Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah tahap akhir dalam siklus hidup manusia yang pasti dialami
oleh setiap individu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13
Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyatakan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut Macao (dalam Fatmah, 2010) populasi
penduduk lansia di Asia dan Pasifik meningkat pesat dari 410.000.000 jiwa
pada tahun 2007 diprediksi akan menjadi 733.000.000 jiwa pada tahun 2025
dan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2050. Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang juga mengalami peningkatan populasi penduduk lansia dari 4,48%
(53.000.000 jiwa) pada tahun 1971 menjadi 9,77% (23.900.000 jiwa) pada
tahun 2010. Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan menjadi ledakan
penduduk lansia sebesar 11,34% atau sekitar 28.800.000 jiwa (Makmur 2006).
Dampak dari meningkatnya jumlah lansia dapat dilihat dari pola penyakit
yang bergeser kearah penyakit – penyakit degenaratif seperti gangguan sendi,
hipertensi, stroke dan diabetes yang berkaitan dengan status gizi lansia. Pada
saat sekarang ini lansia kurang mendapat perhatian di tengah masyarakat
terutama mengenai kecukupan gizi pada mereka. Apabila hal ini dibiarkan terus
menerus, lansia dapat menjadi beban bagi keluarganya, masyarakat, bahkan
bagi negara (Sativa, 2010).
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau penyesuaian diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya, selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian
sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Orang yang berusia 70 tahun,
kebutuhan gizinya sama dengan saat berusia 50 tahun, namun nafsu makan
mereka cenderung terus menurun, karena itu harus terus diupayakan konsumsi
makanan penuh gizi (Proverawati dan Wati, 2010).
Masalah gizi yang terjadi pada lansia dapat berupa gizi kurang atau gizi
lebih. Masalah gizi dan penyakit yang dipengaruhi oleh makanan yang sering
kali menimpa lansia adalah berkaitan dengan masalah kekurangan dan

1
kelebihan gizi. Perubahan kebutuhan dan asupan gizi harus diantisipasi dengan
pemberian nutrisi secara tepat sehingga tidak menimbulkan masalah gizi atau
memperburuk kondisi fisik lansia. Banyak penelitian yang dilakukan ternyata
kebanyakan masalah gizi pada lansia adalah masalah gizi lebih atau kegemukan
(Maryam dkk, 2008). Dalam mengatasi masalah nutrisi pada lansia, dibutuhkan
peran perawat dan keluarga dalam memenuhi dan mengatur status nutrisi lansia.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat sebagai panduan bagi mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan tentang gangguan
masalah nutrisi pada lansia.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa dapat memahami definisi lansia dan nutrisi
b. Mahasiswa dapat memahami kebutuhan nutrisi pada lansia
c. Mahasiswa dapat memahami perubahan pada sistem pencernaan pada lansia
d. Mahasiswa dapat memahami faktor yang memengaruhi kebutuhan gizi pada
lansia
e. Mahasiswa dapat memahami dampak nutrisi pada lansia
f. Mahasiswa dapat memahami gangguan nutrisi pada lansia
g. Mahasiswa dapat memahami status gizi pada lansia
h. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan masalah nutrisi pada
lansia

1.3 Manfaat
Setelah mendapatkan materi ini, mahasiswa mampu memahami dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan masalah nutrisi pada lansia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Lansia adalah tahap akhir dalam siklus hidup manusia yang pasti dialami
oleh setiap individu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13
Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyatakan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas.
Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat – zat tersebut, atau keadaan fisiologi
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Azizah, 2011).
Malnutrisi adalah Suatu keadaan gizi yang buruk yang terjadi karena tidak
cukupnya asupan satu atau lebih nutrisi yang membahayakan status kesehatan
(Roger, 2003).
2.2 Kebutuhan Nutrisi pada Lansia
A. Kalori
Kebutuhan kalori pada lansia diperoleh dari lemak 9,4 kal,
karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi
energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya
dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal,
sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang
dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak,
sehingga akan timbul obesitas (Maryam, 2008).
B. Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang
dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya
berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak
berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia
efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang
(disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Oleh karena
itu, lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari

3
porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah
pangan hewani dan kacang-kacangan.
C. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total
kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari
40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis
(penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari
konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly
unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak
jenuh.
D. Serat
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit
atau konstipasi (susah BAB). Oleh karena itu, dibutuhkan sumber serat yang
baik bagi lansia diantaranya sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian
utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual
secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak,
yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat
sehingga tidak dapat diserap tubuh.
E. Vitamin
Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia
diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, mengkonsumsi
vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan
sumber vitamin D adalah susu (Indra, 2011).
Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak,
lansia dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, E
dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau,
jeruk sitrun dan buah lain (Indra, 2011).
F. Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat
diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan

4
urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal
(membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-
8 gelas per hari.
2.3 Perubahan Sistem Pencernaan pada Lansia
a. Kehilangan gigi
Penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi setelah umur
30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk, indera pengecap menurun akibat adanya iritasi yang kronis dari
selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80%) akibat hilangnya sensitivitas
dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis, asin, asam, pahit. Sekresi
air ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga
mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa.
b. Esofagus melebar
Akibat terjadinya penuaan esofagus berupa pengerasan sfringfar bagian
bawah sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan
esofagus melebar (presbyusofagus). Keadaan ini memperlambat
pengosongan esofagus dan tidak jarang berlanjut sebagai hernia.
c. Gangguan menelan
Biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di daerah osofaring
penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat gangguan
neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan
otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus.
d. Lambung
Lapisan lambung menipis diatas 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin
berkurang, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun
dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun, peristaltic lemah dan
biaanya timbul konstipasi.
e. Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu)
Berat total usus halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan
zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas
60 tahun) dan zat besi, liver (hati) . Penurunan enzim hati yang terlibat

5
dalam oksidasi dan reduksi,yang menyebabkan metabolisme obat dan
detoksifikasi zat kurang efisien.
f. Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan
kompleks karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican
makanan berkurang sehingga proses menelan menjadi sukar.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi pada Lansia
Adanya perubahan-perubahan fisik, psikologik dan social akan berakibat
pada pemenuhan nutrisi lansia. Selain itu, lansia mempunyai faktor-faktor yang
dapat memengaruhi pemenuhan nutrisi antara lain:
a. Tinggal sendiri: seseorang yang tinggal sendiri sering tidak memperdulikan
tugas memasak untuk menyediakan makanan
b. Kelemahan fisik: akibat kelemahan fisik sehinga menyebabkan kesulitan
untuk berbelanja atau memasak, mereka tidak mampu merencanakan dan
menyediakan makanannya sendiri.
c. Kehilangan: terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak
untuk mereka sendiri, mereka biasanya tidak memahami nilai suatu
makanan yang gizinya seimbang.
d. Depresi: menyebabkan kehilangan nafsu makan, mereka tidak mau
bersusah payah berbelanja, memasak atau memakan makanannya.
e. Pendapatan yang rendah: ketidak mampuan untuk membeli makanan yang
cermat untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
f. Penyakit saluran cerna: termasuk sakit gigi dan ulkus. Berkurangnya
kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong,
Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan
penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit, gerakan usus atau
gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi, penyerapan
makanan di usus menurun.
g. Penyalahgunaan alkohol: penyalah gunaan alcohol mengurangi asupan
kalori atau nonkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi lain.
h. Obat-obatan : lansia yang mendapatkan banyak obat dibandingkan
kelompok usia lain yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi

6
lansia. Pengobatan akan mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin
jauh.
2.5 Status Gizi pada Lansia
Status gizi merupakan keseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan
akan zat gizi tersebut. Berbagai perubahan fisiologis yang dialami lansia seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kebutuhan nutrisi pada lansia pun akan
berubah terkait perubahan fisiologi tersebut.
Mengkaji status gizi usia lanjut sebaiknya menggunakan lebih dari satu
parameter sehingga hasil kajian lebih akurat. Pengkajian status gizi pada usia
lanjut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Anamnesis
Hal-hal yang perlu diketahui antara lain: Identitas, orang terdekat yang
dapat dihubungi, keluhan dan riwayat penyakit, riwayat asupan makanan,
riwayat operasi yang mengganggu asupan makanan, riwayat penyakit
keluarga, aktivitas sehari-hari, riwayat buang air besar atau buang air kecil,
dan kebiasaan lain yang dapat mengganggu asupan makanan (Supariasa,
Bakri, & Fajar, 2002).
b. Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menetukan
status gizi pada lansia meliputi tinggi badan, berat badan, tinggi lutut (knee
high), lingkar betis, tebal lipatan kulit (pengukuran skinfold), dan lingkar
lengan atas. Cara yang paling sederhanan dan banyak digunakan adalah
dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) (Fatmah, 2010).
IMT juga merupakan sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang
umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori
Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan)
dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung IMT yaitu dengan
membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan
dalam meter (kg/m2) (Andaka, 2008).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Basal Metabolic Rate (BMR) dapat
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus:
IMT = BB/(TB dalam meter)2

