Cervical Syndrome
Oleh :
Preseptor :
dr. Syarif Indra, Sp.S
BAGIAN NEUROLOGI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmatnya berupa kesehatan, ilmu, dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Cervical Syndrome” dan penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
dr. Syarif Indra, SpS. Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis
berharap agar referat ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
Cervical Syndrome terutama bagi penulis dan teman-teman dokter muda yang menjalani
kepaniteraan klinik di bagian ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I
PENDAHULUAN 1
1. 1 Latar Belakang 1
1. 2 Batasan Masalah 1
1. 3 Tujuan Penulisan 2
1. 4 Metode Penulisan 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Anatomi Vertebra Servikalis 3
2.2 Definisi Cervical Syndrome 6
2.3 Epidemiologi Cervical Syndrome 7
2.4 Etiologi Cervical Syndrome 7
2.5 Patofisiologi Cervical Syndrome 8
2.6 Manifestasi Klinis Cervical Syndrome 9
2.7 Diagnosis Cervical Syndrome 11
2.8 Diagnosis Banding Cervical Syndrome 16
2.9 Penatalaksanaan Cervical Syndrome 16
2.10 Prognosis Cervical Syndrome 22
BAB III PENUTUP 23
DAFTAR PUSTAKA 24
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pemahaman dan
pengetahuan baik penulis maupun pembaca mengenai cervical syndrome.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.2. Anatomi Vertebra C4 dan C73
Pada bagian anterior terdapat ligamentum longitudialis anterior dan
posterior, sedangkan pada bagian posterior terdapat ligamentum flavum,
ligamentum nuchal, ligamentum interspinosus, dan kapsul ligamen. Diskus
intervertebralis terletak di antara corpus vertebra, terdiri dari nukleus pulposus
dan anulus fibrosus, yang berfungsi sebagai pemberi ruang, peredam kejut, dan
fleksibilitas. Terdapat dua sendi facet pada tiap vertebra yang berfungsi untuk
rotasi corpus vertebra, menghubungkan arcus dari masing-masing corpus
vertebra, dan menghubungkan tiap vertebra dengan vertebra di atasnya.3
4
Gambar 2.4. Diskus Intervertebralis
5
Gambar 2.6. Saraf Servikal
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks
posterior disebut dermatom. Tetapi pada permukaan lengan, kawasan dermatom
tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju
ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terlebih dahulu baru
kemudian menuju lengan. Karena itulah penataan lamelar dermatom C5-T2
menjadi agak kabur.3
6
2.3 Epidemiologi Cervical Syndrome
Diperkirakan terjadi setidaknya 1 dari 3 orang akan mengalami nyeri
leher sekali dalam setahun. Perempuan lebih sering mengalami nyeri leher
dibandingkan laki-laki. Selain itu, nyeri leher lebih sering ditemukan pada usia
tua, perokok, dan pada pekerja dengan stres fisik dan mental. Nyeri leher dapat
menjadi kronik pada 14% pasien. Risiko kronisitas meningkat pada pasien
lanjut usia, pasien yang sebelumnya memiliki masalah nyeri punggung bawah,
dan pasien dengan kelainan diskus intervertebralis.2
Radikulopati servikal lebih banyak terjadi pada perempuan dengan rasio
perempuan dibandingkan laki-laki adalah 7:1 dengan usia terbanyak 50-54
tahun. Berdasarkan survei epidemiologi, kejadian radikulopati servikal di
Amerika Serikat yang melibatkan 561 pasien (332 laki-laki dan 229 perempuan)
dengan rentang usia 13-91 tahun didapatkan terbanyak pada radiks nervus C7
(60%) dan diikuti oleh C6 (25%). Etiologi terbanyak adalah spondilosis
servikal pada 68,4% dan protrusi diskus pada 21,9% pasien.6,7
7
2. Foramen intervertebralis menyempit.
a. Terbentuknya osteofit pada foramen intervertebralis sehingga dapat
menekan radiks.
b. Adanya penipisan dari diskus intervertebralis sehingga keadaan ini akan
mendekatkan jarak kedua pedikel yang membentuk foramen
intervertebralis.
8
berangsur berkurang dalam ukuran dan jumlahnya. Sehingga kemampuan
diskus intervertebralis untuk mengikat air akan berkurang.8
Tinggi diskus akan berkurang dan nukleus menonjol ke posterior. Dengan
berkurangnya ketinggian korpus vertebra maka kestabilan posisi akan berubah
dan korpus vertebra akan cenderung bergeser satu sama lain. Pergeseran ke arah
posterior yaitu bagian yang ditutupi oleh ligamentum flavum dan kapsul sendi
faset akan menyebabkan berkurangnya dimensi foramen dan kanalis. Protrusi
diskus ke arah posterior, osteofit atau menebalnya jaringan lunak dalam kanalis
dan foramen menyebabkan meningkatnya tekanan ekstrinsik pada radiks saraf.
