Anda di halaman 1dari 52

KEPERAWATAN MATERNITAS 2

“ MIOMA UTERI ”

Disusun Oleh:

Kelompok 3 :
1. ARTITA MAWARNI (19014)
2. FRANSISKA YUWANA PUTRI (19029)
3. LIA WANTIK (19045)
4. MARIA ANTHONETA AMTOK BANDIM (19048)
5. OKTAVIANI MEGA UTAMI (19061)
6. SISKA IVANALI (19083)
7. VANIA SALSABILA (19086)

Akademi Keperawatan Hermina Manggala Husada


Program Studi D-III Keperawatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“MIOMA UTERI“. Makalah ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Maternitas 2, dan merupakan salah
satu tugas individu yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.

Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah yakni ibu:

1. Ns. Suryani Hartati, M.Kep.Sp.Kep.Mat selaku Direktur dan Ka Prodi Keperawatan


Maternitas Akademi Keperawatan Hermina Manggala Husada.
2. Ns. Retno Winarti M.Kep.Sp.Kep.Mat selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Gerontik Akademi Keperawatan Hermina Manggala Husada

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih

Jakarta, 10 Januari 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................


KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................
2.1 Pengertian ............................................................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi ............................................................................................................................... 3
2.3 Etiologi.................................................................................................................................... 4
2.4 Tanda dan Gejala .................................................................................................................... 6
2.5 Patofisiologi ............................................................................................................................ 8
2.6 Pathway ................................................................................................................................... 9
2.7 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi .............................................................................................................................. 11
2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................................................... 12
2.10 Pencegahan ........................................................................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP .....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 23
4.2 Saran ....................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya, yang dalam kepustakaan dikenal dengan istilah fibromyoma,
leomyoma ataupun fibroid (Prawirohardjo, 2009). Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena
tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Walaupun
kebanyakan mioma uteri muncul tanda gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan
pada laparatomi daerah pelvis (Setiati, 2009). Pada kasus post operasi mioma uteri keluhan
utama yang dirasakan adalah nyeri akut. Hal tersebut karena prosedur operasi bedah. Operasi
bedah menimbulkan luka insisi yang akan timbul perdarahan dan jaringan kulit terputus. Hal ini
karena adanya robekan pada jaringan syaraf perifer yang bisa menstimulus serabut syaraf pada
area perlukaan yang akan merangsang mediator nyeri (Nurarif H. Amin &Kusuma Hardi, 2013).
Angka kejadian mioma uteri antara 20-25% pada wanita berusia di atas 35 tahun. Berdasarkan
penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab dari angka kematian ibu karena mioma
uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus (1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%)
(Jurnal Keperawatan,2016).
Angka kejadian mioma uteri di Indonesia ditemukan 11,70% pada semua penderita kasus
ginekologi yang dirawat di rumah sakit. Dari data beberapa kabupaten, kasus mioma uteri pada
tahun 2013 sebanyak 582 kasus dengan 320 kasus rawat jalan dan 262 rawat inap. Kasus mioma
uteri meningkat pada tahun 2014 yaitu sebanyak 701 kasus dengan 529 kasus rawat jalan dan
172 kasus rawat inap (Depkes RI, 2015). Dari data dinas kesehatan Ponorogo tahun 2018
diperoleh kasus mioma uteri sebanyak 84 kasus (Dinkes Ponorogo,2018). Dari data RSUD dr
Hardjono, kasus mioma uteri di ruang melati pada bulan Oktober - Desember 2018 sebanyak 96
kasus dan pada bulan Januari - Oktober 2019 sebanyak 51 kasus (Rekam Medis RSUD
dr.Hardjono, 2019).
Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum wanita yang memperhatikan
kesehatan reproduksi karena hal tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Penyebab
pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multi faktor karena
memiliki banyak faktor dan resikonya meningkat seiiring dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan multi faktor tersebut, kewaspadaan wanita terhadap resiko mioma uteri sangat

1
dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat berpengaruh dalam menjawab kebutuhan klien dengan
mioma uteri. Yaitu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan mioma uteri
serta menjalankan fungsi perannya sebagai health educator.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari mioma uteri ?
2. Apa saja klasifikasi mioma Uteri ?
3. Apa etiologi dari mioma uteri ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari mioma uteri ?
5. Bagaimana patofisiologi dari mioma uteri ?
6. Bagaimana pathway dari mioma uteri ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan ?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari mioma uteri ?
10. Bagaimana pencegahan terjadinya mioma uteri ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan mioma uteri ?

1.3 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan KeperawatanMioma Uteri
B. Tujuan Khusus
1) Memahami Definisi dari Mioma Uteri
2) Memahami Klasifikasi dari Mioma Uteri
3) Memahami Etiologi dari Mioma Uteri
4) Memahami tanda dan gejala dari mioma uteri
5) Memahami Patofisiologi dari Mioma Uteri
6) Memahami Pathway dari Mioma Uteri
7) Memahami Pemeriksaan Penunjang dari Mioma Uteri
8) Memahami Komplikasi dari Mioma Uteri
9) Memahami Penatalaksanaan dari Mioma Uteri
10) Memahami Pencegahan dari Mioma Uteri

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringanikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,fibriomioma atau fibroid
(Prawirohardjo Sarwono,2009).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenaldengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau
fibroid (Mansjoer, 2007).Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot
rahim(miometrium) atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalamrahim. (Lina
Mardiana, 2007).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan merupakan tumor
jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan 3 dari 10
wanita berusia > 30 tahun menderita mioma uteri ( Endjun, 2008 : 271). Mioma uteri adalah
neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan mioma uteri atau uterin
fibroid. Mioma uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun (Marmi, 2010). Mioma uteri
yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering muncul tumor jinak pada rahim atau
mioma uteri. Jenis tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada
otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis tumor yang lebih
banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015).

2.2 KLASIFIKASI

Berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi atas:

3
1) Mioma sub mukosum. Mioma yang berada di bawah lapisan
mukosauterus/endometrium dan tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum uteri. Bila tumor ini tumbuh dan
bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma
geburt. Mioma submukosum walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit dihentikan, sehingga sebagai terapinya
dilakukan histerektomi. Mioma uteri dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui serviks (mioma geburt).
2) Mioma intramural. Berada diantara serabut miometrium. Disebut juga sebagai mioma
intraepitalial, biasanya multiple. Apabila masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tapi
bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-
benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan
gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah.
3) Mioma subserosum. Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai. Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan
disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan ementum di sekitarnya menyebabkan
sisten peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin
mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dariuterus sebagai massa tumor yang
bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjolke permukaan uterus dan
diliputi serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi miomaintra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain setelah lepas dari uterus, misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian bebas disebut wondering/ parasitic fibroid. (Sarwono, 2005).

2.3 ETIOLOGI
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu insiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian

4
menggunakan glucose-6-phospatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan
yang uniselular. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal.
Dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma uteri terjadi terjadi
tergantung pada sel-sel imatur yang terdapat pada “cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang
terus menerus oleh hormon estrogen. Namun demikian, beberapa faktor yang dapat menjadi
faktor pendukung terjadinya mioma adalah wanita usia 35-45 tahun,
hamil pada usia muda, genetik, zat-zat karsinogenik, sedangkan yang menjadi pencetus dari
terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur. Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell
nest” oleh estrogen, faktor:
1) Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi
2) Atropi setelah menopause
3) Cepat membesar saat hamil
4) Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002).
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang
berpendapat :
1. Teori stimulasi. Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa:
1) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
2) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
3) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
4) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama denganmioma uteri.
Penyebab dari mioma pada Rahim masih belum diketahui. Beberaapa penelitian
mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma soliter (satu sel ganas)
yang berada diantara otot polos myometrium (otot polos di dalam rahim).
Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai penyebab mioma uteri. Pertumbuhan
dari leiomioma berkaitan dengan adanya hormone estrogen. Tumor ini menunjukkan
pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma
uteri memiliki kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause
berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Apabila pertumbuhan mioma semakin
membesar setelah menopause maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan harus dipikirkan.

