberikan progesteron. Untuk
merangsang perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya
belum membesar atau rambut kemaluan dan ketiaknya belum tumbuh, bisa
diberikan estrogen. Jika penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan
pembedahan untuk mengangkat tumor tesebut.
4. Oligomenorea
Penatalaksanaan yang diberikan kepada penderita oligomenorea akan
disesuaikan dengan penyebabnya. Oligomenorea yang terjadi pada tahun-

28
tahun pertama setelah haid pertama dan oligomenorea yang terjadi menjelang
menopause tidak memerlukan pengobatan yang khusus. Sementara
oligomenorea yang terjadi pada gangguan nutrisi dapat diatasi dengan terapi
nutrisi dan akan didapatkan siklus menstruasi yang reguler kembali.
Pada umumnya, disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab
timbulnya,penderita oligomenorea juga akan diterapi dengan menggunakan
terapi hormone.Jenis hormon yang diberikan akan disesuaikan dengan jenis
hormon yang mengalami penurunan dalam tubuh (yang tidak seimbang).
Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah
terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.
5. Polimenorea
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh
dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika
polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus
menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang
keluar terus menerus.Disamping itu, polimenorea dapat juga akan
menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan
hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses
pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami
kesulitan mendapatkan keturunan.
6. Menoragia atau Hipermenore
Pengobatan menorrhagia sangat tergantung kepada penyebabnya.
Untuk memastikan penyebabnya, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan darah, tes pap smear, biopsi dinding rahim,
pemeriksaan USG, dan lain sebagainya. Jika menoragia diikuti oleh adanya
anemia, maka zat besi perlu diberikan untuk menormalkan jumlah
hemoglobin darah.
Terapi zat besi perlu diberikan untuk periode waktu tertentu untuk
menggantikan cadangan zat besi dalam tubuh. Selain itu, menorrhagia juga

29
dapat diterapi dengan pemberian hormon dari luar, terutama untuk
menorrhagia yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal.
Terapi hormonal yang diberikan biasanya berupa obat kontrasepsi
kombinasi atau pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron.
Menorrhagia yang terjadi akibat adanya mioma dapat diterapi dengan
melakukan terapi hormonal atau dengan pengangkatan mioma dalam rahim
baik dengan kuretase ataupun dengan tindakan operasi.
7. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih
kurang dari biasa. Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah
haid sangat sedikit (<30cc). Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan
endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun
gangguan hormonal(kekurangan estrogen maupun progesteron)
8. Metroragia
Suatu perdarahan vagina antara periode menstruasi teratur merupakan
bentuk disfungsi disfungsi menstruasi yang paling signifikan karena hal itu
dapat menunjukkan adanya kanker, tumor jinak uterus, dan masalah-masalah
psikologi lainnya. Kondisi ini menegakkan diagnosa dan pengobatan dini.
Meskipun pendarahan antara periode menstruasi pada wanita yang
menggunakan kontraseptif oral biasanya bukan masalah yang serius, namun
perdarahan tak teratur pada wanita yang mendapat terapi penggantian hormon
harus dievaluasi lebih lanjut.
9. Dismenorea
Terapi medis untuk klien disminorea diantaranya :
a. Pemberian obat analgesik
b. Terapi hormonal
c. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
d. Dilatasi kanalis serviksalis (dapat memberikan keringanan karena
memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya)
e. Komplikasi yang sering timbul adalah syok dan penurunan kesadaran

30
2.9 Komplikasi Gangguan Haid
Komplikasi yang biasa muncul akibat gangguan haid adalah infertilitas dan
stress emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan
haid lebih lanjut. Terutama pada amenorrhea komplikasi yang biasa terjadi ialah
munculnya gejala-gejala lain akibat insufisiensi hormon seperti osteoporosis.
Sedangkan pada dismenorrhea komplikasi yang dapat terjadi adalah syok dan
hilangnya kesadaran.
2.10 Prognosis Gangguan Haid
Prognosa akan buruk bila gangguan haid mengarah pada infertilitas atau tanda
dari keganasan. Begitu juga tingkat mortalitas dari gangguan haid adalah jarang
ditemukan kecuali jika berhubungan dengan keganasan. Namun hal ini berarti
kondisi patologis yang menyertai atau yang menyebabkan gangguan haid itu
sendirilah yang menjadi faktor terjadinya peningkatan angka mortalitas untuk
pasien gangguan haid. Sehingga prognosis pada semua gangguan haid
sebenarnya adalah baik bila ditangani dari awal.
2.11 Definisi Endometriosis
Endometriosis, salah satu entitas penyakit yang paling umum
dihadapi oleh ginekolog, didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium dan
stroma jaringan di luar sisi rahim. Adanya jaringan ektopik ini membangkitkan
proses inflamasi kronis yang tergantung estrogen. Penyakit ini mempengaruhi
5% sampai 10% dari wanita usia reproduksi. (Rowe, 2010) Endometriosis
banyak terdiagnosa pada wanita usia 30 dan 40 tahun (American Colleges of
Obstetricians and Gynecologist, Oktober 2012).
Endometriosis merupakan penyakit progresif dengan ditemukannya jaringan
yang menyerupai endometrium pada lokasi selain dinding uterus. Pertumbuhan
abnormal jaringan endometrium ini disebut implan atau plak endometrium.
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal
mirip endometrium yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi
peradangan menahun. Plak dapat ditemukan di berbagai daerah namun paling
sering terdapat pada ovarium, tuba falopi dan ligamentum sacrouterine. Plak

