PENDAHULUAN
Penyakit jantung katub adalah penyakit yang sering didapat dan seringkali
memerlukan intervensi. Akibat dominasi dari penyakit jantung katub degeneratif, stenosis
katub aorta (AS= Aortic Stenosis) dan regurgitasi katub mitral (MR= Mitral Regurgitation)
menjadi ua penyakit jantung katub terbanyak saat ini, sedangkan regurgitasi katub aorta (AR=
Aortic Regurgitation) dan stenosis katub mitral (MS= Mitral Stenosis) lebih jarang ditemui.
Meningkatnya usia pasien-pasien penyakit jantung katub dihubungkan dengan frekuensi
komorbiditas yang lebih tinggi, sehingga resiko operasi juga meningkat dan pengambilan
keputusan untuk melakukan intervensi menjadi lebih kompleks. Aspek penting lainnya dari
penyakit jantung katub saat ini adalah meningkatnya proporsi paien-pasien dengan riwayat
intervensi sebelumnya yang datang dengan masalah-masalah lebih lanjut (Perhimpunan
dokter spesialis kardiovaskuler Indonesia, 2009).
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit
jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat
ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung
valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu 40% seluruh penyakit
jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan
kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat
pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering
sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta,
yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta.
Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada
orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium
di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi
biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan
katup akibat demam rematik masih sering terjadi. Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi
dan pembedahan/ insisi adalah upaya yang terbaik. Dengan demikian, katup yang mengalami
kelainan itu dapat disembuhkan ataupun dikurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit
1
Didalam makalah ini akan membahas lebih dalam mengenai penyakit katup jantung,
terutama stenosis mitral dan aorta. Untuk itu kita akan membahas bagaimana mekanisme dari
penyaki katup jantung terutama yang membuat membuat katup stenosis.
1.4 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
Penyakit katup jantung adalah kelainan pada jantung yang menyebabkan kelainan-
kelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat
mengalami dua jenis gangguan fungsional :
1. Regurgitasi daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik
(sinonim dengan insufisiensi katup dan inkompetensi katup)
2. Stenosis katup lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami
hambatan.
Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai lesi
campuran atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni . Disfungsi katup akan
meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih
banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik
sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan
tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan
meningkatkan tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap
peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi
3
miokardium dan hipertrofi merupakan mekansime kompensasi yang bertujuan meningkatkan
kemampuan pemompaan jantung. (ODonnell MM, 2002).
2.1.2 Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai penyakit yang hampir selalu
disebabkan oleh reumatik, tetapi sekarang telah banyak ditemukan penyakit katup jenis baru.
Meskipun terjadi penurunan insiden penyakit demam reumatik, namun penyakit demam
reumatik masih merupakan penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi
bedah. (ODonnell MM, 2002)
Demam reumatik akut merupakan sekuele faringitis akibat streptokokus B-hemolitikus
group A. Demam reumatik timbul hanya jika terjadi respon antibodi atau imunologis yang
bermakna terhadap infeksi streptokokus sebelumnya. Sekitar 3% infeksi steptokokus pada
faring diikuti dengan serangan demam reumatik (dalam 2 hingga 4 minggu). Serangan awal
demam reumatik biasanya dijumpai pada masa anak dan awal masa remaja. (ODonnell MM,
2002)
Patogenesis pasti demam reumatik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan
yang telah diajukan adalah (1). respon hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi dan
(2). efek langsung organisme streptokokus atau toksinnya. Reaksi autoimun terhadap infeksi
streptokokus secara teori akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam
reumatik, dengan cara :
1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi faring.
3. Anitibodi akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan penjamu
yang secara antigenik sama seperti streptokokus (dengan kata lain : antibodi tidak dapat
membedakan antara antigen streptokokus dengan antigen jaringan jantung).
4
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan penjamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.
Apapun patogenesisnya, manifestasi demam rematik akut berupa peradangan difus yang
menyebabkan jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit. Gejala dan
tandanya tidak khas, dapat berupa demam, artritis yang berpindah-pindah, artralgia, ruam
kulit, korea dan takikardi. Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting,
karena dua alasan berikut (1). kematian pada fase akut, walaupun sangat rendah, tetapi hampir
seluruhnya disebabkan oleh gagal jantung dan (2). kecacatan residual yang terutama
disebabkan oleh deformitas katup
Demam reumatik akut dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung yang
disebut pankarditis. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup,
mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Vegetasi seperti
manik-manik akan timbul disepanjang pinggir daun katup. Perubahan akut ini dapat
mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. (ODonnell
MM, 2002).
Serangan awal karditis reumatik biasanya akan mereda tanpa meninggalkan kerusakan
berarti. Namun serangan berulang akan menyebabkan gangguan progresif pada bentuk katup.
Perubahan patologis penyakit katup reumatik kronis timbul akibat proses penyembuhan yang
disertai pembentukan jaringan parut, proses radang berulang, dan deformitas progresif yang
disertai stres hemodinamik dan proses penuaan. (ODonnell MM, 2002).
Deformitas akhir yang menyebabkan stenosis katup ditandai oleh penebalan dan penyatuan
daun katup disepanjang komisura (tempat persambungan antara duan daun katup). Perubahan
ini mengakibatkan penyempitan lubang katup dan mengurangi pergerakan daun katup
sehingga menghambat majunya aliran darah. Korda tendinae katup atrioventrikularis dapat
juga menebal dan menyatu sehingga membentuk terowongan fibrosa dibawah daun katup dan
semakin menghambat aliran darah. (ODonnell MM, 2002).
Lesi yang berkaitan dengan insufisiensi katup terdiri atas daun katup yang menciut dan
retraksi yang menghambat kontak dan pemendekan antar daun katup, menyatukan korda
tendinae yang menghalangi gerak daun katup. Perubahan ini akan mengganggu penutupan
katup sehingga menimbulkan aliran balik melalui katup tersebut. (ODonnell MM, 2002).
Kalsifikasi dan sklerosis jaringan katup akibat usia lanjut juga berperan dalam perubahan
bentuk katup akibat demam reumatik. Penyakit kronis yang disertai kegagalan ventrikel serta
pembesaran ventrikel juga dapat mengganggu fungsi katup atrioventrikularis. Bentuk
ventrikel mengalami perubahan sehingga kemampuan otot papilaris untuk mendekatkan daun-
daun katup pada waktu katup menutup akan berkurang. Selain itu lubang katup juga melebar,
5
sehingga semakin mempersulit penutupan katup dan timbul insufisiensi katup. (ODonnell
MM, 2002).
Selain penyakit reumatik, dikenal beberapa penyebab lain yang semakin sering
menimbulkan perubahan bentuk dan malfungsi katup : (1). dekstruksi katup oleh endokarditis
bakterialis (2). defek jaringan penyambung sejak lahir (3) disfungsi atau ruptura otot papilaris
karena aterosklerosis koroner dan (4). malformasi kongenital. (ODonnell MM, 2002).
Endokarditis infektif dapat disebabkan oleh banyak organisme, termasuk bakteri, jamur,
dan ragi. Infeksi bakteri merupakan penyebab tersering. Akibatnya, keadaan ini sering disebut
sebagai endokarditis bakterialis. Endokarditis menimbulkan vegetasi disepanjang pinggir
daun katup, vegetasi-vegetasi ini dapat meluas dan menyerang seluruh katup, bahkan
moikardium. Akibatnya, daun katup dapat mengalami fibrosis, erosi dan perforasi sehingga
menimbulkan suatu disfungsi katup regurgitan yang khas. (ODonnell MM, 2002).
Disfungsi atau ruptura otot papilaris dapat menimbulkan berbagai macam disfungsi katup.
Gangguan otot papilaris dapat bersifat intermitan (yaitu akibat iskemia) dan hanya
menimbulkan regurgitasi episodik yang ringan. Tetapi, apabila terjadi ruptura otot papilaris
nekrotik setelah infrak miokardium, dapat terjadi insufisiensi mitralis akut. (ODonnell MM,
2002).
Malformasi kongenital dapat terjadi pada setiap katup. Misalnya, sekitar 1% sampai 2%
katup aorta adalah katup bikuspidalis dan bukan trikuspidalis.
Lesilesi katup tertentu sangat menunjukan penyebab disfungsi. Misalnya, stenosis mitralis
murni biasanya disebabkan oleh rematik, sedangakan stenosis aorta murni biasanya
disebabkan oleh kalsifikasi prematur dan degenerasi katup bikuspidalis kengenital. Lesi katup
pulmonalis atau trikuspidalis murni hampir pasti disebabkan oleh cacat kongenital. Lesi katup
gabungan biasanya disebabkan oleh rematik. (ODonnell MM, 2002)
6
2.2 Mitral Stenosis
2.2.1 Definisi
Mitral Stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolic akibat akibat penyempitan katup.
Penyebab Mitral stenosis paling sering demam rematik, penyebab lain adalah
karsinoid, sistemik lupus eritematosus, rheumatoid artitis, mukopoli-sakharidosis dan
kelainan bawaan, (Rilantono, 2013).
7
Stenosis mitral (MS) adalah merupakan penyempitan pada lubang katup mitral
yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri. (Kasron, 2012)
Jadi dapat disimpulkan bahwa mitral stenosis atau yang kerap disebut MS
merupakan penyempitan katup mitral yang menyebabkan katup tidak terbuka dengan
tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup
mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung.
Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta
gejala lainnya. (Kasron, 2012)
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Patofisiologi
Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya adalah adalah
suatu proses antigen-antibodi atas infeksi kuman streptokokus beta hemotilikus grup
A. Antibodi yang terbentuk ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi
juga menyerang katup mitral, dan merusak katup tersebut.
Proses perusakan/ perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun katup
mitral saja, tetapi juga anulus katup. Katup mitral yang terkena rematik akan menebal,
mengalami fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari proses
patologis ini adalah penyempitan area katup mitral. Proses ini juga tidak jarang
melibatkan aparatus subvalvar, seperti pemendekan chorda tendineae yang akan lebih
menghambat gerakan katup mitral. Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri diikuti dilatasi atrium kiri maupun vena
pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Proses ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pulmonalis, sehingga akhirnya dapat menyebabkan hipertensi pulmoner.
Pada area katup mitral < 2,5 cm2 biasanya mulai timbul keluhan cepat lelah
atau sesak nafas. Pada MS berat dapat terjadi penurunan isi sekuncup dan curah
jantung, sehingga tekanan darah turun terutama pada saat aktivitas. Di samping itu,
terjadi pula peningkatan gradien tekanan diastolik antara atrium kiri dengan ventrikel
kiri yang menyebabkan sesak nafas.
Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung (apalagi bila
irama jantung atrial fibriasi/ AF) juga meningkat, sehingga fase diastolik memendek
dan waktu yang diperlukan untuk mengosongkan atrium kiri pendek. Akibat dari
kondisi ini, terjadilah peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena pulmonalis, yang
akhirnya menimbulkan edema paru. (Rilantono, 2013)
2.2.4 WOC
(Terlampir)
9
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. EKG : gambaran EKG tidak spesifik; jika pasien memiliki irama sinus,
gelombang P bifasik yang lebar didapatkan pada 90% pasien dengan stenosis
mitral. Morfologi gelombang P berkaitan dengan dilatasi atrium kiri bukannya
hipertrofi.
2. Radiografi thoraks : Pada stenosis mitral murni, ukuran jantung pada radiografi
thoraks normal.
3. Ekokardigrafi : Baik ekokardiografi M-mode maupun ekokardiografi potongan
melintang menunjukkan penebalan katup dan penurunan laju penutupan mid-
diastolik pada daun katup anterior. Daun katup posterior juga mengalami tethering
dan bergerak ke anterior selama diastole. Dimensi atrium kiri meningkat dan
kadang dapat dilihat trombus pada apendik atrium kiri.
(Gray, Huon. 2005)
2.2.7 Penatalaksanaan
11
5. Intervensi Bedah, Reparasi atau Ganti Katup.
Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena
adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat dengan jelas,
pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi
dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan
diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Perlu diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi oleh
karena dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi, trombosis pada katup,
infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli.
12
2.2.8 Komplikasi
1. Emboli paru rekuren, adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas lanjut
dalam perjalanan stenosis mitral, terjadi paling sering pada pasien dengan gagal
ventrikel kanan.
2. Endokarditis infektif, jarang pada stenosis mitral murni tetapi tidak jarang pada
pasien dengan gabungan stenosis dan regurgitasi.
(Isselbacher, Kurt. 2000)
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut, Dispnea karena kerja,
palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea paroksimal nokturnal,
nokturia,keringat malam hari).
Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena kerja, Takipnea, dispnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik,
endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi
kongenital (contoh kerusakan atrial-septal, sindrom marfan), trauma
dada, hipertensi pulmonal.Riwayat murmur jantung, palpitasi, Serak,
hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum.
Tanda : Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM)
Getaran : Getaran diastolik pada apek (SM)
Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras (SM).
Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM
berat)
Kecepatan : Takikardi pada istirahat (SM).
Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM)
DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan
(IA,SA,IM,IT,SM).
13
3) Integritas Ego
Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit,
gemetar.
4) Makanan/Cairan
Gejala : Disfagia (IM kronis), Perubahan berat badan, Penggunaan diuretik.
Tanda : Edema umum atau dependen.
Hepatomegali dan asites (SM,IM,IT)
Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
5) Neurosensori
Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja.
6) Pernapasan
Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk menetap atau
noktural (sputum mungkin/tidak produktif)
Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), Sputum banyak
dan bercak darah (edema pulmonal)
Gelisah/ketakutan (pada adanya edema pul monal)
7) Keamanan
Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi.
Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya). Perlu
perawatan gigi/mulut.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien stenosis mitralis antara lain :
1. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
3. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
4. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif
vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).
5. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli
Rencana Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan
curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil : Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas
gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien
ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
14
R : Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
b. Catat bunyi jantung.
R : Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
c. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
R : Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi
aliran darah pada ventrikel.
d. Pantau intake dan output setiap 24 jam.
R : Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan
produksi cairan dan natrium.
e. Batasi aktifitas secara adekuat.
R : Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
15
R : Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan pristaltik.
4) Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif
vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan
volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Intervensi
a. Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
R : Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.
b. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.
R : Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.
c. Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung
keseimbnagan cairan.
R : Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang
pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.
d. Pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
R : Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan
pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
e. Berikan diet rendah natrium/garam.
R : Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
17
c. Dorong perubahan posisi sering.
R : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
R : Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
e. Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
R : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
g. Delegatif pemberian diuretik.
R : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
2.3.1 Definisi
Stenosis aorta adalah penyempitan katup aorta. Paling sering terjadi akibat
klasifikasi progresif dari suatu katup yang degeneratif atau bikuspidalis (Gleadel,
2007).
Stenosis aorta merupakan suatu penyakit yang progresif. Meningkatnya
kekesaran bising dan menghilangnya bunyi klik dapat menunjukkan peningkatan
gradien di sepanjang katup aorta (William, Schwartz M, 2005)
18
Stenosis aorta adalah penyempitan pada jalan keluar ventrikel kiri pada katup
aorta atapun area tepat di bawah atau atas katup aorta mengakibatkan perbedaan
tekanan antara ventrikel kiri dan aorta (Wahab, Samik A. 2009)
2.3.2 Etiologi
Menurut (Noer, Sjaifoellah. 2002) penyebab terjadinya stenosis aorta adalah :
1. Konginetal
a. Aorta unikuspid, menyebabkan obstruksi berat pada saat bayi dan merupakan
penyebab kematian pada umur kurang dari 1 tahun.
b. Aorta bicuspid, dapat menyebabkan stenosis pada saat lahir, tetapi kadang-
kadang juga tidak. Struktur abnormal ini akan menyebabkan turbelensi
sehingga katup akhirnya menjadi kaku, fibrosis dan klasifikasi pada umur
dewasa. Kelainan ini dapat diperberat oleh endokarditis bakteriliasis dan
menimbulkan reguritasi.
c. Aorta tricuspid dapat juga mengalami abnormalitasda dalam bentuk maupun
besarnya sehingga menimbulkan turbulensi, fibrosis dan klasifikasi.
2. Penyakit Jantung Reumatik
Kelainan akibat penyakit jantung reumatik pada katup aorta jarang muncul
tersendiri, tapi selalu disertai kelainan pada katup lainnya.
3. Stenosis aorta akibat klasifikasi senilis
Kelainan ini merupakan akibat arteriosklerosis, dimana terjadi sklerosis dan
klasifikasi katup pada usia lanjut dan jarang mengakibatkan stenosis berat.
4. Stenosis aorta pada arthritis rheumatoid
Terjadi penebalan nodular daun katup dan proksimal aorta. Kelainan ini jarang
sekali terjadi.
2.3.3 Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang
dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi
ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard
menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium
menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan
pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan
menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard.
Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard
yang hipertrofi.
19
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis
aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta
meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran
darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat
stenosis aorta) akan merangtsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron)
beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan massa
otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui
tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal
berdasarkan rumus Laplace: Stress= (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila
tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai
penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding
ventrikel,penurunan cadangan diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia
miokard .Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni
gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular
menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak
nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,iskemia sub-endokard yang menghasilkan
angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul
karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel
kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan
waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung
memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan
resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena
peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop.
Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis
aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani,foto toraks dan enongkatan
Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan menigkatkan kekakuan seluruh dinding
jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan
gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi
dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri
menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut
sebagai disfungsi sistolik
20
2.3.4 WOC
(Terlampir)
21
2.3.8 Komplikasi
1. Gagal ventrikel kiri
2. Aritmi-dapat mati mendadak
3. Fibrilasi atrium
4. Endokarditis infektif
5. Sinkop
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum pasien tampak lemas dan wajahnya pucat
TD : 110/90 mmHg, suhu : 38C, RR : 26X/menit, nadi : 110X/menit
2. Pemeriksaan kepala
Pada kepala berbentuk mesochepal, rambut klien tidak rontok, tidak lesi pada
kulit, idak berketombe dan tidak terdapat nyeri tekan pada kepala klien
3. Pemeriksaan muka
Muka klien terlihat pucat, tidak lesi pada wajah klien
4. Pemeriksaan mata
Bentuk mata simetris, sclera non ikterik, kornea jernih, pupil isokor,
konjungtiva anemis, palpebra normal tidak ada nyeri tekan
5. Pemeriksaan hidung
Hidung klien berbentuk simetris, tulang hidung tidak septum deviasi, tidak ada
lesi, tidak terdapat hematom, tidak ada polip dan epitaksis
6. Pemeriksaan mulut
Mulut klien lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi
7. Pemeriksaan leher klien
Tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada kaku kuduk, reflek menelan baik
8. Pemeriksaan dada
Inspeksi : pergerakan pernapasan meningkat,tampak kelelahan
22
Palpasi : terdapat thrill
Perkusi : terdapat keredupan padadaerah yang terinfeksi
Auskultasi : terdapat bunyi murmur yang khas dan melemah pada bunyi
jantung kedua
9. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : warna kulit abdomen normal yaitu kecoklatan lebih terang dari
warna kulit lain, terlihat adapembengkakan di perut
Auskultasi : peristaltic usus 20 kali
Perkusi : terdengar timpani
10. Pengkajian ekstermitas
Tidak ada edema, kekuatan otot lemah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan tekanan atrium dan
kongesti vena.
2. Kelebihan volume cairan berhubunag dengan peningkatan retensi cairan dan natrium
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Penurunan curah Bebas dari gejala - Pantau tekanan - Indikator klinis
jantung dekompensasi jantung darah dan nadi dari keadekuatan
berhubungan Kriteria hasil apikal dan curah jantung.
dengan perubahan a. Melaporkan / perifer Pemantauan
tekanan atrium dan menunjukkan memungkinkan
kongesti vena episode dipsnea, deteksi dini /
nyeri dada dan - Pantau irama tindakan terhadap
disritmia jantung sesuai dekompensasi
b. Berpartisipasi indikasi - Disritmia umum
dalam aktivitas pada pasien
yang menurunkan dengan penyakit
beban kerja jantung katup. Disritmia
c. Mendemonstrasikan atrium paling
peningkatan umum, berkenaan
toleransi aktivitas dengan
d. Mengidentifikasi peningkatan
tanda dini dan tekanan dan
dekompensasi volume atrium.
jantung, cara untuk Abnormalitas
mengubahaktivitas konduksi dapat
dan kapan mencari juga terjadi,
bantuan seperti pada
penyakit katup
aortik, karena
- Tingkatkan penurunan perfusi
tirah baring arteri koroner
dengan posisi - Menurunkan
23
semi fowler volume darah
yang kembali ke
jantung, yang
memungkinkan
oksigenasi,
menurunkan
- Bantu aktivitas dipsnea dan
sesuai indikasi regangan jantung
- Melakukan
kembali aktivitas
secara bertahap
dapat mencegah
pemaksaan
- Diskusikan / terhadap cadangan
demonstrasika jantung
n teknik - Reduksi ansietas
manajemen dapat menurunkan
stres stimulasi jantung
simpatis dan
beban kerja
- Kolaborasi jantung
pemberian - Memberikan
oksigen. oksigen untuk
pantau BGA ambilan miokard
dalam upaya
untuk
mengkompensasi
peningkatan
kebutuhan
- Kolaborasi oksigen
pemberian - Pengobatan
obat-obatan disritmia atrial
sesuai indikasi dan ventrikuler
(antidisritmia, khususnya
inotropik, mendasari kondisi
vasodilator, dan simtomatologi
deuretik) tapi ditunjukkan
pada
berlangsungnya /
meningkatnya
curah jantung.
Vasodilator
digunakan untuk
menurunkan
hiprtensi dan
tahanan vaskuler
sistemik.
Penurunan ini
mengembalikan
dan
menghilangkan
tahanan. Deuretik
24
menrunkan
volume sirkulasi.,
yang menurunkan
tekanan darah
lewat katupyang
tak berfungsi,
meskipu
memperbaiki
fungsi jantung dan
menurunkan
kongesti vena.