5
Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena
preparat progestin pada pil kombinasi memiliki efek anti estrogen pada pertumbuhannya.
Perubahan yang harus diawasi pada leiomioma adalah perubahan ke arah keganasan.yang
berkisar sebesar 0,04%.2.
Teori Cellnest atau genitoblas. Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot
imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh
estrogen. (Prawirohardjo, 2002) Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor
yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumorini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatifinfertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitasmenyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yangmenyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini
salingmempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetic.
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angkakejadian mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

2.4 TANDA DAN GEJALA


Gejala klinik mioma uteri adalah:
1. Perdarahan tidak normal. Merupakan gejala yang paling umum dijumpai.
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah: menoragia, dan metrorargia.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini antara lain adalah: pengaruh
ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan endometrium yang
lebih luas dari pada biasa, atrofi endometrium, dan gangguan kontraksi otot rahim karena
adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Akibat perdarahan penderita dapat

6
mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi
infeksia.
a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi.
b. Meluasnya permukaan endometrium dalam prosesmenstruasi.
c. Gangguan kontraksi otot rahimd.
d. Perdarahan berkepanjangan.
Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemiskarena kekurangan
darah, pusing, cepat lelah danmudah terjadi infeksi.
2. Penekanan rahim yang membesar. Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri
dapat terjadi:
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
b. Sukar miksi atau defekasi.
c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuria, padauretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapatmenyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rektum dapatmenyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah
dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dannyeri
panggul.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. Kehamilan dengan disertai
mioma uteri menimbulkan proses salingmempengaruhi:
a. Kehamilan dapat mengalami keguguran
b. Persalinan prematurus.
c. Gangguan saat proses persalinan.
d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkaninfertilitas.
e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan
Menurut (Nurafif & Hardi, 2013) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal : Hipermenore, menoragia, metroragia. Disebabkan oleh :
a) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.
b) Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
c) Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.

7
d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
2) Nyeri. Dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempitkan canalis
servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3) Gejala penekanan. Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada uretra
menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Disfungsi reproduksi. Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih
belum jelas, 27- 40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas

2.5 PATOFISIOLOGI
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibandingmiometrium normal.
Teori “Cell Nest ” atau teori “Genitoblat” membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumorfibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari
otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudo kapsul. Mioma uteri lebih
sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan
juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena
berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma
submukosum, intramuskular dan subserosum. Ammature muscle cell nest dalam miometrium
akan berproliferasihal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. Ukuran mioma
sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus(corporeal) tapi dapat juga
terjadi pada servik. Tumot subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan
menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat menyebabkan
penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan rongga uterus. Pada beberapa keadaan
tumor subcutan berkembang menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang
dapat menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat
jarang bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang mengobstruksi atau
menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii. Myoma pada badan uterus dapat

8
menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang
membuat bayi lahir sulit.

2.6 PATHWAY

9
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri adalah :
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekositturun/meningkat,
Eritrosit turun.
2. USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
7. Ultrasonografi. Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada
uterus yang kecil. Uterus atau massa
yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma
Uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-
fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah
yang hipoekoik.
8. Histeroskopi. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa
jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging). MRI sangat akurat dalam menggambarkan
jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk
mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang
tidak dapat disimpulkan.

10
Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma uteri meliputi :
1. Tes laboratorium Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan
oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit
menunjukan adanya kehilangan darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin Sering membantu dalam evaluasi suatu
pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdpat bersamasama
dengan kehamilan.
3. Ultrasonografi Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
4. Pielogram intravena Dapat membantu dalm evaluasi diagnostik.
a) Pap smear serviks Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks
sebelum histerektomi.
b) Histerosal pingogram Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian
hari untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi
(Nurarif & Kusuma, 2013).

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri sebagai berikut :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi ( putaran tungkai mioma ) dari :
1) Mioma uteri, subsemsa
2) Mioma uteri subumatosa.
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
syndrome abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut tidak
terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami
nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.
Misalnya terjadi pada mioma yang menyebabkan perdarahan berupa metroragia
disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus
sendiri.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
4. Pengaruh timbale balik mioms dan kehamilan

11
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
2) Infeksi
3) Abortus
4) Persalinan premature dan kelaianan letak
5) Infeksia uteria
6) Gangguan jalan persalinan
7) Retensi plasenta
5. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada 5 (lima) macam yaitu :
1. Penatalaksanaan koservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap3-6 bulan.
b. Anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-
3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan
tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi genedropin dan
menciptakan keadaan hipohistrogonik yang serupa yang ditekankan pada periode
post menopause efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi
dalam 12 minggu. Terapi GnRH . Ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,
karena memberikan beberapa keuntungan , mengurangi kehilangan darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah,
namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis
pada waktu tersebut.
2. Penatalaksanaan operatif bila:
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
e. Hipermenoria pada mioma submukosa
f. Penekanan pada organ sekitarnya.

12
3. Radioterapi
a. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
b. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.
c. Bukan mioma jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
4. Operasia
a. Miomektomi. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma
tanpa pengangkatan rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di
lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Miomektomi dilakukan pada
wanita yang masih menginginkan keturunan. Syaratnya harus dilakukan kuretase
dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
b. Histerektomi/ Pengangkatan Rahim. Histerektomi adalah tindakan operatif
yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks
uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo,2001).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memilikimioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Histrektomi dilakukan pada mioma yang ukurannya besar dan multipel. Pada
wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau kedua ovarium, maksudnya adalah
untuk menjaga agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya dan menjaga
gangguan coronair atau arteriosklerosis umum. Sebaiknya dilakukan histerektomi
total, kecuali bila keadaan tidak mengijinkan bisa dilakukan histerektomi
supravaginal. Untuk menjaga kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya
dilakukan papsmear pada waktu tertentu. Ada dua cara histerektomi, yaitu:
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi.
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid
12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel,
sistokel atauenterokel (Callahan, 2005).
5. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil. Selama kehamilan, terapi awal yang
memadai adalah tirah baring,analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan

13
konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi
untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau
obstruksi mekanik.

2.10 PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Pencegahan Primordial Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum
Menarche atau sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan buah.
2. Pencegahan Primer. Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum
seseorang menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan
mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada kelompok yang beresiko yaitu
wanita pada masa reproduktif. Selain itu tindakan pengawasan pemberian hormone
estrogen dan progesterone dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen
dan progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah
dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan
kadar estrogen.
3. Pencegahan Sekunder. Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena
miomauteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan
yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang tepat.
4. Pencegahan Tertier. Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah penderita
melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan ini
adalah berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah timbulnya
komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum
diketahui penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri, namun merupakan
gabungan beberapa faktor atau multifaktor. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankannya. Penderita pasca operasi harus
mendapat asupan gizi yang cukup dalam masa pemulihannya.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fokus
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-
data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan
Total Abdominal Histerektomi dan Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-
BSO) adalah sebagai berikut :
Usia :
a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan
pada usia 35 tahun keatas.
b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya
akibat tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama.
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri
karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah
bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa
nyeri tersebut adalah :
a. Lokasi nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Waktu dan durasi
d. Kwalitas nyeri.

15
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid. Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi
pada masa menopause.
b. Hamil dan Persalinan. Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang
besar. Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi
klien dan keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
4. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap
emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi.
Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi
menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias
dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani.
Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau
hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat
perlu persiapan psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi biasnya meningkat atau menurun, pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau
akibat terdapat sekret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat sekret
pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada
klien yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat
kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan
penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari

16
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah output urine yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal.
Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam
usus.
9. Pemeriksaan fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan
tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglasi.
c. Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.
10. Pemeriksaan luar
Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor
dapat terbatas atau bebas
11. Pemeriksaan Dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas
atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
12. Pemeriksaan Penunjang
1) USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT Scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan
itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
2) Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gunanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai terapi juga bergabung
dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tidak teratur.

17
3) Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4) Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5) Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6) Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
7) Tes kehamilan.
8) D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan
untuk menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau
adenokarsinoma endometrium).

(Achadiat, Chrisdiono M, 2004), (Mansjoer, Arif, 2001), (Prawiroharjo, S, 1999)

B. DIAGNOSA
a) Pre Operasi:
1. Nyeri berhubungan dengan nekrosa dan perkengketan.
2. Resiko kekurangan volumecairan tubuh berhubungan dengan
pendarahan dan muntah
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau
tindakan operasi.
b) Post Operasi:
1. Nyeri akut berhubungan dengan robekan pada jaringan saraf perifer.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
3. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah
operasi .
4. Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan trauma pada kulit atau tindakan
operasi.

18
C. RENCANA KEPERAWATAN
A. Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan penurunan atau berkurang. Tujuan : Nyeri
dapat mengalami penurunan atau berkurang. Kriteria Hasil :
Ketidaknyamanan hilang /terkontrol, menunjukkan postur tubuh rileks,
kemampuan istirahat / tidur dengan cukup.
a) Intervensi: Kaji tingkat nyeri pasien (skala) Rasional : Untuk
mengetahui skala nyeri.
b) Intervensi: Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
c) Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi
nyeri. Rasional : Pasien bisa dengan mandiri mengurangi rasa nyeri.
2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
perdarahan dan muntah. Tujuan :
 Keseimbangan cairan yang adekuat.
 Turgor kulit baik.
Kriteria Hasil: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter
individual yang tepat, misal, membran mukosa lembab, turgot kulit
baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
a) Intervensi: Hitung balance cairan. Rasional : Untuk mengetahui
tingkat dehidrasi pasien.
b) Intervensi: Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
c) Intervensi: Kolaborasi pemberian cairan parentera. Rasional : Untuk
meminimalkan tingkat dehidrasi pasien .
d) Intervensi: Berikan antiametik sesuai kebutuhan. Rasional : Untuk
meminimalkan iritasi pada lampu.
e) Intervensi: Pantau hasil laboratorium. Rasional: Untuk mengetahui
peningkatan hasil laboratorium.

19
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau
tindakan operasi. Tujuan:
 Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan
operasi.
 Cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
✓ Menyatakan kesadaran perasan ansietas dan cara sehat sesuai .
✓ Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
✓ Menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan
masalah.
a) Intervensi: Kaji ulang tingkat pehaman pasien . Rasional: Untuk
mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan
pasien.
b) Intervensi: Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran
sesuai keadaan . Rasional : Untuk mengetahui sumber teori.
c) Intervensi: Pengajaran pra opersi secara individu tentang pembatasan
dan prosedur pra operasi. Rasional : Untuk memberikan gambaran
kepada pasien.
d) Intervensi: Informasi kepada pasien keluarga atau orang terdekat
tentang rencana prosedur tindakan .. Rasional : Meminimalkan tingkat
kecemasan keluarga
B. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan robekan pada jaringan saraf Perifer.
Tujuan:
 Ekspresi wajah pasien rilek
 Mengungkapkan penurunan nyeri
Kriteria Hasil:
✓ Melaporkan nyeri/ ketidaknyaman hilang / terkontrol
✓ Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
✓ Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak

20
a) Intervensi: Kaji tingkat nyeri pasien (skala). Rasional : Untuk
mengetahui skala nyeri
b) Intervensi: Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
c) Intervensi: Atur posisi tidur semalaman mungkin . Rasional : Dengan
posisi yang nyaman nyeri dapat berkurang
d) Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi
nyeri. Rasional: untuk mengurangi rasa nyeri
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca.
Tujuan: Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak terjadi. Kriteria
hasil : Mempertahankan pola pernapasan normal /efektif, bebas sianosis,
dengan GDA dalam batas normal pasien .
a) Intervensi: Atur posisi kepala ekstensi, atau sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan ventilasi. Rasional : Untuk memperlancar jalan nafas
b) Intervensi: Bantuan pasien untuk merubah posisi bentuk dan nafas
dalam. Rasional : Untuk mengefektifan jalan nafas
c) Intrvensi: Kaji adanya hipoksia. Rasional : Untuk mengurangi
terjadinya henti nafas
d) Intervensi: Monitor respiratori rate. Rasional: Untuk mengetahui
perkembangan jalan nafas
3. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas
setelah operasi . Tujuan :
 Melakukan aktivitas sesuai kemampuan .
 Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi.
Kritria Hasil :
✓ Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri .
✓ Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan .
a) Intervensi: Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien

21
b) Intervensi: Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas
sesuai kemampuan pasien . Rasional : Untuk mengetahui tingkat
aktivitas pasien.
c) Intrvensi: Bantuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional : Untuk membantu dalam pemenuhan
kebutuhan pasien.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau
tindakan operasi. Tujuan :
 Penyembuhan luka tepat waktu .
 Tidak ada tanda-tanda infeksi .
Kriteria Hasil :
✓ Dapat mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan risiko infeksi .
✓ Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
a) Intervensi: Monitor luka operasi. Rasional : Untuk mengetahui keadaan
luka pada pasien.
b) Intervensi: Rawat luka sesuai prinsip . Rasional : Pertahankan cuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan.
c) Intervensi: Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan. Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit .
d) Monitor tanda- tanda vital. Rasional : Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
e) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional : Untuk
mmencegah terjadinya infeksi.
(Doenges, 2000)

22
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada wanita berusia lebih dari
35tahun yaitu sekitar 20-30%. Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Karenanya
sangat penting untuk melakukan deteksi pribadi secara dini untuk menghindari dan mencegah
timbulnya penyakit ini, kalaupun penyebabnya genetik pada keluarga paling tidak dapat
dideteksi secara dini sebelum penyakit ini bertambah hebat dan menyebabkan komplikasi yan
serius bagi organ-organ disekelilingnya yakni dengan melakukan pemeriksaan ginekolois rutin
dan USG,sedangkan Histeroskopi dan MRI merupakan pilihan lain untuk hasil lebih
akurat,namun dengan USG saja sudah bisa dideteksi Mioma yang berkembang pada Rahim
seseorang.
4.2 SARAN
1) Apabila seorang wanita mengalami perdarahan diluar siklus menstruasi dan mengalami
nyeri abdomen bagian bawah,maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan.
2) Sebagai perawat, diharapkan senantiasa berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih professional.

23
DAFTAR PUSTAKA

▪ Desen, W. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
▪ Bulun, E.S. 2013. Uterine Fibroid, Mechanism of Disease. The New England Journal of
Medicine. Vol.1. No.14. Oktober 2013 : 1345-1356.
▪ Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC; 2012. h. 268.
▪ Prawirohardjo. Ilmu kandungan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Edisi 3; 2012. h.229-
322.
▪ Anggraini, Y dan Martini. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima
Press
▪ Anwar. Degenerasi of Myoma Uteri. Jakarta : EGC; 2011. h.275.
▪ Manuaba, I.B. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

iii
Mioma Uteri
1. ARTITA MAWARNI 5. OKTAVIANI MEGA UTAMI
2. FRANSISKA YUWANA PUTRI 6. SISKA IVANALI
3. LIA WANTIK 7. VANIA SALSABILA
4. MARIA ANTHONETA AMTOK BANDIM
Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas,
lebih sering muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis
tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim,
pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim
sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada
wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015).
Klasifikasi Mioma Uteri

Mioma Sub Mukosa Mioma Intramural Formal


Si sub serosa korpus uteri
Di bawah lapisan Diantara serabut Pertumbuhan kearah
mukosauterus, tumbuh miometrium lateral akan mengisi rongga
kearah kavum uteri. Menyebabkan uterus besar peritoneum, Disebut mioma
Memberikan keluhan dan berubah bentuknya. jenis parasitik. Tumbuh
perdarahan melalui vagina., gejala klinis yang timbul : menonjol ke permukaan
dapat tumbuh menjadi rasa tidak enak karena uterus diliputi serosa.
polip, kemudian dilahirkan adanya massa tumor di dapat tumbuh pada
melalui serviks (mioma daerah perut bawah. jaringan lain setelah lepas
geburt). dari uterus
• Tak pernah dijumpai sebelum
menstruasi
• Atropi setelah menopause
• Cepat membesar saat hamil
• Sebagian besar masa reproduktif
(Bagus, 2002).
• Usia : >35 tahun
• Paritas : Multipara . Infertilitas
• Ras dan Genetik
• Sel otot imatur yang dirangsang
terus-menerus oleh estrogen.
Tanda dan Gejala Mioma Uteri

Perdarahan Tidak Normal Penekanan Rahim Yang Membesar


Menoragia, metrorargia, Hipermenorea Berat di abdomen bawah., Sukar miksi atau
defekasi, Nyeri

Gangguan Tumbang kehamilan Penekanan Uterus


Keguguran. Persalinan prematurus, Gangguan retensio urine,, obstipasi dan tenesmia, pada
persalinan, pelepasan plasenta dan perdarahan pembuluh darah dan pembuluh limfe
Patofisiologi Mioma Uteri

● Pemberian estrogen menimbulkan tumorfibromatosa.


Ammature muscle cell akan berproliferasihal .
● Perubahan sekunder terjadi karena berkurangnya aliran
darah ke mioma uteri.
Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri

Darah Lengkap Ultrasonografi Vagina toucher


Hb, Albumin, meningkat, terlihat massa pada daerah Pengkajian vagina
Eritrosit turun. uterus.

Sitologi Rongent Histeroskopi


menentukan tingkat keganasan untuk mengetahui kelainan Melihat besar kecilnya miom
yang mungkin ada
Komplikasi Mioma Uteri

• Perdarahan sampai terjadi anemia.


• Mioma uteri subumatosa.
• Mioma uteri, subsemsa
• Nekrosis dan infeksi
• Pengaruh timbale balik mioms dan
kehamilan
• Pengaruh kehamilan terhadap
mioma uteri bertangkai
Penatalaksanaan Mioma Uteri

Koservatif Operatif Radioterapi

Penggunaan agonis GnRH Hipermenoria, Miomeltomi, Bukan untuk mioma jenis


lenprotid ini mengakibatkan histerektomi, abdominal, submukosa.
pengerutan tumor dan histerektomi vaginal dapat menyebabkan
menghilangkan gejala menopause
Pencegahan Mioma Uteri

Primodial Primer
Dilakukan sebelum menarche,
Penyuluhan faktor resiko mioma
mengkonsumsi makanan yang tinggi
pengawasan pemberian hormone
serat seperti sayuran dan buah
estrogen dan progesterone

Sekunder Tersier
menghindari terjadinya komplikasi Rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hi
dengan melakukan diagnosa dini dup dan mencegah timbulnya komplikasi
dan pengobatan yang tepat
Pengkajian Keperawatan

• Biasanya terjadi pada usia reproduktif, pada usia 35 tahun


keatas.
Pengumpulan • Nyeri
Data • Mekanisme koping diri terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

Keluhan rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Kaji
Utama PQRST Nyeri
Pengkajian Keperawatan

• Perasaaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu


ditangani
Data • Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat
perlu persiapan psikologi klien.
Psikologi

Status respirasi Pemeriksaan Abdomen


Pemeriksaan Tingkat kesadaran Pemeriksaan Luar
Status Urinari Pemeriksaan Dalam
Fisik Status gastrointesgtinal Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian Keperawatan

• Biasanya terjadi pada usia reproduktif, pada usia 35 tahun


keatas.
Pengumpulan • Nyeri
Data • Mekanisme koping diri terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

Keluhan rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Kaji
Utama PQRST Nyeri
Pre Operasi:
• Nyeri b.dnekrosa dan perkengketan.
• Resiko kekurangan volume cairan tubuh b.d pendarahan dan muntah
• Cemas b.d kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi.

Post Operasi:
• Nyeri akut b.d robekan pada jaringan saraf perifer.
• Pola nafas tidak efektif b.d ketidaknyamanan pasca.
• Perubahan pola aktivitas b.d pembatasan aktivitas setelah operasi .
• Resiko tinggi infeksi b.d trauma pada kulit atau tindakan operasi.
Intervensi Keperawatan

Nyeri b.d Penurunan agtau berkurang


Tujuan : Nyeri dapat mengalami penurunan atau berkurang.
Kriteria Hasil : Ketidaknyamanan hilang /terkontrol, menunjukkan postur tubuh
rileks, kemampuan istirahat / tidur dengan cukup.
• Intervensi: Kaji tingkat nyeri pasien (skala) Rasional : Untuk mengetahui
skala nyeri.
• Intervensi: Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasien.
• Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri.
Rasional : Pasien bisa dengan mandiri mengurangi rasa nyeri.
Intervensi Keperawatan

Gresiko Kekurangan Volume Cairan b.d Perdarahan dan muntah


• Keseimbangan cairan yang adekuat.
• Turgor kulit baik.
• Kriteria Hasil: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, misal,
membran mukosa lembab, turgot kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
• Intervensi: Hitung balance cairan. Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien.
• Intervensi: Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
• Intervensi: Kolaborasi pemberian cairan parentera. Rasional : Untuk meminimalkan tingkat
dehidrasi pasien .
• Intervensi: Berikan antiametik sesuai kebutuhan. Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada
lampu.
• Intervensi: Pantau hasil laboratorium. Rasional: Untuk mengetahui peningkatan hasil laboratorium.
Intervensi Keperawatan

Nyeri b.d Penurunan agtau berkurang


Tujuan: Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi., Cemas berkurang.
Kriteria Hasil : Menyatakan kesadaran perasan ansietas dan cara sehat sesuai , Melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat yang dapat diatasi., Menunjukkan strategi koping efektif\
• Intervensi: Kaji ulang tingkat pehaman pasien . Rasional: Untuk mengetahui seberapa jauh
peningkatan pengetahuan pasien.
• Intervensi: Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran sesuai keadaan . Rasional : Untuk
mengetahui sumber teori.
• Intervensi: Pengajaran pra opersi secara individu tentang pembatasan dan prosedur pra operasi.
Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien.
• Intervensi: Informasi kepada pasien keluarga atau orang terdekat tentang rencana prosedur
tindakan .. Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga
Intervensi Keperawatan

Nyeri Akut b.d Robekan Pada Jaringan Saraf Perifer


Tujuan: Ekspresi wajah pasien rilek, Mengungkapkan penurunan nyeri
Kriteria Hasil: Melaporkan nyeri/ ketidaknyaman hilang / terkontrol, Mendemonstrasikan penggunaan
teknik relaksasi , Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak

• Intervensi: Kaji tingkat nyeri pasien (skala). Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri
• Intervensi: Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
• Intervensi: Atur posisi tidur semalaman mungkin . Rasional : Dengan posisi yang nyaman nyeri
dapat berkurang
• Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri. Rasional:
untuk mengurangi rasa nyeri
Intervensi Keperawatan

Pola Nafas Tidak Efektif b.d Ketidaknyamanan Pasca Operasi


Tujuan: Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mempertahankan pola pernapasan normal /efektif, bebas sianosis, dengan
GDA dalam batas normal pasien .
• Intervensi: Atur posisi kepala ekstensi, atau sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan ventilasi. Rasional : Untuk memperlancar jalan nafas
• Intervensi: Bantuan pasien untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam. Rasional :
Untuk mengefektifan jalan nafas
• Intrvensi: Kaji adanya hipoksia. Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas
• Intervensi: Monitor respiratori rate. Rasional: Untuk mengetahui perkembangan jalan
nafas
Intervensi Keperawatan

Perubahan Pola Aktivitas b.d Pembatasan Aktivigtas Setelah Operasi


Tujuan : Melakukan aktivitas sesuai kemampuan, Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi.
Kritria Hasil :Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan .

• Intervensi: Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kelemahan pasien
• Intervensi: Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan pasien .
Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas pasien.
• Intrvensi: Bantuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Rasional : Untuk membantu
dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
Intervensi Keperawatan

Resiko Tinggi Infeksi b.d Trauma pada Kulit atau Jaringan


Tujuan : Penyembuhan luka tepat waktu , Tidak ada tanda-tanda infeksi .
Kriteria Hasil : Dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi ,
Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
• Intervensi: Monitor luka operasi. Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien.
• Intervensi: Rawat luka sesuai prinsip . Rasional : Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan.
• Intervensi: Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Untuk
menghindari terjadinya penularan penyakit .
• Monitor tanda- tanda vital. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
• Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional : Untuk mmencegah terjadinya infeksi.
Kesimpulan

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa. Karenanya
sangat penting untuk melakukan deteksi pribadi secara dini untuk menghindari dan mencegah
timbulnya penyakit ini, Paling tidak dapat dideteksi secara dini sebelum penyakit ini bertambah
hebat dan menyebabkan komplikasi yan serius bagi organ-organ disekelilingnya yakni dengan
melakukan pemeriksaan ginekolois rutin
Referensi

● Desen, W. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
● Bulun, E.S. 2013. Uterine Fibroid, Mechanism of Disease. The New England Journal of
Medicine. Vol.1. No.14. Oktober 2013 : 1345-1356.
● Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC;
2012. h. 268.
● Prawirohardjo. Ilmu kandungan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Edisi 3; 2012. h.229-322.
● Anggraini, Y dan Martini. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima Press
● Anwar. Degenerasi of Myoma Uteri. Jakarta : EGC; 2011. h.275.
● Manuaba, I.B. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai