Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH & ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK CTEV

Disusun oleh :

Kelompok V

Nadiyah Khaerunnisa 105111100521

Nadiyah Putri Ilhamsyah 105111100821

Mika Karmila 105111100921

Estepi 105111102121

Selvina Eka Zahrani 105111101721

Sunarti 105111101221

St. Khadijah 105111100621

Muzdalifah 105111103421

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta`ala yang


telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini tepat waktu. Makalah ini berjudul CTEV.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Anak. Selanjutnya, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu
Aslinda, S.Kep.Ns.,M.Kes sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang
telah banyak memberi bantuan dengan arahan dan petunjuk yang jelas sehingga
mempermudah kami menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung selesainya tugas ini tepat
waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat terbuka pada kritik dan saran yang membangun sehingga
makalah ini bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan. Terima
kasih.

Makassar, 13 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi ............................................................................................ 3
B. Etiologi ............................................................................................ 5
C. Manifestasi Klinis ........................................................................... 6
D. Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 7
E. Penatalaksanaan .............................................................................. 8
F. Patofisiologi .................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ....................................................................................... 12
B. Analisa data ..................................................................................... 16
C. Diagnosa keperawatan .................................................................... 18
D. Intervensi ......................................................................................... 18
E. Implementasi ................................................................................... 21
F. Evaluasi ........................................................................................... 21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal
sebagai ‘ilub foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas
inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV
dimasukkan dalam terminology “sindromik” bila kasus ini ditemukan
bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom
genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain,
dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering
menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida
maupun atrofi musiular spinal. Bentuk yang paling sering ditemui
adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam
keadaan normal.
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya
dijelaskan oleh Hipokrates pada 400 SM dengan lara memanipulasi kaki
dengan lembut untuk kemudian dipasangi perban. Sampai saat ini,
perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi dan
immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi serial yang dilakukan secara
hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode perawatan modern non-
operatif. Cara imobilisasi yang saat ini mungkin paling efektif adalah
metode ponseti; metode ini dapat mengurangi perlunya operasi.
Walaupun demikian, masih banyak kasus yang membutuhkan terapi
operatif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari CTEV ?
2. Jelaskan etiologi dari CTEV !
3. Jelaskan manifestasi klinis CTEV !
4. Jelaskan patofisiologi dari CTEV !
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari CTEV ?
6. Bagaimana penatalaksanaan CTEV ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang mengalami CTEV ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i mampu mengetahui definisi dari CTEV
2. Mahasiswa/i mampu mengetahui etiologi dari CTEV
3. Mahasiswa/i mampu mengetahui manifestasi klinik dari CTEV
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari CTEV
5. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari CTEV
6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan CTEV
7. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami CTEV

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Genu varum (juga disebut bow-leggedness, bandiness, bengkok-
kaki, dan tibia vara),adalah cacat fisik ditandai dengan (membungkuk ke
arah luar) dari kaki berkaitan dengan paha, sehingga memberikan
penampilan membungkuk pada seorang . Angulasi biasanya medial dari
tulang paha dan tibia keduanya yang terlibat.
Genu varum (bowleg) kondisi dimana kaki membengkok
keluar pada posisi berdiri. Pembengkokan biasanya terjadi sekitar lutut,
oleh karena itu ketika berdiri dengan dua kaki, lutut akan terpisah jauh.
Genu valgum (knock-knee) adalah kondisi dimana kaki membungkuk ke
arah dalam pada posisi berdiri. Pembengkokan biasanya terjadi sekitar lutut,
oleh karena itu berdiri dengan kaki berjajar bersamaan kedua kaki akan
terpisah jauh. (wheaton resource corp).
Genu valgum adalah istilah latin untuk menggambarkan bentuk
knock-knee atau bentuk kaki seperti huruf x. Bentuk kaki x ini dapat
digambarkan dengan kondisi kaki bagian bawah diposisikan pada sudut
luar, yaitu lutut yang saling menyentuh, sementara pergelangan kaki
terpisah (Dewo Sulistyo. 2011).
CTEV merupakan kelainan kongenital kaki yang paling
penting karena mudah mendiagnosisnya tetapi sulit mengkoreksinya
secara sempurna, meskipun oleh ortopedis yang berpengalaman. Derajat
beratnya deformitas dapat ringan, sedang atau berat, tergantung fleksibilitas
atau adanya resistensi terhadap koreksi. CTEV harus dibedakan dengan
postural clubfoot atau posisional equinovarus dimana pada CTEV
bersifat rigid, menimbulkan deformitas yang menetap bila tidak dikoreksi
segera.

3
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut
dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes
(yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi
kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :
1. Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
2. Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
3. Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada
tumit
4. Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada
tumit
5. Club Foot terjadi kelainan berupa :
a. Fore Foot Adduction (kaki depan mengalami adduksi dan supinasi)
b. Hind Foot Varus (tumit terinversi)
c. Equinus ankle (pergelangan kaki dalam keadaan equinus = dalam
keadaan plantar fleksi)

Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan


angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV)
dimana kaki posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai
tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan
tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan
dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis
(imobilitas umum daripersendian), cerebral palsy atau spina bifida.

4
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000
kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada
perempuan. Insidensinya berkisar dari0,39 per 1000 populasi Cina sampai
6,8 per 1000 diantara orang. Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar
monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya
peranan faktor genetika.
B. Etiologi
Etiologi Congenital Talipes Equino Varus sampai saat ini belum diketahui
pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal positioning,
Genetic, Cairanamnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada
waktu hamil (oligohidramnion), Neuromuscular disorder (kadang kala
ditemukan bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau
displasia dari rongga panggul). Ada beberapa teori yang kemungkinan
berhubungan dengan CTEV:
1. Teori kromosomal, antara lain 'efek dari sel germinativum yang tidak
dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel
germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang
mengimplikasikan efek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-
12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara
lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau
sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu
deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah
minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang.
Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada
faktor genetic yang dikenal sebagai “Cronon”.“Cronon” ini memandu
waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa
perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif
(lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic
(cronon).

5
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine
crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam
kandungan dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
7. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti
spina bifida
8. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung
C. Manifestasi Klinis
1. Tidak adanya kelainan congenital lain
2. Berbagai kekakuan kaki
3. Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
4. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari
kaki terlihat relative memendek.
5. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur
atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang
equinus. Tumit tertarik danmengalami inversi, terdapat lipatan kulit
transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan
kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit
dipalpasi.
6. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan
dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra
uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas
gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat
didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi
tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal.

6
Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi
dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus
lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian
bawahnya
7. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian 'istal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran
medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat
celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena
adanya perputaran subtalar ke medial.
8. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot
ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari
kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang
normal.
9. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya
spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus
diperiksa untuk melihat
10. Adanya subluksasi atau dislokasi.
D. Pemeriksaan Penunjang
adanya subluksasi atau dislokasi.E. Pemeriksaan penunjang
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada
waktu lahir (earlydiagnosis after birth). Pada bayi yang normal
dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan
eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia.
“Passivemanipulation dorsiflexion ^ Toe touching tibia ^ normal”.
Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi
dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relative memendek. Bagian lateral kaki
cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada
bagian medial plantar kaki.

7
Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi,
terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang
sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis,tumit terlihat
kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan
tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat
dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan
kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra
uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal.Luas
gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat
didorsofleksikan ke posisinetral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan
terjadinya deformitas rocker-bottom denganposisi tumit equinus dan
dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan
terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan
kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat
penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami
pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang
navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat
padamaleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis
dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal
yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
E. Penatalaksanaan CTEV
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-
operatif.Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat
berupa:
1. Non-Operative :
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant
memungkinkan untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai
saat kelainan didapatkan dan terdiridari tiga tahapan yaitu : koreksi dari
deformitas, mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot
normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah
kembalinya deformitas.

8
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari
serial “cast”yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan
koreksi tercapai. Koreksiini ditunjang juga dengan latihan stretching
dari struktur sisi medial kaki dan latihankontraksi dari struktur yang
lemah pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari
beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk
mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika
manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedahuntuk memperbaiki
struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon.
Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi
tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial yang
diganti tiap minggu, selama 6-12minggu). Setelah itu dialakukan
koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16
tahun.
Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan
perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan
harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada
pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang
cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya
penggantian “cast” secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi),
dan menganjurkanorangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang
normal pada anak walaupun adabatasan karena deformitas atau
therapi yang lama. Perawatan “cast” meliputi :
a. Biarkan cast terbuka sampai kering
b. Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal
bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi

9
c. Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan
warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
d. Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur,
observasi adanya rasa nyeri
e. Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan
dibawah cast secara teratur.
f. Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk
mencegah trauma
g. Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan
benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
h. Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit
pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
i. Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air
2. Operatif
a. Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
1) Jika terapi dengan gibs gagal
2) Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
b. Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang
mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy
biasanya dilakukan padakasus club foot yang neglected/ tidak
ditangani dengan tepat
c. Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu,
tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ;
kalau masih ada equinus,dilakuakan posterior release dengan
memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior,
dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian
diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial
dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu
Appley).