7
Tabel 1. Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT
(Depkes RI, 2005)
Status Gizi IMT (kg/m2)
Gizi Kurang < 18,50
Gizi Normal 18,50-25,00
Gizi Lebih > 25,00

c. Pemeriksaan Biokimia
Dalam pengkajian nutrisi umumnya digunakan nilai-nilai biokimia
seperti kadar total limposit, serum albumin, zat besi, serum transferin,
kreatinin, hemoglobin, dan hematokrit. Nilai-nilai ini, bersama dengan hasil
pemeriksaan antropometrik akan membantu memberi gambaran tentang
status nutrisi dan respon imunologi seseorang (Arisman, 2004).
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan resiko status nutrisi
kurang bila hasilnya menunjukkan penurunan hemoglobin dan hematokrit,
penurunan nilai limposit, serum albumin kurang dari 3,5 gram/dl dan
peningkatan atau penurunan kadar kolesterol (Nurachmah, 2001).
d. Mini Nutritional Assesment
Mini Nutritional Assesment (MNA) merupakan bentuk screening gizi
yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko
mengalami malnutrisi akibat penyakit yang diderita dan atau perawatan di
rumah sakit. MNA ini merupakan metoda yang banyak dipakai karena
sangat sederhana dan mudah dalam pelaksanaannya.
Kesimpulan pemeriksaan MNA adalah menggolongkan pasien dalam
keadaan status gizi baik, beresiko malnutrisi atau malnutrisi berat. MNA
mempunyai 2 bagian besar yaitu screening dan assesment, dimana
penjumlahan semua skor akan menentukan seorang lansia pada status gizi
baik, beresiko malnutrisi atau beresiko underweight (Darmojo, 2010).
2.6 Malnutrisi pada Lansia
Malnutrisi yang lama pada lansia akan berdampak pada kelemahan otot dan
kelelahan karena energi yang menurun. Lansia dengan mal nutrisi beresiko
tinggi terhadap terjatuh/mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang
menyebabkan cedera.
Kaum manula yang mendorong kesalahan gizi dapat dibagi menjadi 3
kelompok :

8
e. Malnutrisi umum
Diet tidak mengandung beberapa nutrient dalam jumlah yang memadai.
f. Defisiensi nutrient tertentu
Terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak ada
dalam diet. Contoh : defisiensi zat besi pada manula yang keadaan gigi
geliginya jelek sehingga tidak makan daging karena kesulitan mengunyah
dan konsumsi vit. C yang rendah pada manula yang terus menerus dalam
jangka waktu yang lama mengalami diet lambung.
g. Obesitas
Disebabkan oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda. Gerakan
manula yang gemuk akan menjadi lebih sulit.
2.7 Gangguan pada Lansia Akibat Masalah Nutrisi
a. Nafsu makan menurun
Disebabkan penurunan fungsi indra pengecap dan sensitivitas rasa lapar.
b. Konstipasi
Disebabkan karena gerak peristaltic usus mulai melambat.
c. Osteoporosis
Kondisi tulang kropos yang disebabkan oleh penurunan densitas tulang
akibat kurangnya konsumsi kalsium/kalsium tidak bisa diserap oleh tulang
dengan baik dalam jangka waktu yang lama.
d. Anemia
Kondisi dimana jumlah hemoglobin dalam darah dibawah normal (Hb <9).
e. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi sayur dan buah kurang dari kebutuhan tubuh.
f. Diabetes
Jika tubuh tidak bisa mengabsorbsi gula dari darah ke sel, hormone insulin
yang sudah tidak adekuat/reseptor insulin yang sudah rusak.
2.8 Pemenuhan Nutrisi pada Lansia
Lansia berisiko tinggi mengalami masalah nutrisi. Hal ini cukup beralasan
sehingga prevelansi yang tinggi mengenai masalah nutrisi pada lansia ini telah
menjadi sorotan dalam sejumlah survei karena terdapat fakta bahwa sebagian
besar lansia di komunitas mengalami masalah nutrisi.

9
a. Gizi tepat untuk lansia
b. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip kebutuhan gizinya yaitu kebutuhan
energi memang lebih rendah dari pada usia dewasa muda (turun sekitar 5-
10%), kebutuhan protein sebesar 1 gr/kg BB, kebutuhan lemak berkurang,
kebutuhan karbohidrat cukup (sekitar 50%), kebutuhan vitamin dan mineral
sama dengan usia dewasa muda. Atau dengan cara praktis melihat di DKGA
(Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan)
c. Menu yang disajikan untuk lansia harus mengandung gizi yang seimbang
yakni mengandung sumber zat energi, sumber zat pembangun dan sumber
zat pengatur. Dalam hal ini kita bisa mengacu pada makanan empat sehat
lima sempurna.
d. Karena lansia mengalami kemunduran dan keterbatasan maka konsistensi
dan tekstur atau bentuk makanan harus disesuaikan. Sebagai contoh:
gangguan pada gigi (gigi tanggal/ompong), maka bentuk makanannya harus
lunak, misal nasi ditim, lauk pauk dicincang (ayam disuwir, daging sapi
dicincang/digiling)
e. Makanan yang kurang baik bagi lansia adalah makanan berlemak tinggi
seperti seperti jerohan (usus, hati, ampela, otal dll), lemak hewan, kulit
hewan (misal kulit ayam, kulit sapi, kulit babi dll), goreng-gorengan, santan
kental. Karena seperti prinsip yang disebutkan tadi bahwa kebutuhan lemak
lansia berkurang dan pada lansia mengalami perubahan proporsi jaringan
lemak. Hal ini bukan berarti lansia tidak boleh mengkonsumsi lemak.
Lansia harus mengkonsumsi lemak namun dengan catatan sesuai dengan
kebutuhannya. Sebagai contoh misalnya bila menu hari ini lauknya sudah
digoreng, maka sayurannya lebih baik sayur yang tidak bersantan seperti
sayur bening, sayur asam atau tumis. Bila hari ini sayurnya bersantan maka
lauknya dipanggang, dikukus, dibakar atau ditim.
f. Lansia harus diberi pengertian untuk mengurangi atau kalau bisa
menghindari makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi.
Contoh bahan makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi
adalah garam dapur, vetsin, daging kambing, jerohan, atau makanan yang
banyak mengandung garam dapur misalnya ikan asin, telur asin, ikan

10
pindang. Mengapa lansia harus menghindari makanan yang mengandung
garam natrium yang tinggi? Hal ini dikarenakan pada lansia mudah
mengalami hipertensi. Hal ini, seperti yang dijelaskan tadi bahwa elastisitas
pembuluh darah telah menurun dan terjadi penebalan di dinding pembuluh
darah yang mengakibatkan mudahnya terkena hipertensi. Selain itu indera
pengecapan pada lansia mulai berkurang, terutama untuk rasa asin, sehingga
rasa asin yang cukup-pun terasa masih kurang bagi mereka, lalu makanan
ditambah garam yang banyak, hal ini akan meningkatkan tekanan darah
pada lansia. Jadi kita memang perlu sampaikan kepada lansia bahwa
panduan rasa asinnya tidak bisa lagi dipakai sebagai ukuran, karena bila
dengan panduan asin dari lansia, untuk kita yang belum lansia akan terasa
asin sekali.
g. Lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan
buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Lansia sering
mengeluhkan tentang konstipasi/susah buang air besar, nah dengan
mengkonsumsi sayur dan buah yang kaya akan serat maka akan
melancarkan buang air besar. Untuk buah, utamakan buah yang bisa
dimakan dengan kulitnya karena seratnya lebih banyak. Dengan
mengkonsumsi sayuran dan buah sebenarnya lansia tidak perlu lagi
mengkonsumsi suplemen makanan.
h. Selain konsumsi sayur dan buah, Lansia harus banyak minun air putih.
Kebutuhan air yakni 1500-2000 ml atau 6-8 gelas perhari. Air ini sangat
besar artinya karena air menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya
penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air
juga sebagi pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh
kekurangan cairan maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga
berkurang. Air juga berguna untuk mencegah sembelit, karena untuk
penyerapan makanan dalam usus memerlukan air.
2.9 WOC (Terlampir)

