Anda di halaman 1dari 30

Clinical Science Session

Cervical Syndrome

Oleh :

Fitriani Afifah 1940312129

Preseptor :
dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmatnya berupa kesehatan, ilmu, dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Cervical Syndrome” dan penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
dr. Syarif Indra, SpS. Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis
berharap agar referat ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
Cervical Syndrome terutama bagi penulis dan teman-teman dokter muda yang menjalani
kepaniteraan klinik di bagian ini.

Padang, 20 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I
PENDAHULUAN 1
1. 1 Latar Belakang 1
1. 2 Batasan Masalah 1
1. 3 Tujuan Penulisan 2
1. 4 Metode Penulisan 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Anatomi Vertebra Servikalis 3
2.2 Definisi Cervical Syndrome 6
2.3 Epidemiologi Cervical Syndrome 7
2.4 Etiologi Cervical Syndrome 7
2.5 Patofisiologi Cervical Syndrome 8
2.6 Manifestasi Klinis Cervical Syndrome 9
2.7 Diagnosis Cervical Syndrome 11
2.8 Diagnosis Banding Cervical Syndrome 16
2.9 Penatalaksanaan Cervical Syndrome 16
2.10 Prognosis Cervical Syndrome 22
BAB III PENUTUP 23
DAFTAR PUSTAKA 24

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Vertebra C1 (Atlas) dan C2 (Axis) 3


Gambar 2.2. Anatomi Vertebra C4 dan C7 4
Gambar 2.3. Ligamentum pada Vertebra Servikalis 4
Gambar 2.4. Diskus Intervertebralis 5
Gambar 2.5. Sendi Facet 5
Gambar 2.6. Saraf Servikal 6
Gambar 2.7. Dermatom Saraf Servikal 10
Gambar 2.8. Tes Spurling 13
Gambar 2.9. Tes Lhermitte 14
Gambar 2.10. Tes Nafziger 14
Gambar 2.11. Tes Distraksi Leher 15
Gambar 2.12. Traksi Leher 18
Gambar 2.13. Cervical Collar 19
Gambar 2.14. Algoritma untuk Tatalaksana Non Operatif pada Radikulopati 20
Servikal Akut
Gambar 2.15. Laminektomi Dekompresi 21
Gambar 2.16. Laminotomi 21
Gambar 2.17. Cervical Discectomy dengan Fusi 22
Gambar 2.18. Artificial Disc Replacement 22

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Manifestasi Klinis Radikulopati C4-C8 10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cervical syndrome atau cervicalgia merupakan pengelompokkan dari
kondisi yang menyebabkan suatu iritasi dari radiks servikal. Cervicalgia atau
nyeri leher yang berasal dari vertebra servikal karakteristiknya dipicu oleh
gerakan dan disertai oleh nyeri tekan fokal dan keterbatasan gerak. Nyeri leher
yang terkait dengan spondilosis umumnya bilateral sedangkan nyeri leher yang
dikaitkan dengan radikulopati umumnya menunjukkan gejala unilateral.
Radikulopati servikal dapat menyebabkan nyeri pada leher dan nyeri tersebut
menjalar pada lengan sesuai dengan distribusi dari radiks saraf yang terkena.
Keluhan radikulopati sangat mungkin diikuti oleh keluhan sensorik dan
motorik.1
Nyeri leher sangat sering terjadi. Diperkirakan setidaknya 1 dari 3 orang
akan mengalami nyeri leher sekali dalam setahun. Perempuan lebih sering
mengalami nyeri leher dibandingkan laki-laki. Selain itu, nyeri leher lebih
sering ditemukan pada usia tua, perokok, dan pada pekerja dengan stres fisik
dan mental. Nyeri leher dapat menurunkan kualitas hidup dan produktivitas
pasien. Nyeri leher yang muncul biasanya akan hilang sendiri dalam 1-2
minggu, namun dapat muncul kembali.2
Manifestasi nyeri leher dapat timbul di daerah leher dan menjalar ke
tempat lain. Penyebab nyeri dapat berasal dari kompresi terhadap area peka
nyeri berupa inflamasi, neoplasia, infeksi, proses degeneratif, dan trauma. Nyeri
leher umumnya cenderung berulang, disertai beragamnya keluhan dan gejala
klinis dari derajat ringan sampai berat. Terdapat beberapa diagnosis banding
dari cervical syndrome sehingga perlu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan memberikan
tatalaksana yang tepat.

1.2 Batasan Masalah


Penulisan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan
prognosis dari cervical syndrome.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pemahaman dan
pengetahuan baik penulis maupun pembaca mengenai cervical syndrome.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebra Servikalis


Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang dapat menjadi sumber
nyeri. Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligamen, akar saraf,
faset artikular, kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses
degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi, dan trauma. Selain itu, perlu juga
diperhatikan adanya nyeri alih pada tempat lain yang merupakan distribusi
dermatom yang dipersarafi oleh saraf servikal.1
Struktural servikal terdiri dari 7 vertebra servikal, diskus intervertebralis,
8 pasang saraf spinal, otot-otot, ligamentum, dan vaskular. Struktur vertebra
terdiri dari korpus, pedikel, lamina, foramen vertebralis, prosesus spinosus,
prosesus articularis superior dan inferior, prosesus transversus, serta tuberkulum
anterior dan posterior. Struktur C1 dan C2 sedikit berbeda dibanding dengan
struktur servikal lainnya.3

Gambar 2.1. Anatomi Vertebra C1 (Atlas) dan C2 (Axis)3

3
Gambar 2.2. Anatomi Vertebra C4 dan C73
Pada bagian anterior terdapat ligamentum longitudialis anterior dan
posterior, sedangkan pada bagian posterior terdapat ligamentum flavum,
ligamentum nuchal, ligamentum interspinosus, dan kapsul ligamen. Diskus
intervertebralis terletak di antara corpus vertebra, terdiri dari nukleus pulposus
dan anulus fibrosus, yang berfungsi sebagai pemberi ruang, peredam kejut, dan
fleksibilitas. Terdapat dua sendi facet pada tiap vertebra yang berfungsi untuk
rotasi corpus vertebra, menghubungkan arcus dari masing-masing corpus
vertebra, dan menghubungkan tiap vertebra dengan vertebra di atasnya.3

Gambar 2.3. Ligamentum pada Vertebra Servikalis3

4
Gambar 2.4. Diskus Intervertebralis

Gambar 2.5. Sendi Facet


Terdapat 8 pasang saraf servikal yang menginervasi, disebut juga rami
communicantes, yang terdiri dari tiga ganglion; yaitu C1-C4 ganglion superior,
C5-C7 ganglion media, dan C8-T2 ganglion inferior. Servikal divaskularisasi
oleh arteri karotis interna dan arteri vertebralis, serta vena jugularis dan vena
vertebralis.3

5
Gambar 2.6. Saraf Servikal
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks
posterior disebut dermatom. Tetapi pada permukaan lengan, kawasan dermatom
tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju
ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terlebih dahulu baru
kemudian menuju lengan. Karena itulah penataan lamelar dermatom C5-T2
menjadi agak kabur.3

2.2 Definisi Cervical Syndrome


Cervical syndrome adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala yang
ditandai adanya iritasi atau kompresi pada radiks saraf servikal, dengan gejala
adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang dijalarkan ke bahu dan lengan
sesuai radiks yang terganggu.4 Definisi lain dari cervical syndrome adalah
sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri menjalar, rasa kesemutan yang
menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna
vertebra servikalis akibat perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis,
ligamentum flavum, dan facet joints.5
Nyeri yang disebabkan oleh iritasi, inflamasi, atau kompresi pada radiks
spinalis servikalis disebut nyeri radikuler servikal. Nyeri ini bersifat menusuk
atau seperti sengatan listrik dan menjalar sesuai dermatom radiks yang
terganggu. Nyeri radikuler servikal yang disertai tanda-tanda gangguan
neurologis berupa hilangnya perabaan sensorik atau berkurangnya fungsi
motorik disebut nyeri radikulopati servikal.6

6
2.3 Epidemiologi Cervical Syndrome
Diperkirakan terjadi setidaknya 1 dari 3 orang akan mengalami nyeri
leher sekali dalam setahun. Perempuan lebih sering mengalami nyeri leher
dibandingkan laki-laki. Selain itu, nyeri leher lebih sering ditemukan pada usia
tua, perokok, dan pada pekerja dengan stres fisik dan mental. Nyeri leher dapat
menjadi kronik pada 14% pasien. Risiko kronisitas meningkat pada pasien
lanjut usia, pasien yang sebelumnya memiliki masalah nyeri punggung bawah,
dan pasien dengan kelainan diskus intervertebralis.2
Radikulopati servikal lebih banyak terjadi pada perempuan dengan rasio
perempuan dibandingkan laki-laki adalah 7:1 dengan usia terbanyak 50-54
tahun. Berdasarkan survei epidemiologi, kejadian radikulopati servikal di
Amerika Serikat yang melibatkan 561 pasien (332 laki-laki dan 229 perempuan)
dengan rentang usia 13-91 tahun didapatkan terbanyak pada radiks nervus C7
(60%) dan diikuti oleh C6 (25%). Etiologi terbanyak adalah spondilosis
servikal pada 68,4% dan protrusi diskus pada 21,9% pasien.6,7

2.4 Etiologi Cervical Syndrome


Timbulnya cervical syndrome oleh karena adanya rangsangan pada radiks
saraf servikal, dimana radiks anterior dan posterior akan bergabung menjadi
saraf spinal di foramen intervertebralis sehingga letak gangguannya adalah pada
atau dekat foramen intervertebralis.4
Terdapat dua penyebab timbulnya cervical syndrome, yaitu:4
1. Foramen intervertebralis tetap utuh.
a. Peradangan dari sarafnya sendiri misalnya radikulitis.
b. Dorongan dari tumor, abses atau perdarahan oleh karena trauma tumor.
c. Whiplash injury terjadinya hiperekstensi kepala terhadap bahu yang
disusul dengan fleksi, atau latero-fleksi oleh karena rudapaksa. Biasanya
terjadi akibat tubrukan kendaraan dari belakang pada kecelakaan lalu lintas.
Dapat pula terjadi dalam keadaan kepala terputar dengan hebat atau
pukulan kepala yang berdampak tekanan pada daerah servikal (kompresi
aksial).
d. HNP servikalis yang paling sering terdapat diantara C5 dan C6 serta
antara C6 dan C7 sehingga menekan radiks C6 dan radiks C7.

7
2. Foramen intervertebralis menyempit.
a. Terbentuknya osteofit pada foramen intervertebralis sehingga dapat
menekan radiks.
b. Adanya penipisan dari diskus intervertebralis sehingga keadaan ini akan
mendekatkan jarak kedua pedikel yang membentuk foramen
intervertebralis.

2.5 Patofisiologi Cervical Syndrome


Radiks merupakan salah satu bagian dari saraf tepi yang sering
mengalami gangguan karena letak anatomisnya yang dikelilingi oleh struktur
yang kompleks. Radiks keluar dari kornu anterior dan posterior medula spinalis.
Radiks yang keluar dari kornu anterior disebut radiks anterior/ ventral yang
terdiri dari serabut motorik sedangkan radiks yang keluar dari kornu posterior
disebut radiks posterior/ dorsal yang berisi serabut sensorik. Radiks akan keluar
melalui foramen intervertebralis. Foramen ini dibatasi oleh pedikel, diskus
intervertebralis, dan korpus vertebra pada sisi anterior dan sendi faset pada sisi
posterior.4,7
Secara mikroskopik, radiks memiliki perbedaan dengan saraf perifer
lainnya. Radiks tidak memiliki epineurium dan perineurium serta memiliki
lebih sedikit kolagen pada endoneurium dan aksonnya dilindungi lebih sedikit
jaringan lemak serta jaringan penyambung. Hal tersebut menyebabkan kekuatan
tensil radiks jauh lebih rendah dibandingkan saraf tepi lainnya sehingga mudah
mengalami kompresi dan avulsi. Tidak adanya perineurium yang berfungsi
sebagai sawar menyebabkan radiks rentan mengalami infeksi dan inflamasi.7
Perubahan terkait usia akan menyebabkan perubahan komposisi kimia
nukleus pulposus dan anulus fibrosus sehingga menyebabkan hilangnya
viskoelastisitas secara progresif. Pada pasien yang usianya di bawah 30 tahun,
kandungan air diskus intervertebralis mendekati 90% dan akan menurun hingga
70% pada dekade 8 kehidupan. Unit struktur dasar nukleus pulposus adalah
protein glikosaminoglikan yang terdiri dari inti protein proteoglikan dan
polisakarida aktif yang steril dan berikatan dengan kondroitin sulfat dan keratin
sulfat. Karena berat molekulnya tinggi, protein glikosaminoglikan memiliki
kemampuan mengikat air. Dengan bertambahnya usia, protein ini secara