Kelebihan volume Balance cairan adekuat - Pantau - Penting pada
cairan berhubunag kriteria hasil masukan dan pengkajian
dengan a. menunjukkan pengeluaran jantung dan fungsi
peningkatan retensi keseimbangan cairan, catat ginjal dan
cairan dan natrium masukan dan keseimbangan kefektifan terapi
haluaran, berat cairan (positif / deuretik,
badan stabil, tanda ngatif), keseimbangan
vital dalam rentang timbang bb cairan positif
normal dan tidak tiap hari berlanjut( pemasu
ada edema kan lebih besar
b. menyatakan dari pengeluaran)
pemahaman diet dan berat badan
individu / mengkat
pembatasan cairan - Auskultasi menunjukkan
bunyi nafas makin buruknya
dan jantung gagal jantung
- Tambahan bunyi
nafas (krakles)
dapat
menimbulkan
timbulnya edema
paru akut atau
GJK kronis.
Terdengarnya S3
adalah salah satu
temuan klinik
pertama
sehubungan
dengan
k=dekompensasi.
Ini mungkin
- Kaji adanya sementara. (gagal
distensi vena paru kongestif
jugular / akut) atau
peninggian permanen (gagal
CVP jantung luas atau
kronis
sehubungan
dengan penyakit
katup berat)
- Indikator klinik
25
gagal jantung sisi
kandan dan
kongesti sistemik
pada perluasan
penyakit katup (2
3 katup)
- Hipertensi umum
sebagai akibat
gangguan katup,
contoh stenosis
aorta. Namun
peninggian TD
diatans normal
dapat
- Pantau TD menunjukkan
kelebihan cairan,
khususnya bila
terjadi tiba-tiba
sepanjang tanda
- Catat laporan kongesti pulmonal
dipsnea,
ortopnea. - Terjadinya /
Evaluasi teratasinya gejala
adanya / menunjukkan
detajat edema status
keseimbangan
cairan dan
- Jelaskan tujuan keefektifan terapi
pembatasan - Dapat
cairan / meningkatkan
natrium pada kerja sama psaien.
pasie / orang Memberikan
terdekat. beberapa rasa
Libatkan kontrol dalam
dalam rencana menghadapi
jadwal upaya pembatasan
pemasukan /
pilihan diet
yang tepat
Kolaborasi
- Berikan
deuretik
(furosemid, - Menghambat
asam reabsorbsi
etakrinik) Natrium / Klorida
sesuai indikasi yang meingkatkan
ekskresi cairan
dan menunjukkan
kelebihan cairan
- Pantau total tubuh dan
eddema paru
26
elektrolit - Nilai elektrolit
serum berubah sebagai
khususnya K. respon deuresis
Berikan K dan gangguan
pada diet dan oksigenasi dan
K tambahan metabolisme.
bila Hipokalemi
diindikasikan mencetus pasien
pada gangguan
- Berikan cairan irama jantung
IV melalui alat - Pompa IV
pengontrol mencegah
kelebihan
- Batasi cairan pemberian cairan
sesuai indikasi - Dapat diperlukan
untuk
menurunkan
volume cairan
- Berikan ekstra sel / edema.
batasan diet - Menurunkan
natrium sesuai retensi cairan
indikasi
Intoleransi Perbaikan toleransi - Kaji toleransi - Parameter
aktivitas aktifitas pasien menunjukkan
berhubungan Kriteria hasil terhadap respon fisiologis
dengan a. Menunjukkan aktivitas pasien terhadap
ketidakseimbangan peningkatan yang mengguanakan stress aktivitas
antara suplai dapat diukur dalam parameter dan indikator
oksigen dan toleransi aktivitas berikut : HR derajat pengaruh
kebutuhan b. Mengidentifikasi 20 kali/ min kelebihan kerja /
(penurunan / faktor yang diatas jantung
terbatasnya curah mempengaruhi frekuensi
jantung) toleransi aktivitas istirahat, cacat
dan penurunannya peningkatan
dengan efek negatif TD, dipsnea
atau nyeri
dada,
kelelahan berat - Stabilitas
dan fisiologis pada
kelemahan, istirahat penting
berkeringat, untuk memajukan
pusing atau tingkat aktivitas
pingsan individual
- Kaji kesiapan
untuk
meningkatkan
aktivitas
contoh - Konsumsi oksigen
penurunan miokardia selama
kelemahan / berbagai aktvitas
kelelahan, TD dapat
27
stabil/ HR, meningkatkan
peningkatan jumlah oksigen
perhatian pada yang ada.
aktivitas dan Kemajuan
perawatan diri aktivitas bertahap
- Dorong mencegah
memajukan peningkatan tiba-
aktivitas / tiba pada kerja
toleransi jantung
aktivitas - Teknik
penghematan
energi
menurunkan
pengguanaan
energi dan
sehingga
membantu
keseimbangan
suplai dan
- Berikan kebutuhan
bantuan sesuai oksigen
kebutuhan dan - Seperti jadwal
anjurkan meningkatkan
pengguanaan toleransi terhadap
kursi mandi, kemajuan
menyikat gigi / aktivitas dan
rambut dengan mencegah
duduk dsb kelemahan
- Dorong pasien
untuk
berpartisipasi
dalam memilih
periode
aktivitas
28
2.4.1 Definisi
Insufisiensi mitral terjadi bilah- bilah katup mitral tidak dapat saling menutup
selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat
menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari ventrikel
kiri ke antrium kiri.Pemendekan atau sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral
mengakibtakan penutupan lumen mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat
mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan mendorong
sebagaian darah kembali ke antrium kiri. Aliran balik darah ini ditambah dengan darah
yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri mengalami pelebaran dan hipertrofi.
Aliran darah balik dari ventrikel akan menyebabkan darah yang mengalir dari
paru ke antrium kiri menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami kongesti, yang
pada giliranya menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral
hanya kecil namun selalu berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan.
2.4.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas
reumatik dan non reumatik(degeneratif, endokarditis, penyakit jantung koroner,
penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti
Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.