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum


3.1.1 Pengkajian
Penilaian kondisi klinis meliputi riwayat kesehatan dan tanda-tanda klinis
melalui anamnesa. Anamnesa mencakup pengumpulan informasi tentang
sikap dan minat dalam hidup, aktifitas kehidupan sehari-hari, riwayat diet
termasuk semua masalah dengan asupan dan pencernaan makanan, kebiasaan
defekasi dan mikturisi dan riwayat medikasi. Pengkajian fisik berfokus pada
tanda-tanda yang mengarah pada kekurangan nutrisi (Meridean et al, 2011).
Tabel 2. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Sistem Tanda dan Gejala Kekurangan Nutrisi
Kulit a. Kulit bersisik, kering a. Zinc / asam lemak
b. Hiperkeratosis folikuler esensial
c. Peteki b. Vitamin A, C
d. Dermatitis fotosensitif c. Vitamin C, K
e. Lamanya penyembuhan luka d. Niacin
e. Zinc, vitamin C
Rambut a. Tipis/depigmentasi a. Protein
b. Mudahrontok b. Protein, seng
Mata a. Kebutaan malam a. Vitamin A, seng
b. Peradangan konjungtiva b. Riboflavin
c. Keratomalasia c. Vitamin A
Mulut a. Pendarahan gusi a. Vitamin C, riboflavin
b. Glositis b. Niasin, piridoxin,
c. Atrofi papila riboflavin
d. Hypogeusia c. Besi
d. Zinc, vitamin A

Leher a. Pembesaran tiroid a. Yodium


b. Parotis pembesaran b. Protein
Abdomen a. Diare a. Niacin, folat, vitamin
b. Hepatomegali B12
b. Protein
Ekstremitas a. Tulang nyeri a. Vitamin D
b. Nyeri sendi b. Vitamin C
c. Nyeri otot c. Tiamin
d. Muscle wasting d. Protein, selenium
e. Edema vitamin D
e. Protein

12
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
2. Bowel incontinence (00014)
3.1.3 Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management (1100)
1. Mengkaji nutrisi pasien
keperawatan selama 2x24
2. Mengkaji adanya alergi atau intoleransi
jam nutrisi klien terpenuhi
makanan
dengan kriteria:
3. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
Domain II, kelas K
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Nutrisional status (1004)
yang dibutuhkan pasien
a. Intake nutrisi terpenuhi
4. Meningkatkan lingkungan yang nyaman
b. Intake cairan terpenuhi
saat pasien makan
c. Energi
5. Mengajarkan pasien bagaimana
d. Hidrasi
membuat catatan makanan harian
6. Memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
7. Memonitoring BB pasien
8. Memberikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

2. Bowel incontinence (00014)


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Bowel incontinence care (0410)
1. Tentukan onset dan jenis inkontinensia,
keperawatan 3x24 jam
frekuensi dan perubahan terkait fungsi
inkontinensia pasien teratasi.
usus atau konsistensi tinja
Kriteria hasil :
2. Monitor tanda-tanda rupture
Bowel elimination (0501)
bowel/peritonitis
1. Pola eliminasi adekuat
2. Aktivitas adekuat

13
3. Bising usus normal 3. Konsultasi dengan dokter tentang
peningkatan dan penurunan bising usus.
4. Monitor keadekuatan pengeluaran
defekasi
5. Berikan HE pada pasien untuk
menghindari kopi, rempah-rempah,
produk susu dan makanan yang dapat
mengiritasi atau merangsang sistem
gastrointestinal dan banyak
mengkonsumsi buah-buahan serta
mengkondisikan ruangan agar dekat
dengan toilet
6. Cuci daerah perianal dengan sabun dan
air lalu keringkan secara menyeluruh
setelah setiap defekasi
7. Dokumentasikan tindakan yang
dilakukan

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus


3.2.1 Kasus
Ny. L 92 tahun, dibawa ke Rumah Sakit setelah seminggu tidak bisa
makan. Didapatkan data TB: 150 cm dan BB: 53 kg, Ny. L mampu berjalan
jarak pendek dengan bantuan tongkat, tetapi mengalami kelemahan tungkai
kiri sehingga banyak mengahabiskan waktu dengan berbaring di tempat tidur.
Didapatkan tonus otot yang buruk dan seluruh giginya telah diganti dengan
gigi palsu. Saat dibawa ke rumah sakit, diketahui hasil pemeriksaan kadar
Alb: 3,2 g/dl dan Hb: 10 gr/dl. Asupan makanannya < 1000 kalori per hari.
Klien mengeluhkan tidak nafsu makan, serta merasa lemah, klien juga
mengatakan sulit buang air besar dan sesekali mengalami kram abdomen dan
distensi. klien telah menjanda selama 8 tahun dan hidup sendiri, sejak
suaminya meninggal.

14
3.2.2 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 4 April 2017
a. Biodata Klien
Nama : Ny. L
Umur : 92 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Kediri
Tanggal datang : 03-04-2017
b. Data Keluarga
Nama : Tn. M
Hubungan : Anak dari Pasien
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kediri
Telp : 081xxxxxxxx
c. Status kesehatan sekarang
Keluhan utama: kurang nafsu makan
Obat-obatan: Tidak terdapat riwayat penggunaan obat-obatan.
d. Age-Related Changes (perubahan terkait proses menua)
Gigi pasien sudah tanggal semua, nafsu makan kurang, inkontinensia
fekal.

3.2.3 Hasil Pemeriksaan Fisik


a. Kondisi umum Ya Tidak
Kelelahan 
Perubahan berat badan 
Perubahan nafsu makan 
Masalah tidur 
Kemampuan ADL : kadang dibantu oleh anak untuk makan, BB lama:
59 kg
b. Integumen Ya Tidak
Lesi / luka 
Pruritus 

15
Perubahan pigmen 
Memar 
c. Hematopoietic Ya Tidak
Perdarahan abnormal 
Pembengkakan kelenjar limfe 
Anemia 
d. Kepala Ya Tidak
Sakit kepala 
Pusing 
Gatal pada kulit kepala 
e. Mata Ya Tidak
Perubahan penglihatan 
Pakai kacamata 
Kekeringan mata 
Nyeri 
Gatal 
Photopobia 
Diplopia 
Riwayat infeksi 
Dampak dalam ADL: masih dapat menggunakan fungsi mata dengan
cukup baik sehingga tidak terjadi dampak paada
pemenuhan ADL pasien
f. Telinga Ya Tidak
Penurunan pendengaran 
Discharge 
Tinitus 
Vertigo 
Alat bantu dengar 
Riwayat infeksi 
Kebiasaan membersihkan telinga: pasien selalu diingatkan anaknya dan
sering dibantu untuk membersihkan telinga 2-3kali dalam seminggu

16
Dampak pada ADL :-
g. Hidung, sinus Ya Tidak
Rhinorrhea 
Discharge 
Epistaxis 
Obstruksi 
Snoring 
Alergi 
Riwayat infeksi 
h. Mulut, tenggorokan Ya Tidak
Nyeri telan 
Kesulitan menelan 
Lesi 
Perdarahan gusi 
Caries 
Perubahan rasa 
Gigi palsu 
Riwayat infeksi 
Pola sikat gigi: hanya 1 kali dalam sehari, gigi tanggal semua diganti
gigi palsu
i. Leher Ya Tidak
Kekakuan 
Nyeri tekan 
Massa 
j. Pernafasan Ya Tidak
Batuk 
Nafas pendek 
Hemoptisis 
Wheezing 
Asma / reaksi alergi 

17
k. Cardiovaskuler Ya Tidak
Chest pain 
Palpitasi 
Dipsnoe 
Paroxismal nocturnal 
Orthopnea 
Murmur 
Edema 
l. Gastrointestinal Ya Tidak
Disphagia 
Nausea / vomiting 
Hematemesis 
Perubahan nafsu makan 
Massa 
Jaundice 
Perubahan pola BAB 
Melena 
Hemorhoid 
Pola BAB : tidak teratur kadang sehari 2 kali kadang 2 hari sekali
m. Perkemihan Ya Tidak
Dysuria 
Frequency 
Hesitancy 
Urgency 
Hematuria 
Poliuria 
Oliguria 
Nocturia 
Inkontinensia 
Nyeri berkemih 
Riwayat infeksi 

18
n. Reproduksi (Wanita) Ya Tidak

Lesi 
Discharge 
Dyspareunia 
Postcoital bleeding 
Nyeri pelvis 
Prola 

o. Muskuloskeletal Ya Tidak
Nyeri sendi 
Bengkak 
Kaku sendi 
Deformitas 
Spasme 
Kram 
Kelemahan otot 
Masalah gaya berjalan 
Nyeri punggung 

