Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

OSTEOMYELITIS TUBERCULOSA

Pembimbing:

dr. Ryan Indra, Sp. Rad

Disusun Oleh:

Cakra Karim Narendra 1102014060


Vrischika Alessandra Benedi 1102014276
Dwiky Ananda Ramadhan 1102017076

KEPANITRAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 APRIL – 9 MEI 2021
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 76 Tahun
Agama :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Status pernikahan :-
Tanggal Pemeriksaan : April 2007

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak disertai nyeri pada pergelangan tangan
Keluhan Tambahan : Demam Ringan

Anamnesis terpimpin (Alloanamnesis)


Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS dengan keluhan bengkak disertai
nyeri pada pergelangan tangan kiri sejak 3 bulan yang lalu. Rasa nyeri dirasakan semakin
hebat disertai demam ringan sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien di diagnosa ESRD karena Glomeruloskeloris
Benigna pada Januari 2005. Rasa sakit dirasakan pada pergelangan tangan namun tidak
diobati. Riwayat TB disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Pengobatan : Menjalani Hemodialisis tiga kali seminggu sejak
Januari 2005. Diberikan antibiotic amoxicillin, levofloxacin and minocycline
hydrochloride dan keadaan membaik.
Riwayat Alergi :-
Riwayat Psikososial :-

1.3 Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
- Tekanan Darah : 191/83 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Pernafasan : 22 kali/menit
- Suhu : 36,2°C
- BB : 59,8 Kg
- Tinggi Badan : 153 cm
- Status Gizi : BMI : 25.2 Kg/m², Kesan : Kelebihan BB
B. Status Generalis
KEPALA
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
THORAX
PULMO
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
JANTUNG
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
ABDOMEN
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :

C. Status Lokalis
Ekstremitas Superior Articulatio radiocarpal
Look : Hiperemis (+), Edema (+)
Feel : Hangat (+), Nyeri lokal (+)
Move : Fleksi, Ekstensi, Adduksi, Abduksi dan Sirkumduksi (-)
Ekstremitas Superior Regio Antebrachii
Look : Hiperemis (+), Edema (+)
Feel : Hangat (+), Nyeri lokal (+)
Move :-
Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan Darah
Keterangan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10.5 g/dL 11.5-16
Hematokrit - % 35-49
Leukosit 6.6 10³/μL 4.0-11
Trombosit 330 10³/μL 150-440
Eritosit 3.62 10⁶/μL 3.8-5.2
Hitung Jenis
Neutrofil 67.4 % 50-70
Limfosit 18.8 % 20-40
Monosit 9.0 % 2-8
Eosinofil 3.9 % 1-3
Basofil 0.9 % 0-1
LED 1 jam 48 mm <20
LED 2 jam 60 mm <40
PT 86.9 % 85-100
PT (INR) 1.10 <1.1
APTT 28.3 detik 25-35
Fibrinogen 491 mg/dL 200-400
Kimia Darah
Na 142 mEq/L 135-145
K 4.4 mEq/L 3.5-5.0
Cl 104 mEq/L 94-111
Ca 10.6 mg/L
Ureum 44 mg/L 8-25
Kreatinin 8.6 mg/L 0.6-1.1
Protein Total 6.8 g/dL 6.6-8.79
Albumin 2.8 g/dL 3.5-5.3
Kolesterol Total 182 mg/dL <200
Bilirubin Total 0.3 mg/dL 0.25-1.0
Tes Fungsi Hati
AST 13 U/L <21
ALT 5 U/L <23
ALP 157 U/L 15-69
γ-GT 18 U/L 5-38
LDH 163 U/L 100-190
Glukosa 126 mg/dL <140
CRP 1.74 mg/dL <0.3

B. Pemeriksaan Kultur
Dilakukan pengambilan pus pada daerah yang mengalami pembengkakan, dengan cara
kureatase lesi pada ulna sinistra. Dan dilakukan pemeriksaan PCR, kultur dan
pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pewarnaan hasilnya Gram Negative, namun hasil dari PCR
dan kultur menunjukan Positive M. tuberculosis.
Pemeriksaan Radiologi
Ekspertise
• Fraktur Epiphysis Distal Os.Ulna Sinistra
• Perubahan Osteolitik pada Os.Ulna Sinistra
• Pada MRI menunjukan destruksi os.ulna sinistra
• Pada MRI terlihat intensitas sumsum tulang rendah dengan akumulasi cairan
pada jaringan lunak sekitar
Kesan : Osteomyelitis bacterial dengan abses
RESUME
A. Anamnesis
Pasien Wanita 76 tahun dating dengan keluhan:
- Tangan kiri dan pergelangan bengkak dan nyeri sejak 3 bulan yang lalu
- Nyeri semakin hebat sejak 1 bulan yll
- Riwayat Penyakit dahulu : ESRD ec Glomerulosklerosis benigna sejak 2
tahun yang lalu
- Riwayat Pengobatan : Hemodialisis rutin 3 kali/minggu
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
- Tekanan Darah : 191/83 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Pernafasan : 22 kali/menit
- Suhu : 36,2°C
- BB : 59,8 Kg
- Tinggi Badan : 153 cm
- Status Gizi : BMI : 25.2 Kg/m², Kesan : Kelebihan BB

Status Generalis
Status Lokalis
Ekstremitas Superior Articulatio radiocarpal
Look : Hiperemis (+), Edema (+)
Feel : Hangat (+), Nyeri lokal (+)
Move : Fleksi, Ekstensi, Adduksi, Abduksi dan Sirkumduksi (-)
Ekstremitas Superior Regio Antebrachii
Look : Hiperemis (+), Edema (+)
Feel : Hangat (+), Nyeri lokal (+)
Move : -

I. Diagnosis Kerja
Osteomyelitis bacterial dengan abses ec M.tuberculosis
Diagnosis Banding : Ewing’s Sarcoma, HSL

II. Terapi
Planning Diagnosa
▪ Pemeriksaan Lab: LED, CRP dan Leukosit
▪ Pemeriksaan PCR
▪ Pemeriksaan Kultur dan Staining Ziehl-Neelsen
▪ Pemeriksaan Radiologi : Foto Rontgen/ MRI
Planning Terapi
▪ Rifampisin im 450mg/hari
▪ Isoniazid im 300mg/hari setiap Hemodialisis
▪ Streptomysin im 0.5g 2 kali seminggu
Planning Monitoring
▪ Observasi kemungkinan TB Paru dengan Foto Thorax dan CT-Scan
▪ Observasi kemungkinan komplikasi yang muncul akibat Riwayat
penyakit dahulu
▪ Observasi imunitas karena faktor usia dan Riwayat penyakit
Planning Edukasi
▪ Edukasi mengenai lamanya pengobatan TB
▪ Edukasi mengenai kemungkinan adanya penyakit jantung
▪ Edukasi mengenai risiko jatuh
III. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteomyelitis adalah infeksi serius pada tulang yang bisa bersifat akut atau kronis. Ini
adalah proses peradangan yang melibatkan tulang dan strukturnya yang disebabkan oleh
organisme pyogenik yang menyebar melalui aliran darah, fraktur, atau operasi.
Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal
dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudian meluas
sehingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya. Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai
akut, subakut, atau kronis, tergantung pada gambaran klinis. Osteomyelitis kronis timbul jika
terdapat respon pertahanan tubuh sehingga menghasilkan jaringan granulasi yang akan menjadi
jaringan parut padat sebagai usaha pertahanan dan mengisolasi daerah infeksi.

2.2 Epidemiologi

Insiden osteomyelitis tahunan berdasarkan jenis kelamin dan usia adalah 21,8 kasus per
100.000 orang-tahun. Insiden tahunan lebih tinggi pada pria daripada wanita dan meningkat
seiring bertambahnya usia (p < 0,001). Selalu meningkat dari tahun ke tahun seperti dari 11,4
kasus per 100.000 orang-tahun pada periode 1969 hingga 1979 menjadi 24,4 per 100.000
orang-tahun pada periode 2000 hingga 2009. Insiden ini relatif stabil di kalangan anak-anak
dan dewasa muda tetapi hampir tiga kali lipat di antara individu yang lebih tua dari enam puluh
tahun, didorong oleh peningkatan osteomielitis akibat diabetes yang signifikan dari 2,3 kasus
per 100.000 orang-tahun pada periode 1969 hingga 1979 menjadi 7,6 kasus per 100.000 orang-
tahun pada periode 2000 hingga 2009. Empat puluh empat persen kasus melibatkan infeksi
Staphylococcus aureus.
Insiden osteomielitis kronis di Indonesia adalah 0,5-2,4/100.000 penduduk dan meningkat
dengan bertambahnya usia yang terjadi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.

2.3 Etiologi
Penyebab paling sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme
penyebab yang lain adalah salmonela streptococcus dan pneumococcus S. aureus lebih sering
terjadi pada pasien berusia < 60 tahun (53,7%) daripada pasien berusia 60–75 tahun (43,4%)
dan 32,5% pada pasien berusia >75 tahun Bakteri gram negatif lebih sering terjadi pada pasien
berusia 60 tahun atau lebih (30,9%) daripada pada pasien berusia <60 tahun (14,7%) dan 22,0%
pada pasien berusia 60–75 tahun. Selain itu, jamur juga dapat menjadi penyebab lainnya.

2.4 Klasifikasi

Ada beberapa sistem klasifikasi untuk osteomielitis. Osteomielitis dapat


diklasifikasikan sesuai dengan kronologi gejala seperti akut, sub-akut (dibagi lebih lanjut ke
dalam sistem Glendhill dan Robert dkk) dan kronis.

Sub-akut osteomielitis
Tipe Klasifikasi Gledhill Klasifikasi Robert, dkk.
I Soliter terlokalisir zona radiolusen Ia – Punched-Out
dikelilingi oleh pembentukan Radiolusen
tulang baru reaktif
Ib – Puunched-out lesi
dengan pinggir sclerosis
II Metafisis radiolusen dengan erosi --
korteks
III Corteks hyperostosis pada diafisis; Reaksi jorteks periosteal
tidak ada reaksi onion skin. terlokalisir
IV Subperiosteal new bone dan Reaksi onion skin
lapisan onion skin. periosteal
V -- Radiolusen sentral pada
epifisis
VI -- Proses destruktif yang
melibatkan corpus
vertebra

Osteomielitis diklasifikasikan oleh Lew dan Waldvogel sesuai dengan durasi dan mekanisme
infeksi (klasifikasi tradisional)

Mekanisme infeksi Deskripsi


Hematogenous Osteomyelitis Osteomielitis yang berkembang setela
bakterimia
Contiguous-focus Osteomyelitis Inokulasi langsung dari tulang akibat
trauma/fraktur, pembedahan, alat prostetik,
atau penyebaran dari jaringan lunak
Osteomyelitis Secondary to Vascular Mengurangi suplai darah, biasanya pada
Insufficiency pasien dibates

Cierny dan Mader mengklasifikasikan osteomielitis sesuai dengan anatomi infeksi tulang dan
fisiologi inang.
Klasifikasi Deskripsi
Anotomic Stage 1 Mesullary osteomyelitis : infeksi terbatas pada intameduler
Type permukaan tulang
Stage 2 Superficial osteomyelitis : infeksi berdekatan (permukaan
tulang mengalami nekrosis pada basal dari luka jaringan lunak
Stage 3 Localized osteomyelitis : full thickness, sekuestrasi korteks
Stage 4 Diffuse osteomyelitis : proses menembus yang memerlukan
rekonstruksi intercalary dari tulang
Physiological A Host Fisiologis, metabolic, dan status imunologi
class B Host Local compromise, systemic compromise, atau keduanya
C Host Kematian saat treatment lebih buruk dari penyakit itu sendiri

2.5 Patofisiologi

Osteomyelitis mencakup spektrum luas mekanisme penyakit dengan tiga kategori yang
diterima secara umum: penyebaran hematogen (Blood borne), kontaminasi langsung dan
infeksi karena kekurangan aliran darah atau persyarafan. Karakteristik setiap kategori dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyebaran bakteri hematogen primer terutama pada metafisis pasien yang belum
dewasa pada skelet atau corpus vertebranya di segala usia, meskipun infeksi di lokasi
lain dapat terjadi.
2. Infeksi yang berdekatan biasanya menyebar dari daerah yang terkontaminasi, paling
sering terlihat dengan kontaminasi langsung bakteri dalam fraktur terbuka atau operasi
penggantian sendi dengan implan ortopedi.
3. Infeksi karena kekurangan aliran darah atau persyarafan terjadi saat pasokan darah yang
buruk, luka diabetes, hilangnya sensasi rasa nyeri, umumnya mempengaruhi ekstremitas
yang lebih rendah.

Ketika jaringan tulang terinfeksi, bakteri menginduksi reaksi peradangan akut. Bakteri
dan peradangan mempengaruhi periosteum dan menyebar di dalam tulang yang menyebabkan
nekrosis tulang. Pada anak-anak, periosteum secara longgar melekat pada korteks,
memungkinkan pembentukan abses subperiosteal yang cukup besar di sepanjang permukaan
tulang. Pengangkatan periosteum semakin mengganggu pasokan darah ke tulang yang terkena
menyebabkan nekrosis tulang segmental yang dikenal sebagai sekuestrum.
Dalam tahap kronis, banyak sel inflamasi dan pelepasan sitokin merangsang resorpsi
tulang osteoklastik, pertumbuhan jaringan berserat, dan pengendapan tulang baru yang reaktif.
Ketika tulang yang baru disimpan membentuk lengan jaringan yang hidup di sekitar segmen
tulang yang terinfeksi, itu dikenal sebagai involucrum. Pecahnya abses subperiosteal dapat
menyebabkan abses jaringan lunak.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda infeksi akut seperti demam, iritabilitas, lesu, dan tanda-tanda peradangan
lokal dapat terjadi pada anak-anak. Jaringan lunak yang melapisi tulang yang terinfeksi
biasanya tidak terjadi pada anak-anak dengan osteomielitis hematogen karena efektifitas
respon terhadap infeksi. Secara umum, pasien datang dengan nyeri pada bagian yang terinfeksi,
pembengkakan dan eritema. Osteomielitis hematogen primer atau rekuren pada orang dewasa
biasanya menimbulkan keluhan nyeri nonspesifik, demam ringan dan kadang-kadang
manifestasi klinis akut seperti pada anak-anak.

Pada osteomielitis menular, pasien datang dengan tanda bakteremia seperti demam,
menggigil, dan keringat malam terutama pada fase akut. Nyeri tulang dan sendi yang
terlokalisasi dan tanda peradangan di sekitar area yang terinfeksi juga dapat muncul pada fase
akut tetapi tidak pada fase kronis. Pengeroposan tulang pada bagian lokal, pembentukan
sequestrum dan sklerosis tulang sering terjadi pada osteomielitis kronis.

2.7 Diagnosis dan DD


2.7.1 Anamnesis
− Bengkak dan nyeri (Terlokalisir dan terkadang menjalar ke bagian terdekat.
Misal penderita mengeluhkan nyeri pada lutut, rasa nyeri akan menjalar ke
bagian panggul. Dan penderita biasanya akanb menghindari menggunakan
bagian tubuh yang nyeri)
− Adanya Luka dan Pus
− Demam Ringan (<38°C)
− Eritema
− Tidak dapat menggerakan organ yang terkena
Faktor Risiko
− Diabetes Mellitus
− Sickle Cell Disease
− HIV/AIDS
− Penyalahgunaan obat-obatan secara intravena
− Alkohol
− Penggunaan steroid jangka panjang
− Penurunan kekebalan tubuh
− Fraktur terbuka

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada organ yang
mengalami pembengkakan. Keluar pus dari tempat luka saat ditekan. Range of
Movement (ROM) yang terganggu.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hitung Leukosit dapat meningkat
2. Shift to the left pada hitung jenis dari peningkatan jumlah PMN
3. C-Reactive Protein (CRP) meningkat
4. Penigkatan LED, terjadi pada 90% kasus, namun tidak spesifik
5. Kultur, dapat menegakan diagnosis dan menentukan jenis bakteri penyebab.
Yang akan mempengaruhi jenis pengobatan.
B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Rontgen
Pada Osteomyelitis Akut dilakukan jika ditemukan udem jaringan lunak pada
hari ke 3-5 setelah infeksi. Dan akan terlihat jelas destruksi tulang dan reaksi
periosteal pembentukan tulang baru. Dengan melihat lusen korteks dan medulla.
Pada Osteomyelitis Kronik, didapatkan gambaran sequestrum dan pembentukan
tulang baru.
2. MRI
Dapat dijadikan sebagai penedeteksian dini dan menentukan lokasi
Osteomyelitis. Akan terlihat Udem dan destruksi medulla, reaksi periosteal,
destruksi kortikal, kerusakan sendi dan jaringan lunak sekitar yang terkena.
3. CT-Scan
Dapat dilakukan ketika pemeriksaan MRI tidak tersedia. Pemeriksaan ini dapat
menentukan kalsifikasi abnormal. Osifikasi dan gangguan pada intrakortikal.

2.7.4 Gambaran Radiologis

Marked Sclerosis

Osteomielitis Kronis, Sklerosis pada os.tibia bagian bawah. Marked Sclerosis

Osteomyelitis Kronik, Sequestra pada os.Tibia


Gambaran pada pria 56 tahun dengan riwayat diabtes menunjukan Osteomyelitis pada os.calcaneus.
Terlihat udara pada jaringan lunak sekitar.

