Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan CTEV”

Disusun oleh:
Kelompok 5 (Kelas 2B)
1. Alya Aisyah Putri P032014401044
2. Melisa Fitri P032014401060
3. Nisvia Ramadhani P032014401067
4. Rafifah Salsabila Lubis P032014401071
5. Shinta Rahmadania P032014401077
6. Vina Ari Desfitri P032014401080
7. Zhafira Refanza P032014401083

Dosen Pemimbing: Ns.Kurniawati,M.Kep

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN RIAU


Jl. Melur No.103, Harjosari, Kec. Sukajadi, Kota Pekanbaru, Riau 28156
TAHUN PELAJARAN 2021/202

i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala kebesaran dan limpah dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Anak dengan CTEV”

Adapun penulisan makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan


serta pengetahuan kita mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
CTEV.Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh
karena itu, terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan kami
semata-mata. Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang
terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan


hati mengucapkan terima kasih kepada ibuk Ns.Kurniawati,M.Kep selaku dosen
yang membimbing kami dalam mata kuliah Keperawatan Anak dan yang telah
memberikan tugas kepada kami,dan juga kepada teman seperjuang yang sama
sama berjuang dalam menyelesaikan makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna.Untuk


itu,kritik dan saran yang membangun sangatlah diperlukan.Akhirnya,kami
mengharapkan supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Kami
mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan bantuanya.

Pekanbaru, 01 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Tujuan Makalah.........................................................................................2

1.3 Manfaat Makalah.......................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Konsep Teoritis.........................................................................................3

2.1.1 Defenisi CTEV...................................................................................3

2.1.2 Patalogi Anatomi................................................................................3

2.1.3 Etilogi.................................................................................................4

2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................6

2.1.5 Patoflowdiagram................................................................................8

2.1.6 Manifestasi klinik...............................................................................8

2.1.7 Komplikasi.........................................................................................9

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik......................................................................9

2.1.9 Penatalaksanaan medis.......................................................................9

2.2 Askep CETV pada anak..........................................................................12

2.2.1 Pengkajian........................................................................................12

2.2.2 Diagnosis keperawatan....................................................................12

2.2.3 Intervensi..........................................................................................12

iii
2.2.4 Implementasi....................................................................................18

2.2.5 Evaluasi............................................................................................19

BAB III..................................................................................................................22

PENUTUP..............................................................................................................22

3.1 Kesimpulan..............................................................................................22

3.2 Saran........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu.
Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat
(gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan
(development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks.

Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ,


dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya (Tanuwijaya, 2003). Bayi yang lahir dengan keadaan
sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan
harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga. Namun terkadang pada beberapa
keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami
kelainan bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada
kaki yang sering dijumpai pada 2 bayi yaitu kaki bengkok atau
CTEV(Congeintal Talipes Equino Varus). CTEV adalah deformitas yang meliputi
fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan
rotasi medial dari tibia (Schwartz, 2002) dan salah satu anomali ortopedik
kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM
(Miedzybrodzka, 2002). CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah
umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah atau
bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk
deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya
ankle) dan pes (yang berarti kaki).

Congenital talipes equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital


pada kaki yang paling sering dijumpai. Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari

1
ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam
1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus (Cahyono, 2012).
Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi

a) Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.


b) Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.
c) Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada
tumit.
d) Talipes Calcaneus : dorso fleksi dimana jari-jari lebih tinggi dari pada
tumit

1.2 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui definisi dari CTEV
2. Untuk mengetahui patalogi anatomi dari CTEV
3. Untuk mengetahui etiologi dari CTEV
4. Untuk mengetahui komplikasi dari CTEV
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari CTEV
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari CTEV
7. Untuk mengetahui patoflowdiagram dari CTEV
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari CTEV
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari CTEV

1.3 Manfaat Makalah


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang
berkaitan dengan CTEV serta konsep asuhan keperawatan mengenai CTEV

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teoritis

2.1.1 Defenisi CTEV


CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi
deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal,
heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke
medial terhadap lutut (1,6). Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus
dan sebagian internal tibial torsion (Salter, 1999).

Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes
(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti
inversidan adduksi (inverted and adducted) (Noordin et al, 2002).

Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar,
adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint. Komponen yang
diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan
hindfoot varus (Meena et al, 2014)

2.1.2 Patalogi Anatomi


Deformitas mayor clubfoot termasuk hindfoot varus dan equinus dan forefoot
adductus dan cavus. Kelainan ini merupakan hasil abnormalitas intraosseus
(abnormal morfologi) dan abnormalitas interosseus (hubungan abnormal antar
tulang) (Hoosseinzaideh, 2014).

Deformitas intraosseus paling sering muncul di talus, dengan neck talar yang
pendek dan medial dan plantar deviasi dari bagian anterior. Pada permukaan
inferior talus, facet medial dan anterior belum berkembang. Kelainan pada
calcaneus, cuboid, dan navicular tidaklah terlalu parah dibandingkan talus. Pada
calcaneus ditemukan lebih kecil dari kaki normal, dan sustentaculum yang belum
berkembang (Herring, 2014)

Deformitas interosseus terlihat seperti medial displacement dari navicular


pada talar head dan cuboid pada calcaneus, secara berurutan. Herzenberg dkk

3
menunjukkan bahwa talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20o terhadap
aksis tibiofibular pada clubfoot dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya,
body of the talus dilaporkan eksternal rotasi di dalam ankle mortise. Adanya
internal tibial torsion pada clubfoot masih kontroversial (Hoosseinzaideh, 2014).

Deformitas interosseus terlihat seperti medial displacement dari navicular


pada talar head dan cuboid pada calcaneus, secara berurutan. Herzenberg dkk
menunjukkan bahwa talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20o terhadap
aksis tibiofibular pada clubfoot dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya,
body of the talus dilaporkan eksternal rotasi di dalam ankle mortise. Adanya
internal tibial torsion pada clubfoot masih kontroversial (Hoosseinzaideh, 2014).

Abnormalitas otot telah diamati selama operasi release deformitas clubfoot.


Dobbs dkk melaporkan bahwa flexor digitorum accesorius longus muscle terlihat
pada anak-anak yang menjalani operative release sekitar 6,6% dan lebih banyak
lagi pada anak-anak dengan adanya riwayat keluarga (prevalensi 23%). Flexor
digitorum accesorius longus dilaporkan ada sekitar 1% sampai 8% pada cadaver
dewasa normal. Anomalous soleus muscle juga telah dijelaskan dan dilaporkan
berhubungan dengan tingginya angka rekurensi (Hoosseinzaideh, 2014).

Studi pada suplai darah telah menunjukkan abnormalitas atau tidak adanya
arteri tibialis anterior sekitar 90% dari clubfoot. Tidak adanya arteri tibialis
anterior juga dilaporkan namun jarang. Arteri anomaly ini meningkatkan risiko
komplikasi vaskuler jika salah satu arteri dominan terkena saat comprehensive
soft-tissue release atau Achilles tenotomi (Hoosseinzaideh, 2014).

2.1.3 Etilogi
Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya
merupakan isolated birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang
muncul bersamaan dengan myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan
kongenital multiple (Dobbs, 2009)

Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu
(Nordin, 2002) :

4
1. Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh
Hippocrates. Dia percaya bahwa kaki tertahan pada posisi
equinovarus akibat adanya kompresi dari luar uterus. Namun
Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan bahwa
keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti
oligohidramnion, mencegah pergerakan janin dan rentan terhadap
kompresi dari luar. Amniocentesis dini diperkirakan memicu
deformitas ini.
2. Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah
akibat dari adanya defek neuromuskuler, walaupun ada beberapa
studi yang menemukan gambaran histologis normal. Peneliti
menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia, ligament
dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan
mengakibatkan kelainan pada tulang (Maranho et al, 2011).
Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan terekspresinya TGF-
beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis, keadaan ini juga
berperan dalam kasus-kasus resisten (Herring, 2014).
3. Primary germ plasma defect
Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki
equinovarus dan 14 kaki normal, mereka menemukan neck talus
selalu pendek dengan rotasi ke medial dan plantar. Mereka
berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ
plasma.
4. Arrested fetal development
 Intrauterina
Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan
bahwa adanya gangguan perkembangan dini pada usia awal
embrio adalah penyebab clubfoot kongenital.
 Pengaruh lingkungan

5
Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan
thalidomide) serta asap rokok memiliki peran dalam
terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary growth
arrest pada janin (Meena et al, 2014)
5. Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase
fibula (6,5 – 7 minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu
kehamilan). Ketika terjadi gangguan perkembangan saat kedua fase
tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan meningkat
(Herring, 2014).

Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari
CTEV, namun kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah
multifactorial dan proses kelainan telah dimulai sejak limb bud development
(Herring, 2014).

2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi club foot atau yang dikenal dengan congenital talipes equinovarus
(CTEV) berasal dari berbagai macam teori semenjak 1800. Secara biologi
molekuler penyebab dari club foot adalah adanya defek genetik pada komponen
pembentukan ekstremitas seperti homeobox, ekspresi T-box transcription dan
ekspresi dari Pitx1 yang mempengaruhi kesetimbangan koordinasi antara lateral
mesoderm dan outer ectoderm yang bertanggung jawab pada perkembangan kaki
janin.

Patofisiologi club foot terdiri dari berbagai macam teori yang diajukan oleh
para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Faktor mekanik in utero


 Defek neuromuskular
 Primary plasma defect
 Arrested fetal development
 Polygenic theory of Hereditary Pattern

6
Teori alternatif patofisiologi terjadinya club foot adalah terhentinya
perkembangan fetus di dalam kandungan yang diajukan oleh Von Volkmann
tahun 1863. Teori ini mengatakan bahwa secara normal kaki janin dalam bentuk
equinovarus dan terkoreksi menjadi pronasi saat kelahiran. Perkembangan kaki
fetus terhenti karena adanya intrinsik error atau gangguan di lingkungan fetus,
yang mengganggu proses fisiologis koreksi kaki menjadi pronasi sehingga bentuk
kaki tetap club foot saat kelahiran. Club foot merupakan salah satu komponen
penilaian secara menyeluruh dalam persiapan pemulangan neonatal.

Hippocrates, mengenai penyakit club foot menjelaskan mengenai teori


mekanik bahwa club foot merupakan hasil dari peningkatan tekanan intrauterine
selama kehamilan, namun postulat ini banyak dibantah karena insidensi club foot
tidak meningkat pada kondisi uterus yang padat (contohnya kehamilan kembar,
bayi besar, hidramnion dan uterus primipara).

Berdasarkan faktor neurogenik, terdapat kelainan secara histokimia pada otot


posteromedial dan peroneal pasien dengan club foot. Hal ini diduga terjadi akibat
perubahan inervasi persarafan intrauterine akibat kelainan neurogenik yang
terjadi. Postulat ini didukung dengan didapatkannya insidensi varus atau
equinovarus hingga 35% pada pasien dengan spina bifida.

Retracting fibrosis (myofibrosis) dapat terjadi akibat efek sekunder dari


peningkatan jaringan fibrosa pada otot dan ligamen. Ponseti menemukan collagen
pada semua struktur ligamentum dan tendinosa (kecuali tendon Achilles
/calcaneal) yang berhubungan dengan club foot.

Inclan, dengan teorinya mengatakan bahwa kelainan insersi tendon yang


menyebabkan terjadinya club foot. Akan tetapi, studi lain menolak postulat ini
dengan alasan bahwa kelainan anatomi pada club foot dapat memperlihatkan
seolah-olah insersi tendon menjadi abnormal.

7
2.1.5 Patoflowdiagram

2.1.6 Manifestasi klinik


1. Pergelangan kaki jinjit,telapak kaki dan bagian depan kaki menghadap ke
arah dalam
2. Tumit kecil,teraba kosong dan lunak
3. Colum tulang talus mudah diraba
4. Mata kaki bagian dalam sulit diraba
5. Bagian pangkat kaki berputar kedalam,lengkung kaki tingkat tingkat
(cavus)
6. Tulang kering seringkali mengalami perputaran kearah dalam
Dengan keparahan ditentukan oleh derajat displacement tulang-tulang kaki,
sedangkan resistensi terhadap koreksi ditentukan oleh rigiditas dari kontraktur
jarinagn lunak

8
2.1.7 Komplikasi

1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada


terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus
oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi
mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi
setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah
terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang,
sehinggga aliran darah menjadi terganggu.Ini membuat bagian kecil dari
kulit menjadi mati.Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu,
dan jarang memerlukan cangkok kulit.
2. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot.Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati
infeksi.
3. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah
dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi.Sebagian besar kaki bayi
terbentuk oleh tulang rawan.Material ini dapat rusak dan mengakibatkan
deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan
bertambahnya usia.
4. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik


Deformitas ini dapat dideteksi secara dini pada saat prenatal dengan
ultrasonography atau terdeteksi saat kelahiran.

2.1.9 Penatalaksanaan medis


Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-
operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa :

1 Non-Operative :
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk
penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri
dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai

9
keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah
kembalinya deformitas.

Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial
“cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi
tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi
medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral.

Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari beberapa
hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir
pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika manipulasi ini tidak efektif,
dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan,
memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di
“cast” sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan
gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan
koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16 tahun.

Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan
pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak memerlukan waktu yang
lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting
pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup
tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast”
secara teratur untuk menunjang penyembuhan.

Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan


menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak
walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama. Perawatan “cast”
meliputi :

1) Biarkan cast terbuka sampai kering


2) Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal
bantal pada hari pertama atau sesuai  intruksi
3) Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan
warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal

10
4) Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur,
observasi adanya rasa nyeri
5) Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah
cast secara teratur.
6) Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah
trauma.
7) Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan
benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
8) Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit
pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
9) Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air
2. Operatif
1) Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Jika terapi dengan gibs gagal
b. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
2) Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang
mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy
biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak
ditangani dengan tepat.
3) Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu,
tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau
masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan
memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan
kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki
dengan melakukan release talonavikularis medial dan
pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu
Appley).
4) Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas
umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan
tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak

11
pada tiga persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art.
talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.

2.2 Askep CETV pada anak

2.2.1 Pengkajian
A. Biodata klien

Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi;


nama,umur,agama,suku bangsa,pendidikan,pekerjaan,status perkawinan,dan
alamat.Bayi laki – laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok daripada
perempuan.

Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei membuktikan dari
4orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang perempuan. Itu
berarti perbandingan penderita perempuan dengan penderita lakilaki adalah 1:3 da
n 35%terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.

B. Keluhan Utama :

Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya


keadaanyang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki,
atrofi betiskanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajianseperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yangabnormal pada kakinya.

2. Riwayat penyakit keluarga

Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut


dapatdiidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalamkeluarga.

3. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal

12
 Antenatal

Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita


sertaupaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa
kali perawatanantenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-
jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama
hamil.

 Natal

Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang


menolong,cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, section secariadan gamelli), presentasi kepala dan
komplikasi atau kelainan congenital.Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masakehamilan (cukup,
kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontanatau tidak.

 Postnata

Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang


berhubungandengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan
berat badan, warnakulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama
neonatal perlu dikaji adanyaashyksia, trauma dan infeksi.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar


dadaterakhir.Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, halus,social, dan bahasa.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,


rumahtangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi
dan adat
istiaadat, berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal dan e
ksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan

13
pengetahuan sertaketrampilan anak. Disamping itu juga
berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan,
sandang dan papan.

 Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan


kelengkapanimunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit
yang mungkintimbul.Meliputi imunisai BCG, DPT, Polio, campak
dan hepatitis.

C. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada umur
anaktertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis, takaran dan
frekuensi) pemberiaannya serta makanan tambahan yang diberikan.Ad
akah makanan yandisukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya).
2. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu dikaji BABatau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah
serta bau). Bagaimanatingkat toileting trining sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
3. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada
usiasekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
4. Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur, hal-
hal yangmengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
5. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah
mandiriatau masih ketergantuangan sekunder pada orang lain atau
orang tua.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Pantau status kardiovaskuler
2. Pantau nadi perifer
3. Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan
sirkulasi yangadekuat pada ekstremitas tersebut
4. Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari
diantara kulitekstremitasdengan gips setelah gips kering

14
5. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
a) Nyeri
b) Bengkak
c) Rasa dingin
d) Sianosis atau pucat
6. Kaji sensasi jari kaki
a) Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
b) Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu be
respon terhadap perintah
c) Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakansir
kulasi
d) intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemu
tan
7. Periksa suhu (gips plester)
a) Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan pa
nas
b) Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas
8. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
9. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadangdimasukkan oleh anak yang masih kecil.
10. Observasi adanya tanda-tanda infeksi:
a) Periksa adanya drainase
b) Cium gips untuk adanya bau menyengat
c) Periksa gips untuk adanya ”bercak panas” yang menunjukkan
infeksi dibawah gips.
d) Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan
11. Observasi kerusakan pernapasan (gips spika)
a) Kaji ekspansi dada anak
b) Observasi frekuensi pernafasan
c) Observasi warna dan perilaku
12. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):
a) Batasi area perdarahan

15
13. Kaji kebutuhan terhadap nyeri

2.2.2 Diagnosis keperawatan


1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan adanya gips,pembengkakan
jaringan,kemungkinan kerusakan saraf
2. Gangguan rasa nayamn(nyeri) berhubungan dengan cedera fisik
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
5. Ansietas berhubungan dengan abnormalitas kaki pada anak

2.2.3 Intervensi
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVE RASIONAL
O KEPERAWAT KRITERIA NSI
AN HASIL

16
1. Resiko tinggi Tujuan : 1. Ting1. Untuk
cidera Pasien tidak gikan menurunkan
berhubungan mengalami ekstremitas pembengkakan,
dengan adanya kerusakan yang di gips karena
gips, kerusakan 2. Kaji peninggian
pembengkakan neurologis atau bagian gips ekstremitas
jaringan, sirkulasi  dan yang meningkatkan
kemungkinan Pasien terpajan aliran balik
kerusakan saraf mempertahankan untuk vena
  integritas gips mengetahui 2. Adanya
adanya tanda-tanda
Kriteria Hasil:
nyeri, , nyeri tersebut
–       Jari kaki
bengkak, menandakan
hangat, merah
perubahan terjadinya
muda, sensitif,
warna gangguan
dan menunjukkan
(sianosis sirkulasi
pengisian kapiler
atau pucat),3. Karena
dengan segera
pulsasi, penekanan
–       Gips hangat, dan dapat
mengering dengan kemampuan menyebabkan
cepat, tetap bersih untuk area tekan
dan utuh bergerak 4. Untuk
  3. Raw melindungi tepi
at gips gips dan
 
basah mencegah
dengan iritasi kulit
telapak 5. Untuk
tangan, mengeringkann
hindari ya dari dalam
penekanan keluar
gips dengan6. Karena
ujung jari dapat terjadi

17
(gips luka bakar dan
plester) gips hanya akan
4. Tutu kering di
pi tepi gips bagian luar
yang kasar tetapi tidak di
dengan ” bagian dalam
petal” adesif7. Untuk
5. Jang sirkulasi udara
an menutupi8. Agar
gips yang area tetap
masih basah bersih dan tidak
6. Jang terjadi abrasi
an  
mengeringk
an gips
dengan
kipas
pemanas
atau
pengering
7. Gun
akan kipas
biasa di
lingkungan
dengan
kelembaban
tinggi
8. Bersi
hkan area
yang kotor
dari gips
dengan kain

18
basah dan
sedikit
pembersih
putih yang
rendah
abrasif.
 

2. Gangguan rasa Tujuan : 1. Beri 1. Mengur


nyaman (Nyeri) ketidaknyamanan kan posisi angi
berhubungan yang dialami yang ketegangan
dengan cidera pasien tidak ada nyaman, ekstremitas
fisik atau minimal gunakan yang di gips
  Kriteria Hasil: bantal untuk2. Untuk
–    Anak tidak menyokong mencegah nyeri
menunjukkan area 3. Udara
bukti-bukti dependen dingin dapat
ketidaknyamanan 2. Bila mengurangi
perlu batasi rasa gatal
–   
aktivitas 4. Karena
ketidaknyamanan
yang substansi ini
minor dapat
melelahkan mempunyai
ditoleransi
3. Hila kecenderungan
  ngkan rasa untuk
gatal ”menggumpal”
dibawah dan
gips dengan menimbulkan
udara dingin iritasi
yang  
ditiupkan
dari spuit

19
asepto, fan,
atau
pengering
rambut.
4. Hind
ari
menggunaka
n bedak atau
lotion
dibawah
gips
 

3. Resiko tinggi Tujuan : 1. Pasti1. Tepi


kerusakan Pasien tidak kan bahwa gips yang tidak
integritas kulit mengalami iritasi semua tepi halus dapat
berhubungan kulit gips halus mengiritasi
dengan gips dan bebas kulit
Kriteria Hasil :
dari 2. Untuk
Tidak
proyeksi mencegah
ditemukannya
pengiritasi trauma kulit
tanda-tanda
2. Jang 3. Untuk
kerusakan
an mendorong
integritas kulit
membiarkan kepatuhan
  anak 4. Karena
memasukka kulit yang tidak
n sesuatu ke bersih dapat
dalam gips memicu
3. Was timbulnya
padai anak iritasi
yang lebih5. Karena
besar untuk kulit dapat
tudak teriritasi akibat

20
memasukka adanya air di
n benda- dalam gips
benda 6. Karena
kedalam gips akan
gips, mengeras
jelaskan dengan kulit
mengapa ini terdeskuamasi
penting dan sekresi
4. Jaga sebasea
agar kulit  
yang
terpajan
tetap bersih
dan bebas
dari iritan
5. Lind
ungi gips
selama
mandi,
kecuali jika
gips sintetik
tahan
terhadap air
6. Sela
ma gips
dilepas,
rendam dan
basuh kulit
dengan
perlahan
 

4. Kerusakan Tujuan : 1. Doro1. Untuk

21
mobilitas fisik Pasien ng untuk meningkatkan
berhubungan mempertahankan ambulasi mobilitas
dengan penggunaan otot sesegera 2. Untuk
kerusakan pada area yang mungkin membantu
muskuloskeletal tidak sakit 2. Ajar melatih
  kan ekstremitas
 
penggunaan dengan bantuan
Kriteria hasil : alat 3. penopan
–       Ekstremitas  mobilisasi g berat badan
yang tidak sakit seperti kurk4. Untuk
tetap untuk kaki melatih dan
mempertahankan yang di gips meningkatkan
tonus otot yang3. Doro mobil
baik. ng anak5. Untuk
–       Anak dengan alat melatih otot
melakukan ambulasi yang tidak sakit
aktivitas yang untuk 6. Untuk
sesuai dengan usia berambulasi mempertahanka
dan kondisi anak segera n fleksibilitas
setelah dan fungsi
 
kondisi sendi
umumnya
memungkin
kan
4. Doro
ng aktivitas
bermain dan
pengalihan
5. Doro
ng anak
untuk
menggunaka

22
n sendi-
sendi di atas
dan di
bawah gips
 

5. Ansietas Tujuan : 1. Jelas1. Menghil


berhubungan Pasien kan apa angkan rasa
dengan mendapatkan yang akan takut dan
penggunaan dan dukungan yang dilakukan mendorong
pengangkatan adekuat selama dan apa kerja sama
gips. pemasangan dan yang dapat2. Menghil
  pengangkatan dilakukan angkan rasa
gips anak untuk takut kulit
membantu terpotong
Kriteria Hasil :
2. Jelas  
Anak menjalani
kan apa
prosedur  
yang akan
pemasangan dan
dialami anak
pengangkatan
selama
gips dengan
pengangkata
distres minimal
n gips;
dan kerja sama
kebisingan
  gergaji,
sensasi geli
karena
getaran,
ketidakmun
gkinan
cidera
karena
prosedur,
menunjukka

23
n keamanan
gergaji pada
diri sendiri
dan orang
lain
 

2.2.4 Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1. Resiko tinggi cidera 1. Meninggikan ekstremitas yang di
berhubungan dengan gips
adanya gips, 2. Mengkaji bagian gips yang
pembengkakan terpajan untuk mengetahui adanya
nyeri, , nyeri bengkak, perubahan
warna (sianosis atau pucat),
pulsasi, hangat, dan kemampuan
untuk bergerak
3. Merawat gips basah dengan
telapak tangan, hindari penekanan
gips dengan ujung jari (gips
plester)
4. Mentutupi tepi gips yang kasar
dengan ” petal” adesif
5. Tidak mentutupi gips yang masih
basah
6. Tidak mengeringkan gips dengan
kipas pemanas atau pengering
7. Menggunakan kipas biasa di
lingkungan dengan kelembaban
tinggi
8. Membersihkan area yang kotor
dari gips dengan kain basah dan
sedikit pembersih putih yang
rendah abrasif.

2. Gangguan rasa nyaman 1. Memberikan posisi yang nyaman,


(Nyeri) berhubungan gunakan bantal untuk menyokong
dengan cidera fisik area dependen
2. Membatasi aktivitas yang
melelahkan
3. Menghilangkan rasa gatal
dibawah gips dengan udara dingin
yang ditiupkan dari spuit asepto,

24
fan, atau pengering rambut.
4. Menghindari menggunakan bedak
atau lotion dibawah gips

3. Resiko tinggi kerusakan 1. Menghindari tepi gips yang tidak


integritas kulit halus karena dapat mengiritasi
berhubungan dengan gips kulit
2. Mencegah trauma kulit
3. Mendorong kepatuhan
4. Membersihkan kulit karena kulit
yang tidak bersih dapat memicu
timbulnya iritasi

4. Kerusakan mobilitas fisik 1. Meningkatkan mobilitas


berhubungan dengan 2. Membantu melatih ekstremitas
kerusakan muskuloskeletal dengan bantuan
3. Menopang berat badan
4. Melatih dan meningkatkan mobil
5. Melatih otot yang tidak sakit
6. Mempertahankan fleksibilitas dan
fungsi sendi
5. Ansietas berhubungan 1. Menghilangkan rasa takut dan
dengan penggunaan dan mendorong kerja sama
pengangkatan gips 2. Menghilangkan rasa takut kulit
terpotong

2.2.5 Evaluasi

Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien.
Format evaluasi menggunakan :
 S :Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan
pandangannya terhadap data tersebut
 O. :Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi
perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan

25
dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan
pemeriksaan tenaga kesehatan).
 A:Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif
dan objektif.
 P :Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan
datang untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal.
(Hutaen, 2010)
Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien
segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada
catatan perawat.
2. Evaluasi sumatif

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status


kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan
dengan pendekatan SOAP.
S. Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya
terhadap data tersebut

O. Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi


perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang
berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis,
dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan).
A. Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
objektif.
P. Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan
datang untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal.
(Hutaen, 2010)
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan
meliputi :

1. Masalah teratasi, jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan

26
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukan perubahan
sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klienn tidak menunjukan perubahan
dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu
deformitas pada bayi yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-
2:1000 per kelahiran. Sampai saat ini masih belum dapat dipastikan apa
yang menjadi penyebab terjadinya CTEV, walaupun sudah banyak teori
yang diajukan namun belum ada satu pun yang dapat menjelaskan
dengan sempurna. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, diamana
terdapat supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus
pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke
medial terhadap lutut. Tidak diperlukan bantuan pemeriksaan radiologis
sebagai penunjang karena tidak memberikan informasi yang berarti.
Biasanya CTEV muncul sebagai kelaianan tersendiri, namun tidak jarang
merupakan bagian dari suatu sindrom.
Penatalaksanaan CTEV meliputi dua aspek, yaitu non operatif dan
operatif. Para ahli setuju bahwa terapi non operatif haruslah menjadi
pilihan utama terapi. Metode Ponseti dan French method telah banyak
digunakan di berbagai belahan dunia dan memiliki hasil akhir yang
memuaskan. Tindakan operatif diperlukan hanya bila terapi non operatif
gagal, hal ini dikarenakan komplikasi jangka panjang yang lebih buruk
dibandingkan terapi non operatif.

3.2 Saran
Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca, apabilaterdapat kesalahan mohon dapat dimaafkan dan memakluinya.
Semoga makalah ini dapatbermanfaat dan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anand, A. a. (2008). Clubfoot: Etiology and treatment. . Indian J Orthop., 22–


28. .

Basit, S. a. (2018). Genetics of clubfoot; recent progress and future perspectives.


Eur J Med Genet, 107-113.

Patel, M. (2019). Clubfoot. Medscape.

Rani, M. a. (2017). Congenital Clubfoott: A Comprehensive Review. Ortho &


Rheum Open Access J , 8.

S. Nordin, M. A. (2021). CONTROVERSIES IN CONGENITAL CLUBFOOT .


Malaysian Journal of Medical Sciences, 34-40.

PPNI, T. P. (2017 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

29

Anda mungkin juga menyukai