2.4.3 Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karna katup tidak biasa menutup
sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan dan
distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu
sistolik. Selain pemendekan kordatendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel
terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi annulus atau rupture korda
tendinea. Selam fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan
gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang pada saat
diastolik,darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel.darah tersebut selain yang
berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari
ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke
bawah secara mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini menimbulkan
29
vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi mitral kronik,regurgitasi
sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya
tekanan baji dan aorta pulmonal.
2.4.4 WOC
(Terlampir)
2.4.5 Manifestsi klinis
Sangat capi, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak bial
terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales
Tingkat lanjut : edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
Auskultasi : terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.
Murmur : bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada
apex) S3 nada rendah.
2.4.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat darah mendorong dengan
kuat melewati katup.
2. Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan
gerakan katup yang abnormal.
3. Pada MR akut yang berat, murmur sitolik bersifat decrescendo, yang
menggambarkan adanya keseimbangan antara tekanan ventrikel dan atrium
kiri saat sitolik.
4. Terdapat denyut S3, yang menggambarkan adanya peningkatann volume
darah yang menuju ventrikel kiri pada diastolic awal
5. Pada MR kronik, terdapat pulsasi apeks jantung yang biasanya dapat teraba
di sekitar aksila karena adanya pembesran ventrikel kiri
6. Chest radiograph, menunjukan adanya edema paru pada MR akut,
sedangkan pada MR kronik, menunjukan adanya pembesaran atrium dan
ventrikel kiri tanpa keterlibatan sirkulasi pulmonal
7. EKG, menunjukkan adanya pembesaran atrium kiri dn tanda hipertrofi
ventrikel kiri pada MR kronik
8. Ecocardiografi dapat digunakan untuk mencari sebab dari MR dan
menentukan derajat MR menggunakan ecocardiografi dopler. Selain itu,
dapat juga ditentukan ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri.
9. Kateterisasi jantung, yng berguna untuk mengidentifikasi penyebab iskemi
korener dan menenttukan derajat MR
30
10. Foto polos jantung, yng mmperlihatkan pembesaran dari atrium dn
ventrikel kiri pada MR kronik. Trdapat kongesti vena pulmonal, edema
intersisial, danadanya garis Kerley B. Klasifikasi dapat terlihat terutama
pada pasien dengan MS dan MR yang lama. Klasifikasi yang terdapat pada
annulus mitral terlihat pada proyeksi lateral.
2.4.7 Penatalaksanan
Jika Regurgitasi ringan, tidak memerlukan perawatan spesifik namun pasien
mungkin erlu dievaluasi secara berkala dan mungkin perlu minum antibiotic sebelum
tindakan medis. Berikut daftar antibiotic yng dapat digunakan
Golongan Nama Generik Obat
Sefalosporin Cephalexin
Cefazolin
Cefadroxil
Makrolid Clarithromycin
Azithromycin
Erythromycin
Aminoglikosida Gentamicin
Penisilin Amoxicillin
Ampicillin
Antibiotika golongan lain Vancomycin
Clindamycin
31
seberapa cepat ventrikel kiri membesar. Pembedahan mungkin dilakukan untuk
memperbaiki katup atau mnggantinya dengan katup (Prospetik buatan).
Pembedahan ini termasuk :
a. Perbaikan katup mitral (mitral valve repair), yaitu rekonstruksi katup mitral yang
menyebabkan regurgitasi, seperti penyambungan kembali daun katup ke annulus
mitral, atau penyambungan korda tendenia.
b. Penggantian katup mitral (mitral valve replacement)
2.5.1 Definisi
Insufisiensi aorta adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama
diastole (vanvid, 2011).
Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran balik)
darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi (wajan, 2010).
Insufisiensi aorta adalah penyakit katup jantung dimana katup aorta atau balon
melemah, mencegah katup menutup erat-erat. Hal ini menyebabkan mundurnya aliran
darah dari aorta (pembuluh darah terbesar) ke dalam ventrikel kiri (evan, 2010).
Insufisiensi katub Aorta (Regurgitasi ) adalah kembalinya darah ke ventrikel
kiri dari aorta selama diastol ( relaksasi ). Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan
dimana terjadi refluk ( aliran balik ) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu
relaksasi. Insufisiensi aorta adalah penyakit katub jantung di mana katub aorta atau
balon melemah, mencegah katub menutup erat-erat. Hal ini menyebabkan mundur
aliran darah dari aorta (pembuluh darah terbesar) ke dalam ventrikel kiri (ruang bawah
kiri jantung).
2.5.2 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah demam rematik . Kelainan katub dan pangkal aorta
juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik terlihat
32
fibrosis dan retraksi daun-daun katub atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya
merupakan sekuele dari demam rematik.
Insufisiensi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 3 macam
kelainan artifisial, yaitu:
1. Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada:
a. Penyakit kolagen
b. Aortitis sifilitika
c. Diseksi aorta
2. Penyakit katup artifisial
a. Penyakit jantung reumatik
b. Endokarditis bakterialis
c. Aorta artificial congenital
d. Ventricular septal defect (VSD)
e. Ruptur traumatik
f. Aortic left ventricular tunnel
3. Genetik
a. Sindrom marfan
Mukopolisakaridosis
1. Demam reumatik
Rheumatic fever (demam rhematik) adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
infeksi oleh kelompok streptococcal bacteria yang tidak dirawat . Kerusakan pada
kelopak-kelopak klep akibat dari demam rhematik menyebabkan pergolakan yang
meningkat di seluruh klep dan lebih banyak kerusakan. Penyempitan dari demam
rhematik terjadi dari peleburan dari tepi-tepi (commissures) dari kelopak-kelopak
klep.
