Disusun oleh:
Kelompok 5 (Kelas 2B)
1. Alya Aisyah Putri P032014401044
2. Melisa Fitri P032014401060
3. Nisvia Ramadhani P032014401067
4. Rafifah Salsabila Lubis P032014401071
5. Shinta Rahmadania P032014401077
6. Vina Ari Desfitri P032014401080
7. Zhafira Refanza P032014401083
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala kebesaran dan limpah dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Anak dengan CTEV”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1.3 Etilogi.................................................................................................4
2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................6
2.1.5 Patoflowdiagram................................................................................8
2.1.7 Komplikasi.........................................................................................9
2.2.1 Pengkajian........................................................................................12
2.2.3 Intervensi..........................................................................................12
iii
2.2.4 Implementasi....................................................................................18
2.2.5 Evaluasi............................................................................................19
BAB III..................................................................................................................22
PENUTUP..............................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam
1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus (Cahyono, 2012).
Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes
(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti
inversidan adduksi (inverted and adducted) (Noordin et al, 2002).
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar,
adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint. Komponen yang
diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan
hindfoot varus (Meena et al, 2014)
Deformitas intraosseus paling sering muncul di talus, dengan neck talar yang
pendek dan medial dan plantar deviasi dari bagian anterior. Pada permukaan
inferior talus, facet medial dan anterior belum berkembang. Kelainan pada
calcaneus, cuboid, dan navicular tidaklah terlalu parah dibandingkan talus. Pada
calcaneus ditemukan lebih kecil dari kaki normal, dan sustentaculum yang belum
berkembang (Herring, 2014)
3
menunjukkan bahwa talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20o terhadap
aksis tibiofibular pada clubfoot dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya,
body of the talus dilaporkan eksternal rotasi di dalam ankle mortise. Adanya
internal tibial torsion pada clubfoot masih kontroversial (Hoosseinzaideh, 2014).
Studi pada suplai darah telah menunjukkan abnormalitas atau tidak adanya
arteri tibialis anterior sekitar 90% dari clubfoot. Tidak adanya arteri tibialis
anterior juga dilaporkan namun jarang. Arteri anomaly ini meningkatkan risiko
komplikasi vaskuler jika salah satu arteri dominan terkena saat comprehensive
soft-tissue release atau Achilles tenotomi (Hoosseinzaideh, 2014).
2.1.3 Etilogi
Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya
merupakan isolated birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang
muncul bersamaan dengan myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan
kongenital multiple (Dobbs, 2009)
Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu
(Nordin, 2002) :
4
1. Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh
Hippocrates. Dia percaya bahwa kaki tertahan pada posisi
equinovarus akibat adanya kompresi dari luar uterus. Namun
Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan bahwa
keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti
oligohidramnion, mencegah pergerakan janin dan rentan terhadap
kompresi dari luar. Amniocentesis dini diperkirakan memicu
deformitas ini.
2. Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah
akibat dari adanya defek neuromuskuler, walaupun ada beberapa
studi yang menemukan gambaran histologis normal. Peneliti
menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia, ligament
dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan
mengakibatkan kelainan pada tulang (Maranho et al, 2011).
Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan terekspresinya TGF-
beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis, keadaan ini juga
berperan dalam kasus-kasus resisten (Herring, 2014).
3. Primary germ plasma defect
Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki
equinovarus dan 14 kaki normal, mereka menemukan neck talus
selalu pendek dengan rotasi ke medial dan plantar. Mereka
berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ
plasma.
4. Arrested fetal development
Intrauterina
Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan
bahwa adanya gangguan perkembangan dini pada usia awal
embrio adalah penyebab clubfoot kongenital.
Pengaruh lingkungan
5
Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan
thalidomide) serta asap rokok memiliki peran dalam
terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary growth
arrest pada janin (Meena et al, 2014)
5. Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase
fibula (6,5 – 7 minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu
kehamilan). Ketika terjadi gangguan perkembangan saat kedua fase
tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan meningkat
(Herring, 2014).
Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari
CTEV, namun kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah
multifactorial dan proses kelainan telah dimulai sejak limb bud development
(Herring, 2014).
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi club foot atau yang dikenal dengan congenital talipes equinovarus
(CTEV) berasal dari berbagai macam teori semenjak 1800. Secara biologi
molekuler penyebab dari club foot adalah adanya defek genetik pada komponen
pembentukan ekstremitas seperti homeobox, ekspresi T-box transcription dan
ekspresi dari Pitx1 yang mempengaruhi kesetimbangan koordinasi antara lateral
mesoderm dan outer ectoderm yang bertanggung jawab pada perkembangan kaki
janin.