Hal ini akan menimbulkan defisit sensorik dan gangguan fungsi motorik.6,9
Selain itu, apabila terjadi inflamasi pada radiks akibat masuknya mediator
inflamasi maka akan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
menyebabkan edema radiks. Edema yang terjadi secara kronik dan terjadi
fibrosis pada radiks akan mengubah respon ambang dan meningkatkan
kepekaan radiks saraf terhadap nyeri.6
9
Gambar 2.7. Dermatom Saraf Servikal
10
2.7 Diagnosis Cervical Syndrome
a. Anamnesis1,10
Identitas pasien termasuk usia, jenis kelamin, dan pekerjaan penting
diperhatikan untuk mencari kemungkinan etiologi pada penyakit ini.
Keluhan utama biasanya berupa kaku atau nyeri pada leher yang menjalar
ke lengan.
Pasien juga mungkin mengeluhkan sensasi terbakar atau tersayat pada
leher dan lengan.
Penting untuk ditanyakan onset untuk menentukan nyeri ini bersifat akut
atau kronis. Apabila keluhan bersifat akut penting ditanyakan
penyebabnya, apakah keluhan terjadi setelah hiperekstensi leher,
perubahan posisi kepala mendadak (misalnya saat berolahraga), atau
kesalahan pergerakan lengan saat aktivitas.
Perlu dipastikan batas penjalaran nyeri pada lengan untuk mengetahui
radiks mana yang terganggu.
Perlu ditanyakan apakah nyeri diperparah dengan perubahan posisi
kepala dan gerakan tertentu.
Perlu ditanyakan apakah nyeri meningkat saat batuk, bersin atau
mengejan dan nyeri berkurang dengan berbaring.
Perlu ditanyakan juga faktor kebiasaan pasien seperti tidur dengan bantal
tinggi sehingga memicu fleksi leher saat tidur.
Perlu ditanyakan mengenai gangguan sensorik berupa lengan pasien
terasa baal atau kesemutan dan gangguan motorik berupa kelemahan otot.
Perlu ditanyakan riwayat cedera pada leher sebelumnya (jika pernah,
penting ditanyakan kapan terjadi, mekanisme cedera, dan apa yang
dilakukan pasien saat itu)
Perlu ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan atau sudah
pernah sebelumnya (jika sudah pernah sebelumnya, penting ditanyakan
riwayat pengobatan pasien sebelumnya terkait nyeri tersebut)
Perlu ditanyakan apakah pasien memiliki gangguan atau perubahan gaya
berjalan, gangguan BAK dan BAB, serta kelemahan ekstremitas bawah.
Perlu ditanyakan riwayat sosial dan kebiasaan pasien, seperti pekerjaan,
aktivitas fisik sehari-hari, olahraga, merokok, mengonsumsi alkohol,
mengangkat benda berat pada leher, sering membungkuk atau memutar
11
kepala/leher, atau mengetik sambil menerima telepon dengan posisi leher
yang salah dan berlansung lama.
Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri leher sehingga mengganggu
aktivitas pasien.
b. Pemeriksaan Fisik11,12,13
1. Pemeriksaan umum: Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh), berat badan, dan tinggi badan.
2. Pemeriksaan neurologi:
Inspeksi: Dapat terlihat leher pasien kaku, postur leher terlihat miring,
dan apabila pasien disuruh menoleh akan terlihat keterbatasan gerak leher
dan pasien cenderung memutar seluruh badan saat menoleh.
Palpasi: Teraba otot sekitar leher pasien tegang dan nyeri tekan pada
prosesus spinosus.
Pemeriksaan motorik berupa pemeriksaan trofi otot, kekuatan otot (0-5),
tonus, koordinasi, dan gerakan involunter. Kekuatan motorik berdasarkan
skala dari British Medical Research Council adalah: (dimana
pemeriksaan kekuatan motorik dilakukan dengan memeriksa otot pada
area sendi bahu, siku, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan untuk
ekstremitas atas. Sedangkan untuk ekstremitas bawah dilakukan pada otot
sendi panggul, lutut, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki)
0 : Tidak ada kontraksi
1 : Kontraksi minimal (sekejap) tetapi tidak mampu menggerakkan
persendian
2 : Mampu bergerak tetapi tidak mampu melawan gaya gravitasi
3 : Mampu melawan gaya gravitasi tetapi tidak mampu melawan
tahanan
4- : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan ringan
4 : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan sedang
4+ : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan kuat
5 : Kekuatan normal
Pemeriksaan sensorik, meliputi pemeriksaan raba halus, pemeriksaan rasa
nyeri, pemeriksaan suhu, pemeriksaan vibrasi, pemeriksaan posisi, dan
pemeriksaan sensasi tekanan.