Dalam keadaan normal, katub aorta menutup untuk mencegah darah di aorta dari
mengalir balik ke ventricle kiri. Pada aortic regurgitation, klep yang sakit
mengizinkan kebocoran dari darah balik ke dalam ventricle kiri ketika otot-otot
ventricle mengendur derajat dari kerusakan rhematik pada klep mitral. Penyakit
jantung rhematik adalah suatu kejadian yang relatif tidak umum di Amerika, kecuali
pada orang-orang yang telah berimigrasi dari negara-negara kurang maju.
37
Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena kerja,
palpitasi, gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis
bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh
kerusakan atrial-septal, sindrom Marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal,
riwayat murmur jantung, palpitasi, serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa
produksi sputum.
Tanda: Sistolik TD menurun (AS lambat). Tekanan nadi: penyempitan (SA);
luas (IA). Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan
dengan pulsasi arteri terlihat (IA). Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah
dan ke kiri (IM); secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA). Getaran:
Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar (SA), getaran
sistolik sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada titik jugular dan
sepanjang arteri karotis (IA). Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA).
Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada
S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA).
Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP). Kecepatan: takikardi
(MVP); takikardi pada istirahat (SM). Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM
dan IM). Disritmia dan derajat pertama blok AV (SA). Murmur: bunyi rendah,
murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik terdengar baik pada dasar
dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan
terdengar baik pada dasar (IA). DVJ: mungkin ada pada adanya gagal ventrikel
kanan. Warna/sianosis: kulit hangat, lembab, dan kemerahan (IA). Kapiler
kemerahan dan pucat pada tiap nadi (IA).
c. Integritas ego
Tanda : kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit,
gemetar.
d. Makanan/cairan
Gejala: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum atau dependen, hepatomegali dan asites (SM, IM),
hangat, kemerahan dan kulit lembab (IA), pernapasan payah dan bising dengan
terdengar krekels dan mengi.
38
e. Neurosensori
Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina (SA, IA), nyeri dada non-angina/tidak khas (MVP).
g. Pernapasan
Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau
nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak
dan berbercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema
pulmonal).
h. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi
(pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.
Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari.
Bantuan dengan kebutuhan perawatan diri, tugas-tugas rumah
tangga/pemeliharaan, perubahan dalam terapi obat, susunan perabot di rumah
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak lemas dan wajahnya pucat.
TD : 110/90 mmHg, suhu : 380C, RR : 26x/menit, nadi : 110x/menit.
b. Pemeriksaan kepala
Pada kepala berbentuk mesochepal, rambut klien tidak rontok, tidak lesi pada
kulit kepala, tidak berketombe, dan tidak terdapat nyeri tekan pada kepala
klien.
c. Pemeriksaan muka
Muka klien terlihat pucat, tidak lesi pada wajah klien.
d. Pemeriksaan mata
Bentuk mata simetris, sclera non ikterik, kornea jernih, pupilnya ishokor,
konjungtiva anemis, palpebra normal tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksaan hidung
Hidung klien berbentuk simetris, tulang hidung tidak septum deviasi, tidak ada
lesi, tidak terdapat hematom, tidak ada polip dan epistaksis.
f. Pemeriksaan mulut
Mulut klien lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi.
g. Pemeriksaa leher klien
Tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk, reflek menelan baik.
h. Pemeriksaan dada
39
Inspeksi : Pergerakan pernafasan meningkat, tampak kelelahan.
Palpasi : Terdapat thriil
Perkusi : Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi.
Auskultasi : Terdapat bunyi murmur yang khas dan melemah pada bunyi
jantung ke 2
i. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : warna kulit abdomen normal yaitu kecoklatan lebih
terang dari warna kulit lain, terlihat ada pembengkakan di
perut
Auskultasi : peristaltik usus 20 kali
Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : terdengar timpani
g. Pengkajian ekstremitas
Tidak ada edema, kekuatan otot lemah
3. Diagnosa Keperawata
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan
tekanan
atrium dan kongesti vena.
b. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.
c. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
d. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
e. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
4. Intervensi
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan tekanan
atrium dan kongesti vena.
Tujuan : Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
Intervensi :
1) Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/ Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan
memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.
4) Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu
turun dari tempat tidur.
R/ Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan
terhadap cadangan jantung.
5) Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
40
R/ Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk
mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.
4) Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan
kalium tambahan bila diindikasikan.
R/ Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan
metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
5. Evaluasi
43
a. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
b. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil,
tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
c. Nyeri hilang/terkontrol.
d. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
e. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.
BAB III
STUDI KASUS
44
Ny. G usia 45 tahun. Dirawat di ruang jantung dengan keluhan nafas terasa sesak dan
semakin berat saat digunakan naik tangga ke lantai dua, bdan lemah, dan terkadang muncul
batuk. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan : Berat badan 75 Kg, tinggi badan 155 cm. Tekanan
darah 130/90 mmHg, Nadi 100 x/menit, pernafasan 25 x/menit. Hasil pemeriksaan penunjang,
ECG ditemukan Irama Takikardi 110 x/menit, hipertrofi atrium kiri dan atrial vibrilasi.
