Anda di halaman 1dari 28

CONGENITAL TALIPES

EQUINAVARUS

Oleh :
Aminah Citrasari 1940312156
Nadilla Frimadiah Fitri 2040312087

Preseptor :
dr. Hermansyah, SpOT

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala


karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah iini dengan
judul “CTEV”. Tak lupa pula salam semoga disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada dr. Hermansyah, Sp.OT selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan saran dan
kritik untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
17 November 2020

Penulis

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Talipes equinovarus (clubfoot) berasal dari kata Latin yaitu talus berarti pergelangan kaki
(ankle), pes berarti kaki, equinus berarti fleksi plantaris (horse-like), dan varus berarti terbalik
dan adduksi. Congenital talipes equinovarus (CTEV), dikenal juga dengan true clubfoot,
merupakan deformitas pada kaki yang ditandai oleh adanya bentuk varus kaki belakang, adduksi
metatarsus, dan adanya bentuk lengkungan kaki yang lebar (cavus) serta equinus.1
Congenital talipes equinovasrus (CTEV) umumnya berupa idiopatik namun dapat
dihubungkan dengan kondisi lain pada sekitar 20% kasus. Kondisi-kondisi yang paling sering
dihubungkan dengan CTEV ialah spina bifida (4,4% pada anak dengan CTEV), palsi serebral
(1,9%), dan artrogriposis (0,9%). Berdasarkan jenis kelamin CTEV lebih sering dialami oleh
laki-laki dibandingkan perempuan dan pada 50%. kejadian merupakan kasus yang terjadi
bilateral.2 Insidensi CTEV ialah 1,2% per 1000 kelahiran hidup per tahunnya. Terdapat
keterlibatan genetik pada penderita CTEV, yaitu jika salah satu orang tua memiliki CTEV maka
risiko untuk memiliki keturunan yang memiliki CTEV ialah 3-4%, dan jika kedua orang tua
memiliki CTEV maka risiko pada keturunan selanjutnya meningkat sebesar 30%. Jika satu anak
memiliki CTEV, maka risiko terjadinya CTEV pada keturunan selanjutnya meningkat sampai 20
kali.2,3
Diagnosis CTEV diusahakan sedini mungkin agar dapat segera direncanakan terapi yang
sesuai. Tatalaksana pasien CTEV bervariasi mulai dari non-operatif maupun operatif. Mengingat
bahwa defek ini memiliki keterlibatan genetik dan memerlukan penanganan sedini mungkin
maka penulis tertarik membahas topik ini

1.2 Batasan Masalah

Tulisan ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,gejala klinis diagnosis dan tatalaksana
serta telaah kasus dari CTEV

1.3 Tujuan Penulisan

2
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang CTEV dan tatalaksana.

1.4.Manfaat Penulisan]

Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
CTEV

1.5.Metode Penulisan

Metode penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk dari berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Insidensi CTEV ialah 1,2% per 1000 kelahiran hidup per tahunnya. Terdapat keterlibatan
genetik pada penderita CTEV, yaitu jika salah satu orang tua memiliki CTEV maka risiko untuk
memiliki keturunan yang memiliki CTEV ialah 3-4%, dan jika kedua orang tua memiliki CTEV
maka risiko pada keturunan selanjutnya meningkat sebesar 30%. Jika satu anak memiliki CTEV,
maka risiko terjadinya CTEV pada keturunan selanjutnya meningkat sampai 20 kali.2,3

2.2 Etiologi
Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya merupakan isolated
birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang muncul bersamaan dengan
myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple5. Ada beberapa teori yang
telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu1:
1. Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh Hippocrates. Dia percaya
bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat adanya kompresi dari luar uterus.
Namun Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan bahwa keadaan dimana
berkurangnya cairan amnion, seperti oligohidramnion, mencegah pergerakan janin dan
rentan terhadap kompresi dari luar. Amniocentesis dini diperkirakan memicu deformitas
ini.
2. Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah akibat dari adanya defek
neuromuskuler, walaupun ada beberapa studi yang menemukan gambaran histologis
normal. Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia, ligament dan
tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan mengakibatkan kelainan pada tulang5.
Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada
pemeriksaan histopatologis, keadaan ini juga berperan dalam kasus-kasus resisten.6
3. Primary germ plasma defect
Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki equinovarus dan 14 kaki normal,

4
mereka menemukan neck talus selalu pendek dengan rotasi ke medial dan plantar.
Mereka berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ plasma.
4. Arrested fetal development Intrauterina
Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan bahwa adanya gangguan
perkembangan dini pada usia awal embrio adalah penyebab clubfoot kongenital.
5. Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula (6,5 – 7 minggu
kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi gangguan
perkembangan saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan
meningkat.6
6. Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari CTEV, namun kita
dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah multifactorial dan proses kelainan
telah dimulai sejak limb bud development.

2.3 Manifestasi Klinis


Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen anatomis sebagai
berikut7,8,9
a. Adduksi midtarsal
b. Inversi pada sendi subtalar (varus) Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus) Kontraksi
jaringan di sisi medial kaki Tendon Achilles memendek Gastrocnemius kontraktur
dan kurang berkembang Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang
berkembang Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar, inversi
hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi medial dan
plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular Schlicht melaporkan suatu
penelitian CTEV yang dilakukannya pada bayi-bayi yang lahir mati atau mati segera
sesudah lahir. Dilakukan diseksi kaki, yang semuanya menunjukkan deformitas dengan
derajat yang berat. Dia menyatakan bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya
talus, calcaneus, navicularis, cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus.
Tidak hanya terjadi malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan lain yang berhubungan
dengannya juga mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus
memperlihatkan distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak pas masuk

5
dalam lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi deformitas equinus.
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:
- Gastrocnemius
- Soleus
- Tibialis posterior
- Fleksor hallucis longus
- Fleksor digitorum longus

Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut: Tibialis
anterior dan posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, ligamentum deltoid,
otot-otot kecil sisi medial kaki.

2.4 Klasifikasi
Ada beberapa sistem skoring dan klasifikasi yang dipakai di berbagai Negara, namun
system klasifikasi dari Dimeglio dan Pirani yang paling banyak digunakan.10 Keduanya
memberikan nilai berdasarkan pemeriksaan fisik. bermanfaat dalam menentukan waktu
dilakukan operasi pada anak.11 Pemeriksaan MRI dapat bermanfaat dalam memperlihatkan
kelainan talipes equinovarus pada fetus, terlebih khusus bila dicurigai memiliki kelainan
kompleks. Dengan MRI dapat dideteksi anomali tambahan, seperti pada sistem neurologik,
namun MRI dianggap tidak membantu dalam kasus CTEV yang terisolasi.11

Tabel 1. Klasifikasi Dimeglio11

6
Tabel 2. Klasifikasi Pirani11

Gambar 1. Klasifikasi Pirani

7
Gambar 2. Kasifikasi Dimeglio
Klasifikasi Secara global, sistem klasifikasi yang paling sering digunakan pada CTEV
ialah klasifikasi Dimeglio dan klasifikasi Pirani. Sistem klasifikasi Dimeglio menjelaskan
berdasarkan koreksi yang diperoleh setelah dilakukan kekuatan reduksi ringan pada kaki yang
mengalami deformitas. Pada sistem klasifikasi ini terdapat 4 parameter yang dinilai yaitu:
1) deviasi equinus pada sisi sagital;
2) deviasi varus pada sisi frontal;
3) derotasi pada sekitar talus ke calcaneoforefoot block; dan
4) adduksi kaki depan pada sisi horizontal. Nilai maksimal yang diperoleh berjumlah 16
untuk kaki yang paling kaku. Terdapat tambahan 4 poin untuk penilaian bila terdapat 4
tanda kegawatan: lipatan plantar, lipatan medial, retraksi cavus, dan fibrosis otot12
Sistem klasifikasi Pirani mengevaluasi 6 tanda klinis kontraktur yang merupakan karakteristik
klinis pada CTEV Setiap tanda pada sisi yang mengalami deformitas dibandingkan dengan
bagian normal yaitu sisi sebelahnya. Hal ini dilakukan pada deformitas yang terbatas pada satu
sisi saja. Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat kategori berdasarkan

8
pergerakan sendi dan kemampuan untuk mereduksi deformitas1
1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi dengan standard casting atau
fisioterapi.
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50% kasus dapat dikoreksi,
namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan koreksi maka tindakan operatif harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus terkoreksi dan setelah
casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan operatif.
4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan memerlukan tindakan
koreksi secara operatif.
Setiap komponen mayor dari clubfoot (equinus, heel cavus, medial, rotasi calcaneopedal block,
forefoot adduction) dikategorikan dari I – IV. Poin tambahan ditambahkan untuk deep posterior
dan medial creases, cavus dan kondisi oto yang buruk.10 Sistem klaifikasi Pirani memiliki suatu
skala perhitungan yang sederhana, yang terdiri dari tiga variable pada hindfoot dan tiga pada
midfoot. Setiap variable dapat menerima nilai nol, setengah, dan satu poin5
Pemeriksaan harus meliputi pemeriksaan spinal dan pemeriksaan neurologik lengkap.
Sendi-sendi lain juga harus diperiksa berkenaan dengan apakah terdapat kekakuan dan
deformitas, termasuk sendi panggul yang harus diperiksa dengan ultrasound untuk mendeteksi
displasia khususnya pada postural clubfoot sebagai bagian dari moulded baby syndrome.14

2.5 Diagnosis
Diagnosis CTEV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (ultrasonografi, Xray, dan MRI). Pada anamnesis, perlu diketahui riwayat perinatal
dan riwayat dalam keluarga. Riwayat mengenai malpresentasi intrauterin berkaitan dengan
adanya faktor mekanik yang memengaruhi mobilitas fetus seperti presentasi sungsang,
oligohidramnion selama kehamilan dapat dihubungkan dengan artrogriposis, malformasi uterin
atau fibroid uterus, serta gestasi multipel.13,14 Diagnosis CTEV pada masa prenatal bisa terlihat
pada sekitar usia kehamilan 20 minggu dan bila ditemukan adanya anomali saat pemeriksaan
maka dibutuhkan konseling dan diskusi informasi dokter-pasien berhubungan dengan tatalaksana
dan hasil tatalaksana nanti. Hal ini dapat mempersiapkan orang tua pasien secara emosional
maupun praktikal nantinya.14
Diagnosis awal CTEV pada bayi baru lahir ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.

9
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kaki belakang membentuk equinovarus dengan adanya
adduksi kaki depan dan adanya cavus. Perlu diperhatikan bila adanya lipatan yang dalam pada
bagian posterior dan bagian medial karena berhubungan dengan tingkat keparahan deformitas
(Gambar 1). Bisa terdapat adanya atrofi betis (calf) pada bagian ipsilateral, bersamaan dengan
pemendekan tendon Achilles dan rotasi internal pada tibia. Hal ini mungkin tidak dapat terlihat
saat lahir namun akan lebih nampak seiring bertumbuhnya pasien.14

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah ultrasonografi, X-ray, dan magnetic
resonance imaging (MRI). Diagnosis menggunakan ultrasound selama masa prenatal dapat
memperlihatkan serta mengonfirmasi permukaan plantar pedis, tibia, dan fibula pada satu sisi.
Namun, penemuan pada ultrasound tidak berkorelasi dengan derajat keparahan CTEV dan tidak
dapat digunakan sebagai patokan terapi, berhubung tidak adanya pilihan tatalaksana pada masa
prenatal yang tersedia.15,16 Jika CTEV tidak teridentifikasi saat prenatal maka pilihan dan waktu
melahirkan tidak akan berubah. Hal ini juga serupa bila didapatkan penemuan yang lebih
kompleks, misalnya CTEV disertai adanya clenched hands yang dihubungkan dengan amioplasia,
maka kemungkinan besar indikasi untuk melahirkan secara sesar.
Riwayat CTEV yang terisolasi atau CTEV bilateral pada orang tua atau dalam keluarga
dapat dijadikan patokan dalam kasus CTEV idiopatik. Penggunaan radiografi memiliki
keterbatasan karena hanya kecil kemungkinan terdeteksinya osifikasi tulang kaki pada masa bayi
baru lahir yang menyulitkan interpretasi. Pencitraan radiografi yang dilakukan secara tersimulasi
pada daerah weight-bearing antero-posterior dan lateral dorsofleksi maksimum (Turco’s view)
dapat bermanfaat dalam menentukan waktu dilakukan operasi pada anak.16 Pemeriksaan MRI
dapat bermanfaat dalam memperlihatkan kelainan talipes equinovarus pada fetus, terlebih khusus
bila dicurigai memiliki kelainan kompleks. Dengan MRI dapat dideteksi anomali tambahan,
seperti pada sistem neurologik, namun MRI dianggap tidak membantu dalam kasus CTEV yang
terisolasi.16

2.7 Diagnosis Banding


Sebagai diagnosis banding dari CTEV ialah congenital vertical talus (CVT), postural
clubfoot atau positional talipes, dan metatarsus adductus. Congenital vertical talus merupakan

10
deformitas kekakuan kaki yang ditandai dengan adanya dislokasi sendi talonavikular dan posisi
tulang navikular berada pada bagian dorsal. Sekitar 50% kasus mempunyai hubungan dengan
artrogriposis dan anomali kromosom seperti trisomi 18. Perbedaan dengan CTEV adalah CVT
tidak akan terkoreksi maksimal hanya dengan imobilisasi menggunakan cast, namun lebih
membutuhkan operasi rekonstruksi minor maupun mayor.17
Pada pemeriksaan fisik, pasien CVT dapat menunjukkan Persian slipper foot yang sering
dikaitkan dengan Freeman-Sheldon syndrome. Pada palpasi, talus dapat teraba berada ke arah
medial. Posisi forefoot terlihat abduksi dan dorsifleksi sedangkan posisi hindfoot terlihat
equinovalgus.18 Postural clubfoot atau positional talipes merupakan keadaan normal pada bayi
baru lahir yang dapat memengaruhi satu atau kedua kaki, serta merupakan bentuk kondisi yang
ringan dari CTEV, dimana tidak ditemukan adanya kontraktur yang bermakna dan lipatan kulit
yang dalam (deep skin creases). Pada postural clubfoot kaki terlihat membentuk posisi adduksi
namun masih fleksibel, oleh karena itu dapat digerakkan perlahan ke posisi normal kaki. Kondisi
ini disebabkan karena posisi bayi in utero.
Tatalaksana lain dari postural clubfoot yaitu beragam mulai dari stretching, splinting dan
casting yang normalnya kaki pasien dapat dengan mudah terkoreksi tanpa harus melalui operasi.
Postural clubfoot biasanya membaik sendiri pada beberapa bulan pertama.19,20 Metatarsus
adductus (MA) yang dikenal juga sebagai metatarsus varus atau metatarsus adductovarus,
merupakan deformitas bentuk melintang dimana metatarsal berdeviasi ke arah medial. Pada MA
umumnya tidak ditemukan adanya deformitas lain, namun sangat berkorelasi dengan hallux
valgus (HV). Dengan adanya MA maka risiko berkembang kearah HV meningkat 34 kali lipat.21

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dibagi atas komplikasi non operatif dan operatif. Pada
komplikasi non-operatif dapat ditemu kan flat top talus, rocker bottom, dorsal bunion, distal
tibiofibular bowing, fraktur, dan luka akibat tekanan. Flat top talus diduga terjadi secara
iatrogenik, namun durasi dari manipulasi dan pemasangan casting lebih dari 3 bulan dapat juga
menyebabkan kelainan ini. Perlu diketahui bahwa deformitas ini sebenarnya sudah terdapat sejak
lahir. Flat top talus dapat disalah-diagnosis karena posisi x-ray lateral pasien CTEV sering
memperlihatkan talus pada posisi proyeksi oblik, sehingga menunjukkan gambaran flat talar
dome.22,23

11
Deformitas rocker bottom merupakan komplikasi tersering akibat tatalaksana non-
operatif manipulasi pada CTEV dengan insidensi 3,2% di seluruh dunia.24 Prinsip penyebab
rocker bottom ialah percobaan koreksi equinus pada hindfoot sebelum forefoot, sehingga varus
hindfoot terbuka (koreksi varus). Kita telah mengindikasikan bahwa ketika hindfoot dan forefoot
dibuka, maka equinus hampir selalu dapat dikoreksi. Umumnya terapi koreksi berulang dapat
menyebabkan rocker-bottom foot. Setelah munculnya komplikasi ini, maka operasi posteriror
release dibutuhkan dengan segera.22 Dorsal bunion ini ditandai oleh adanya peninggian pada
metatarsal I dan muskulus fleksor halusis brevis yang berkontraksi pada tampakan pemeriksaan
fisik.23 Pada distal tibiofibular bowing, posisi bowing selalu berada di bagian posterior dan/atau
medial, sehingga menunjukkan derajat fibula akan tibia menjadi besar. Bowing yang terjadi
biasanya ringan dan dapat didiagnosis hanya dengan x-ray. Penyebab terjadinya bowing
disebabkan akibat dorsifleksi paksa dengan terkanan berlebihan.22 Beberapa fraktur yang dapat
terjadi ialah:
1) Kompresi metafiseal, yang diduga disebabkan oleh kompresi anterior pada metafisis tibia dan
fibula bagian distal ditambah dengan dorsifleksi paksa pada kaki;
2) Distal tibial metaphyseal spur, disebabkan karena adanya infark piring epifiseal. Lokasinya
mengindikasikan akibat dorsifleksi paksa;
3) Fraktur torus pada metafisis distal tibia, yang terjadi di antara piring epifiseal dengan
penyebab diduga akibat dorsofleksi paksa;
4) Faktur fibula distal, yang disebabkan karena adanya eversi paksa atau dorsifleksi paksa. Luka
akibat tekanan kadang-kadang muncul akibat tekanan yang diberikan pada bagian superfisial.22

2.9 Tatalaksana
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor dan plantar flexor
5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah lahir. Tiga minggu
pertama setelah lahir merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur,

12
sehingga jaringan lunak yang kontraktur dapat dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari.
Hampir seluruh ahli bedah Orthopaedi sepakat bahwa terapi non operatif merupakan pilihan
pertama dalam menangani kasus CTEV. Semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik
hasilnya.

2.9.1 Terapi Konsevatif


A. Metode Ponseti
Metode ini terdiri dari 2 fase yakni fase korektif dan fase maintenance. Fase korektif
dilakukan dengan memanipulasi kaki dan penerapan gips, diganti setiap minggu dengan atua
tanpa achilles Tenoctomy. Fase Maintenance dilakukan dengan mempertahankan koreksi kaki
menggunakan foot abduction brace (FAB) untuk mencegah relaps.

Serial casting dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan tidak ditemukan
perbedaan hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast terpasang dipasang dari jari kaki hingga 1/3
atas paha dengan lutut fleksi 90o dan akan diganti setiap 5-7 hari. Biasanya diperlukan 5-6 kali
penggantian cast untuk mendapatkan koreksi yang baik.
Deformitas cavus dikoreksi terlebih dahulu dengan cara supinasi forefoot relatif terhadap
hindfoot melalui penekanan pada metatarsal I. Pada kebanyakan kasus, deformitas cavus akan
terkoreksi dengan satu kali pemasangan long leg cast.
Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan dikoreksi pada
pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot varus dilakukan secara simultan
dengan supinasi pedis dan counterpressure pada head of talus. Dengan teknik ini calcaneus,
navicular dan cuboid akan displace secara gradual ke lateral. Manuver penting ini mengoreksi
mayoritas deformitas dari clubfoot dan harus dilakukan pada setiap sesi dengan memperhatikan
tiga hal:
 Abduksi forefoot harus dilakukan dengan dengan sedikit supinasi pedis, sehingga koreksi
pada deformitas cavus tetap terjaga dan colinearity dari metatarsal tetap terjaga.
 Jangan melakukan dorsofleksi premature terhadap tumit, hal ini bertujuan agar calcaneus
dapat terabduksi secara bebas dibawah talus dan eversi ke posisi pedis netral, serta
mencegah rocker bottom deformity.

13
 Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus. Koreksi hindfoot varus dan
calcaneal inversion akan sulit bila counterpressure diberikan pada sisi lateral pedis, bukan
pada sisi lateral head of talus.
Secara umum diperlukan 3-4 minggu manipulasi dan casting untuk melonggarkan sisi
medial struktur ligamen pada tulang tarsal dan molding parsial dari persendiannya

Gambar Metode Ponseti


Equinus merupakan deformitas terakhir yang dikoreksi, dan koreksi harus dilakukan
ketika hindfoot dalam posisi sedikit valgus dan pedis abduksi 70o relative terhadap cruris.
Equinus dapat dikoreksi dengan dorsofleksi pedis secara progresif setelah varus dan adduksi
pedis telah terkoreksi. Dorsofleksi pedis dilakukan dengan penekanan pada seluruh bagian
telapak kaki dan kurangi penekan pada head metatarsal untuk menghindari rocker bottom
deformity. Equinus dapat dengan sempurna dikoreksi melalui stretching dan casting yang
progresif.

14
Gambar Ponseti cast

Setelah cast dilepas, foot abduction orthosis (sering disebut Denis Browne bar and shoes)
diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling persendian dengan tulang-
tulang dalam posisi baik, dan untuk meningkatkan kekuatan otot kaki. Alat ini dipakai 22-23 jam
sehari selama 3 bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12-14 jam sehari) hingga anak berusia 1
tahun, dan saat tidur malam hingga usia 3-4 tahun. Pasien disarankan untuk control satu bulan
berikutnya dan dilanjutkan dengan interval 3 bulan.

Gambar Ponseti brace

Pada 90% kasus diperlukan adanya Achilles tenotomy (percutaneous Achilles Tenotomy/
pAT) untuk mengoreksi kontraktur equinus. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi local pada
anak usia dibawah 1 tahun (tanpa adanya overlengthening atau kelemahan otot) dan dengan
sedasi di ruang operasi untuk anak yang lebih tua.4,6

15
B. French Method
Metode ini memerlukan manipulasi setiap harinya dan diikuti dengan pemakaian
adhesive tapping untuk menjaga posisi kaki yang telah dikoreksi dengan peregangan (stretching).
Pemakaian taping akan tetap memberikan beberapa pergerakan, berbeda dengan Ponseti. Metode
ini juga focus pada penguatan otot peroneus sebagai cara untuk menjaga hasil koreksi. Tujuan
dari terapi ini adalah mereduksi talonavicular joint, stretch out dari medial tissue, dan secara
berurutan mengoreksi forefoot adduction, hindfoot varus, dan calcaneus equinus.
Pada tahap pertama, os navicular di-release secara progresif dari malleolus medial dan
dari posisi medialnya pada head talus. Awalnya, relaksasi ini akan belum sempurna karena talus
masih pada posisi patologis, namun akan membaik seiring waktu.
Tahap kedua adalah mengoreksi forefoot adduction dengan stabilisasi dari adduksi
menyeluruh calcaneus-forefoot block. Manuver ini meregangkan semua sendi
(naviculocuneiform, cuneiform-metatarsal, dan MTP). Setelah semua sendi teregang, forefoot
adduction akan terus berkurang dengan melanjutkan peregangan medial skin crease. Untuk
menjaga pasif ROM yang baru, ekstensor ibu jari dan peroneal harus dikuatkan. Untuk itu,
terapis merangsang reflek kutaneus dengan memijat halus bagian lateral pedis.
Tahap ketiga adalah reduksi progresif dari hindfoot varus. Diawali setelah talonavicular
joint tereduksi dan dapat dilakukan bersamaan dengan koreksi forefoot adduction. Calcaneus
bergerak secara gradual kearah posisi netral dan akhirnya menjadi valgus. Ankle tereksternal
rotasi bersamaan saat calcaneus diposisikan menjadi valgus. Lutut dijaga tetap 90 derajat selama
maneuver.
Tahap akhir dari program ini adalah mengoreksi equinus dari calcaneus, dimana sering
sulit karena kontraktur dari posterior sof tissue yang tidak mudah diregangkan dengan
manipulasi. Calcaneus dibawa secara progresif dari plantar fleksi ke dorsofleksi sementara lutut
tetap dalam fleksi. Lalu lutut diekstensikan dengan hati-hati. Manuver ini dilakukan berulang-
ulang.4,6

16
Gambar French Method

2.9.2 Tindakan Operatif


Indikasi tindakan operatif adalah pada kasus resisten, kasus yang berkaitan dengan sindroma
dan neurogenic, kasus rekuren, dan adanya deformitas residu setelah tindakan extensive soft
tissue release.
Dengan menggunakan Ponsetti atau French method, jumlah operasi akan lebih sedikit pada
kasus-kasus relaps atau kegagalan koreksi. Biasanya posterior release, seperti Achilles tendon
lengthening dan posterior capsulotomy dari sendi tibiotalar 20 dan subtalar, cukup untuk
mengoreksi sisa equinus dan minimal hindfoot varus.
Beberapa teknik operasi dan prosedur telah dikemukakan untuk mengembalikan clubfoot
kembali ke posisi anatomis, beberapa diantaranya adalah:
1. Turco : One stage posteromedial release Koreksi terhadap calcaneus dengan dilakukan
subtalar release (lateral, posterior, medial) dan juga calcaneofibular ligament.
2. Carrol : Plantar fascial release dan capsulotomy dari calcaneocuboid joint

17
3. Goldner : Koreksi dari rotasi talus dan tibiotalar joint release
4. McKay dan Simons : Prosedurnya lebih ekstensif, mayoritas struktur peritalar dibebaskan.

Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada usia ini,
biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan operasi pada tulang
dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih rentan.
Koreksi dapat dilakukan pada:
1. Otot dan tendon
- Achilles, teknik pemanjangan tendo (Z-lengthening)
- Tibia posterior, teknik pemanjangan tendo atau transfer
- Abduktor hallucis longus, teknik reseksi atai eksisi
2. Kapsul dan ligamen
Seperti Talonavicular, subtalar, sendi calcaneocuboid, Lig. Calcaneofibular, Lig. Talofibular
posterior.

Komplikasi pasca operasi dapat ditemui bila tidak dilakukan pengawasan yang baik,
meliputi beberapa hal diantaranya:
1) Hilangnya koreksi
Penyebabnya adalah setelah minggu ke 4 pasca operasi, cast menjadi terlalu longgar dan
tidak diganti sehingga posisi kaki akan berubah. Bila terjadi infeksi luka operasi, posisi kaki
harus tetap dipertahankan saat perawatan luka. Walaupun terjadi infeksi pada pin tract,
sangat penting untuk tetap dipertahankan mengingat risiko hilangnya koreksi dan navicular
dorsal subluxation bila pin dilepas secara premature. Perawatan luka dan pemberian
antibiotic dapat diberikan hingga waktu pelepasan pin sesuai waktunya.
2) Navicular dorsal subluxation
Hal ini menyebabkan kaki cavovarus yang memendek. Dikatakan sering terjadi setelah
prosedur Turco dan Carrol, serta pelepasan pin yang premature. Terjadi rotasi subluksasi,
dimana bagian medial navicular terputar ke superior. Operasi revisi dilakukan untuk
mereduksi navicular dan sebaiknya pada anak <6 tahun
3) Valgus overcorrection
Gejalanya berupa nyeri pada bagian medial kaki dan memerlukan operasi revisi untuk

18
memperbaikinya.
4) Dorsal bunion
Pada clubfoot, hal ini terjadi karena overpull otot fleksor ibu jari pada kaki yang lemah
untuk plantar fleksi (kelemahan triceps). Dikoreksi dengan kapsulotomi sendo MTP yang
terfleksi, pemanjangan flexor hallucis longus tendon, dan release atau transfer flexor hallucis
brevis untuk menjadi ekstensor.

2.10 Prognosis
Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki.
Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering kambuh, sehubungan
dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan kelumpuhan otot yang nyata atau
disertai penyakit neuromuskular.25
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain:
1. Deformitas yang terjadi
2. Kapan mulai dilakukan. Semakin dini dilakukan semakin baik
3. Orang tua penderita. Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah
faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Inisial : By. AB
Usia : 16 bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan :-
Alamat : Agam
Tanggal MRS : 16 November 2020
No.RM : 51.25.57

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Kaki kanan dan kiri bengkok

Riwayat Penyakit Sekarang


Ibu pasien mengaku kelainan bentuk pada kedua pergelangan kaki bayi nya sudah
dialami sejak pasien lahir. Bentuk kedua kaki dikatakan membengkok ke dalam. Pergelangan
kaki yang bengkok tersebut tidak disertai bengkak, nyeri ketika disentuh dan kemerahan. Kedua
kaki tidak dapat diluruskan.

Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu pasien memeriksaan diri teratur di bidan dan melakukan pemeriksaan
USG di dokter kandungan sebanyak 2x. Selama hamil ibu pasien dikatakan tidak pernah
mengeluh sakit dan mengkonsumsi obat-obatan, dan telah melakukan imunisasi TT.
Pasien melakukan persalinan normal pada tanggal 4 Juli 2019 dengan umur kehamilan
38-39 minggu, tidak ada riwayat ketuban pecah dini. Pasien lahir dengan berat badan 3350 gram,
panjang badan 50cm, lingkar kepala 32cm, dan lingkar dada 33cm dengan APGAR 8-9.

Riwayat keluarga

20
Dikeluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat hipertensi,
DM, penyakit jantung, alergi obat dan makanan disangkal oleh keluaga pasien.

Riwayat sosial
Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah :-
Nafas : 24x/menit
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,7oC

Status Generalis
Kepala : Bentuk simetris
Mata : anemis -/- ,ikterus -/-
THT : tidak ada sekret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.
Thoraks:
I : Simetris (+), deformitas (-)
P : Vocal fremitus sulit dinilai
P : Sonor
A : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/- , Murmur (-)
Abdomen:
I: Datar, Distensi (-)
A: Bising usus (+) normal
P: Supel, turgor kulit kembali cepat
P: Timpani
Ekstremitas :Akral hangat, Edema (-)

21
Status Lokalis

Regio Ekstremitas Inferior Dekstra


Look : Tampak deformitas equinus (+),varus (+),warna sesuai kulit sekitar,edema (-)
Feel : Pulsasi dorsalis pedis (+), CRT <2 dtk, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Move : Gerakan aktif, kaki depan kanan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan

Regio Ekstremitas Inferior Sinistra


Look : Tampak deformitas equinus (+),varus (+),warna sesuai kulit sekitar,edema (-)
Feel : Pulsasi dorsalis pedis (+), CRT <2 dtk, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Move : Gerakan aktif, kaki depan kiri tidak dapat diabduksikan dan dieversikan

3.4 Assessment
Congenital Talipes Equinovarus Dekstra Sinistra

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Darah lengkap
Hasil Batas Normal
WBC 10x103 uL (4-10 103 uL)
Gran % 54,6 (50-70 %)
:Lymph % 35,1 (20-40 %)
Hb 17,2 (11-16 gr/dL)
HCT 46,7 (37-54%)
MCV 100,1 (82-95 fL)
MCH 36,6 (27-31%)
Trombosit 237 (150-450 103 uL)

Foto polos

22
Kesan : tampak gambaran seperti tangga dari tulang metatarsal pada forefoot varus

3.6 Diagnosis
Congenital Talipes Equinovarus Dekstra Sinistra

3.7 Tatalaksana
Metode Ponseti

23
BAB 4
DISKUSI

Orang tua pasien pasien bayi laki – laki umur 16 bulan megeluhkan kelainan bentuk pada
kedua pergelangan kaki anaknya sejak lahir. Riwayat kehamilan ibu pasien sering melakukan
pemeriksaan antenatal care dan USG di dokter kandungan. Riwayat pecah ketuban dini, riwayat
mengkonsumsi obat – obatan saat hamil disangkal. Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama seperti pasien. Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi dapat dilihat kelaian
bentuk pada kedua pergelangan kaki pasien, dimana kedua kaki masih bisa digerakkan.
Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik kecurigaan mengarah pada kelainan
kongenital talipes Equino Varus (CTEV). Dimana menurut data epidemiologi insiden CTEV
ialah 1,2% per 1000 kelahiran hidup per tahunnya.2
Dari alonanamnesis pasien diketahui menglami kelainan bentuk pada kedua pergelangan
kakinya dimana pergelangan kaki membengkok ke dalam yang diketahui sejak lahir. Penjelasan
dari ibu pasien sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa kelainan kongenital
talipes equino varus (CTEV) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi kaki depan, dan rotasi media dari tibia.12 Pada pemeriksaan fisik
yang dilakukan pada pasien ditemuakan pasien pada regio ektremitas inferior dekstra dan sinistra
pada inspeksi tampak deformitas equinus, varus (+), warna sesuai kulit sekitar. Pada palpasi
didapatkan pulsasi dorslis pedis (+), CRT <2 dtk, tidak ada nyeri tekan dan krepitasi. Untuk
pergerakan dari kedua ekstremitas (+) aktif. Sesuai dengan tinjauan pustaka ditemukan adanya
deforrmitas equinus, varus (+) pada pasien ini.
Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis kelainan
kongenital talipes varus (CTEV). Kelainan ini cenderung mudah didiagnosis dan biasanya
terlihat pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Bentuk dari kaki sangat khas, kaki bagian
depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki relatif terlihat memendek, bagian lateral kaki
cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki.
Kaki bagian belakang equinus, tumit tertarik dan mengalami inversi.12 Pada kasus ini
ditatalaksana dengan Metode Ponseti.

24
BAB 5
KESIMPULAN

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki
yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara sempurna walaupun
oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah : equinus pada tumit,
seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi.
Penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan, meskipun demikian
dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang
atau berat yang dilihat dari rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya.
Penatalaksanaan pada CTEV ada 2 cara, dengan konservatif dan operatif. Penaganan pertama
dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu bila terdapat komplikasi pada terapi konservatif,
terapi operatif adalah penangan yang dapat dilakukan. Atau pada kasus resisten, terapi operatif
paling baik dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang
signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur.
Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana “Golden
Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari tiga minggu
ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi. Segera setelah bayi
lahir, harus dijelaskan kepada orang tuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-
tahap penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat
berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan
keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang stadium
pertumbuhan tulang. Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat
diperbaiki.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Nordin S, Aidura M, Razak S, Faisham WI. Controversies in congenital clubfoot: Literature
review. Malaysian Journal of Medical Science. 2002;9(1):34-40.
2. Bridgens J, Kiely N. Current management of clubfoot (congenital talipes equinovarus) clinical
review. BMJ. 2010;340: 308-12. DOI: 10.1136/bmj.c355
3. Zhang G, Zhang Y, Li M. A modified Ponseti method for the treatment of rigid idiopathic
congenital clubfoot. J Foot Ankle Surg. 2019;58(6):1192-6. DOI: 10.1053/j.jfas.2019.04.003
4. Staheli, Lynn. Clubfoot: PonsetiManagement Third Edition [internet]. Global Health
Education Low-cosr Publications; 2009, (4-8(3);175-193. Tersedia dari: www.global-help.org
4.Dobbs, M.B., Gurnett C.A.. 2009. Update on Clubfoot: Etiology and Treatment. Clinical
Orthopaedics and Related Research, 467:1146-1153
5. Maranho, D. A. C., Volpon J.B.. 2011. Congenital Clubfoot. Acta Ortopédica Brasileira,
19(3):163-169
6. Herring, John Anthony. 2014. Tachdjian Pediatrics Orthopaedics, ed. 5, vol. 4. Philadelphia:
Elsevier Saunders
7. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol 22 Ed. Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 2006.
8. Munandar A. Iktisar Anatomi Alat Gerak dan Ilmu Gerak, 4th ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran, 1995 18. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 12th ed. Missouri:
Mosby Co., 2013.
9. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 12th ed. Missouri: Mosby Co., 2013.
10. Krakow D. Clubfoot (talipes equinovarus) and clenched hands. In: Copel JA, Feltovich H,
Krakow D, Platt LD, D’Alton ME, Gratacos E, et al, editors. Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis
and Care. 2018; p. 305-8.e1. DOI:10.1016/b9780-323-44548-1.00063-2
11. Cosma D, Vasilescu DE. A Clinical evaluation of the pirani and dimeglio idiopathic clubfoot
classifications. J Foot Ankle Surg.2015;54(4):5825. DOI:10.1053/j.j fas.2014.10.004
13. Amihood S, Idit M, Ehud B, Feldman BH, Chana V, Shay BS, et al. Prenatal clubfoot
increases the risk for clinically significant chromosomal microarray results – analysis of 269
singleton pregnancies. Early Hum Dev. 2020;145: 105047. DOI:10.1016/j.earlhumdev.20
20.105047
14. Foster A, Davis N. congenital talipes equinovarus (clubfoot). Surgery (Oxford).
2007;25(4):171-5.
15. Foster A, Davis N. congenital talipes equinovarus (clubfoot). Surgery (Oxford).
2007;25(4):171-5. DOI:10.1016/j.mpsur.2007.04.001

26
16. Krakow D. Clubfoot (talipes equinovarus) and clenched hands. In: Copel JA, Feltovich H,
Krakow D, Platt LD, D’Alton ME, Gratacos E, et al, editors. Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis
and Care. 2018; p. 305-8.e1.
17. Aydın A, Atmaca H, Müezzinoğlu ÜS. Bilateral congenital vertical talus with severe lower
extremity external rotational deformity. Foot. 2012;22(3): 252-4.
DOI:10.1016/j.foot.2012.04.004
18. Mckie J, Radomisli T. Congenital vertical talus: a review. Clin Podiat Med Surg.
2010;27(1):14556. DOI:10.1016/j.cpm.2009.08.008
19. Chaweerat R, Kaewpornsawan K, Wongsiridej P, Payakkaraung S, Sinnoi S, Meesamanpong
S. The effectiveness of parent manipulation on newborns with postural clubfoot: a randomized
controlled trial. J Med Assoc Thai. 2014; 97(9):68-72.
20. The Royal Children’s Hospital Melbourne. Positional Talipes. Orhtopaedic Fact Sheet 44.
2011. [cited 2020 Jun 30]. Available from: https://www.rch.org.au/
uploadedFiles/Main/Content/ortho/facts heets/POSITIONAL-TALIPES.pdf
21. Varacallo M, Aiyer A. Metatarsalgia in metatarsus adductus patients. Foot Ankle
Clin.2019;24(4):657-67. DOI:10.1016/j.fcl.2019.08.002
22. Weseley MS, Barenfeld PA, Barrett N. Complications of the treatment of clubfoot. Clin
Orthop Relat Res. 1972;84: 93-6. DOI:10.1097/00003086197205000-00017
23. Burger D, Aiyer A, Myerson MS. Evaluation and surgical management of the overcorrected
clubfoot deformity in the adult patient. Foot Ankle Clin. 2015; 20(4):587-99.
DOI:10.1016/j.fcl.2015.07.006
24. Zhang W, Cai H. Management of rocker- bottom deformity during Ponseti treatment of
congenital idiopathic clubfoot. Int J Clin Exp Med. 2019; 12(12):13805-11. DOI: 1940-
5901/IJCEM0100125
25. Apley E. Graham, Solomon Louis. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 4th ed. Ed
Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika, 2014.

27

Anda mungkin juga menyukai