12
Pemeriksaan refleks fisiologis pada ekstremitas atas yaitu refleks biseps,
triseps, dan brakhioradialis dengan nilai sebagai berikut:
0 : Negatif
+1 : Lemah dari normal (menurun)
+2 : Normal
+3 : Meningkat
+4 : Hiperaktif, sering disertai dengan klonus
Pemeriksaan refleks patologis, seperti tanda Babinski, tanda Chaddock,
tanda Oppenheim, tanda Schaffer, tanda Gordon, dan tanda
Hoffmann-Tromner untuk menyingkirkan kemungkinan lesi UMN.
Tes provokasi
Tes abduksi bahu, tes ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan
yang simptomatik ke atas lalu meletakkannya di atas kepala.
Manuver ini bersifat terapeutik dan diagnostik untuk radikulopati
servikal segmen bawah. Karena terjadi pembukaan foramen yang
terlibat dan dekompresi radiks sehingga meredakan nyeri pasien.
Tes Spurling, dimana keluhan pasien sering diperberat dengan
ekstensi dan rotasi dari leher karena tes ini akan mengurangi ukuran
foramen intervertebralis. Sehingga hasil tes positif apabila muncul
nyeri radikuler pada lengan sesuai radiks saraf yang mengalami
gangguan.
13
Gambar 2.9. Tes Lhermitte
Tes Valsava, pada tes ini pasien disuruh mengejan saat menahan
napas. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan intratekal.
Sehingga hasil tes positif apabila muncul nyeri radikuler pada lengan
sesuai radiks saraf yang mengalami gangguan.
Tes Nafziger, pada tes ini pasien diminta untuk mengejan saat
pemeriksa menekan kedua vena jugularis. Sehingga akan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial dan intratekal sehingga meransang
nyeri radikuler pada lengan pasien sesuai dermatom radiks saraf yang
mengalami gangguan. Tes ini dapat dilakukan pada saat pasien
berdiri.
14
Hasil tes ini positif apabila keluhan nyeri pasien berkurang atau
menghilang.
c. Pemeriksaan Penunjang1,7
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin, kalsium
serum, gula darah sewaktu atau pemeriksaan lain sesuai kecurigaan
pemeriksa.
X-Ray vertebra servikal, pemeriksaan yang diperlukan berupa X-Ray
servikal anteroposterior dan lateral (untuk mengevaluasi alignment
vertebra dan adanya spondilosis) dan posisi oblik kanan dan kiri (untuk
melihat foramen intervertebralis), serta posisi fleksi dan ekstensi
dikerjakan bila ada kecurigaan instabilitas. Adanya gambaran
penyempitan diskus dapat mengindikasikan adanya proses degeneratif
atau kemungkinan HNP. Foto polos mempunyai peran untuk
menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya seperti
tumor/metastasis.
Elektromiografi (EMG), pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengetahui saraf yang terlibat, membedakan antara kompresi radiks
dengan neuropati perifer. Pada kompresi radiks dapat terlihat adanya
penurunan amplitudo yang ringan dan timbulnya latensi distal yang
normal, sedangkan pada neuropati perifer selain terdapat penurunan
amplitudo juga terdapat latensi distal yang memanjang.
CT Scan vertebra servikal
15
MRI vertebra servikal, pemeriksaan penunjang terbaik untuk
menunjukkan patologi diskus berupa herniasi diskus dengan atau tanpa
kompresi, stenosis kanal spinal, dan massa paravertebral.
16
Obat-obatan yang digunakan adalah:1,2
Ibuprofen 400 mg setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 1200 mg per
hari (PO)
Diklofenak 25-50 mg setiap 8-12 jam dengan dosis maksimal 150 mg
per hari (PO)
Meloxicam 2x7,5 mg atau 1x15 mg (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parenteral)
Acetaminophen 500-1000 mg/hari hingga dosis maksimal 4 g/hari
diberikan kepada pasien dengan kontraindikasi NSAID
Acetaminophen 500-1000 mg/hari hingga dosis maksimal 4 g/hari atau
aspirin 325-650 mg setiap 3-4 jam dengan dosis maksimal 3,6 g/hari
sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan komorbid penyakit
kardiovaskular yang diketahui atau memiliki faktor risiko untuk
penyakit kardiovaskular.
Relaksan otot sebagai terapi lini kedua atau ketiga pada nyeri radikuler
akut dan berat dapat diberikan Eperisone HCl 50 mg setiap 8 jam,
Tizanidine 2-4 mg setiap 6-8 jam, atau Diazepam 2 mg setiap 8-12 jam.
Amitriptyline dosis 12,5-25 mg setiap 8-12 jam dengan dosis maksimal
150 mg per hari.