Short-tau inversion recovery (STIR) menunjukan udem pada sumsum tulang os.clavicula dan
cairan periclavicular (pus).
CT-Scan menunjukan Osteomyelitis Vertebral dengan abses Psoas

CT-Scan aksial. Menunjukan Desktruksi L1. Perhatikan udara pada jaringan lunak sekitar

2.7.5 Diagnosis Banding


Osteomyelitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan penyakit lain.
Dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel
Langerhans atau Sarkoma Ewing. Perbedaannya pada setiap masing-masing kondisi
dari jaringan lunak. Pada Osteomyelitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang
difus. Sedangkan pada Histiocytosis sel Langerhans tidak terlihat secara signifikan
pembengkanan jaringan lunak atau massa. Sedsangkan pada sarcoma ewing, pada
jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Lamanya gejala pada pasien juga memiliki
peranan penting untuk penegakan diagnosis. Destruksi tulang pada Sarcoma Ewing
terjadi dalam waktu 4-6 bulan, sedangkan pada Osteomyelitis dalam 4-6 minggu dan
pada Histiocytosis sel Langerhans dalam 7-10 hari.cika ya

2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan osteomielitis mencakup debridement untuk mengontrol infeksinya dan


antibiotik untuk pemulihannya. Langkah pertama dalam penatalaksanaan osteomielitis adalah
mendiagnosa kondisi pasien dengan benar. Jaringan yang terkena osteomielitis harus dikirim
ke lab untuk dilakukan pewarnaan gram, kultur bakteri, tes sensitivitas dan pemeriksaan
histopatologis. Operator harus mencurigai faktor malignansi yang memiliki tampilan klinis
yang sama dengan osteomielitis, dan harus dicantumkan dalam diagnosa banding. Evaluasi dan
kontrol medis pada perawatan pasien dengan immunocompromised sangat membantu
perawatan osteomielitis. Misalnya, mengontrol gula darah pada pasien diabetes untuk
mendapatkan respon yang baik terhadap terapi osteomielitis.
Pengobatan antibiotik empiris harus dilakukan berdasarkan hasil pewarnaan Gram atau
berdasarkan patogen yang mungkin diduga terlibat di daerah maxillofacial. Kultur definitif dan
laporan sensitivitas biasanya memakan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
tetapi hal ini sangat membantu dokter bedah untuk mendapatkan antibiotik yang paling sesuai
berdasarkan organisme yang terlibat.

2.9 Komplikasi

Infeksi tulang dapat berkembang dari jaringan lunak dan pembuluh darah tulang yang
terganggu. Virulensi atau keresistenan organismenya dapat menyebabkan penyebaran infeksi
lebih lanjut seperti peradangan jaringan lunak, abses tulang, nekrosis tulang, dan keracunan
darah.

2.10 Prognosis

Prognosis osteomielitis bergantung pada virulensi organisme yang menginfeksi, status


kekebalan pasien, mekanisme infeksi dan kondisi komorbiditas pasien. Kecuali, jika dikaitkan
dengan sepsis atau penyakit serius yang mendasari, angka kematian menunjukkan angka yang
rendah.
BAB III
KESIMPULAN

Osteomielitis adalah infeksi dan peradangan pada tulang, dapat bersifat akut ataupun
kronis yang disebabkan oleh organisme pyogenik yang menyebar melalui aliran darah, fraktur
dan operasi. Organisme yang paling sering menjadi penyebab adalah Staphylococcus aureus
(70%-80%). Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri pada bagian yang terinfeksi, peradangan
lokal, pembengkakan dan eritema.

Tatalaksana yang dilakukan adalah debridement untuk mengontrol infeksinya dan


antiobiotik untuk pemulihannya. Prognosis pada osteomielitis bergantung pada virulensinya,
status kekebalan pasien dan kondisi komorbiditas pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, I. A. (2017). Osteomielitis. Denpasar: Universitas Udayana.

Edgington, J., & Karadesh, M. (2021). Osteomyelitis - Adult.

Indira, S. A., Lokarjana, L., & Pohan, D. K. (2017). Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis di
Bagian Bedah Ortopedi RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2011 - Desember
2016.

Kavanagh Nicola, E. a. (2018). Staphylococcal Osteomyelitis: Disease Progression,


Treatment. Clinical Microbiology Reviews.

Khan, A. N. (2017). Chronic Osteomyelitis Imaging. Medscape, 1-15.

Kremers, H. M., Nwojo, M. E., Ransom, J. E., Wood-Wentz, C. M., Melton, L. J., &
Huddleston, P. M. (2015). Trends in the Epidemiology of Osteomyelitis. 837-845.

Momodu II, S. V. (2021). Osteomyelitis. 1.

Rawung, R. & Moningkey, C. (2019). Osteomyelitis: A Literature Review. Jurnal Biomedik


(11): 2.

Yuka Nakazawa, T. N. (2012). Tuberculous Osteomyelitis in the Ulna of a Patient


Undergoing Hemodialysis. Nagasaki: Internal Medicine.

Anda mungkin juga menyukai