31
endometrium dapat juga terjadi pada permukaan luar uterus, rongga pelvis, dan
rektum. Keadaan ini disebut endometriosis ektopik.Terkadang plak tersebut
dapat membentuk kista ovarium yang berisi darah atau disebut endometrioma.
Selama siklus menstruasi, dinding endometrium uterus menebal sebaga persiapan
implantasi telur yang sudah difertilisasi. Jika tidak terjadi pembuahan dinding
endometrium akan terlepas dalam bentuk darah menstruasi. Pada kasus
endometriosis plak endometrium memberikan respon yang sama seperti
endometrium uterus. Selama siklus menstruasi plak endometrium juga bereaksi
terhadap perubahan hormon dan perdarahan menstruasi.
Selama fase proliferatif dan fase sekresi siklus, endometrium bertumbuh tetapi
darah menstruasi tidak dapat keluar. Sehingga timbul respon peradangan disertai
fibrosis dan adesi ke organ-organ terdekat. Jaringan parut dan distorsi organ
sekitar dapat terjadi. Inflamasi dan pembentukan jaringan parut dapat
menimbulkan nyeri. Ukuran plak endometrium sangat bervariasi mulai dari
ukuran mikroskopik hingga masa invasif besar yang menyebabkan kerusakan
luas dan pembentukan adesi. (chang, 2010).
2.12 Klasifikasi Endometriosis
Endometriosis diklasifikan ke dalam salah satu empat tahap (I-minimal, II-
mild, III-moderat dan IV-berat) tergantung pada lokasi, luas, dan kedalaman
implan/plak endometriosis, adanya dan keparahan adhesi, adanya dan ukuran
endometrioma ovarium. Kebanyakan wanita menderita endometriosis tahap
minimal atau tahap ringan yaitu ditandai dengan implan dangkal dan adhesi
ringan, endometriosis sedang dan berat ditandai dengan jista coklat dan adhesi
lebih parah. Tahap endometriosis tidak berkorelasi dengan keparahan gejala,
pada endometriosis tahap IV infertilitas sangat mungkin terjadi.

32
2.13 Etiologi Endometriosis
Saat ini tidak ada konsensus tentang asal-usul sel dari endometriosis.
Kegagalan mekanisme kekebalan tubuh untuk menghancurkan jaringan ektopik
dan diferensiasi abnormal jaringan endometriosis telah diusulkan sebagai
mekanisme mendasar dalam defek sel-stroma berhubungan dengan peningkatan
estrogen dan produksi prostaglandin, bersama dengan ketahanan terhadap
progesteron. (Rowe, 2010).
Penyebab pasti belum ditemukan tetapi ada beberapa teori yang telah diajukan
untuk mengetahui penyebab endometriosis. Teori yang banyak diterima adalah
migrasi transtuba atau menstruasi retrogard. Menurut teori ini, jaringan
endometrium diregurgitasi dari uterus selama menstruasi ke tuba falopii dan ke
dalam rongga peritoneum dimana jaringan tersebut tertanam di ovarium dan
organ-organ lain. Menstruasi retrogad yaitu keadaan terjadinya aliran balik darah
menstruasi sehingga terdapat perembesan jaringan endometrium melalui tuba
falopi ke dalam rongga abdomen yang akan menjadi tempat terjadinya plak.
Perubahan imunitas dianggap turut menyebabkan endometriosis dan infertilitas
yang berkaitan dengan endometriosis. Teori lain menyatakan bahwa epitel
peritoneum dapat mengalami perubahan menjadi jaringan endometrium dan
perubahan ini mungkin terjadi karena inflamasi kronis atau iritasi kimia yang
disebabkan oleh aliran balik darah menstruasi. Teori ketiga mengemukakan