Antikonvulsan seperti Carbamazepine 200 mg setiap 12 jam dengan
dosis maksimal 1,6 g/hari atau Gabapentin 100 mg setiap 8 jam dengan
dosis maksimal 3,6 g/hari atau Fenitoin 100 mg setiap 8 jam dengan
dosis maksimal 600 mg.
b. Rehabilitasi
Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak
berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan
adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara
terus-menerus atau intermiten. Traksi berfungsi untuk meregangkan
foramen intervertebralis dan memiliki efek dekompresi pada radiks saraf
yang terganggu.14
17
Gambar 2.12. Traksi Leher
Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi
serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun dapat
mengurangi gejala namun tidak dapat mengurangi proses penyakit.
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan
malam dan diubah secara intermiten pada minggu 2 atau bila
mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini
bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu berupa atrofi otot
serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk
mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan
iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya
nyeri, tes Spurling negatif, dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan
indikasi pelepasan collar.7,15
18
Gambar 2.13. Cervical Collar
Terapi fisik dan manipulasi
Terapi ini berguna untuk memulihkan range of motion dan otot leher.
Terapi ini dapat berupa penggunaan alat Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS), terapi infrared, dan terapi ultrasound.16,17
Termoterapi
Termoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan
nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi
servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak
1-4 kali sehari selama 15-30 menit atau diberikan kompres hangat selama
30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan.17
Latihan
Latihan bisa dimulai pada akhir minggu satu. Latihan mobilisasi
leher ke arah anterior, latihan mengangkat bahu, atau latihan penguatan
otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan
ekstensi maupun fleksi mendadak. Pengurangan nyeri yang diakibatkan
oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan pada otot
leher.17
19
Gambar 2.14. Algoritma untuk Tatalaksana Non Operatif pada
Radikulopati Servikal Akut
20
Jenis terapi intervensi dan operatif yang dapat dilakukan sebagai
berikut:14,18,19
Injeksi transforaminal, interlaminal atau epidural blok steroid sebagai
terapi nyeri radikuler akut atau subakut.
Laminektomi dekompresi yaitu mengambil semua lamina untuk
memberikan ruang pada radiks saraf dan memberikan akses bagi osteofit
atau ruptur diskus untuk diambil. Dapat dilakukan dengan pembedahan
terbuka atau laparoskopi.
21
Cervical discectomy dengan fusi pada pasien dengan kompresi saraf,
nyeri yang signifikan, dan terbatasnya pergerakan setelah paling tidak
diberikan terapi non operatif yang adekuat dalam waktu 6 minggu.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Cervical syndrome adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala yang ditandai
adanya iritasi atau kompresi pada radiks saraf servikal, dengan gejala
adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang dijalarkan ke bahu dan lengan
sesuai dermatom radiks yang terganggu.
b. Pada usia muda, cervical syndrome sering disebabkan oleh karena trauma.
Sedangkan pada usia tua disebabkan oleh spondilosis servikal dan hernia
nukleus pulposus.
c. Gambaran klinis pada cervical syndrome adalah nyeri dipicu/diperberat
dengan perubahan posisi leher dan disertai nyeri tekan, keterbatasan
gerakan leher, serta defisit sensorimotor sesuai dermatom radiks yang
terkena.
d. Penegakan diagnosis cervical syndrome berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
e. Penatalaksanaan cervical syndrome harus dilakukan secara komprehensif,
baik dengan medikamentosa dan terapi rehabilitasi.
f. Prognosis dari penyakit ini adalah bonam apabila ditatalaksana secara tepat.
Penatalaksanaan non operatif efektif dilakukan pada hampir 80% pasien.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
14. Zhang X, Zhang Z, Wen J, Lu J, Sun Y, Sang D. The effectiveness of
therapeutic strategies for patient with radiculopathy. Molecular Pain. 2018;14:
1-9.
15. Liang L, Feng M, Cui X, Zhou S, Yin X, Wang X. The effect on exercise of
cervical radiculopathy. Medicine. 2019;98(45): 1-6.
16. Vance CG, Dailey DL, Rakel BA, Sluka KA. Using tens for pain control. Pain
Management. 2014;4(3): 197-209.
17. Kasumovic M, Gorcevic E, Gorcevic S, Osmanovic J. Cervical syndrome- the
effectiveness of physical therapy interventions. Med Arh. 2013;67(6): 414-7.
18. Kim HJ, Nemani VM, Piyaskulkaew C, Vargas SR, Riew KD. Cervical
radiculopathy: Incidence and treatment of 1.420 consecutive cases. Asian Spine J.
2016;10(2): 231-7.
19. Ament JD, Karnati T, Kulubya E, Kim KD, Johnson JP. Treatment of cervical
radiculopathy. Surgical Neurology International. 2018;9: 35-7.
25