Riwayat penyakit masa lalu demam rematik dengan pengobatan yang tidak tuntas. Pasien
didiagnosis Mitral Stenosis
c. Batuk
Katup mitral yang tidak mau terbuka (mitral stenosis) ini menyebabkan volume di
atrium menumpuk dan menjadikan tekanan atrium kiri naik. Ketika terjadi
peningkatan tekanan atrium kiri ini secara otomatis aliran darah yang akan menuju ke
atrium kiri (vena pulmonalis) kembali lagi ke vena pulmonalis. Hal ini yang
menjadikan hipertensi paru. Jika hal ini terjadi, vena pulmonalis dan kapiler paru juga
mengalami peningkatan tekanan dan akhirnya terbentuk bendungan. Karena tidak
cukupnya pembuluh darah kapilerparu membendung aliran darah yang kembali tadi,
maka cairan berpindah ke area interstisial kemudian mungkin ke alveolar. Hal inilah
yang menyebabkan batuk nokturnal dan batuk ini akan menjadi sesak nafas (dispnea
nokturnal). Lama kelamaan bendungan pembuluh darah tadi juga akan mejadi pecah
dan menjadikan pasien hemoptosis.
(Mansjoer, et, al. 2009)
(Gray, et, al. 2003)
46
Katup mitral yang tidak mau terbuka (mitral stenosis) ini menyebabkan
volume di atrium menumpuk dan menjadikan tekanan atrium kiri naik. Ketika terjadi
peningkatan tekanan atrium kiri ini secara otomatis aliran darah yang akan menuju ke
atrium kiri (vena pulmonalis) kembali lagi ke vena pulmonalis. Hal ini yang
menjadikan hipertensi paru. Jika hal ini terjadi, vena pulmonalis dan kapiler paru juga
mengalami peningkatan tekanan dan akhirnya terbentuk bendungan. Karena tidak
cukupnya pembuluh darah kapilerparu membendung aliran darah yang kembali tadi,
maka cairan berpindah ke area interstisial kemudian mungkin ke alveolar. Hal inilah
yang menyebabkan batuk nokturnal dan batuk ini akan menjadi sesak nafas (dispnea
nokturnal). Lama kelamaan bendungan pembuluh darah tadi juga akan mejadi pecah
dan menjadikan pasien hemoptosis. (Mansjoer, et, al. 2009) (Gray, et, al. 2003)
Stenosis mitral mengakibatkan aliran darah dari atrium ke ventrikel menurun
saat diastol. Volume darah di ventrikel yang akan di distribusikan ke seluruh tubuh
melalui aorta juga berkurang. Jika volume darah ke seluruh tubuh berkurang, jantung
akan berkompensasi dengan cara mempercepat dengutnya (takikardi) agar curah untuk
ke seluruh tubuh terutama jantung terpenuhi. Saat jantung memenuhi kompensasi ini
akan terasa lelah. (Black & Hawks, 2009)(Gray, et, al. 2003
Resiko penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah
jantung tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Vital sign dalam batas normal
a. TD: 110/70 mmHg - 130/90 mmHg
b. RR: 16-20 x/menit
c. N: 60-80 x/menit
Gambaran ECG normal
Suara jantung normal
urine output adekuat 37,5 - 75 cc/jam,
47
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara 1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi
teratur setiap 4 jam. jantung sedini mungkin.
2. Auskultasi bunyi jantung. 2. Mengetahui adanya perubahan irama
jantung.
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap 3. Pucat menunjukkan adanya penurunan
perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya
sianosis dan pucat.
curah jantung. Sianosis terjadi sebagai
akibat adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel..
4. Pantau intake dan output setiap 24 4. Ginjal berespon untuk menurunkna curah
jam. jantung dengan menahan produksi cairan
dan natrium.
5. Batasi aktifitas secara adekuat. 5. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
6. Berikan kondisi psikologis 6. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi
lingkungan yang tenang. yang meningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.
Intervensi Rasional
1. Monitor perubahan tiba-tiba atau 1. Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinu (camas, berhubungan dengan curah jantung,
bingung, letargi, pingsan) dipengaruhi oleh elektrolit/variasi
asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik.
2. Observasi adanya pucat, sianosis, 2. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh
belang, kulit dingin/lembab, catat penurunan curah jantung mungkin dibuktikan
kekuatan nadi perifer. oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan
nadi.
3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis 3. Indikator adanya trombosis vena dalam.
dengan posisi dorsofleksi), eritema,
edema.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif. 4. Menurunkan stasis vena, meningkatkan
aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboplebitis.
5. Pantau pernafasan. 5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan
48
distres pernafasan. Namun dispnea tiba-
tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru.
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, 6. Penurunan aliran darah ke mesentrika
penurunan bising usus, mual/muntah, dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh
distensi abdomen, konstipasi. kehilangan pristaltik.
7. Pantau masukan dan pey rubahan 7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus
keluaran urine. dapat mengakibatkan penurunan volume
sirkulasi, yang berdampak negatif pada
perfusi dan organ.
49
aktivitas terjadi.
9. Pertahankan penambahan oksigen 9. Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
sesuai instruksi.
10. Selama aktivitas kaji EKG, 10. Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi
dispnea, sianosis, kerja napas, dan jantung.
frekuensi napas, serta keluhan
subjektif.
11. Berikan diet sesuai pesanan 11. Mencegah retensi cairan dan edema akibat
(pembatasan cairan dan natrium). penurunan kontraktilitas jantung.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran
darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refluks
darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai akibat dari tidak
sempurnanya penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih dari
90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology 1998 tentang manajemen
penyakit jantung katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit
jantung rheumatik. Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah
penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari
insufisiensi mitral berat.
Manifestasi klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama diantaranya ialah
dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada.
50
DAFTAR PUSTAKA
Gray, Huon, dkk. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Isselbacher, Kurt, dkk. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3.
Jakarta :EGC
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta : Nuha Medika
Noer, Sjaifoellah. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Robbin, et. Al. 2010. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC,
Suzanne, Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Erlangga.
51
Wahab, Samik A. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Konginetal Yang Tidak
Sianotik. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2005. Nursing Diagnosis Handbook With NIC Intervention And
NOC Outcomes. USA : Pearson Prentice Hall
52