Patofisiologi club foot terdiri dari berbagai macam teori yang diajukan oleh
para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
6
Teori alternatif patofisiologi terjadinya club foot adalah terhentinya
perkembangan fetus di dalam kandungan yang diajukan oleh Von Volkmann
tahun 1863. Teori ini mengatakan bahwa secara normal kaki janin dalam bentuk
equinovarus dan terkoreksi menjadi pronasi saat kelahiran. Perkembangan kaki
fetus terhenti karena adanya intrinsik error atau gangguan di lingkungan fetus,
yang mengganggu proses fisiologis koreksi kaki menjadi pronasi sehingga bentuk
kaki tetap club foot saat kelahiran. Club foot merupakan salah satu komponen
penilaian secara menyeluruh dalam persiapan pemulangan neonatal.
7
2.1.5 Patoflowdiagram
8
2.1.7 Komplikasi
1 Non-Operative :
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk
penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri
dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai
9
keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah
kembalinya deformitas.
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial
“cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi
tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi
medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari beberapa
hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir
pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika manipulasi ini tidak efektif,
dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan,
memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di
“cast” sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan
gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan
koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16 tahun.
Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan
pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak memerlukan waktu yang
lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting
pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup
tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast”
secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
10
4) Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur,
observasi adanya rasa nyeri
5) Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah
cast secara teratur.
6) Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah
trauma.
7) Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan
benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
8) Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit
pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
9) Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air
2. Operatif
1) Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Jika terapi dengan gibs gagal
b. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
2) Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang
mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy
biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak
ditangani dengan tepat.
3) Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu,
tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau
masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan
memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan
kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki
dengan melakukan release talonavikularis medial dan
pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu
Appley).
4) Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas
umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan
tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak
11
pada tiga persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art.
talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.
2.2.1 Pengkajian
A. Biodata klien
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei membuktikan dari
4orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang perempuan. Itu
berarti perbandingan penderita perempuan dengan penderita lakilaki adalah 1:3 da
n 35%terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.
B. Keluhan Utama :
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajianseperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yangabnormal pada kakinya.
12
Antenatal
Natal
Postnata
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Kesehatan Keluarga
13
pengetahuan sertaketrampilan anak. Disamping itu juga
berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan,
sandang dan papan.
Riwayat Imunisasi
14
5. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
a) Nyeri
b) Bengkak
c) Rasa dingin
d) Sianosis atau pucat
6. Kaji sensasi jari kaki
a) Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
b) Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu be
respon terhadap perintah
c) Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakansir
kulasi
d) intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemu
tan
7. Periksa suhu (gips plester)
a) Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan pa
nas
b) Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas
8. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
9. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadangdimasukkan oleh anak yang masih kecil.
10. Observasi adanya tanda-tanda infeksi:
a) Periksa adanya drainase
b) Cium gips untuk adanya bau menyengat
c) Periksa gips untuk adanya ”bercak panas” yang menunjukkan
infeksi dibawah gips.
d) Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan
11. Observasi kerusakan pernapasan (gips spika)
a) Kaji ekspansi dada anak
b) Observasi frekuensi pernafasan
c) Observasi warna dan perilaku
12. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):
a) Batasi area perdarahan
15
13. Kaji kebutuhan terhadap nyeri
2.2.3 Intervensi
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVE RASIONAL
O KEPERAWAT KRITERIA NSI
AN HASIL
16
1. Resiko tinggi Tujuan : 1. Ting1. Untuk
cidera Pasien tidak gikan menurunkan
berhubungan mengalami ekstremitas pembengkakan,
dengan adanya kerusakan yang di gips karena
gips, kerusakan 2. Kaji peninggian
pembengkakan neurologis atau bagian gips ekstremitas
jaringan, sirkulasi dan yang meningkatkan
kemungkinan Pasien terpajan aliran balik
kerusakan saraf mempertahankan untuk vena
integritas gips mengetahui 2. Adanya
adanya tanda-tanda
Kriteria Hasil:
nyeri, , nyeri tersebut
– Jari kaki
bengkak, menandakan
hangat, merah
perubahan terjadinya
muda, sensitif,
warna gangguan
dan menunjukkan
(sianosis sirkulasi
pengisian kapiler
atau pucat),3. Karena
dengan segera
pulsasi, penekanan
– Gips hangat, dan dapat
mengering dengan kemampuan menyebabkan
cepat, tetap bersih untuk area tekan
dan utuh bergerak 4. Untuk
3. Raw melindungi tepi
at gips gips dan
basah mencegah
dengan iritasi kulit
telapak 5. Untuk
tangan, mengeringkann
hindari ya dari dalam
penekanan keluar
gips dengan6. Karena
ujung jari dapat terjadi
17
(gips luka bakar dan
plester) gips hanya akan
4. Tutu kering di
pi tepi gips bagian luar
yang kasar tetapi tidak di
dengan ” bagian dalam
petal” adesif7. Untuk
5. Jang sirkulasi udara
an menutupi8. Agar
gips yang area tetap
masih basah bersih dan tidak
6. Jang terjadi abrasi
an
mengeringk
an gips
dengan
kipas
pemanas
atau
pengering
7. Gun
akan kipas
biasa di
lingkungan
dengan
kelembaban
tinggi
8. Bersi
hkan area
yang kotor
dari gips
dengan kain
18
basah dan
sedikit
pembersih
putih yang
rendah
abrasif.