8
berangsur berkurang dalam ukuran dan jumlahnya. Sehingga kemampuan
diskus intervertebralis untuk mengikat air akan berkurang.8
Tinggi diskus akan berkurang dan nukleus menonjol ke posterior. Dengan
berkurangnya ketinggian korpus vertebra maka kestabilan posisi akan berubah
dan korpus vertebra akan cenderung bergeser satu sama lain. Pergeseran ke arah
posterior yaitu bagian yang ditutupi oleh ligamentum flavum dan kapsul sendi
faset akan menyebabkan berkurangnya dimensi foramen dan kanalis. Protrusi
diskus ke arah posterior, osteofit atau menebalnya jaringan lunak dalam kanalis
dan foramen menyebabkan meningkatnya tekanan ekstrinsik pada radiks saraf.
Hal ini akan menimbulkan defisit sensorik dan gangguan fungsi motorik.6,9
Selain itu, apabila terjadi inflamasi pada radiks akibat masuknya mediator
inflamasi maka akan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
menyebabkan edema radiks. Edema yang terjadi secara kronik dan terjadi
fibrosis pada radiks akan mengubah respon ambang dan meningkatkan
kepekaan radiks saraf terhadap nyeri.6

2.6 Manifestasi Klinis Cervical Syndrome


Nyeri yang timbul pada cervical syndrome dirasakan pada daerah leher
dan belakang kepala serta rasa nyeri ini bisa menjalar ke daerah bahu, lengan
atas, lengan bawah, atau tangan. Rasa nyeri dipicu/diperberat dengan
gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan
gerakan leher. Pada daerah servikal yang berperan dalam persarafan bahu,
lengan, sampai jari-jari adalah saraf servikal yang berasal dari segmen-segmen
medula spinalis C4-C8. Radiks dari segmen-segmen inilah yang memegang
peranan pada cervical syndrome. Sedangkan saraf yang berasal dari segmen
C1-C3 meskipun memberikan gejala nyeri di leher tetapi tidak dijalarkan ke
lengan.7,8
Keluhan pasien dapat berupa rasa nyeri pada leher yang menjalar ke bahu
dan lengan, nyeri suboksipital, nyeri kepala, gangguan sensorik seperti
parestesia serta gangguan motorik berupa kelemahan otot. Gejala dan tanda dari
gangguan masing-masing radiks spinalis dapat dilihat pada gambar dan tabel di
bawah ini.

9
Gambar 2.7. Dermatom Saraf Servikal

Tabel 2.1. Manifestasi Klinis Radikulopati C4-C81


Abnormalitas
Radiks Distribusi Nyeri
Sensorik Motorik Refleks
C4 Leher bawah dan otot Leher bawah, - -
trapezius lingkar bahu
atas
C5 Leher, bahu dan Lengan atas Deltoid, fleksi Bisep
lengan atas lateral lateral siku
C6 Leher, lengan atas Lengan bawah Bisep, ekstensi Brachioradialis
dorsal lateral, dan jari lateral, jari pergelangan
jempol jempol tangan
C7 Leher, lengan bawah Lengan bawah Trisep, fleksi Trisep
dorsal lateral, dan jari dorsal, jari pergelangan
tengah panjang tangan
C8 Leher, lengan bawah Lengan bawah Fleksi jari -
medial, dan jari medial, jari
ulnaris ulnaris

10
2.7 Diagnosis Cervical Syndrome
a. Anamnesis1,10
 Identitas pasien termasuk usia, jenis kelamin, dan pekerjaan penting
diperhatikan untuk mencari kemungkinan etiologi pada penyakit ini.
 Keluhan utama biasanya berupa kaku atau nyeri pada leher yang menjalar
ke lengan.
 Pasien juga mungkin mengeluhkan sensasi terbakar atau tersayat pada
leher dan lengan.
 Penting untuk ditanyakan onset untuk menentukan nyeri ini bersifat akut
atau kronis. Apabila keluhan bersifat akut penting ditanyakan
penyebabnya, apakah keluhan terjadi setelah hiperekstensi leher,
perubahan posisi kepala mendadak (misalnya saat berolahraga), atau
kesalahan pergerakan lengan saat aktivitas.
 Perlu dipastikan batas penjalaran nyeri pada lengan untuk mengetahui
radiks mana yang terganggu.
 Perlu ditanyakan apakah nyeri diperparah dengan perubahan posisi
kepala dan gerakan tertentu.
 Perlu ditanyakan apakah nyeri meningkat saat batuk, bersin atau
mengejan dan nyeri berkurang dengan berbaring.
 Perlu ditanyakan juga faktor kebiasaan pasien seperti tidur dengan bantal
tinggi sehingga memicu fleksi leher saat tidur.
 Perlu ditanyakan mengenai gangguan sensorik berupa lengan pasien
terasa baal atau kesemutan dan gangguan motorik berupa kelemahan otot.
 Perlu ditanyakan riwayat cedera pada leher sebelumnya (jika pernah,
penting ditanyakan kapan terjadi, mekanisme cedera, dan apa yang
dilakukan pasien saat itu)
 Perlu ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan atau sudah
pernah sebelumnya (jika sudah pernah sebelumnya, penting ditanyakan
riwayat pengobatan pasien sebelumnya terkait nyeri tersebut)
 Perlu ditanyakan apakah pasien memiliki gangguan atau perubahan gaya
berjalan, gangguan BAK dan BAB, serta kelemahan ekstremitas bawah.
 Perlu ditanyakan riwayat sosial dan kebiasaan pasien, seperti pekerjaan,
aktivitas fisik sehari-hari, olahraga, merokok, mengonsumsi alkohol,
mengangkat benda berat pada leher, sering membungkuk atau memutar