Pola latihan : Pasien hanya duduk dan jalan-jalan kecil di


rumah
Dampak pada ADL : pasien butuh bantuan dalam mobilisasi

p. Persyarafan Ya Tidak
Headache 
Seizures 
Syncope 
Tic/ tremor 
Paralysis 
Paresis 
Masalah memori 

3.2.4 POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


a. Psikososial Ya Tidak

19
Cemas 
Depresi 
Ketakutan 
Insomnia 
Kesulitan dalam mengambil keputusan 
Kesulitan konsentrasi 
Mekanisme koping : Pasien terlihat cemas dan sedih sejak
ditinggal suaminya 8 tahun yang lalu
Persepsi tentang kematian :-
Dampak pada ADL : Pasien kurang nafsu makan
Spiritual :
1) Aktivitas Ibadah : Pasien selalu menunaikan kewajiban sholat 5
waktu
2) Hambatan: Pasien tidak kuat berdiri sehingga harus sholat dengan
cara duduk
b. Lingkungan
1) Kamar: penataan belum sesuai standar untuk lansia, lantai masih
terbuat dari bahan yang licin, pencahayaan cukup untuk siang dan
malam, ventilasi cukup untuk kamar pasien, perabotan masih belum
sesuai standar, jarak kamar ke kamar mandi bersebelahan tetapi
tidak ada pegangan.
2) Kamar mandi jenis wc masih memakai wc jongkok, bak mandi ada,
pegangan tidak ada, lantai sudah sesuai standar pada umumnya,
keset ada
3) Dalam rumah pemanfaatan ruang cukup rapi dan tidak ada benda-
benda yang menghambat pergerakan pasien
4) Luar rumah tidak ada tanga, antar rumah dan teras Tidak ada
tanjakan.
c. Negative Functional Consequences
1) Kemampuan ADL : Kadang dibantu oleh anak pasien
2) Aspek Kognitif : Pasien sedikit mengalami
masalah ingatan yang dapat menghambat aktivitas pasien

20
3) Tes Keseimbangan : Pasien tidak kuat untuk melakukan
tes ini
4) Hasil pemeriksaan Diagnostik : hasil pemeriksaan kadar Alb: 3,2
g/dL dan Hb: 10 gr/dL (normalnya: Alb: 3,5 - 5,0 gr/dL dan Hb: 11,7
- 13,8 gr/dL. Kasus di atas mengalami penurunan kadar albumin dan
Hb.

3.2.5 Penilaian APGAR


Apgar Keluarga dengan Lansia
Tabel 3. Alat Skrining yang digunakan untuk mengkaji fungsi sosial
lansia

URAIAN FUNGSI SKORE HASIL

Saya puas bahwa saya dapat ADAPTATION 2 0


kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

Saya puas dengan cara PARTNERSHI 2 0


keluarga (teman-teman)saya P
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya

Saya puas dengan cara GROWTH 2 0


keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung
keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru

Saya puas dengan cara AFFECTION 2 0


keluarga (teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan

21
berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah,
sedih/mencintai

Saya puas dengan cara teman- RESOLVE 2 1


teman saya dan saya
meneyediakan waktu bersama-
sama

Kategori Skor: TOTAL 10 1


Pertanyaan-pertanyaan yang
dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-
kadang : 1 3). Hampir
tidak pernah : skore 0
Interpretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Kesimpulan : 1 = Disfungi Berat

Sumber: Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health


aging 2005

3.2.6 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : Sulit menelan Nutrisi kurang
1. Pasien mengatakan ↓ dari kebutuhana
lapar dan haus disfagia
2. Pasien mengatakan ↓
tidak dapat makan Makanan tertahan di
makanan karena saat esofagus
makan langsung ↓
tersedak Absobsi nutrisi
DO : berkurang

22
1. BB pasien turun 2 kg ↓
2. Hasil pemeriksaan kadar Nutrisi kurang dari
Alb: 3,2 g/dl normal : 3.8- kebutuhana
5,0 gr/dl dan Hb: 10 gr/dl.
Normal : 12-16 gr/dl
DS : Pola BAB tidak teratur Konstipasi
1. Pasien tidak BAB 3 hari,

kebiasaan BAB sehari Eliminasi feses tidak
sekali lancer
DO : ↓
Konstipasi
1. inspeksi :pembesaran
abdomen
2. palpasi : perut terasa
keras
3. perkusi : redup
4. auskultasi bising usus
tidak terdengar