33
bahwa sisa saluran mullerian dapat berdeferensiasi menjadi jaringan
endometrium. (chang, 2010) Teori ke empat coelom metaplasia, dalam teori ini
lesi endometriosis berkembang ketika sel-sel mesothelial coelom dari peritoneum
mengalami metaplasia. (Rowe, 2010)
2.14 Patofisiologi Endometriosis
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu
atau saudara perempuan penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar
terkena penyakit seperti ini, karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam
tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia
dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon
berupa gangguan seksresi estrogen dan progresteron menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel
endometrium biasa, sel-sel endometriosis seperti ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progresteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan microorganism masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut
akan menghasilkan makrofag dan menyebabkan respon imun tubuh menurun,
dan menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring
dengan peningkatan perkembangan sel abnormal. Jaringan endometrium tumbuh
di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut
dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan
menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium adalah bagian pertama
dalam rongga pelvis yang dikenal dalam endometriosis.
Sel endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa,
sehingga sel endometrial seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran
regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi
terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat dipengaruhi oleh siklus
endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat
estrogen dan progresteron meningkat, jaringan endometrial seperti ini juga
mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan, kadar estrogen dan

34
progresteron lebih rendah atau berkurang. Jaringan endometrial seperti ini akan
menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvic seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum
dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,
penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi atau perlekatan di
dinding dan permukaan pelvis. Hal seperti ini akan menyebabkan nyeri, tidak
hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan terkait, nyeri saat latihan,
defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di
sekitar uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami
retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii menyebabkan gerakan spontan ujung-
ujung fimbriae buat membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah
yang menyebabkan terjadinya infertilisasi pada endometriosis.
Pada intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut
menebal, melepaskan diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa,
termasuk perdarahan. Pada ovarium, beruba endometrium (kista yang dilapisi
endometrium yang berfungsi). Bila berdarah ke dalam, isi kista tampak berwarna
coklat disebut kista coklat. Bila perdarahan ke luar akan timbul perlengketan-
perlengketan dalam rongga peritoneum. Penyebab kondisi ini belum jelas, namun
ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd dan metaplasia. Teori menstruasi retrograd
mengatakan bahwa selama menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba
uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan
bahwa terdapat sisa epitel ambrional yang belum berdiferensiasi sampai
menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap estrogen dan progresteron
sebagaimana endometrium.
2.15 Manifestasi Klinis Endometriosis
Menurut American Fertility Society (2007), gejala endometriosis berupa:
1. Nyeri haid
Banyak wanita mengalami nyeri pada saat haid normal. Bila nyeri dirasakan
berat maka disebut dysmenorrhea dan mungkin menjadi penyebab endometriosis
atau tipe lain dalam patologi pelvik seperti uteri fibroid atau adenomiosis. Nyeri

35
berat juga dapat menyebabkan mual-mual, muntah, dan diare. Dysmenorrhea
primer terjadi pada saat awal terjadinya menstruasi, kemudian cenderung
meningkat selama masa reproduktif atau setelah masa reproduktif. Dysmenorrhea
sekunder terjadi setelah kehidupan selanjutnya dan mungkin akan terus
meningkat dengan umur. Ini mungkin menjadi sebuah tanda peringatan dari
endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan endometriosis tidak merasa
nyeri. Dysmenorrhea sering terjadi, bila disertai endometriosis di ligament
sacrouterinum, rasa sakit menjalar ke rectum dan daerah sacral. (Bagian obstetric
& Ginekologi FK UNPAD,2010 )
2. Nyeri saat berhubungan
Endometriosis dapat menyebabkan rasa nyeri selama dan setelah
berhubungan, kondisi ini diketahui sebagai dyspareunia. Penetrasi dalam dapat
menghasilkan rasa nyeri di batasan ovarium dengan jaringan otot di bagian atas
vagina. Rasa nyeri juga disebabkan adanya nodul lunak endometriosis di
belakang uterus atau pada ligamen latum, yang berhubungan dengan serviks.
3. Nyeri abdomen ( pelvis )
Pada kasus yang mengenai daerah rectum dan vagina terjadi dyspareunia atau
tenesmi. Yang aneh ialah tidak adanya korelasi antara luasnya endometriosis dan
hebatnya rasa sakit. Mungkin endometrosisnya sedikit,tapi sakitnya hebat,dan
sebaliknya. Kista endometrial yang pecah dapat memberikan gambaran klinik
seperti gravid ektopika yang terganggu. (Bagian obstetric & Ginekologi FK
UNPAD,2010 ). Rasa tidak enak pada pelvis, terutama nyeri pelvis dan sacrum,
sering bersifat kronik,periodic,rekurens,dan diperberat oleh haid. Nyeri pelvis
dan dismenore mungkin berhubungan dengan distensi hemoragik oleh kista
endometrium terhadap keluarnya cairan berdarah ke dalam kavum peritoneum.
Nyeri pelvis yang berat dan mendadak dapat disebabkan oleh iritasi peritoneum
akibat rupturnya endometrioma atau hemoperitoneum. Nausea, vomitus,atau
nyeri bahu dapat merupakan gejala-gejala penyerta. ( Taber,1994 )
4. Sterilitas

36
Sering memperlihatkan infertilitas involunter. 75% dari kasus endometriosis
tidak punya anak. sebabnya mungkin :
a. Tuba tertutup karena perlekatan.
b. Perlekatan pada permukaan ovarium mencegah ovulasi
Bila hamil, gejala endometriosis berkurang atau hilang.
Jadi dapat disimpulkan tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri
a. Dismenore sekunder
b. Dismenore primer yang buruk
c. Dispareunia
d. Nyeri ovulasi
e. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada
bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
f. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
g. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan Abnormal
a. Hipermenorea
b. Menoragia
c. Spotting sebelum menstruasi
d. Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau
di akhir menstruasi
3. Keluhan buang air besar atau air kecil
a. Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
b. Darah pada feces
c. Diare, konstipasi dan kolik
2.16 Pemeriksaan Diagnostik Endometriosis
1. Pemeriksaan Penunjang: pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan
adanya endometirosis, adalah:
a. Uji serum
CA-125 : Sensitifitas atau spesifisitas berkurang

37
Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang
mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
Antibodi endometrial : Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
b. Teknik pencitraan
Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan
sensitifitas 11%
MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik
Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi.
Foto roentgen: Abdomen dengan barium enema atu urogram ekskretori atau
keduanya dapat memperlihatkan massa pelvis, organ-organ yang berpindah
tempat atau mebesar, adhesi atau fibrosis.
Kuldosentesis: Dapat menyingkap perdarahan, intraabdominal yang
berhubungan dengan rupture spontan kista endometrium.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
Periksa suhu tubuh, nadi dan tekanan darah.
b. Pemeriksaan abdomen
Rasa sakit abdomen yang menyeluruh yang disertai nyeri lepas member
kesan rupture itraperotoneal. Distensi abdomen dapat memberi kesan
endometriosis intestinal atau adhesi yang menyebabkan obstruksi usus.
c. Pemeriksaan pelvis
Seringkali uterus difiksasi dalam retroversi dan sangat sensitive terhadap
gerakan akibat adhesi pelvis. Ovarium yang mengandung endometrioma
membesar (6-12 cm), nyeri, jarang dapat digeraklkan, dan sering
beradhesi kuat dengan uterus. Nodulus-nodulus seperti kubah 9 blue-
domed nodules dan lunak dapat dilihat atau dipalpasi pada ferniks
posterior. Adanya rangkaian seperti manic-manik, nodularitas, rasa sakit,
dan indurasi sepanjang ligamentum sakrouterina atau dalam septum
rektovaginal merupakan kelainan yang karakteristik dari endometriosis.
Keadaan ini paling baik dievaluasi dengan pemeriksaan rektovaginal.

38
3. Tes Laboratorium
Dilakukan positive pregnancy test kemudian pemeriksaan darah lengkap
dengan apusan darah bisanya normal kecuali ada perdarahan intraperitoneal.
Uranalysis dapat memperlihatkan hematuria pada saat haid dalam kasus
endometriosos traktus urinarius.
2.17 Penatalaksanaan Endometriosis
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan saja, terapi
hormonal, pembedahan dan radiasi.
1. Pencegahan
Meigh berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling
baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau
hilang pada waktu dah sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam
sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan
ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan mendapat
anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian
itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometrisis,
melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul.
Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan
pada waktu haid, oleh karena itu dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari
uterus ke tuba dan rongga panggul.
2. Observasi dan Pemberian Analgetika
Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita dengan gejala-
gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak berumur,
pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah itu gejala-
gejala endometriosis hilang sendiri. sikap yang sama dapat diambil pada wanita
yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang infertilitas, akan tetapi
pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika setelah ditunggu 1 tahun tidak
terjadi kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan terhadap infertilitas dan diambil
sikap yang lebih aktif. Pada observasi seperti yang diterangkan, harus dilakukan
pemeriksaan secara periodik dan teratur untuk meneliti perkembangan

39
penyakitnya dan jika perlu mengubah sikap ekspektatifnya. Dalam masa
observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetika untuk
mengurangi rasa nyeri.
3. Terapi Hormonal
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati endometriosis
Obat Efek samping
Pil KB Pembengkakan perut, nyeri payudara, peningkatan nafsu makan,
kombi pembengkakan pergelangan kaki, mual, perdarahan diantara 2
nasi siklus menstruasi, trombosis vena.
estrog
en-
proges
tin
Progestin Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, perubahan suasana hati,
depresi, vaginitis atrofika.
Danazole Penambahan berat badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut,
hot flashes, vagina kering, pembengkakan pergelangan kaki,
kram otot, perdarahan diantara 2 siklus, payudara mengecil,
perubahan suasana hati, kelainan fungsi hati, sindroma
terowongan karpal.
Agonis Hot flashes, vagina kering, pengeroposan tulang, perubahan
GnRH suasana hati

4. Pembedahan
Laparoskopi mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
Laparotomi,
yakni:
a. Lama tinggal dirumah sakit lebih pendek yaitu sekitar 2 hari, jika
dilaparotomi sekitar 5 hari.

40
b. Kembalinya aktivitas kerja lebih cepat, Normalnya penderita dapat
kembali sepenuhnya 7-10 hari, jika dilaparotomi 4-6 minggu.Ongkos
perawatan lebih murah.

Laparatomi diindikasikan untuk :


1. Rupture endometrioma
2. Perdarahan intraperitoneal yang aktif
3. Obstruksi usus atau ureter
4. Kista ovarium yang berdiameter 6-8 cm atau lebih besar
5. Lesi-lesi yang bertambah secara progresif
6. Wanita-wanita yang menginginkan perbaikan fertilitas dalam usia
subur.
7. Nyeri terus-menerus yang hebat.
2.18 Komplikasi Endometriosis
Endometriosis kemungkinan terjadi pada seorang wanita dimulai pada saat
mereka memasuki masa pubernya, atau saat pertama mendapatkan haid hingga
masa berakhirnya haid (menopause). Sebelumnya, dengan mengandalkan
pemeriksaan kasat mata untuk mendiagnosa gejala endometriosis tahap lanjut
yang sudah parah usia penderita terdeteksi pada rentang waktu 35-40 tahun.
Dengan semakin majunya alat pendeteksian, usia tipikal penderita pada saat
didiagnosa bergeser menjadi 25-30 tahun. Banyak kasus endometrium ditemukan
pada wanita berusia dibawah 20 tahun. Pada studi penelitian terhadap 140 pasien
berusia antara 10-19 tahun yang mengeluhkan deraan sakit panggul yang parah,
ternyata diketahui 47% dari mereka diketahui menderita endometriosis.
2.19 Prognosis Endometriosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita
yang tidak ditatalaksana secara akti. Manajemen medis (supresi ovulasi) eekti
untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak eekti untuk pengobatan endometriosis
yang berkaitan dengan inertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi.
Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi

41
danazol, sebesar 90% pasien dengan endometiosis sedang mengalami penurunan
nyei pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophoretomy
dilapokan eekti hingga 90% dalam meredakan nyei. Kehamilan masih mungkin
begantung pada keparahan penyakit.tanda dan gejala secara umum menurun
dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.

42
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Gangguan Haid


KASUS
Nn D, 19 tahun datang ke rumah sakit dengan mengeluh lemas, letih, dan lesu
serta nyeri hebat pada bagian perut ketika haid, sampai tidak mampu melakukan
aktivitas karena nyeri abdomen akan bertambah. Pasien juga mengeluh
mual,muntah, dan pusing.Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD = 80/60 mmHg,
N = 75x/menit, S = 37oC, RR = 20x/menit.
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas :
Nama : Nn. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Surabaya
Suku : Indonesia
2. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri hebat pada bagian perut
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasakan nyeri ketika haid, badan lemas, mual, dan muntah
4. Riwayat Penyakit Dahulu : -
5. Riwayat Penyakit Keluarga : -
6. Riwayat Menstruasi :
Menarche : umur 13 tahun Siklus : teratur ( )
Banyaknya: 1hari 3x pembalut Lamanya : 7 hari
Keluhan : nyeri haid
7. Pemeriksaan Fisik :

43
Head To Toe :
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :
a. Kepala:
Bentuk : Normal, tidak ada pembengkakan
Keluhan : Tidak ada keluhan
b. Mata:
Kelopak mata : Kulit kelopak mata normal
Gerakan mata : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Pupil : Reflek cahaya normal
c. Hidung:
Reaksi alergi : Tidak ada alergi
Sinus : Tidak ada nyeri tekan sinus
d. Mulut dan Tenggorokan:
Gigi geligi : Normal
Kesulitan menelan : Tidak ada
e. Dada dan Axilla
Mammae : Membesar ( ) ya ( ) tidak
Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal
Colostrum :-
f. Pernafasan
Jalan nafas : Normal
Suara nafas : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -
g. Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical: Takikardi
Irama : normal teratur
Kelainan bunyi jantung: -

44
h. Abdomen
Mengecil :-
Linea & Striae :-
Luka bekas operasi: -
Kontraksi :-
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
i. Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
j. Ekstremitas ( Integumen/Muskuloskletal )
Turgor kulit : Normal
Warna kulit : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas: Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan: Tidak ada kesulitan
Pemeriksaan Abdomen
Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum atau suatu keadaan
patologik yang terlokalisir. Bising usus normal.
Pemeriksaan Pelvis
Pada kasus dismenore primer, pemeriksaan pelvis adalah normal.

3.1.2 Analisa Data


Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1` - Data subjektif : Haid Nyeri
Klien mengeluh nyeri
pada bagian perut. Peningkatan
- Data objektif : produksi
Keringat banyak, klien prostaglandin
memegang daerah
yang sakit,

45
menangis. Kontraksi uterus

Terjadi
hipersensitivitas
saraf nyeri uterus

Nyeri

2 - Data subjektif: Produksi Perubahan nutrisi


Klien mengeluh mual prostaglandin kurang dari
dan muntah berlebih kebutuhan
- Data objektif: tubuh
Berat badan menurun, Respon inflamasi
klien tampak lemas sistemik

Spasme otot uterus

Gangguan
gastrointestinal

Mual, muntah

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

46
3 - Data subjektif: Menstruasi Intoleransi
Klien mengeluh pusing, aktivitas
lemas, letih, lesu. Nyeri haid
Klien mengatakan
tidak mampu Kelemahan
melakukan aktivitas
- Data objektif: Intoleransi aktivitas
Klien terlihat lemas,
pucat, konjungtiva
anemi
4 - Data subjektif : Pucat Menstruasi Ansietas
- Data objektif :
Klien tampak gelisah Nyeri haid

Kurang pengetahuan

Ansietas

3.1.3 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraktilitas uterus,
hipersensitivitas, dan saraf nyeri uterus
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
adanya mual dan muntah
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri
abdomen
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen

3.1.4 Intervensi Keperawatan

47
1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan. Meningkatnya kontraktilitas uterus,
hipersensitivitas, dan saraf nyeri uterus
Tujuan:dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang
Kriteria hasil: Skala nyeri 0-1, pasien tampak rileks

No. Intervensi Rasional


Mandiri
1 Pantau/catat karakteristik Untuk mendapatkan indikator
nyeri, kaji lokasi dan dan skala nyeri
intensitas nyeri
2 Hangatkan bagian perut Dapat menyebabkan
terjadinya vasodilatasi
dan mengurangi kontraksi
spasmodik uterus
3 Masase daerah perut yang Mengurangi nyeri karena
terasa nyeri adanya stimulus sentuhan
terapeutik
4 Lakukan latihan ringan Dapat memperbaiki aliran
darah ke uterus dan tonus
otot
5 Lakukan teknik relaksasi Mengurangi tekanan untuk
mendapatkan rileks
6 Berikan diuresis natural Mengurangi kongesti
(vitamin) tidur dan istirahat
Kolaborasi
7 Pemberian analgetik (aspirin, Diperlukan untuk mengurangi
fenasetin, kafein) rasa nyeri agar dapat
istirahat
8 Terapi diometasin, ibuprofen, Biasanya digunakan untuk

48
naprosen menormalkan produksi
prostaglandin

2. Diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan adanya mual dan muntah
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 124 jam diharakan pasien
menunjukkan perbaikan nutrisi
Kriteria hasil: Mual muntah teratasi

No Intervensi Rasional
1 Timbang BB setiap hari Agar dapat mengetahui
perubahan berat badan setiap
harinya
2 Jelaskan pentingnya nutrisi Nutrisi yang adekuat dapat
adekuat meningkatkan berat badan.
3 Beri suasana menyenangkan saat Dapat meningkatkan nafsu
makan makan
4 Beri porsi kecil tapi sering Mengurangi rasa mual dan
muntah yang timbul saat
makan
5 Beri makanan dengan protein dan Meningkatkan asupan energi
kalori yang tinggi

3. Diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan. Kelemahan akibat nyeri


abdomen
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat beraktivitas seperti semula
Kriteria hasil: - Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
memperberat dan memperringan intoleransi aktivitas
- Pasien mampu beraktivitas

49
No. Intervensi Rasional
1 Beri lingkungan yang tenang Menghemat energi untuk aktivitas
dan periode istirahat tanpa dan regenerasi seluler/
gangguan, dorong istirahat penyembuhan jaringan
sebelum makan
2 Tingkatkan aktivitas secara Tirah baring lama dapat
bertahap menurunkan kemampuan
3 Berikan bantuan sesuai Menurunkan penggunaan energi
kebutuhan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen

4. Diagnosa: Ansietas berhubungan dengan. Kurang pengetahuan penyebab


nyeri abdomen
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien menunjukkan perasaan tenang
Kriteria hasil: Pasien menunjukkan relaksasi dan perilaku untuk mengatasi
stress

No. Intervensi Rasional


1. Libatkan pasien/ orang terdekat Keterlibatan akan membantu pasien
dalam rencana perawatan merasa stress
berkurang,memungkinkan energi
untuk ditujukan pada
penyembuhan
2. Berikan lingkungan tenang dan Memindahkan pasien dari stress luar
istirahat meningkatkan relaksasi;
membantu menurunkan ansietas
3 Bantu pasien untuk Perilaku yang berhasil dapat
mengidentifikasi/ dikuatkan pada penerimaan

50
memerlukan perilaku masalah stress saat ini,
koping yang digunakan meningkatkan rasa control diri
pada masa lalu pasien
4 Bantu pasien belajar Belajar cara baru untuk mengatasi
mekanisme koping baru, masalah dapat membantu dalam
misalnya teknik mengatasi menurunkan stress dan ansietas
stress

3.2 Endometriosis
KASUS
Ny.H berusia 28 tahun dan sudah menikah. Ny H mengeluh mengalami periode
menstruasi yang berat disertai nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat.
Nyeri yang dirasakan semakin bertahap dan memburuk. Nyeri saat awal
menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun. Menstruasinya biasanya
banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung
hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali. Klien tidak
merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ny H. Mengatakan merasa nyeri saat
bersenggama (dispareunia). Ia dan suaminya ingi memiliki anak, tetapi ia tidak
pernah bisa mengandung walau ia telah menikah selama tiga tahun. Ny. H
mengatakan bahwa ia merasa lemah dan lelah. Suatu diagnosis sementara
endometriosis telah ditetapkan.
3.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. H
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : P
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2. Keluhan Utama

51
Ny H mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat
dan nyeri saat bersenggama.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri saat menstruasi dan bersenggama. Menstruasi biasanya
banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung
hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran : -
5. Riwayat penyakit dahulu: nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak
berusia 18 tahun.
6. Head To Toe
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :
1) Kepala:
Bentuk : Normal, tidak ada pembengkakan
Keluhan : Tidak ada keluhan
2) Mata:
Kelopak mata : Kulit kelopak mata normal
Gerakan mata : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Pupil : Reflek cahaya normal
3) Hidung:
Reaksi alergi : Tidak ada alergi
Sinus : Tidak ada nyeri tekan sinus
4) Mulut dan Tenggorokan:
Gigi geligi : Normal
Kesulitan menelan : Tidak ada
5) Dada dan Axilla
Mammae : Membesar ( ) ya ( ) tidak
Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal

52
Colostrum :-
6) Pernafasan
Jalan nafas : Normal
Suara nafas : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -
7) Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical : Takikardi
Irama : normal teratur
Kelainan bunyi jantung :-
8) Abdomen
Mengecil :-
Linea & Striae :-
Luka bekas operasi :-
Kontraksi :-
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
9) Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
10) Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal)
Turgor kulit : Normal
Warna kulit : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas : Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan : Tidak ada kesulitan
3.2.3 Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS: Endometriosis Nyeri

Klien mengeluh sakit


pada perut bagian
Peningkatan respon thd
kiri bawah pada

53
saat menstruasi dan FH dan LSH
nyeri pelvis berat

DO:
Menstruasi
Klien memegangi

perut bagian kiri
bawahnya sambil Kontraksi otot-otot
menunjukan rahim
ekspresi kesakitan

2. DS: Klien mengaku Endometriosis Gangguan pola


nyeri saat seksual

berhubungan
seksual dengan Nyeri pada pelvis
suaminya.

DO: Skala nyeri 4

3. DS : Klien mengaku Endometriosis Gangguan citra tubuh


rendah diri karena

tidak bisa hamil.
Adhesi di tuba fallopii
DO: Klien merasa
lelah dan lemah
dan lebih memilih
Gerakan spontan ujung-
bekerja sepanjang
ujung fimbriae
hari.

Gerakan ovum ke uterus


lambat

54

Ovum tertahan di saluran


ekstra uterine

Infertil

3.2.4 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis


saat menstruasi.

2. Gangguan pola seksual berhubungan dengan rasa nyeri saat melakukan


hubungan seksual

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertile

3.2.5 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis


saat menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi:

a. Klien mengatakan nyeri berkurang

b. Klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit,
keringat berkurang.

55
Intervensi Rasional

Bantu pasien menemukan posisi nyaman. Memodifikasi reaksi fisik dan psikis
terhadap nyeri.

Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, Meningkatkan relaksasi, membantu


distraksi, massage. untuk memfokuskan perhatian, dan
dapat meningkatkan kemampuan
koping.

Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon Untuk mendapatkan indicator nyeri.


verbal, non verbal, dan respon
hemodinamik) klien.

Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi Untuk mendapatkan sumber nyeri.
yang ditunjuk oleh klien.

Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan Nyeri merupakan pengalaman subyektif


skala 0-10. klien dan metode skala merupakan
metodeh yang mudah serta
terpercaya untuk menentukan
intensitas nyeri.

Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, Analgetik tersebut bekerja menghambat


naproksen, ponstan) dan Midol. sintesa prostaglandin dan midol
sebagai relaksan uterus.

Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri Ketidakpercayaan orang lain membuat


klien dan akui nyeri yang klien rasakan. klien tidak toleransi terhadap nyeri
sehingga klien merasakan nyeri

56
semakin meningkat.

2. Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri saat berhubungan seksual

Tujuan : Klien dapat melakukan hubungan seksual dengan nyeri terantisipasi

Kriteria hasil: Penurunan skala nyeri kurang dari 5 dari rentang 1-10

Intervensi Rasional

Kaji riwayat seksual dalam kehidupan pasien Mengkaji riwayat seksual klien digunakan
dan periksa hubungan dengan pasangan untuk menetukan tindakan
seksualnya keperawatan.

Berikan informasi terhadap berubahnya pola Dengan memberikan informasi pasien


seksualitas akibat penyakit yang diderita. dapat mengetahui penyakitnya.

Perawat berkolaborasi dengan terapis dengan Terapis dapat membantu memulihkan


perencanaan modifikasi perilaku untuk kebiasaan klien serta melatihnya
membantu pasien yang berhasrat untuk kembali normal.
menurunkan perilaku seksual yang
berbeda.

Health education pada klien dan Memposiskan klien dan keluarga sebagai
pasangannya support system

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertil

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.

Kriteria evaluasi:

57
a. Klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi,

b. Klien menunjukkan sikap menerima apa yang sedang terjadi.

Intervensi Rasional

Bina hubungan saling percaya dengan klien. Klien dengan mudah mengungkapkan
masalahnya hanya kepada orang
yang dipercayainya.

Dorong klien untuk mengekspresikan Meningkatkan kewaspadaan diri klien


perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dan membantu perawat dalam
dirinya. membuat penyelesaian.

Diskusikan dengan system pendukung klien Penyampaian arti dan nilai klien dari
tentang perlunya menyampaikan nilai dan system pendukung membuat klien
arti klien bagi mereka. merasa diterima.

Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada mengidentifikasi kekuatan klien dapat
pada klien dan dukung kekuatan tersebut membantu klien berfokus pada
sebagai aspek positif. karakteristik positif yang mendukung
keseluruhan konsep diri.

5. Informasikan dan diskusikan dengan jujur Jujur dan terbuka dapat mengontrol
dan terbuka tentang pilihan penanganan perasaan klien dan informasi yang
gangguan menstruasi seperti ke klinik diberikan dapat membuat klien
kewanitaan, dokter ahli kebidanan. mencari penanganan terhadap
masalah yang dihadapinya.

58
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wknjosastro, 2008). Panjang
siklus haid yang normal (siklus yang klasik) adalah 28 hari, tetapi cukup
bervariasi tidak sama untuk setiap wanita (Guyton, 2006).
Gangguan haid adalah perdarahan haid yang tidak normal dalam hal panjang
siklus haid, lama haid, dan jumlah darah haid yang melibatkan hipotalamus,
hipofisis, ovarium dan endometrium. Gangguan-gangguan haid meliputi
perdarahan uterus abnormal, perdarahan uterus disfungsional,
hiperminorea/menoragia, hipominorea, polimenorea, oligomenorea, ameneroa,
dismenorea.
Endometriosis, salah satu entitas penyakit yang paling umum dihadapi oleh
ginekolog, didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium dan stroma
jaringan di luar sisi rahim. Endometriosis diklasifikasikan ke dalam salah satu
dari empat tahap (I-minimal, II-ringan, III-moderat, dan IV-berat) tergantung
pada lokasi, luas, dan kedalaman implan/ plak endometriosis; adanya dan
keparahan adhesi; adanya dan ukuran endometrioma ovarium.
Menurut American Fertility Society (2007), gejala endometriosis berupa:
nyeri haid, nyeri saat berhubungan, nyeri abdomen, dan sterilitas. Pemeriksaan
diagnostik pada endometriosis terdiri dari pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
fisik, dan tes laboratorium. Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan,
pengawasan saja, terapi hormonal, pembedahan dan radiasi.

59
DAFTAR PUSTAKA

Anonyme. (2012). Endometriosis : A guide for patients. America: American Society


for reproductive medicine.

Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Bedaiwy Mohamed A, Liu James. 2010. Pathophysiology, diagnosis, and surgical


management of endometriosis: A chronic disease. SRM e-journal Vol. 8, No.
3

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 2nd vol 8th ed.
Jakarta: EGC

Cakir, M., Mungan, I., Karakas, T., Giriskes, I. & Noczyska, A. 2007. Menstrual
Pattern and Common Menstrual Disorder among University Student in
Turkey. Pediatrics Internasional, 49 (6).

Carpenito, Lynda J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Chang, e. (2010). patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan. jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Paath, E., Rumdasih, Y. & Heryati 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta,
EGC.

Price & Sylvia A. 2005. Patofisiologi vol. 2. Jakarta: EGC

Rabe, T. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates

Rowe, T. (2010). Endometriosis : Diagnosis and Management. Journal of Obstetrics


and Gynaecology Canada Volume 32 , 6.

Scott, James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Jakarta: Widya Medica

60
Sylvia, Price A. dan Lorraine M. Wilson.2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Vol. 2 Ed. 6. EGC: Jakarta.

Sianipar, O., Bunawan, N. C., Almazini, P., Calista, N., Wulandari, P., Rovenska, N.,
Djuanda, R. E., Irene, Seno, A. & Suarthana, E. 2009. Prevalensi Gangguan
Menstruasi dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Siswi SMU di
Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Majalah Kedokteran Indonesia,
59 (7), 209-310.

Sibagariang, E. E. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta, TIM.

Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta : EGC

Wiknojosastro, H. 2009. Ilmu Kandungan, Jakarta, YBP-SP.

61

Anda mungkin juga menyukai