11
kepala/leher, atau mengetik sambil menerima telepon dengan posisi leher
yang salah dan berlansung lama.
 Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri leher sehingga mengganggu
aktivitas pasien.

b. Pemeriksaan Fisik11,12,13
1. Pemeriksaan umum: Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh), berat badan, dan tinggi badan.
2. Pemeriksaan neurologi:
 Inspeksi: Dapat terlihat leher pasien kaku, postur leher terlihat miring,
dan apabila pasien disuruh menoleh akan terlihat keterbatasan gerak leher
dan pasien cenderung memutar seluruh badan saat menoleh.
 Palpasi: Teraba otot sekitar leher pasien tegang dan nyeri tekan pada
prosesus spinosus.
 Pemeriksaan motorik berupa pemeriksaan trofi otot, kekuatan otot (0-5),
tonus, koordinasi, dan gerakan involunter. Kekuatan motorik berdasarkan
skala dari British Medical Research Council adalah: (dimana
pemeriksaan kekuatan motorik dilakukan dengan memeriksa otot pada
area sendi bahu, siku, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan untuk
ekstremitas atas. Sedangkan untuk ekstremitas bawah dilakukan pada otot
sendi panggul, lutut, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki)
 0 : Tidak ada kontraksi
 1 : Kontraksi minimal (sekejap) tetapi tidak mampu menggerakkan
persendian
 2 : Mampu bergerak tetapi tidak mampu melawan gaya gravitasi
 3 : Mampu melawan gaya gravitasi tetapi tidak mampu melawan
tahanan
 4- : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan ringan
 4 : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan sedang
 4+ : Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan kuat
 5 : Kekuatan normal
 Pemeriksaan sensorik, meliputi pemeriksaan raba halus, pemeriksaan rasa
nyeri, pemeriksaan suhu, pemeriksaan vibrasi, pemeriksaan posisi, dan
pemeriksaan sensasi tekanan.

12
 Pemeriksaan refleks fisiologis pada ekstremitas atas yaitu refleks biseps,
triseps, dan brakhioradialis dengan nilai sebagai berikut:
 0 : Negatif
 +1 : Lemah dari normal (menurun)
 +2 : Normal
 +3 : Meningkat
 +4 : Hiperaktif, sering disertai dengan klonus
 Pemeriksaan refleks patologis, seperti tanda Babinski, tanda Chaddock,
tanda Oppenheim, tanda Schaffer, tanda Gordon, dan tanda
Hoffmann-Tromner untuk menyingkirkan kemungkinan lesi UMN.
 Tes provokasi
 Tes abduksi bahu, tes ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan
yang simptomatik ke atas lalu meletakkannya di atas kepala.
Manuver ini bersifat terapeutik dan diagnostik untuk radikulopati
servikal segmen bawah. Karena terjadi pembukaan foramen yang
terlibat dan dekompresi radiks sehingga meredakan nyeri pasien.
 Tes Spurling, dimana keluhan pasien sering diperberat dengan
ekstensi dan rotasi dari leher karena tes ini akan mengurangi ukuran
foramen intervertebralis. Sehingga hasil tes positif apabila muncul
nyeri radikuler pada lengan sesuai radiks saraf yang mengalami
gangguan.

Gambar 2.8. Tes Spurling


 Tes Lhermitte, tes ini dilakukan dengan memfleksikan leher pasien.
Hasil positif apabila didapatkan nyeri radikuler sepanjang vertebra
servikalis atau ekstremitas atas.

13
Gambar 2.9. Tes Lhermitte
 Tes Valsava, pada tes ini pasien disuruh mengejan saat menahan
napas. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan intratekal.
Sehingga hasil tes positif apabila muncul nyeri radikuler pada lengan
sesuai radiks saraf yang mengalami gangguan.
 Tes Nafziger, pada tes ini pasien diminta untuk mengejan saat
pemeriksa menekan kedua vena jugularis. Sehingga akan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial dan intratekal sehingga meransang
nyeri radikuler pada lengan pasien sesuai dermatom radiks saraf yang
mengalami gangguan. Tes ini dapat dilakukan pada saat pasien
berdiri.

Gambar 2.10. Tes Nafziger


 Tes distraksi leher, pada tes ini kepala pasien sedikit diangkat ke
superior. Dimana tujuan tes ini adalah untuk melebarkan foramen
intervertebralis sehingga dapat menghilangkan kompresi radiks saraf.

14
Hasil tes ini positif apabila keluhan nyeri pasien berkurang atau
menghilang.

Gambar 2.11. Tes Distraksi Leher

c. Pemeriksaan Penunjang1,7
 Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin, kalsium
serum, gula darah sewaktu atau pemeriksaan lain sesuai kecurigaan
pemeriksa.
 X-Ray vertebra servikal, pemeriksaan yang diperlukan berupa X-Ray
servikal anteroposterior dan lateral (untuk mengevaluasi alignment
vertebra dan adanya spondilosis) dan posisi oblik kanan dan kiri (untuk
melihat foramen intervertebralis), serta posisi fleksi dan ekstensi
dikerjakan bila ada kecurigaan instabilitas. Adanya gambaran
penyempitan diskus dapat mengindikasikan adanya proses degeneratif
atau kemungkinan HNP. Foto polos mempunyai peran untuk
menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya seperti
tumor/metastasis.
 Elektromiografi (EMG), pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengetahui saraf yang terlibat, membedakan antara kompresi radiks
dengan neuropati perifer. Pada kompresi radiks dapat terlihat adanya
penurunan amplitudo yang ringan dan timbulnya latensi distal yang
normal, sedangkan pada neuropati perifer selain terdapat penurunan
amplitudo juga terdapat latensi distal yang memanjang.
 CT Scan vertebra servikal

15
 MRI vertebra servikal, pemeriksaan penunjang terbaik untuk
menunjukkan patologi diskus berupa herniasi diskus dengan atau tanpa
kompresi, stenosis kanal spinal, dan massa paravertebral.

2.8 Diagnosis Banding Cervical Syndrome


 Cervical spondylotic myelopathy
 Entrapment syndrome, contohnya carpal tunnel syndrome atau cubital
tunnel syndrome
 Rotator cuff syndrome
 Pleksopati brakialis8

2.9 Penatalaksanaan Cervical Syndrome


a. Medikamentosa
Terapi nyeri secara umum berdasarkan derajat nyeri menggunakan Visual
Analog Scale (VAS) :1,2
 Nyeri akut : NSAID
 Nyeri kronik
- Ringan : NSAID + analgetik adjuvan
- Sedang : NSAID + analgetik adjuvan + kodein
- Berat : NSAID + analgetik adjuvan + morfin
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut.
Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari golongan salisilat
atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti kodein bahkan bisa juga
diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami
ketegangan mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh
tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat mempercepat
proses perbaikan. Kepala sebaiknya diletakkan pada bantal servikal
sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi fleksi sehingga pasien merasa
nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan ke arah lateral. Istirahat diperlukan
pada fase akut nyeri.8

16
Obat-obatan yang digunakan adalah:1,2
 Ibuprofen 400 mg setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 1200 mg per
hari (PO)
 Diklofenak 25-50 mg setiap 8-12 jam dengan dosis maksimal 150 mg
per hari (PO)
 Meloxicam 2x7,5 mg atau 1x15 mg (PO)
 Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parenteral)
 Acetaminophen 500-1000 mg/hari hingga dosis maksimal 4 g/hari
diberikan kepada pasien dengan kontraindikasi NSAID
 Acetaminophen 500-1000 mg/hari hingga dosis maksimal 4 g/hari atau
aspirin 325-650 mg setiap 3-4 jam dengan dosis maksimal 3,6 g/hari
sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan komorbid penyakit
kardiovaskular yang diketahui atau memiliki faktor risiko untuk
penyakit kardiovaskular.
 Relaksan otot sebagai terapi lini kedua atau ketiga pada nyeri radikuler
akut dan berat dapat diberikan Eperisone HCl 50 mg setiap 8 jam,
Tizanidine 2-4 mg setiap 6-8 jam, atau Diazepam 2 mg setiap 8-12 jam.
 Amitriptyline dosis 12,5-25 mg setiap 8-12 jam dengan dosis maksimal
150 mg per hari.
 Antikonvulsan seperti Carbamazepine 200 mg setiap 12 jam dengan
dosis maksimal 1,6 g/hari atau Gabapentin 100 mg setiap 8 jam dengan
dosis maksimal 3,6 g/hari atau Fenitoin 100 mg setiap 8 jam dengan
dosis maksimal 600 mg.

b. Rehabilitasi
 Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak
berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan
adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara
terus-menerus atau intermiten. Traksi berfungsi untuk meregangkan
foramen intervertebralis dan memiliki efek dekompresi pada radiks saraf
yang terganggu.14

17
Gambar 2.12. Traksi Leher

 Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi
serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun dapat
mengurangi gejala namun tidak dapat mengurangi proses penyakit.
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan
malam dan diubah secara intermiten pada minggu 2 atau bila
mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini
bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu berupa atrofi otot
serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk
mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan
iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya
nyeri, tes Spurling negatif, dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan
indikasi pelepasan collar.7,15

18
Gambar 2.13. Cervical Collar
 Terapi fisik dan manipulasi
Terapi ini berguna untuk memulihkan range of motion dan otot leher.
Terapi ini dapat berupa penggunaan alat Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS), terapi infrared, dan terapi ultrasound.16,17
 Termoterapi
Termoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan
nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi
servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak
1-4 kali sehari selama 15-30 menit atau diberikan kompres hangat selama
30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan.17
 Latihan
Latihan bisa dimulai pada akhir minggu satu. Latihan mobilisasi
leher ke arah anterior, latihan mengangkat bahu, atau latihan penguatan
otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan
ekstensi maupun fleksi mendadak. Pengurangan nyeri yang diakibatkan
oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan pada otot
leher.17

19
Gambar 2.14. Algoritma untuk Tatalaksana Non Operatif pada
Radikulopati Servikal Akut

c.Terapi Intervensi dan Operatif


Indikasi pasien yang perlu diberikan terapi ini adalah:1,7
 Didapatkan gangguan otonom BAK dan BAB
 Didapatkan defisit neurologis yang berat
 Didapatkan nyeri yang sangat mengganggu pasien

20
Jenis terapi intervensi dan operatif yang dapat dilakukan sebagai
berikut:14,18,19
 Injeksi transforaminal, interlaminal atau epidural blok steroid sebagai
terapi nyeri radikuler akut atau subakut.
 Laminektomi dekompresi yaitu mengambil semua lamina untuk
memberikan ruang pada radiks saraf dan memberikan akses bagi osteofit
atau ruptur diskus untuk diambil. Dapat dilakukan dengan pembedahan
terbuka atau laparoskopi.

Gambar 2.15. Laminektomi Dekompresi


 Laminotomi dilakukan dengan mrngambil sedikit bagian lamina untuk
membebaskan penekanan atau untuk memberikan akses pengambilan
diskus atau osteofit yang menekan radiks saraf.

Gambar 2.16. Laminotomi

21
 Cervical discectomy dengan fusi pada pasien dengan kompresi saraf,
nyeri yang signifikan, dan terbatasnya pergerakan setelah paling tidak
diberikan terapi non operatif yang adekuat dalam waktu 6 minggu.

Gambar 2.17. Cervical Discectomy dengan Fusi


 Artificial disc replacement untuk radikulopati subakut atau kronik.

Gambar 2.18. Artificial Disc Replacement

2.10 Prognosis Cervical Syndrome


Prognosis dari pasien dengan radikulopati servikal adalah bonam apabila
ditatalaksana secara tepat. Penatalaksanaan non operatif efektif dilakukan pada
hampir 80% pasien. Nyeri leher yang muncul biasanya akan hilang sendiri
dalam 1-2 minggu, namun dapat muncul kembali. Lebih kurang 5-10% pasien
yang gagal dengan penatalaksanaan konservatif akan mengalami progresivitas
penyakit, nyeri yang menetap, kelemahan motorik yang progresif, dan
hilangnya refleks.4,14

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Cervical syndrome adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala yang ditandai
adanya iritasi atau kompresi pada radiks saraf servikal, dengan gejala
adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang dijalarkan ke bahu dan lengan
sesuai dermatom radiks yang terganggu.
b. Pada usia muda, cervical syndrome sering disebabkan oleh karena trauma.
Sedangkan pada usia tua disebabkan oleh spondilosis servikal dan hernia
nukleus pulposus.
c. Gambaran klinis pada cervical syndrome adalah nyeri dipicu/diperberat
dengan perubahan posisi leher dan disertai nyeri tekan, keterbatasan
gerakan leher, serta defisit sensorimotor sesuai dermatom radiks yang
terkena.
d. Penegakan diagnosis cervical syndrome berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
e. Penatalaksanaan cervical syndrome harus dilakukan secara komprehensif,
baik dengan medikamentosa dan terapi rehabilitasi.
f. Prognosis dari penyakit ini adalah bonam apabila ditatalaksana secara tepat.
Penatalaksanaan non operatif efektif dilakukan pada hampir 80% pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Cervicalgia/Cervical syndrome. Jakarta:


Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2016.
2. Kurniawan M. Nyeri Leher. In: Anindatha T, Wiratman W, editors. Buku Ajar
Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi FK UI; 2017.
3. Rubin M, Safdieh JE. Bony coverings of the brain and spinal cord. Philadelphia:
Elsevier Inc; 2017.
4. Susanti R, Amir D. Patomekanisme nyeri radikuler dan radikulopati servikal. In:
Purwata TE, Emril DR, Yudiyanta, editors. Nyeri Leher. Medan: Pustaka Bangsa
Press; 2017.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Standar Pelayanan Medik.
6. Amir, D. Nyeri disebabkan dari leher dan pleksus brakhialis. In: Suwondo BS,
Meliala L, Sudadi, editors. Buku Ajar Nyeri. Yogyakarta: Perkumpulan Nyeri
Indonesia; 2017.
7. Indrawati LA, Wiratman W, Safri AY, Octaviana F, Hakim M. Radikulopati. In:
Anindatha T, Wiratman W, editors. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Departemen
Neurologi FK UI; 2017.
8. Iyer S, Kim HJ. Cervical radiculopathy. Curr Rev Musculoscelet Med. 2016;9:
272-80.
9. Wang C, Tian F, Zhou Y, He W, Cai Z. The incidence of cervical spondylosis
decreases with aging in elderly and increases with aging in young and adult
population. Clinical Interventions in Aging. 2016;11: 47-53.
10. McCartney S, Baskerville R, Blagg S, McCartney D. Cervical radiculopathy and
cervical myelopathy. British Journal of General Practice. 2018;68: 44-6.
11. Mahmud. Nyeri pada dermatologi dan muskuloskeletal. In: Suwondo BS,
Meliala L, Sudadi, editors. Buku Ajar Nyeri. Yogyakarta: Perkumpulan Nyeri
Indonesia; 2017.
12. Harris S, Estiasari R, Octaviani RV, Batubara CA. Pemeriksaan Motorik. In:
Estiasari R, Zairinal RA, Islamiyah WR, editors. Pemeriksaan Klinis Neurologi
Praktis. Jakarta: Kolegium Neurologi Indonesia; 2018.
13. Sofyan HR, Wuysang AD, Marlia I, Safri AY. Pemeriksaan Sensorik. In:
Estiasari R, Zairinal RA, Islamiyah WR, editors. Pemeriksaan Klinis Neurologi
Praktis. Jakarta: Kolegium Neurologi Indonesia; 2018.

24
14. Zhang X, Zhang Z, Wen J, Lu J, Sun Y, Sang D. The effectiveness of
therapeutic strategies for patient with radiculopathy. Molecular Pain. 2018;14:
1-9.
15. Liang L, Feng M, Cui X, Zhou S, Yin X, Wang X. The effect on exercise of
cervical radiculopathy. Medicine. 2019;98(45): 1-6.
16. Vance CG, Dailey DL, Rakel BA, Sluka KA. Using tens for pain control. Pain
Management. 2014;4(3): 197-209.
17. Kasumovic M, Gorcevic E, Gorcevic S, Osmanovic J. Cervical syndrome- the
effectiveness of physical therapy interventions. Med Arh. 2013;67(6): 414-7.
18. Kim HJ, Nemani VM, Piyaskulkaew C, Vargas SR, Riew KD. Cervical
radiculopathy: Incidence and treatment of 1.420 consecutive cases. Asian Spine J.
2016;10(2): 231-7.
19. Ament JD, Karnati T, Kulubya E, Kim KD, Johnson JP. Treatment of cervical
radiculopathy. Surgical Neurology International. 2018;9: 35-7.

25

Anda mungkin juga menyukai