19
asepto, fan,
atau
pengering
rambut.
4. Hind
ari
menggunaka
n bedak atau
lotion
dibawah
gips
20
memasukka adanya air di
n benda- dalam gips
benda 6. Karena
kedalam gips akan
gips, mengeras
jelaskan dengan kulit
mengapa ini terdeskuamasi
penting dan sekresi
4. Jaga sebasea
agar kulit
yang
terpajan
tetap bersih
dan bebas
dari iritan
5. Lind
ungi gips
selama
mandi,
kecuali jika
gips sintetik
tahan
terhadap air
6. Sela
ma gips
dilepas,
rendam dan
basuh kulit
dengan
perlahan
21
mobilitas fisik Pasien ng untuk meningkatkan
berhubungan mempertahankan ambulasi mobilitas
dengan penggunaan otot sesegera 2. Untuk
kerusakan pada area yang mungkin membantu
muskuloskeletal tidak sakit 2. Ajar melatih
kan ekstremitas
penggunaan dengan bantuan
Kriteria hasil : alat 3. penopan
– Ekstremitas mobilisasi g berat badan
yang tidak sakit seperti kurk4. Untuk
tetap untuk kaki melatih dan
mempertahankan yang di gips meningkatkan
tonus otot yang3. Doro mobil
baik. ng anak5. Untuk
– Anak dengan alat melatih otot
melakukan ambulasi yang tidak sakit
aktivitas yang untuk 6. Untuk
sesuai dengan usia berambulasi mempertahanka
dan kondisi anak segera n fleksibilitas
setelah dan fungsi
kondisi sendi
umumnya
memungkin
kan
4. Doro
ng aktivitas
bermain dan
pengalihan
5. Doro
ng anak
untuk
menggunaka
22
n sendi-
sendi di atas
dan di
bawah gips
23
n keamanan
gergaji pada
diri sendiri
dan orang
lain
2.2.4 Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1. Resiko tinggi cidera 1. Meninggikan ekstremitas yang di
berhubungan dengan gips
adanya gips, 2. Mengkaji bagian gips yang
pembengkakan terpajan untuk mengetahui adanya
nyeri, , nyeri bengkak, perubahan
warna (sianosis atau pucat),
pulsasi, hangat, dan kemampuan
untuk bergerak
3. Merawat gips basah dengan
telapak tangan, hindari penekanan
gips dengan ujung jari (gips
plester)
4. Mentutupi tepi gips yang kasar
dengan ” petal” adesif
5. Tidak mentutupi gips yang masih
basah
6. Tidak mengeringkan gips dengan
kipas pemanas atau pengering
7. Menggunakan kipas biasa di
lingkungan dengan kelembaban
tinggi
8. Membersihkan area yang kotor
dari gips dengan kain basah dan
sedikit pembersih putih yang
rendah abrasif.
24
fan, atau pengering rambut.
4. Menghindari menggunakan bedak
atau lotion dibawah gips
2.2.5 Evaluasi
25
dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan
pemeriksaan tenaga kesehatan).
A:Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif
dan objektif.
P :Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan
datang untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal.
(Hutaen, 2010)
Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien
segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada
catatan perawat.
2. Evaluasi sumatif
26
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukan perubahan
sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klienn tidak menunjukan perubahan
dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu
deformitas pada bayi yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-
2:1000 per kelahiran. Sampai saat ini masih belum dapat dipastikan apa
yang menjadi penyebab terjadinya CTEV, walaupun sudah banyak teori
yang diajukan namun belum ada satu pun yang dapat menjelaskan
dengan sempurna. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, diamana
terdapat supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus
pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke
medial terhadap lutut. Tidak diperlukan bantuan pemeriksaan radiologis
sebagai penunjang karena tidak memberikan informasi yang berarti.
Biasanya CTEV muncul sebagai kelaianan tersendiri, namun tidak jarang
merupakan bagian dari suatu sindrom.
Penatalaksanaan CTEV meliputi dua aspek, yaitu non operatif dan
operatif. Para ahli setuju bahwa terapi non operatif haruslah menjadi
pilihan utama terapi. Metode Ponseti dan French method telah banyak
digunakan di berbagai belahan dunia dan memiliki hasil akhir yang
memuaskan. Tindakan operatif diperlukan hanya bila terapi non operatif
gagal, hal ini dikarenakan komplikasi jangka panjang yang lebih buruk
dibandingkan terapi non operatif.
3.2 Saran
Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca, apabilaterdapat kesalahan mohon dapat dimaafkan dan memakluinya.
Semoga makalah ini dapatbermanfaat dan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca.
28
DAFTAR PUSTAKA
29