3.2.7 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
b. Bowel incontinence (00014)
3.2.8 Intervensi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management (1100)
1. Mengkaji nutrisi pasien
keperawatan selama 2x24
2. Mengkaji adanya alergi atau intoleransi
jam nutrisi klien terpenuhi
makanan
dengan kriteria:
3. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
Domain II, kelas K
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Nutrisional status (1004)
yang dibutuhkan pasien
a. Intake nutrisi terpenuhi
b. Intake cairan terpenuhi

23
c. Energi 4. Meningkatkan lingkungan yang nyaman
d. Hidrasi saat pasien makan
5. Mengajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
6. Memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
7. Memonitoring BB pasien
8. Memberikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

3. Bowel incontinence (00014)


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Bowel incontinence care (0410)
8. Tentukan onset dan jenis inkontinensia,
keperawatan 3x24 jam
frekuensi dan perubahan terkait fungsi
inkontinensia pasien teratasi.
usus atau konsistensi tinja
Kriteria hasil :
9. Monitor tanda-tanda rupture
Bowel elimination (0501)
bowel/peritonitis
4. Pola eliminasi adekuat
10. Konsultasi dengan dokter tentang
5. Aktivitas adekuat
peningkatan dan penurunan bising usus.
6. Bising usus normal
11. Monitor keadekuatan pengeluaran
defekasi
12. Berikan HE pada pasien untuk
menghindari kopi, rempah-rempah,
produk susu dan makanan yang dapat
mengiritasi atau merangsang sistem
gastrointestinal dan banyak
mengkonsumsi buah-buahan serta
mengkondisikan ruangan agar dekat
dengan toilet

24
13. Cuci daerah perianal dengan sabun dan
air lalu keringkan secara menyeluruh
setelah setiap defekasi
14. Dokumentasikan tindakan yang
dilakukan

25
BAB IV
PENUTUP
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia.
Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja
tubuh akibat perubahan atau penurunan status fungsional (Arisman, 2004).
Perubahan atau penurunan status fungsional tersebut berpengaruh pada kebutuhan
nutrisi yang akhirnya dapat memunculkan permasalah nutrisi yang terjadi pada
lansia.
Kementrian Kesehatan RI (2012) menyebutkan ada 4 masalah gizi/nutrisi
yang sering dialami lansia, yaitu kegemukan atau obesitas, Kurang Energi Kronik
(KEK), kurang zat mikro lain dan penyakit-penyakit degeneratif. Kemampuan
untuk memperoleh dan mempertahankan nutrisi yang tepat bergantung pada
beberapa faktor pengaruh. Makanan berkualitas dengan kandungan gizi seimbang
harus tersedia dan mudah diperoleh dengan jenis dan jumalh yang tepat. Lansia
harus mau dan mampu makan. Makanan juga harus diabsorbsi untuk memelihara
struktur dan fungsi tubuh.
Berdasarkan berbagai kondisi lansia yang berbeda dengan anak-anak ataupun
orang dewasa, maka intervensi keperawatan yang diberikan juga harus tetap
mempertimbangkan kondisi lansia tidak bisa disamakan dengan klien pada
umumnya.

26
DAFTAR PUSTAKA
Arisman . (2004). Gizi dalam ddaur Kehidupan. Editor, Palupi Widyastuti. EGC:
Jakarta.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Darmojo,B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FK UI: Jakarta.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Erlangga: Jakarta.
Maryam, Siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurachamah,E. (2001). Nutrisi dalam Keperawatan. Sagung Seto: Jakarta.
Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta.

27
WOC

Degenerasi fisiologis (kehilangan gigi, indra


pengecapan ↓, sensivitas rasa lapar menurun,
peristaltik lemah, dan fungsi absorbsi menurun)

Pola BAB tidak


Disfagia
teratur

Laju makanan ke
BAB tidak
dalam tubuh
lancar/terhambat
terhambat/lama

Makan sedikit Konstipasi

Absorbsi nutrisi
makanan sedikit
dan terganggu

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

28

Anda mungkin juga menyukai