10
d. Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas
umur 10tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan
tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak
pada tiga persendian, yaitu : art.talokalkaneus, art. talonavikularis,
dan art. Kalkaneokuboid
F. Patofisiologi
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum
diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul
karena posisi abnormal atau pergerakan yangterbatas dalam rahim.
Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan
embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan
eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase
tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh
tekanan intrauterine.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada 50
% kasus.Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1 : 1000
kelahiran. Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus kaki
belakang, varus kaki belakang dan kaki tengah, adduksi kaki depan dan
berbagai kekakuan. Semua temuan ini adalah akibat dislokasi medial
sendi talonavikuler. Pada anak yang lebih tua, atrofi betis dan kaki lebih
nyata daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik kaki terkoreksi atau
fungsionalnya

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN CTEV

A. Pengkajian
1. Biodata klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama,suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok
daripada perempuan.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei
membuktikan dari 4orang kasus Club foot, maka hanya satu
saja seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita
perempuan dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35%terjadi
pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.
2. Keluhan utama :
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya
keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai
kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-
tulang kaki ringan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yang abnormal pada kakinya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
5. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa

12
kali perawatan antenatal ,kemana serta kebiasaan minum jamua-
jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama hamil
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, carapersalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, section secaria dangamelli), presentasi kepala dan
komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup,kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau
tidak.
c. Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang
berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan
berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya.
Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan
infeksi.
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar
dada terakhir.Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, halus, social, dan Bahasa
7. Riwayat Kesehatan keluarga
Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah dan asih. Ekonomi dan
adat istia-adat, berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal
dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual
dan pengetahuan serta ketrampilan anak. Disamping itu juga
berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan, sandang
dan papan.

13
8. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan
imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin
timbul. Meliputi imunisai BCG,DPT, Polio, campak dan hepatitis.
9. Pola fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI.
pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan
jenis, takaran dan frekuensi) pemberiaannya serta makanan
tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi
atau masalah makanan yang lainnya).
b. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah
serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai
anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
d. Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiap hari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
e. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah
sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain
atau orang tua.
10. Pemerikasaan fisik
a. Pantau status kardiovaskuler
b. Pantau nadi perifer
c. Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk
memastikan sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut
d. Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi
jari diantara kulit ekstremitas dengan gips setelah gips kering

14
e. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
1) Nyeri
2) Bengkak
3) Rasa dingin
4) Sianosis atau pucat
f. Kaji sensasi jari kaki
1) Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
2) Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu
berespon terhadap perintah
3) Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakan
sirkulasi
4) Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau
kesemutan
g. Periksa suhu (gips plester)
1) Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan
panas
2) Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas
h. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
i. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadang dimasukkanoleh anak yang masih kecil
j. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
1) Periksa adanya drainase
2) Cium gips untuk, adanya bau menyengat
3) Periksa gips untuk adanya ’bercalc panas yang
menunjukkan infeksi dibawah gips
4) Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan
ketidaknyamanan
k. Observasi kerusakan pernafasan (gips spika)
1) Kaji ekspansi dada anak
2) Observasi frekuensi pernafasan
3) Observasi warna dan perilaku

15
l. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka) :
1) Batasi area perdarahan
m. Kaji kebutuhan terhadap nyeri
B. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Tanda Mayor : CTEV Gangguan mobilitas fisik
DS: berhubungan dengan
Calcaneus, navicular dan
- Mengeluh sulit cuboid terotasi kearah kerusakan
medial terhadap talus
menggerakan ektremitas musculoskeletal
DO: Inversi pada sendi Dibuktikan dengan
subtalar (tungkai)
- Kekuatan otot menurun Mengeluh sulit
Rentang gerak (ROM) Bentuk kaki abnormal menggerakan ektremitas
menurun (D.0054)
Hambatan mobilitas fisik
- Tanda Minor:
DS:
-Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan
Pergerakan
- Merasa cemas saat
bergerak
DO:
- Sendi kaku
- Gerakan tidak
terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
Terapi
2. Tanda Mayor Gangguan rasa nyaman
Terapi operatif
berhubungan dengan
Ds: Pembedahan
cidera fisik Dibuktikan
- mengeluh tidak Nyeri
dengan mengeluh tidak
nyaman
nyaman (D.0074)

16
Do:
-Gelisah
Tanda Minor
Ds:
-Mengeluh sulit tidur
-Tidak mampu rileks
- Mengeluh
kedinginan/kepanasan
- Merasa gatal
- Mengeluh mual
-Mengeluh lelah
Do:
- Menunjukkan gejala
distress
- Tampak
merintih/menangis
- Pola eliminasi berubah
- Postur tubuh berubah
- Iritabilita

3. Tanda Mayor

Ds: -

Do:

-Perusakan jaringan
dan/lapisan kulit
Tanda Minor
Terapi konserfativ Gangguan integritas
Ds: - Pemasangan gips
kulih/jaringan
Do: Gips terlalu ketat
berhubungan dengan
- Nyeri Kompartemen sindrom
gips Dibuktikan dengan
- Perdarahan

17
- Kemerahan Kerusakan integritas perusakan jaringan dan/
Hematoma kulit lapisan kulit (D.0129)

C. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017):

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


musculoskeletal Dibuktikan dengan Mengeluh sulit menggerakan
ektremitas (D.0054)
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik Dibuktikan
dengan mengeluh tidak nyaman (D.0074)
3. Gangguan integritas kulih/jaringan berhubungan dengan gips
Dibuktikan dengan perusakan jaringan dan/ lapisan kulit (D.0129
D. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Tujuan : Observasi :
 Identifikasi adanya
mobilitas fisik Setelah
Dilakukannya nyeri atau keluhan
berhubungan fisik lainya
tindakan
dengan keperawatan  Identifikasi toleransi
selama 3 x 24 jam fisik melakukan
kerusakan
diharapkan ambulasi
musculoskeletal mobilitas fisik  Monitor kondisi
meningkat umum selama
(L.05042) melakukan ambulasi

Kriteria Hasil : Terapeutik :

18
 Pergerakan 2  Fasilitasi dengan
Ekstermitas 0 aktivitas ambulasi
Meningkat alat (mis.ambulasi
 Kekuatan otot Tongkat.kruk) bantu
meningkat  Fasilitasi melakukan
 Pergerakan fisikjika perlu
gerak (ROM)  Libatkan keluarga
Meningkat untuk membantu
pasien dalam
 Nyeri
 meningkatkan
menurun
ambulasi
 Kecemasan
menurun Edukasi :
 Kaku sendi  -Jelaskan ambulasi
menurun tujuan prosedur
 Gerakan tidak  -Anjurkan melakukan
terkoordinasi ambulasi dini
menurun
 Gerakan
terbatas
menurun
 Kelemahan
fisik menurun
2. Gangguan rasa Tujuan : Menajemen Nyeri
Setelah (1.08238)
nyaman
dilakukannya Observasi :
berhubungan tindakan  Identifikasi lokasi.
keperawatan karakteristik.durasi
dengan cidera
selama 3 x 24 frekuensikualitas,
fisik jam diharapkan
insensitas nyeri
tingkat nyeri
Indentifikasi skala
menurun
(L.08066) nyeri
 Identifikasi respon
Kriteria Hasil: nyeri non verbal
 Keluhan nyeri  Identifikasi factor
menurun yang memperberat
 Meringis nyeri dan
menurus mempringan nyeri
 Sikap
Terpeutik :
protektif
 Berikan teknik
 Menurun nonfarmakologis
 Gelisah untuk mengurangi
menurun rasa nyeri

19
 Ketegangan (misTENShipnopsis,
otot menurun akupresur kompres
hangat dingin terapi
bermain)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan
penyebab,periode,dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
 Analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
3. Gangguan Tujuan : Perawatan integritas kulit
Setelah dilakukan (1.11353)
integritas
tindakan
kulih/jaringan keperawatan Observasi :
selama 3*24 jam  Identifikasi penyebab
diharapkan gangguan integritas
gangguan kulit (misPerubahan
integritas kulit sirkulasi
meningkat  perubahan status
nutrisi. Penurunan
Kriteria hasil : kelembabansuhu
 Elastisitas lingkungan
meningkat ekstrempenurunan
mobilitas)

20
 Hidrasi
meningkat Terapeutik :
 Perfusi  Ubah posisi tiap 2
jaringan jam jika tirah baring
meningkat  Lakukan pemijitan
 Kerusakan pada area benjolan
jaringan tulangjika perlu
menurun  Bersihkan perineal
 Nyeri dengan air
menurun hangatterutama
selama priode diare
 Gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada
kulit kering
Edukasi :
 Anjurkan
menggunakan
pelembab
(mis,lotion.serum)
 Anjurkan minum
air yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan
asipan nutrisi
 Anjurkan
menghindari suhu
ekstrim

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan
terperinci sebelumnya.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur atau menilai
apakah suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai.

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
CTEV merupakan kelainan kongenital kaki yang paling
penting karena mudah mendiagnosisnya tetapi sulit mengkoreksinya
secara sempurna, meskipun oleh ortopedis yang berpengalaman. Derajat
beratnya deformitas dapat ringan, sedang atau berat, tergantung fleksibilitas
atau adanya resistensi terhadap koreksi. CTEV harus dibedakan dengan
postural clubfoot atau posisional equinovarus dimana pada CTEV
bersifat rigid, menimbulkan deformitas yang menetap bila tidak dikoreksi
segera.
B. Saran
Mahasiswa diharapkan untuk lebih banyak mengetahui tentang CTEV lagi
agar bisa menerapkan asuhan keperawatan yang kompoten kepada anak
yang mengalami masalah tersebut.

22
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai