Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH CTEV (Congenital Talipes Equinovarus)

KEPERAWATAN ANAK

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 10

KELAS: 2A

DOSEN PENGAMPU : Ns. Desi Kurniawati,M.Kep,Sp.An

ANGGOTA :

Yosi Mardalena 2020205201053


Eka Wati 2020205201060
Dita Ayuningtiyas 2020205201058

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Pringsewu, 10 Maret 2022


DAFTAR ISI

Lembar Judul …………………………………………………………………….. i

Kata Pengantar …………………………………………………………………………. Ii

Daftar Isi ………………………………………………………………………………… iii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ……………………………………………………………… 1

1.2.Tujuan ………………………………………………………………………. 1

1.3.Manfaat …………………………………………………………………….. 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Definisi ……………………………………………………………………... 3

Epidemiologi ………………………………………………………………... 3
Etiopatogenesis……………………………………………………….……… 4

Klasifikasi ………………………………………………………………….... 5

Patologi Anatomi..…………………………………………………………..... 7
Diagnosis…………………………………………………………………….. 8

Pemeriksaan Penunjang …………………………………………………….. 8

Penatalaksanaan …………………………………………………………….. 8

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan .………………………………………………………….…

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat
sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan
satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan (development) adalah
pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan
menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya (Tanuwijaya,
2003).

Bayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan
sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga. Namun terkadang pada
beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami kelainan
bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering
dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau CTEV(Congeintal Talipes Equino Varus). CTEV
adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari
kaki depan, dan rotasi medial dari tibia (Schwartz, 2002) dan salah satu anomali ortopedik
kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM
(Miedzybrodzka, 2002).

CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah atau bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa
dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata
talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Congenital talipes equinovarus (CTEV)
merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai. Insidens CTEV
bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2
kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus (Cahyono, 2012).

Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi a) Talipes Varus : inversi atau
membengkok ke dalam. b) Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar. c) Talipes Equinus
: plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit. d) Talipes Calcaneus : dorso fleksi
dimana jari-jari lebih tinggi dari pada tumit.
Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang
paling tinggi adalah tipe Talipes EquinoVarus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung ke
bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi
dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan
sindroma lain seperti aberasikromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian),
cerebral palsy atau spina bifida (Dewi, 2012). Deformitas ini memerlukan terapi dan
penanganan sedini mungkin. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian
luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian CTEV?
2. Bagaimana epidemiologi CVTE?
3. Bagaimana etiopatogenesis atau etiologi CTEV?
4. Bagaimana klasifikasi CTEV?
5. Bagaimana patologi anatomi CTEV?
6. Bagaimana diagnosis CTEV?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang CTEV?
8. Bagaimana penatalaksanaan CTEV?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian CTEV
2. Untuk mengetahui epidemiologi CTEV
3. Untuk mengetahui etiopatogenesis CTEV
4. Untuk mengetahui klasifikasi CTEV
5. Untuk mengetahui patologi anatomi CTEV
6. Untuk mengetahui diagnosis CTEV
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penenunjang CTEV
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan CTEV
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi deformitas
yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi
subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut (1,6). Deviasi
pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian internal tibial torsion (Salter,
1999).

Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes (foot),
equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti inversidan
adduksi (inverted and adducted) (Noordin et al, 2002).

Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar, adduksi
pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint. Komponen yang diamati dari
clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan hindfoot varus (Meena et al,
2014)

B. EPIDEMIOLOGI

CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan merupakan salah
satu defek saat lahir yang paling umum pada system musculoskeletal(Baruah et al, 2013).

Insidensi CTEV beragam pada beberapa Negara, di Amerika Serikat 2,29:1000


kelahiran; pada ras Kaukasia 1,6:1000 kelahiran; pada ras Oriental 0,57:1000 kelahiran;
pada orang Maori 6,5-7,5:1000 kelahiran; pada orang China 0,35:1000 kelahiran; pada ras
Polinesia 6,81:1000 kelahiran; pada orang Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000
kelahiran pada orang Hawaii (Hosseinzaideh, 2014).

Terdapat predominansi laki-laki sebesar 2:1 terhadap perempuan, dimana 50%


kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih sering terkena. (Bergerault
et al, 2013).

Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat keluarga yang
menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada riwayat keluarga yaitu sekitar
1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir kembar identic (Noordin et al, 2002).
C. ETIOPATOGENESIS

Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya merupakan


isolated birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang muncul bersamaan dengan
myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple (Dobbs, 2009).

Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu
(Nordin, 2002) :

1. Faktor mekanik in utero


Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh Hippocrates. Dia
percaya bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat adanya kompresi dari
luar uterus. Namun Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan bahwa
keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti oligohidramnion, mencegah
pergerakan janin dan rentan terhadap kompresi dari luar. Amniocentesis dini
diperkirakan memicu deformitas ini.
2. Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah akibat dari adanya
defek neuromuskuler, walaupun ada beberapa studi yang menemukan gambaran
histologis normal. Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia,
ligament dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan mengakibatkan
kelainan pada tulang (Maranho et al, 2011). Adanya jaringan fibrosis ini ditandai
dengan terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis,
keadaan ini juga berperan dalam kasus-kasus resisten (Herring, 2014).
3. Primary germ plasma defect
Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki equinovarus dan 14 kaki
normal, mereka menemukan neck talus selalu pendek dengan rotasi ke medial dan
plantar. Mereka berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ plasma.

4. Arrested fetal development

 Intrauterina Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan bahwa adanya
gangguan perkembangan dini pada usia awal embrio adalah penyebab clubfoot
kongenital.

 Pengaruh lingkungan Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan


thalidomide) serta asap rokok memiliki peran dalam terbentuknya CTEV, dimana
terjadi temporary growth arrest pada janin (Meena et al, 2014)

5. Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula (6,5 – 7
minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi gangguan
perkembangan saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan
meningkat (Herring, 2014).
Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari CTEV,
namun kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah multifactorial dan
proses kelainan telah dimulai sejak limb bud development (Herring, 2014).

D. KLASIFIKASI

Untuk menilai suatu CTEV sangatlah subyektif dan berdasarkan keparahan deformitas
dan fleksibilitas kaki pasien, namun ada juga yang menggolongkannya berdasarkan
pemeriksaan radiologis (Maranho et al, 2011). Klasifikasi diperlukan untuk membantu
menentukan prognosis dan juga mengevaluasi keberhasilan terapi (Herring, 2014).

Ada beberapa system skoring dan klasifikasi yang dipakai di berbagai Negara, namun
system klasifikasi dari Dimeglio dan Pirani yang paling banyak digunakan. Keduanya
memberikan nilai berdasarkan pemeriksaan fisik. (Meena et al, 2014).

Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat kategori berdasarkan
pergerakan sendi dan kemampuan untuk mereduksi deformitas (Nordin et al, 2002):

1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi dengan standard
casting atau fisioterapi.
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50% kasus dapat
dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan koreksi maka tindakan
operatif harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus terkoreksi dan
setelah casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan operatif.
4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan memerlukan
tindakan koreksi secara operatif.

Setiap komponen mayor dari clubfoot (equinus, heel cavus, medial, roatasi calcaneopedal
block, forefoot adduction) dikategorikan dari I – IV. Poin tambahan ditambahkan untuk deep
posterior dan medial creases, cavus dan kondisi oto yang buruk (Meena et al, 2014).

Sistem klaifikasi Pirani memiliki suatu skala perhitungan yang sederhana, yang terdiri
dari tiga variable pada hindfoot dan tiga pada midfoot. Setiap variable dapat menerima nilai
nol, setengah, dan satu poin (Maranho et al, 2011).
E. PATOLOGI ANATOMI

Deformitas mayor clubfoot termasuk hindfoot varus dan equinus dan forefoot
adductus dan cavus. Kelainan ini merupakan hasil abnormalitas intraosseus (abnormal
morfologi) dan abnormalitas interosseus (hubungan abnormal antar tulang) (Hoosseinzaideh,
2014).

Deformitas intraosseus paling sering muncul di talus, dengan neck talar yang pendek
dan medial dan plantar deviasi dari bagian anterior. Pada permukaan inferior talus, facet
medial dan anterior belum berkembang. Kelainan pada calcaneus, cuboid, dan navicular
tidaklah terlalu parah dibandingkan talus. Pada calcaneus ditemukan lebih kecil dari kaki
normal, dan sustentaculum yang belum berkembang (Herring, 2014).

Deformitas interosseus terlihat seperti medial displacement dari navicular pada talar
head dan cuboid pada calcaneus, secara berurutan. Herzenberg dkk menunjukkan bahwa
talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20⸰ terhadap aksis tibiofibular pada clubfoot
dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya, body of the talus dilaporkan eksternal
rotasi di dalam ankle mortise. Adanya internal tibial torsion pada clubfoot masih
kontroversial (Hoosseinzaideh, 2014).

Kontraktur dan fibrosis ligament sisi medial kaki, termasuk spring ligament, master
knot of Henry, ligament tibionavicular, dan fascia plantaris, juga berkontribusi dalam
abnormalitas clubfoot (Hoosseinzaideh, 2014).

Abnormalitas otot telah diamati selama operasi release deformitas clubfoot. Dobbs
dkk melaporkan bahwa flexor digitorum accesorius longus muscle terlihat pada anak-anak
yang menjalani operative release sekitar 6,6% dan lebih banyak lagi pada anak-anak dengan
adanya riwayat keluarga (prevalensi 23%). Flexor digitorum accesorius longus dilaporkan
ada sekitar 1% sampai 8% pada cadaver dewasa normal. Anomalous soleus muscle juga
telah dijelaskan dan dilaporkan berhubungan dengan tingginya angka rekurensi
(Hoosseinzaideh, 2014).

Studi pada suplai darah telah menunjukkan abnormalitas atau tidak adanya arteri
tibialis anterior sekitar 90% dari clubfoot. Tidak adanya arteri tibialis anterior juga
dilaporkan namun jarang. Arteri anomaly ini meningkatkan risiko komplikasi vaskuler jika
salah satu arteri dominan terkena saat comprehensive soft-tissue release atau Achilles
tenotomi (Hoosseinzaideh, 2014).

F. DIAGNOSIS

Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat pada
trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai dengan
adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia. True clubfoot harus dibedakan dengan
postural clubfoot, dimana kaki tidak dapat sepenuhnya dikoreksi secara pasif
(Hoosseinzaideh, 2014).

Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus. Pada kelainan ini
tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam atrofi dan rigiditas
ekstremitas (Herring, 2014).

Dalam pemeriksaan kita harus menyingkirkan juga apakah kasus yang dihadapi
idiopatik atau nonidiopatik. Pada kasus nonidiopatik akan memiliki prognosis yang lebih
buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. CTEV dengan arthrogryposis, diastrophic
dysplasia, Mobius atau Freeman-Sheldon syndrome, spina bifida dan spinal dysraphism,
serta fetal alcohol syndrome penanganannya hampir pasti meliputi tindakan operatif.
Terkecuali CTEV dengan Down syndrome dan Larsen syndrome, penanganan seringkali
hanya secara nonoperatif (Herring, 2014).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan pemeriksaan


fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang tarsal, calcaneus, dan
metatarsal. Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut telah cukup terosifikasi, dan
pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan proyeksi film anteroposterior dan lateral
dengan stress dorsofleksi (Baruah et al, 2013).
Pada proyeksi AP diukur sudut talocalcaneal (30-50 ) dan talo-metatarsal I (0- 10⸰ ),
sedangkan pada proyeksi lateral diukur sudut talocalcaneal (30-50⸰ ) dan tibiocalcaneal (10-
20⸰). Sudut-sudut tersebut akan menghilang/berkurang pada CTEV, sehingga dapat
memprediksi keparahan dan respon terhadap intervensi yang akan diberikan (Nordin, 2001).

H. PENATALAKSANAAN
Hampir seluruh ahli bedah Orthopaedi sepakat bahwa terapi non operatif merupakan
pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV. Mereka pun setuju semakin awal terapi
dimulai, maka semakin baik hasilnya, sehingga mencegah terapi operatif lanjutan (Herring,
2014).
Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan sang bayi.
Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri dan plantigrade
(Bergerault, 2013). Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle, mempertahankan
koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak hingga usai masa
pertumbuhan (Salter, 2009).
Pengawasan diperlukan karena walaupun telah terkoreksi, 50% kasus akan terjadi
rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan
sendi. Tata laksana non-operatif lebih disukai di berbagai belahan dunia karena extensive
surgery memiliki hasil yang buruk dalam jangka panjang (Bergerault, 2013)

 Pengkajian
1. Biodata klien :

Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat. bayi laki-laki dua kali
lebih banyak menderita kaki bengkok daripada perempuan. Kelainan ini sering terjadi
pada anak laki-laki. Survei membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu
saja seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita perempuan dengan penderita
laki-laki adalah 1:3 dan 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar
dizigot.
1. Keluhan Utama :
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya keadaan yang
abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki, atrofi betis kanan,
hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti Klien
tidak mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal pada kakinya.

4. Riwayat penyakit keluarga


Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai
penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

5. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal


1) Antenatal Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal ,
kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat
kebiasaan selama hamil.
2) Natal Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan gamelli),
presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih )
bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.
3) Postnatal Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan
gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi
dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan
infeksi.

 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cidera berhubungan dengan adanya gips pembengkakan jaringan,
kemungkinan saraf
2. Gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan cidera fisik
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
BAB III
KESIMPULAN

Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu deformitas pada bayi
yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-2:1000 per kelahiran. Sampai saat ini masih
belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebab terjadinya CTEV, walaupun sudah
banyak teori yang diajukan namun belum ada satu pun yang dapat menjelaskan dengan
sempurna. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, diamana terdapat supinasi dan adduksi
forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan
deviasi pedis ke medial terhadap lutut. Tidak diperlukan bantuan pemeriksaan radiologis
sebagai penunjang karena tidak memberikan informasi yang berarti. Biasanya CTEV muncul
sebagai kelaianan tersendiri, namun tidak jarang merupakan bagian dari suatu sindrom.

DAFTAR PUSTAKA

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/
dbf1776e35dff8f5002eec3f30ab87d3.pdf

Anda mungkin juga menyukai